Seluruh rangkaian acara pernikahan telah usai. Untuk pertama kalinya Rahma dan Jelita bersedia untuk makan malam bersama dengan Mike dan Surya Wijaya, sebelumnya mereka lebih memilih untuk makan bersama dengan para asisten rumah tangga.“Kamu suka dengan kamar barumu?” tanya Surya Wijaya memancing pembicaraan dengan Jelita.“Suka, suka sekali Opa,” jawab Jelita dengan polos dan mata penuh binar bahagia.“Jadi mulai malam ini sudah berani tidur sendiri kan?”Rahma dan Mike hanya saling memandang, ada rasa takut tetapi juga terlihat jelas rasa malu tersirat di sana. Sementara itu jelita hanya terdiam sambil menatap sang ibu yang sejak tadi hanya diam saja.“Tapi Om jahat tidak akan datang kan?” Binar bahagia di mata gadis itu kini berubah penuh ketakutan.Surya Wijaya berusaha tersenyum lebar meskipun dia menyadari ketakutan yang dirasakan oleh Jelita. Tetapi dia juga ingin mengajarkan kemandirian kepada cucunya tersebut, selain itu tentunya ingin memberi kesempatan kepada Mike dan Rahm
Jemari Mike tampak meraba-raba nakas mencari kaca matnya. Setelah menemukannya dia langsung memakainya. Senyum merekah di bibirnya saat bisa menyaksikan perempuan yang telah sah menjadi istrinya terlelap dalam pelukannya.Kecupan lembut di dahi membuat Rahma akhirnya terbangun. Kebahagiaan yang membuncah bercampur malu membuat Rahma memalingkan wajah dan mengangkat selimut untuk menutupi dada yang penuh dengan sisa percintaan semalam.“Selamat pagi Nyonya Wijaya,” sapa Mike dengan nada menggoda. “Sepertinya aku harus mempertimbangkan untuk LASIK.”“Lasik?” tanya Rahma yang benar-benar tidak tahu maksud pembicaraan suaminya.“Ya, agar setiap pagi aku bisa langsung menikmati kecantikan wajah istriku.”Meski belum tahu apa itu LASIK, tetapi wajah Rahma semakin merona mendengar gombalan dari Mike. Sungguh Rahma tidak pernah menduga pria yang terlihat dingin dan selalu serius itu bisa segombal ini.“Jam berapa, aku harus segera menyiapkan sarapan untuk ….”Mike segera mencegah Rahma meliha
Beberapa bulan setelah semua konflik yang mengguncang hidup mereka, Ageng dan Queen akhirnya bisa menikmati ketenangan. Rumah mereka yang dulunya dipenuhi oleh kekhawatiran kini terasa hangat dengan cinta dan kebahagiaan. Perut Queen yang semakin hari semakin besar dengan kehamilannya, kini sudah memasuki bulan ketujuh. Hari ini, mereka akan mengadakan acara tujuh bulanan, sebuah tradisi yang akan mereka isi dengan doa-doa.Acara tujuh bulanan itu berlangsung meriah, dipenuhi dengan tawa dan canda dari kerabat dan sahabat yang datang. Ageng dan Queen tak henti-hentinya menerima ucapan selamat dan doa-doa dari para tamu yang hadir. Keduanya tampak sangat bahagia, terutama Queen yang tak bisa menyembunyikan senyum di wajahnya meski sesekali ia menahan rasa lelah akibat kehamilannya yang sudah memasuki trimester ketiga.Jika ada yang masih terasa kurang bagi Queen, tentu karena kedua orang tuanya yang tidak bisa hadir dalam acara tersebut. Bahkan Rey yang sudah dibebaskan pun tidak juga
“Mama yang mengirimkan semua ini?” tanya Queen entah kepada siapa.Namun, Mike yang sempat mengurus ke datangan barang-barang tersebut menganggukkan kepala untuk menghilangkan rasa was was dan curiga di hati Ageng dan Queen. Meskipun situasi sudah lebih baik, tetapi keluarga Wardana tetap bersikap waspada. Bukan hanya dari orang-orang yang pernah berniat jahat kepada mereka, tetapi juga rekan bisnis yang terlibat dalam kasus pencucian uang.Ya, semua barang-barang tersebut memang kiriman dari Rania. Karena merasa tidak bisa mendampingi Queen selama kehamilannya, Rania memberikan hadiah untuk cucunya.Queen merasa matanya mulai berkaca-kaca saat Mike mengangguk, mengonfirmasi bahwa semua barang-barang tersebut memang kiriman dari Rania. Tiba-tiba, perasaan hangat dan haru membanjiri hatinya. Sejak kehamilannya, Queen merindukan kehadiran sang mama, merindukan dukungan dan nasihat yang biasa diberikan dengan lembut.Mengetahui bahwa Rania telah memikirkan mereka dengan begitu dalam, mes
Bryan yang awalnya berdiri bersandar pada mobil sportnya, melangkah maju dengan penuh percaya diri, menatap para debt collector dengan pandangan yang penuh otoritas. Keempat pria itu, yang tadinya tampak begitu garang, kini terlihat ragu-ragu.Bryan dengan sikap tenang namun tegas, mengeluarkan dompet kulit hitam yang tampak mahal dari sakunya dan menunjukkan beberapa kartu kredit dengan limit yang tentu saja tidak kecil."Kenalkan, saya Bryan Kusuma Atmadja.” Bryan mengenalkan dirinya tanpa perlu penjelasan lebih lanjut. "Naya adalah teman saya, dan saya akan pastikan semua urusannya beres. Kalian tidak perlu khawatir soal pembayaran. Hutangnya akan segera dilunasi. Sekali lagi dilunasi, bukan hanya dicicil. Ini kartu nama saya, catat nomornya dan saya pastikan akan membereskan semua urusan ini secepat mungkin."Para debt collector itu tampak terkejut, tapi dengan cepat menyesuaikan diri. Mereka sudah terbiasa berhadapan dengan orang-orang yang berusaha menghindari pembayaran, tetapi
Setelah dari acara tujuh bulan kehamilan Queen, Bryan dan Naya melanjutkan pertemuan di sebuah kafe yang tidak jauh dari dari komplek perumahan keluarga Wardana.Di dalam kafe yang sepi, Bryan memilih meja di sudut yang memberikan mereka privasi. Naya duduk dengan perasaan cemas yang semakin tak tertahankan. Dia tahu bahwa percakapan ini akan menentukan nasibnya ke depan, tapi dia tidak siap untuk apa yang akan datang.“Jadi, aku langsung saja.” Tanpa bas abasi Bryan memulai pembicaraan setelah memesan minuman. “Aku tahu situasimu, dan aku bisa melihat betapa sulitnya hidup yang kau jalani saat ini. Semua utang itu, beban keluarga, pekerjaan yang tak cukup untuk menutup semua kebutuhanmu.”Naya menggigit bibirnya, menahan emosi yang berkecamuk. Dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya di depan Bryan, tapi kata-kata itu benar-benar menghantamnya.“Aku bisa membantumu,” lanjut Bryan dengan suara yang tenang namun penuh arti. “Aku bisa melunasi semua utangmu, bahkan memastikan keluargamu
“Hallo, Mama! Apa kabar?” sapa Queen dengan antusias. Di layar, wajah Rania muncul, terlihat jauh lebih segar dan ceria dibandingkan beberapa bulan lalu. Rambutnya yang dulu sempat menipis karena perawatan medis kini tampak mulai tumbuh kembali, memberikan kesan sehat.Melihat Queen yang sedang berbincang dengan Rania, Laras dan Arya Suta pun menyingkir, memberi waktu seluas-luasnya bagi Queen untuk bisa berbincang dan melepas rindu dengan sang mama. Hanya Ageng yang masih setia menemani Queen. Calon ayah itu terlihat sangat bahagia menyaksikan senyum yang dari tadi menghiasi bibir istrinya.“Kabar Mama baik sekali, Queen,” jawab Rania dengan senyuman penuh kebahagiaan. “Mama semakin sehat setiap harinya. Di sini suasananya sangat mendukung untuk penyembuhan.”Queen bisa melihat kebahagiaan terpancar dari wajah Rania, dan itu membuatnya merasa lega. Di belakang Rania, sosok Surya Wijaya tampak berdiri dengan santai, mengangguk ramah kepada Queen ketika mereka saling bertukar pandang.
Victoria dan Rani pertama kali bertemu di Singapura, sebuah pertemuan yang tanpa diduga akan berkembang menjadi persahabatan yang begitu erat. Mereka belajar di kampus yang sama, di jurusan Seni Kreatif dan Desain. Perjumpaan mereka di kampus terasa alami, seperti bertemu seseorang yang sudah dikenal lama, meskipun kenyataannya mereka baru saja saling mengenal.Setiap kali ada tugas kelompok atau proyek kreatif, Victoria dan Rani sering kali memilih untuk bekerja bersama. Mereka memiliki cara pandang yang serupa dalam banyak hal, termasuk dalam memahami seni dan desain. Keduanya saling melengkapi, Rani dengan ide-ide segarnya dan Victoria dengan pendekatan yang lebih analitis. Persahabatan mereka tumbuh dengan cepat, dan tak lama kemudian, mereka menjadi sahabat dekat.Namun, kehidupan di luar kampus tidak selalu seindah dan secerah proyek-proyek seni yang mereka kerjakan bersama. Dua gadis belia itu sebenarnya tidak ada niat atau keinginan untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri,