Surya Wijaya menundukkan wajah memohon di hadapan keluarga Wardana. Dia tahu, dalam urusan bisnis, mereka adalah pesaing utama, tetapi kali ini demi wanita yang dia cintai, Surya Wijaya memohon, benar-benar merendahkan harga dirinya.“Demi kemanusiaan, saya mohon!” Suara Surya Wijaya terdengar putus asa.Laras menatap Surya Wijaya dengan tatap mata yang dingin. “Saya menolak juga demi kemanusiaan," balas Laras terdengar tegas, penuh keyakinan tanpa rasa ragu sedikit pun.Ruangan itu seketika menjadi hening. Penolakan Laras memupus harapan Surya Wijaya. Untuk sementara, Ageng memilih diam, menenangkan diri. Rasa curiga yang sempat mencekik kini telah terjawab. Dan untuk urusan ke luar negeri, ada sang mama yang bisa dia andalkan.“Saat ini Queen sedang hamil muda. Dan ini adalah kehamilan pertama bagi Queen. Ilmu dan pengalamannya masih sangat kurang, jadi akan sangat riskan jika tidak ada yang mendampinginya. Tentu kita tidak akan mengambil keputusan yang bisa membahayakan calon cucu
Lega, bahagia, itulah yang dirasakan oleh Ageng saat ini. Dengan detail Surya Wijaya memberikan memberikan bukti jika Rania benar-benar ibu kandung Queen. Dari foto-foto masa kecil Queen, hingga akta cerai Rania dengan Eddy.Saat menyaksikannya, Ageng merasa menjadi manusia paling bodoh sedunia, seharusnya informasi tentang keluarga Queen sudah dia ketahui sejak awal pernikahan mereka, agar tidak terjadi salah paham yang menyiksa dirinya sendiri.“Jangan ngebut! Queen sedang hamil muda,” perintah tegas Laras kepadan Pak Sutar.“Ya, Bu!” jawab Pak Sutar sambil mengangguk patuh. Seingatnya dia tidak pernah ngebut, kecuali saat menjemput saja.Setelah mencium pipi kiri dan pipi kanan Laras, Queen bergegas memasuki mobil, disusul oleh Ageng. Saat Laras melepas anak dan menantunya yang semakin jauh meninggalkan mereka, berbeda dengan Arya Suta yang justru menatap wajah sang istri dengan tatap mata yang sulit diartikan.Wanita paruh baya itu menyadari jika suaminya sedang memperhatikan diri
"Aku mohon jangan bilang kurang!" pinta Ageng sambil mencium punggung mulus Queen.Sebagai pria normal, Ageng sulit untuk menolak pesona istri yang ada di sampingnya. Meski dokter mengatakan jika kehamilan Queen baik-baik saja, tetapi Ageng tidak ingin mengambil risiko yang bisa membahayakan keselamatan janin yang sudah lama dia nantikan kehadirannya."Aku takut kamu akan mencari pelampiasan ke wanita lain jika aku tidak bisa memuaskanmu," ucap Queen dengan sendu. Ingatan akan masa lalu, bagaimana rumah tangga kedua orang tuanya hancur karena sang papa mencari kesenangan dengan wanita lain, kembali hadir mengganggu benak Queen.Ageng memang terlihat sangat antusias dan bahagia dengan kabar kehamilannya, tetapi Queen merasa ada perbedaan yang sangat mencolok saat Ageng di atas ranjang. Bagi Ageng, dia hanya ingin berhati-hati dan menjaga keselamatan calon bayinya. Tetapi ternyata Queen menangkapnya berbeda, dia merasa suaminya seperti tidak bergairah lagi terhadap dirinya."Membicarak
Surya Wijaya duduk di meja makan, matanya tertuju pada putrinya yang sedang menyantap sarapan dengan enggan. Victoria hanya memainkan roti panggang di piringnya, sesekali mencelupkan ke dalam selai, tapi tak pernah benar-benar menggigit. Surya menarik napas panjang, merasa berat untuk memulai pembicaraan ini.“Papa akan membawa mama untuk berobat ke luar negeri.” Dengan hati-hati Surya Wijaya menyampaikan kabar buruk di hadapan putrinya. “Kemo yang dilakukan mamamu kemarin tidak memberi hasil yang maksimal,” sambung Surya Wijaya dengan nada sedih.Victoria mendengarkan dengan saksama kata demi kata yang diucapkan oleh Surya Wijaya. Remaja itu mengangkat pandangannya, tatap matanya yang kelam menatap lurus ke arah ayahnya.“Bersama Queen?” tanyanya singkat, tanpa embel-embel kakak. Hingga saat ini, dia masih belum bisa menerima kenyataan jika Queen adalah saudara sambungnya.“Tidak, Queen sedang hamil, jadi dia harus banyak istirahat. Kamu mau ikut?” Surya menatap putrinya, berharap me
“Bangsat!” gumam Bryan terlihat sangat tertekan saat melihat Victoria keluar dari mobilnya. Dia segera menyadari situasinya dan tahu dia harus bertindak dengan cepat.“Mau kemana?” tanya Derrian dengan senyum menyeringai, menertawakan sahabatnya yang terlihat putus asa.“Aku mau pergi dulu,” kata Bryan buru-buru, suaranya penuh tekanan.Tanpa banyak bicara, Bryan langsung meninggalkan kafe milik Derrian. Dia sudah terbiasa keluar masuk kafe tersebut dan tahu jalan lain untuk keluar dan terbebas dari Victoria. Sosok yang selama ini dikenal playboy oleh sahabat-sahabatnya tidak bisa menghadapi gadis itu sekarang.Victoria memasuki kafe, lalu pandangannya menyapu seisi ruangan. Wajahnya menunjukkan rasa khawatir dan penuh kekecewaan. Dia kembali menatap ke tempat parkir dan melihat mobil Bryan masih terparkir di sana, tetapi sosoknya tidak dia temukan di dalam kafe.Suasana hati yang sedang tidak baik membuat remaja itu nekat untuk menemui Derrian yang dia ketahui sebagai sahabat Bryan s
Ageng mengemudi dengan pikiran yang kalut. Pembicaraan dengan sang papa tadi begitu menghantui. Benarkah Queen, wanita yang selalu berada di sisinya, adalah seseorang yang disusupkan oleh keluarga Surya Wijaya? Jika benar, berarti selama ini dia telah hidup dalam kepura-puraan. Sementara itu Queen, wanita yang dia cintai dengan sepenuh hati, adalah seorang pelakon yang handal.Mungkinkah semua yang dilakukan Queen selama ini hanyalah sebuah sandiwara. Semua kenangan bersama Queen melintas di benaknya. Bagaimana ketulusannya, cintanya, dan setiap desahan serta erangan yang selalu membuatnya bergairah. Ageng langsung memukul setir mobilnya, melampiaskan kegilaannya yang selalu ke arah sana saat teringat pada Queen.“Sialan!” Ageng merasa Queen benar-benar membuatnya gila. Calon penerus Wardana Group itu tidak pernah menduga akan secinta ini kepada perempuan yang dahulu pernah dia remehkan.Mengingat awal perkenalannya dengan Queen, semua karena Davianna. Mantan kekasihnya itu yang mempe
Suara keras Rey tampaknya menarik perhatian dari para staf yang berada di dekat ruang kerja Queen, hingga mereka segera mendatangi dan melihat apa yang sedang terjadi. Beruntung, karena terburu-buru, Rey tidak sempat menutup mengunci pintu ruang kerja, sehingga dengan mudah sekretaris serta beberapa staf berlari masuk."Pak Rey, hentikan!" teriak sekretaris, mencoba menarik Rey menjauh dari Queen.Staf-staf lain ikut membantu, menahan Rey yang masih meronta-ronta. "Lepaskan aku! Ini urusanku dengan adikku!" teriak Rey, suaranya serak oleh amarah.Queen dibantu bangkit oleh sekretarisnya, wajahnya pucat tapi tetap mencoba tegar. "Terima kasih, semuanya. Tolong bawa Kak Rey keluar dan tenangkan dia," ucap Queen dengan suara bergetar, tapi tetap berwibawa.Staf yang lain membawa Rey keluar dari ruangan, meskipun ia masih berteriak-teriak marah. Sementara itu Queen duduk kembali di kursinya, mencoba mengatur napasnya yang tersengal. Wajahnya terlihat pucat pasi, tetapi Queen berusaha tamp
Ageng duduk di kursi ruang tunggu, tangannya mencengkeram kuat sandaran kursi di depannya. Laras berdiri tak jauh dari sana, sorot matanya tajam penuh curiga menatap putranya.“Apa yang terjadi pada Queen?” tanya Laras dengan suara tegas. “Kau memaksanya untuk melayanimu?”Ageng menggeleng lemah. Tuduhan dari sang mama layaknya tusukan pisau yang begitu nyeri ke ulu hatinya. Dia tidak memiliki kata-kata untuk menjawab, pikirannya terlalu kalut memikirkan keadaan Queen dan calon anaknya.Laras menghela napas, matanya masih penuh kecurigaan. Tampaknya Laras tidak percaya begitu saja dengan jawaban tanpa kata dari putranya. Sebenarnya Laras bisa memahami gairah Ageng pada usianya sekarang, tetapi dia juga harus mengetahui situasi dan kondisi istrinya yang sedang hamil muda.Waktu terasa begitu lambat berjalan, beberapa menit saja yang terasa seperti seabad berlalu sebelum Dokter Amira keluar dari ruang pemeriksaan. Wajahnya serius, tapi tetap menenangkan. Laras dan Ageng segera mendekat,