"Tolong tenang! Kami semua jj sibuk! Sebentar lagi kami akan memeriksanya!" seru seorang perawat pria yang sedang merawat pasien. "Menunggu?! Berapa lama lagi kami harus menunggu?! Dia sedang hamil. Bagaimana jika kandungannya tidak bisa diselamatkan karena kalian terlambat memeriksanya?!" tegur Carla dengan emosi yang menggebu-gebu. Sontak saja semua pasang mata mengarah padanya. Mereka semua menatapnya dengan sinis, seolah tidak suka dengan apa yang dikatakannya. "Apa dia pendarahan?" tanya seorang dokter yang sedang sibuk menjahit luka di kaki pasien. "Tidak, dok. Sepertinya hanya pingsan saja," jawab seorang perawat yang ada di dekat dokter tersebut. Sang dokter meneruskan pekerjaannya. Begitu pula dengan dokter satunya. Hanya ada dua dokter dan tiga perawat di sana. Sedangkan ruang IGD tersebut dipenuhi dengan pasien yang membutuhkan pertolongan dokter. Carla tidak tega melihat wajah pucat Luna yang masih dalam keadaan pingsan. Terlebih lagi istri kedua dari saudara
Kenzo berlari dari ruangannya menuju kamar VVIP yang dikhususkan untuk kolega keluarga Matteo, pejabat dalam dan luar negeri, serta pengusaha kelas atas yang membutuhkan fasilitas medis layaknya kamar hotel mewah bintang lima.Luna menempati salah satu kamar VVIP tersebut. Beberapa dokter spesialis berjejer untuk memeriksanya. "Bagaimana kandungannya, dok?" tanya Ron Matteo, presdir dari semua perusahaan milik keluarga Matteo. "Untung saja kandungannya baik-baik saja, Tuan," jawab sang dokter kandungan setelah memeriksanya. Seketika wajah tegang pria tua tersebut musnah. Dia menghela nafasnya dengan lega, seraya menatap cucu menantu pilihannya."Kenapa dia belum sadar juga?" tanyanya dengan cemas."Sepertinya dia kurang tidur, Kek," jawab Damian mendahului dokter kandungan tersebut.Pria tua itu mengernyitkan dahinya. Dia kembali memandang wanita yang sedang terbaring di tempat tidur pasien."Tapi dia dalam keadaan baik-baik saja, bukan?" tanyanya kembali."Tentu, Pa," jawab Dokter
Tubuh Kenzo terkulai lemas mendengar keputusan kakeknya yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun. Bahkan dirinya yang notabenya sebagai suami Luna pun tidak bisa mengalahkan keputusan sang kakek. 'Apa Kakek tega memisahkan seorang ayah dengan bayi yang masih ada dalam kandungan ibunya?'Mengingat pertanyaan yang dilontarkannya sembari memohon kepada sang kakek, membuatnya kembali merasa bersalah pada istri keduanya setelah mengingat jawaban dari kakeknya.'Apa kamu memperhatikan bayi dalam kandungan Luna selama ini? Apa kamu menuruti kemauan ibu bayi ketika menginginkan sesuatu? Apa kamu memanjakan istrimu yang kelelahan selama mengandung? Kamu seorang dokter, Ken. Kamu pasti tahu bagaimana rasanya seorang wanita yang sedang hamil.'"Benar yang dikatakan oleh Kakek. Aku tidak pantas menjadi seorang dokter dan seorang ayah, jika tidak bisa memahami keadaan istriku ketika sedang hamil. Padahal aku tahu betapa sulitnya dan sakitnya wanita yang sedang hamil muda. Aku juga tahu panta
Di rumah utama keluarga Matteo, Luna merasa asing. Tidak ada sosok suami atau pun sang nenek yang selalu perhatian padanya. Hanya ada Carla, wanita yang selalu menemukannya dalam keadaan pingsan, dan membawanya ke IGD.'Apa dia benar-benar baik?'batinnya sembari menatap Carla yang sedang tertawa melihat acara di televisi.'Tapi, bukankah dia dekat dengan Nyonya Serena?' sambungnya kembali dalam hati.Luna masih saja menatap penasaran pada wanita yang berstatus sebagai saudara tiri suaminya.'Apa aku bisa mempercayakan keselamatanku dan bayiku padanya?' tanyanya kembali dalam hati."Apa ada yang mau kamu katakan padaku, Luna?" tanya Carla tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi.Sontak saja Luna terhenyak. Dia tidak menyangka jika Carla mengetahui isi pikirannya."Kok kamu bisa tahu sih? Padahal kamu sedang menonton televisi. Apa jangan-jangan kamu--""Apa?" sahut Carla seraya menghadap ke arahnya.Luna tersenyum lebar, menampakkan deretan giginya. Berharap saudara tiri suaminya t
Perdebatan Kenzo dan Serena berlanjut hingga di kamar mereka. Perang dingin itu membuat mereka berdua menolak untuk berbicara. Sepasang suami istri itu tetap teguh dengan pikirannya masing-masing. Mereka berdua tidur dalam satu ranjang dan saling memunggungi. Tidak ada obrolan atau pun candaan di antara mereka. Bahkan sang istri yang biasanya selalu menggoda suaminya dan bermanja-manja padanya untuk membangkitkan hasratnya, kini hanya diam membisu. Serena tidak terima dengan sikap suaminya yang selalu membela kepala pelayan mereka. Terlebih lagi masalah yang mereka hadapi saat ini berkaitan dengan Luna, istri kedua sang suami. "Sehebat apa dia, sehingga semua orang membelanya?" ucapnya lirih untuk bertujuan menyindir sang suami."Mungkin benar apa yang dikatakan oleh mereka. Wanita udik itu menggunakan bantuan orang pintar dengan menggunakan ilmu hitam untuk mencuci hari dan pikiran semua orang, agar memihak padanya," imbuhnya dengan menaikkan sedikit volume suaranya.Seketika Ken
Luna menundukkan kepalanya di hadapan seluruh anggota keluarga yang tinggal di rumah utama keluarga Matteo."Karakan yang sebenarnya, Luna. Kamu tidak perlu berbohong pada kami," tutur Damian sebagai mertua laki-lakinya."Ingatlah bahwa dalam kandunganmu adalah penerus keluarga Matteo. Jadi, kami berhak tahu apa yang terjadi pada kalian," ujar Ron Matteo dengan tegas dan berwibawa.Seketika Luna menegakkan kepalanya, dan dengan ragu-ragu dia pun menganggukkan kepalanya, menanggapi perkataan sang kakek."Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Damian dengan lembut.Luna menghela nafasnya. Dia merasa malu menceritakan pada mereka semua tentang apa yang dirasakannya semalam. Akan tetapi, dia tidak bisa menghindarinya. Dengan terpaksa wanita hamil itu menceritakan rasa rindunya pada sang suami dan nenek yang menjadi kepala pelayan di rumah milik suaminya. Tawa Carla pun pecah. Sedangkan Damian, Kania dan Ron Matteo menahan tawanya, tidak ingin membuat Luna merasa malu dan tidak nyaman
"Hentikan!" Sontak saja semua pasang mata melihat ke arah sumber suara. Kenzo Matteo, pria berpostur ideal, tampan, dan berpenampilan rapi, sedang berdiri dengan jarak yang tidak jauh dari mereka. Pandangan matanya mengarah pada sosok pria yang sedang duduk di dekat Luna, istri keduanya. "Kenzo?!" celetuk Carla tanpa sadar ketika melihat saudara tirinya yang benar-benar berani datang ke rumah tersebut.Luna terkesiap melihat sosok pria yang sangat dirindukannya. Tatapan tajam sang pria, sama sekali tidak membuatnya takut. Rasa rindunya telah membutakan mata dan hatinya. "Sejak kapan kamu berdiri di situ, Ken?" tanya Damian untuk menyapa putranya.Namun, Kenzo tidak menjawabnya. Tatapan tajamnya masih saja mengarah pada Dokter Ludwig yang sedang tersenyum menyapanya. Semua anggota keluarga Matteo yang berada di ruangan tersebut, mengikuti arah pandang cucu kebanggan keluarga tersebut. Saat itu juga mereka mengerti bagaimana perasaan calon sang penguasa itu pada istri keduanya. "Dud
"Tidak. Aku baik-baik saja, Kek. Aku hanya salah posisi saja pada saat tidur semalam," ucap Luna ketika sang kakek memerintahkan Dokter Ludwig untuk memeriksanya. "Jangan membantah, Luna!" ujar Ron Matteo dengan tegas.Dengan berat hati Luna menuruti perintah kakek suaminya. Dia pun masuk ke dalam kamarnya untuk diperiksa Dokter Ludwig sebagai dokter kandungannya. "Kenapa harus di kamar?" tanya Kenzo tanpa berpikir panjang. "Apa saya harus memeriksa Luna di ruang tamu?" tanya balik Dokter Ludwig sambil terkekeh.Semua orang menahan tawanya. Mereka tahu betul bagaimana seorang Kenzo apabila ditertawakan. Benar saja, ekspresi Dokter Ludwig dan kekehannya membuat Kenzo tidak terima. Dia mengikuti istri keduanya dan juga sang dokter kandungan yang masuk ke dalam kamar Luna.Dokter Ludwig dan Luna menatap heran padanya. Kenzo pun sadar akan tetapan mata keduanya. "Aku tahu betul tentang kandungan. Ingatlah bahwa Kenzo Matteo seorang dokter jenius yang berbakat, dan lulus pada setiap uj
"Luna?!" ucap Kania tanpa sadar, kaget melihat istri kedua dari putra tirinya berani menegurnya. "Berani juga wanita udik ini berbicara seperti itu padaku," tukas Serena sembari menyeringai.Wanita angkuh tersebut berjalan menghampiri madunya yang berdiri tidak jauh darinya. Dengan cekatan Carla bergerak untuk menghalanginya. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan ketus. Carla tidak gentar. Dia tidak bergerak sedikit pun dari hadapan Serena. Dengan tubuhnya, wanita yang pernah menaruh hati pada saudara tirinya itu berusaha melindungi istri kedua dari pria yang dicintainya. "Minggir!" bentak Serena dengan kilatan amarah yang terlihat jelas pada sorot matanya. "Tidak! Aku tidak akan membiarkanmu menyentuhnya!" ujar Carla tanpa takut sedikit pun padanya. Serena maju selangkah untuk mendekatinya. Wajah yang memancarkan begitu besar amarahnya, kini berada tepat di hadapan wajah Carla. "Apa kamu tahu akibatnya, jika menantang ku?" tanyanya dengan penuh penekanan."Ap
Serena menatap tajam pada Carla. Pasalnya, saudara tiri dari suaminya itu telah berani membentaknya. "Apa?! Kamu marah?! Tidak terima aku bilang mamamu berambisi menjadi seorang istri dan seorang ibu yang baik?! Kenyataannya memang seperti itu! Kenapa kamu marah?!" bentaknya membalas saudara ipar tirinya. "Jangan-jangan mamamu ini juga berambisi untuk menguasai semua harta dan aset keluarga Matteo, sama seperti kamu!" sambungnya sembari menyeringai.Seketika Carla melebarkan bola matanya, menatap tajam pada istri pertama dari saudara tirinya. Serena berdiri tegak dengan mengangkat dagunya, tidak gentar sedikit pun dengan perlawanan Carla bersama dengan ibunya."Tutup mulutmu, Serena!" sentak Carla dengan menatap penuh kebencian padanya. Wanita angkuh itu hanya tertawa melihat reaksi dari saudara tiri sang suami yang sedang direndahkannya. "Kenapa? Apa kamu merasa malu karena semua yang aku sampaikan semuanya benar?" tanyanya dengan santai, sambil tertawa melihat kedua wanita di ha
Sontak saja semua pasang mata mengarah pada sumber suara. Damian, pria paruh baya yang merupakan orang tua laki-laki dari Kenzo dan juga merupakan suami dari Kania, telah menyerukan perintah pada keduanya untuk menghentikan perdebatan mereka. Seketika bibir Kania melengkung ke atas. Hatinya merasa bahagia melihat sang suami yang sedang menghentikan putra kandungnya, ketika hendak mengarahkan tangannya, seolah akan memukulnya. Berbanding terbalik dengan Kenzo. Dirinya merasa kesal telah dihentikan oleh sang papa yang seolah lebih membela istri keduanya dibandingkan dengan putra kandungnya."Sayang, lihatlah Kenzo. Dia berani membentak ku dan mengangkat tangannya untuk memukulku," ucap Kania dengan memperlihatkan ekspresi mengibanya."Diam, Kania!" bentak Damian sembari menatap tegas padanya. Sontak saja semua orang terhenyak mendengarnya. Mereka diam, dan menantikan reaksi Damian selanjutnya. Termasuk Kenzo yang tidak menyangka jika sang papa bida membentak istrinya. "Sayang, kenapa
Dari balik tembok Kenzo mendengar sang ibu tirinya sedang protes pada sikap acuh papanya. Kini, dia merasa terjebak di tempat tersebut. 'Bagaimana ini? Jika aku kembali, maka aku harus menghadapi wanita licik itu. Aku yakin, jika dia punya sejuta rencana licik untuk menjatuhkan ku dari Luna. Tapi, jika aku tetap di sini, aku akan mendengar semua perdebatan antara Papa dengan istrinya. Lebih parahnya lagi, jika wanita itu yang terlebih dahulu pergi dari ruangan itu, maka dia akan mengira bahwa aku telah menguping pembicaraan mereka. Ah, harusnya wanita itu menemui Papa setelah aku duduk bersama dengan Kakek,' batinnya sembari menghela nafas. "Apa maksudmu, Kania? Siapa yang menghindari mu? Aku tidak menghindari mu. Mungkin hanya perasaanmu saja," ujar Damian sambil berpura-pura sibuk melihat sekelilingnya."Perasaanku saja, katamu? Seperti saat ini, kamu berbicara denganku, tapi sama sekali tidak melihat ke arahku. Apa ini juga hanya perasaanku saja?!" ucap Kania dengan meninggikan s
"Stop!" seru Kenzo menghentikan ucapan istri pertamanya. "Diam!" seru Damian bersamaan dengan sang putra.Seketika perkataan Serena terpotong, dan tidak dapat dilanjutkannya lagi. Dua orang pria yang berstatus ayah dan anak, kini sedang menatap dirinya, seolah sedang memperingatkannya. Bukan dia tidak berani pada kedua pria tersebut, hanya saja dia tidak mau kehilangan kesempatan untuk bisa bersama dengan mereka. 'Ternyata mereka takut juga dengan ancaman ku. Ini bisa menjadi senjata baru untuk menekan mereka,' batinnya seraya menyeringai pada mereka berdua. "Ada apa ini sebenarnya?" tanya Ron Matteo dengan tegas, sembari menatap mereka bertiga secara bergantian. Kedua pria berbeda generasi tersebut saling menatap. Dalam tatapan mata ayah dan anak tersebut, seolah menyepakati sesuatu. "Tidak ada yang penting, Kek. Serena hanya ingin mengatakan tentang hasil pemeriksaan dari Dokter Ludwig," jawab Kenzo mencoba mengalihkan pembicaraan."Lalu, kenapa harus ditutup-tutupi? Apa ada ya
"Siapa yang datang, Pa?" tanya Carla menyelidik untuk mewakili rasa penasaran sang mama."Tidak ada yang penting. Ayo kita lanjutkan makannya," jawab Damian sambil tersenyum, mencoba menyembunyikan rasa kesalnya pada Serena. Semua orang yang berada di meja makan tersebut menatapnya dengan penuh tanda tanya. Sudah pasti mereka merasa ada sesuatu yang sepertinya sedang disembunyikan oleh Damian. Hanya saja mereka semua tidak berani untuk mempertanyakannya.Kecurigaan Kania semakin bertambah. Ingin sekali dia menegur suaminya saat ini juga, tapi diurungkannya. Dia hanya mampu mempertanyakannya dalam hati saja, sembari menundukkan kepala, berpura-pura sibuk dengan makanannya. 'Tidak. Jangan bertanya sekarang, Kania. Damian pasti akan sangat marah, jika kamu melakukan hal itu di depan keluarganya. Lebih baik tunda saja."Kemudian, istri kedua dari Damian tersebut menoleh ke arah sang suami yang sedang duduk di sebelahnya. 'Apa yang sebenarnya terjadi padamu?' sambungnya dalam hati, sera
"Selamat malam, Pa," sapa wanita berambut panjang yang memakai dress dari designer ternama sedang tersenyum manis padanya. Damian terkesiap melihat wanita cantik dengan riasan tebal, dan lipstik berwarna merah menyala sedang duduk di salah satu sofa ruang tamu, sembari memangku tas keluaran terbaru dari merk ternama."Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Damian dengan menatap angkuh padanya. Wanita cantik itu beranjak dari duduknya. Dia menghampiri pria paruh baya itu, sembari menjinjing tas limited edition yang sedari tadi dipangkunya. "Saya hanya ingin bertemu dengan Papa," jawabnya dengan gaya khasnya ketika menggoda target prianya. Damian menghela nafas, dan menatap tidak suka padanya. Jujur saja, dia enggan membahas pesan yang diterimanya dari wanita tersebut. Pasalnya, pesan yang dikirim oleh wanita yang berdiri di hadapannya itu, hanyalah omong kosong baginya."Untuk apa? Sepertinya kita tidak pernah mempunyai hubungan yang sedekat itu," tukas Damian dengan tegas."Apa Pap
Sang nenek menghela nafasnya. Kemudian, wanita tua itu mengalihkan pandangannya dari rumah besar yang ada di hadapannya pada wanita di sebelahnya. "Nenek juga tidak tahu, Luna. Maafkan Nenek. Tadi Nenek hanya ingin membawamu pergi dari hadapan Nyonya Serena," ucap sang nenek dengan penuh penyesalan.Luna tersenyum. Dia meraih tangan sang nenek yang merasa bersalah. "Kenapa Nenek meminta maaf padaku? Harusnya Luna yang berterima kasih pada Nenek. Jika bukan karena Nenek mengajakku untuk datang ke sini, maka mungkin saja aku sekarang sudah seperti ikan paus yang terdampar karena kekenyangan," ucapnya sambil terkekeh. Nenek pun ikut tertawa menanggapi candaan dari istri kedua tuannya. Wanita tua tersebut menatap dalam kedua mata sang nyonya muda, dan mengatakan sesuatu padanya. "Nenek hanya ingin mengingatkanmu. Luna, di dalam perutmu ada buah cintamu dengan Tuan Kenzo. Kalian juga menikah di hadapan Tuhan. Keluarga besar Matteo yang menjadi saksi pernikahan kalian. Jadi, kamu punya
Luna menatap bingung pada sang nenek yang berjanji akan selalu menjaga, dan menjadi penolongnya. Hanya saja wanita tua tersebut belum mempersiapkan alasan yang tepat untuk meyakinkan istri pertama dari tuannya. Wanita tua yang menjadi kepala pelayan di rumah mewah tersebut bergegas menghampiri Luna, dan memegang kedua lengannya untuk membantu wanita hamil itu beranjak dari kursinya. "Kita harus pergi sekarang. Tidak baik jika membuat Tuan Ron Matteo menunggu terlalu lama."Kemudian sang nenek mengalihkan pandangannya pada istri pertama Kenzo untuk berpamitan padanya. "Maaf, Nyonya Serena. Kami harus pergi sekarang juga. Permisi," ucapnya dengan sopan. "Tapi, bagaimana dengan semua makanan ini? Berapa lama kalian akan pergi? Aku akan menunggu untuk makan bersama," ujar Serena untuk menghentikan sang nenek dan Luna yang telah berjalan beberapa langkah.Seketika kaki kedua wanita berbeda usia tersebut berhenti melangkah. "Kenapa dia bersikeras sekali untuk mengajak Luna makan bersam