"Nek! Gawat! Pelayan yang bernama Luna tidak sadarkan diri," ujar seorang tukang kebun yang berlari masuk ke dalam rumah untuk melaporkan kejadian tersebut pada kepala pelayan yang bertanggung jawab penuh pada rumah tersebut. Prang!Seketika piring yang dipegang oleh sang nenek terlepas dari tangannya. Nama Luna membuatnya panik, dan bingung. "Apa?! Luna?!" tanyanya dengan panik.Sontak saja si tukang kebun merasa sangat bersalah telah mengagetkan sang nenek. Pelayan yang lain hanya melihat dan mendengarkan percakapan mereka. Tukang kebun tersebut jongkok dan berniat untuk memungut pecahan piring tersebut. "Hentikan! Jangan memungutnya dengan tangan kosong! Biarkan saja mereka yang membersihkan dengan sapu," ujar sang nenek dengan tegas.Dengan sigap salah satu dari pelayan yang berada di sana membawa sapu dan pengki untuk membersihkan pecahan piring tersebut. Pria setengah baya itu pun berdiri, dan sedikit bergeser dari tempatnya. "Apa yang terjadi dengan Luna? Cepat katakan pad
"Tolong tenang! Kami semua jj sibuk! Sebentar lagi kami akan memeriksanya!" seru seorang perawat pria yang sedang merawat pasien. "Menunggu?! Berapa lama lagi kami harus menunggu?! Dia sedang hamil. Bagaimana jika kandungannya tidak bisa diselamatkan karena kalian terlambat memeriksanya?!" tegur Carla dengan emosi yang menggebu-gebu. Sontak saja semua pasang mata mengarah padanya. Mereka semua menatapnya dengan sinis, seolah tidak suka dengan apa yang dikatakannya. "Apa dia pendarahan?" tanya seorang dokter yang sedang sibuk menjahit luka di kaki pasien. "Tidak, dok. Sepertinya hanya pingsan saja," jawab seorang perawat yang ada di dekat dokter tersebut. Sang dokter meneruskan pekerjaannya. Begitu pula dengan dokter satunya. Hanya ada dua dokter dan tiga perawat di sana. Sedangkan ruang IGD tersebut dipenuhi dengan pasien yang membutuhkan pertolongan dokter. Carla tidak tega melihat wajah pucat Luna yang masih dalam keadaan pingsan. Terlebih lagi istri kedua dari saudara
Kenzo berlari dari ruangannya menuju kamar VVIP yang dikhususkan untuk kolega keluarga Matteo, pejabat dalam dan luar negeri, serta pengusaha kelas atas yang membutuhkan fasilitas medis layaknya kamar hotel mewah bintang lima.Luna menempati salah satu kamar VVIP tersebut. Beberapa dokter spesialis berjejer untuk memeriksanya. "Bagaimana kandungannya, dok?" tanya Ron Matteo, presdir dari semua perusahaan milik keluarga Matteo. "Untung saja kandungannya baik-baik saja, Tuan," jawab sang dokter kandungan setelah memeriksanya. Seketika wajah tegang pria tua tersebut musnah. Dia menghela nafasnya dengan lega, seraya menatap cucu menantu pilihannya."Kenapa dia belum sadar juga?" tanyanya dengan cemas."Sepertinya dia kurang tidur, Kek," jawab Damian mendahului dokter kandungan tersebut.Pria tua itu mengernyitkan dahinya. Dia kembali memandang wanita yang sedang terbaring di tempat tidur pasien."Tapi dia dalam keadaan baik-baik saja, bukan?" tanyanya kembali."Tentu, Pa," jawab Dokter
Tubuh Kenzo terkulai lemas mendengar keputusan kakeknya yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun. Bahkan dirinya yang notabenya sebagai suami Luna pun tidak bisa mengalahkan keputusan sang kakek. 'Apa Kakek tega memisahkan seorang ayah dengan bayi yang masih ada dalam kandungan ibunya?'Mengingat pertanyaan yang dilontarkannya sembari memohon kepada sang kakek, membuatnya kembali merasa bersalah pada istri keduanya setelah mengingat jawaban dari kakeknya.'Apa kamu memperhatikan bayi dalam kandungan Luna selama ini? Apa kamu menuruti kemauan ibu bayi ketika menginginkan sesuatu? Apa kamu memanjakan istrimu yang kelelahan selama mengandung? Kamu seorang dokter, Ken. Kamu pasti tahu bagaimana rasanya seorang wanita yang sedang hamil.'"Benar yang dikatakan oleh Kakek. Aku tidak pantas menjadi seorang dokter dan seorang ayah, jika tidak bisa memahami keadaan istriku ketika sedang hamil. Padahal aku tahu betapa sulitnya dan sakitnya wanita yang sedang hamil muda. Aku juga tahu panta
Di rumah utama keluarga Matteo, Luna merasa asing. Tidak ada sosok suami atau pun sang nenek yang selalu perhatian padanya. Hanya ada Carla, wanita yang selalu menemukannya dalam keadaan pingsan, dan membawanya ke IGD.'Apa dia benar-benar baik?'batinnya sembari menatap Carla yang sedang tertawa melihat acara di televisi.'Tapi, bukankah dia dekat dengan Nyonya Serena?' sambungnya kembali dalam hati.Luna masih saja menatap penasaran pada wanita yang berstatus sebagai saudara tiri suaminya.'Apa aku bisa mempercayakan keselamatanku dan bayiku padanya?' tanyanya kembali dalam hati."Apa ada yang mau kamu katakan padaku, Luna?" tanya Carla tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi.Sontak saja Luna terhenyak. Dia tidak menyangka jika Carla mengetahui isi pikirannya."Kok kamu bisa tahu sih? Padahal kamu sedang menonton televisi. Apa jangan-jangan kamu--""Apa?" sahut Carla seraya menghadap ke arahnya.Luna tersenyum lebar, menampakkan deretan giginya. Berharap saudara tiri suaminya t
Perdebatan Kenzo dan Serena berlanjut hingga di kamar mereka. Perang dingin itu membuat mereka berdua menolak untuk berbicara. Sepasang suami istri itu tetap teguh dengan pikirannya masing-masing. Mereka berdua tidur dalam satu ranjang dan saling memunggungi. Tidak ada obrolan atau pun candaan di antara mereka. Bahkan sang istri yang biasanya selalu menggoda suaminya dan bermanja-manja padanya untuk membangkitkan hasratnya, kini hanya diam membisu. Serena tidak terima dengan sikap suaminya yang selalu membela kepala pelayan mereka. Terlebih lagi masalah yang mereka hadapi saat ini berkaitan dengan Luna, istri kedua sang suami. "Sehebat apa dia, sehingga semua orang membelanya?" ucapnya lirih untuk bertujuan menyindir sang suami."Mungkin benar apa yang dikatakan oleh mereka. Wanita udik itu menggunakan bantuan orang pintar dengan menggunakan ilmu hitam untuk mencuci hari dan pikiran semua orang, agar memihak padanya," imbuhnya dengan menaikkan sedikit volume suaranya.Seketika Ken
Luna menundukkan kepalanya di hadapan seluruh anggota keluarga yang tinggal di rumah utama keluarga Matteo."Karakan yang sebenarnya, Luna. Kamu tidak perlu berbohong pada kami," tutur Damian sebagai mertua laki-lakinya."Ingatlah bahwa dalam kandunganmu adalah penerus keluarga Matteo. Jadi, kami berhak tahu apa yang terjadi pada kalian," ujar Ron Matteo dengan tegas dan berwibawa.Seketika Luna menegakkan kepalanya, dan dengan ragu-ragu dia pun menganggukkan kepalanya, menanggapi perkataan sang kakek."Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Damian dengan lembut.Luna menghela nafasnya. Dia merasa malu menceritakan pada mereka semua tentang apa yang dirasakannya semalam. Akan tetapi, dia tidak bisa menghindarinya. Dengan terpaksa wanita hamil itu menceritakan rasa rindunya pada sang suami dan nenek yang menjadi kepala pelayan di rumah milik suaminya. Tawa Carla pun pecah. Sedangkan Damian, Kania dan Ron Matteo menahan tawanya, tidak ingin membuat Luna merasa malu dan tidak nyaman
"Hentikan!" Sontak saja semua pasang mata melihat ke arah sumber suara. Kenzo Matteo, pria berpostur ideal, tampan, dan berpenampilan rapi, sedang berdiri dengan jarak yang tidak jauh dari mereka. Pandangan matanya mengarah pada sosok pria yang sedang duduk di dekat Luna, istri keduanya. "Kenzo?!" celetuk Carla tanpa sadar ketika melihat saudara tirinya yang benar-benar berani datang ke rumah tersebut.Luna terkesiap melihat sosok pria yang sangat dirindukannya. Tatapan tajam sang pria, sama sekali tidak membuatnya takut. Rasa rindunya telah membutakan mata dan hatinya. "Sejak kapan kamu berdiri di situ, Ken?" tanya Damian untuk menyapa putranya.Namun, Kenzo tidak menjawabnya. Tatapan tajamnya masih saja mengarah pada Dokter Ludwig yang sedang tersenyum menyapanya. Semua anggota keluarga Matteo yang berada di ruangan tersebut, mengikuti arah pandang cucu kebanggan keluarga tersebut. Saat itu juga mereka mengerti bagaimana perasaan calon sang penguasa itu pada istri keduanya. "Dud
Kenzo sudah membuat keputusan. Setelah meminum obat dari Dokter Lu dwig untuk mengatasi mualnya, kini sang dokter kembali ke ruangannya. Dengan gerakan cepat, dia membuka semua jendela kaca, dan menyemprot ruangan tersebut menggunakan pengharum ruangan yang mempunyai wangi lembut layaknya Luna, istri keduanya. Serena menatap heran pada suaminya. Baru kali ini dia melihat sang suami seperti itu. Bahkan dia sangat penasaran dengan apa yang sedang dirasakan oleh suaminya. "Sayang, sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu bersikap seperti ini?" tanyanya sambil berjalan menghampiri sang suami."Sepertinya aku sedang mengalami mual di pagi hari, seperti yang biasa dialami oleh ibu hamil," jawab Kenzo sambil berjalan menuju meja kerjanya.Serena mengernyitkan dahinya. Dia memperhatikan sang suami dari ujung kaki hingga ujung kepalanya, seolah sedang mencari sesuatu."Tapi, kamu seorang pria, Sayang. Bagaimana mungkin kamu bisa mengalaminya?" "Buktinya aku sedang mengalaminya. Buka
Kenzo masih terngiang pertanyaan yang diberikan oleh sang nenek padanya. Dia sendiri tidak tahu sampai kapan bisa menyembunyikan istri keduanya di dalam kamar tamu yang dikhususkan untuk kakeknya ketika berkunjung ke rumahnya. "Sayang, kenapa diam? Apa ada masalah?" tanya Serena ketika melihat sang suami sedang duduk melamun di kursi kerja dalam ruangannya.Seketika Kenzo tersadar. Dia tersenyum pada sang istri, berusaha untuk mengalihkan perhatiannya. "Tidak. Aku hanya tidak sabar menunggu hasil pemeriksaan kehamilanmu tadi," jawabnya sambil berdiri dari duduknya. Sang dokter berjalan menghampiri istrinya yang sedang duduk di sofa. Dia duduk di sebelah istri pertamanya yang baru saja melakukan beberapa tes kehamilan di rumah sakit tersebut.Serena bergeser sehingga duduknya merapat dengan suaminya. Kemudian, dia bersandar pada tubuh sang suami, dan meletakkan kepalanya pada pundak suaminya."Aku juga tidak sabar menggendong bayi kita," ucapnya sambil tersenyum.Kenzo tersenyum get
Serena terdiam melihat isi dalam salah satu kamar tamu yang dimasukinya. Dia sama sekali tidak menyangka jika bisa menemukan semua itu di kamar tersebut. Perlahan kakinya melangkah menghampiri ranjang yang ada di sana."Apa semua ini nyata?" gumamnya sembari melihat apa yang ada di hadapannya.Perlahan tangannya bergerak menyentuh barang-barang yang ada di atas ranjang. Matanya berkaca-kaca ketika memegang beberapa baju bayi dan perlengkapan bayi yang tertata rapi di sana. "Ternyata Kenzo meletakkan semuanya di sini. Aku pikir dia sudah membuang semua barang-barang ini," gumam Serena seraya tersenyum bahagia, seolah sedang menemukan sesuatu yang berharga. Setelah itu pandangannya beralih pada ranjang bayi yang berada di dekat ranjang tersebut. Dia beranjak dari duduknya, dan menghampirinya. Matanya berbinar melihat mainan yang tergantung di atas ranjang bayi itu.Tanpa sadar tangannya menyentuh mainan tersebut, sehingga bergerak dan mengeluarkan suara musik. Sama seperti dahulu, Ser
"Sayang, bangun. Sudah pagi," bisik Luna di telinga sang suami. Kenzo hanya diam, tanpa bergerak atau pun merespon dengan kata-kata. Kedua matanya masih terpejam, layaknya orang yang masih sibuk di alam mimpinya. "Apa dia masih tidur?" gumamnya sambil menatap kagum pada wajah tampan pria yang ada di hadapannya. Tanpa sadar tangannya menyentuh wajah suaminya. Wajah tampan yang bak pahatan sempurna itu, membuat Luna tidak bisa menahan keinginannnya. Jari tangannya bergerak menyusuri lekuk wajah sang suami, layaknya sedang menggambar pada sebuah kanvas. Kenzo sebisa mungkin menahan gerakan jemari lentik sang istri yang bergerak halus dari alis, hidung, dan berakhir di bibir. Lagi-lagi dia tidak bisa menahan keinginannya. Bibir pink alami milik sang suami membuatnya terpesona, sehingga ingin merasakan kembali sentuhan kenyal dari bibir tersebut. Perlahan wajah Luna bergerak mendekati wajah suaminya, seolah se
Ranjang di kamar tersebut berantakan. Kain berwarna putih yang menutupi ranjang tersebut menjadi kusut, sehingga membuat Serena berpikiran buruk pada si pemilik kamar dan suaminya. Kemudian dia melihat piring dan gelas bekas yang sudah kosong."Apa-apaan ini?!" ujarnya sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang. "Apa yang sudah mereka lakukan?!" sambungnya dengan menatap marah pada ranjang yang ada di hadapannya.Matanya kembali menyusuri kamar berukuran kecil yang sangat anti untuk dimasukinya. Dia kembali kesal, karena tidak menemukan apa yang dicarinya. Dengan kemarahan yang telah merajai hatinya, Serena keluar dari kamar tersebut untuk mencari suaminya.Pikirannya kalut, bayangan antara madunya bersama dengan sang suami yang sedang bersenang-senang dalam kamar tersebut, senantiasa mengganggunya. Terlebih lagi si pemilik kamar dan juga suaminya tidak ada dalam kamar yang didatanginya."Ke mana mereka sebenarnya?""Apa mereka berdua sedang bersama?"Pertanyaan-pertanyaan itu han
"Tuan, kamarnya sudah siap. Apa ada hal lain lagi yang perlu saya bantu?" tanya seorang wanita dengan suara serak khas nenek-nenek.Kenzo menoleh ke arah sumber suara, dan tersenyum pada sosok wanita tua yang sedang berdiri di depan pintu."Terima kasih, Nek. Setelah Luna menghabiskan semua makanan, buah-buahan dan susunya, saya akan membawanya ke sana.""Ke mana?" tanya Luna penasaran.Kenzo tersenyum pada sang istri, dan menyuapkan makanan yang ada di piring."Habiskan dulu makanannya. Setelah itu, aku akan memberitahukan sesuatu padamu," tutur Kenzo yang dengan telaten menyuapi sang istri.Wanita tua tersebut berjalan menghampiri mereka, dan menunduk tepat di samping tuannya yang sudah dianggap cucunya sendiri."Apa Nenek perlu membawakan semua pakaian Luna ke kamar yang akan ditempatinya?" bisik sang nenek di telinga Kenzo.Luna memperhatikan mereka berdua yang terlihat seolah sedang menyembunyikan sesuatu. "Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanyanya sembari menatap suaminya dan
Luna memegang tangan suaminya yang sedang menyentuh wajahnya. "Jangan ambil anakku!" serunya dengan mata terpejam.Seketika Kenzo terhenyak, dan memegang tangan sang istri yang masih dalam kondisi matanya terpejam. "Sayang, ada apa?" tanyanya dengan lembut."Pergi!" seru Luna seraya menarik tangannya dari genggaman suaminya.Namun, Kenzo tidak menyerah begitu saja. Dia tidak terima diperlakukan seperti itu oleh istri keduanya yang kini telah mempunyai tempat tersendiri dalam hatinya. Kenzo meraih kembali tangan sang istri, dan memegangnya dengan sangat erat. "Pergi dari sini!" seru Luna kembali dengan mata terpejam, sembari berusaha melepaskan tangannya dari genggaman suaminya."Sayang, ini aku, Kenzo, suamimu!" ucap Kenzo dengan tegas, berusaha untuk menyadarkan sang istri.Mendengar nama sang suami, Luna semakin memberontak. Dia tidak hanya berusaha untuk melepaskan tangannya, tapi dia juga berusaha untuk menyingkirkan sang suami yang semakin menempel padanya."Pergi!""Jangan ga
"Tidurlah. Istirahatkan tubuh dan pikiranmu," tutur Carla sambil menyelimuti Luna yang terbaring di ranjangnya.Luna memaksakan senyumnya, dan memegang tangan Carla yang selimutnya. "Terima kasih, Carla. Kamu selalu ada untukku, meskipun aku tahu jika kamu tidak memihak ku," ucap Luna dengan lemah."Apa maksudmu, Luna?!" tanya Carla dengan menunjukkan ekspresi marahnya.Luna memaksakan senyumnya yang terlihat sangat lemah. Wanita yang sedang hamil itu menggeleng lemah, seolah tidak bertenaga.Carla menghela nafasnya melihat istri kedua saudara tirinya yang terlihat begitu menyedihkan. Dia duduk di tepi ranjang, dan memegang tangan Luna."Aku tidak memihak siapa pun. Tidak memihak Serena atau pun kamu. Aku hanya memihak pada kebenaran," tuturnya dengan serius.Luna hanya diam, tidak berkomentar apa pun untuk menanggapi perkataan saudara tiri suaminya. Dia tidak memiliki banyak tenaga untuk melakukan apa pun saat ini. Yang bisa dilakukannya hanyalah memejamkan matanya."Kamu harus ber
Kenzo berdiri mematung, dan menatap tidak percaya pada istri pertamanya. Mata Serena yang berbinar seolah memberitahukan pada semua orang bahwa betapa bahagianya dia saat ini."Sayang! Kenapa kamu diam saja?" tanya Serena sambil berjalan menghampirinya.Luna pun merasa tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Hatinya bergejolak. Ada rasa takut yang membuat air matanya menetes dengan sendirinya.'Bagaimana ini? Bagaimana jika Nyonya Serena benar-benar hamil? Apa aku dan bayi yang ada dalam kandunganku ini akan ditendang dari sini? Apa Dokter Kenzo akan membuang kami?' "Hamil? Benarkah kamu sedang hamil, Serena?" tanya Carla dari tempatnya berdiri.Serena berdiri di hadapan suaminya. Dia memutar badannya untuk menghadap orang yang telah bertanya padanya."Benar, Carla. Aku sedang hamil. Di sini, ada anak kami. Bayi ini adalah hasil dari buah cintaku dan Kenzo," jawabnya sembari mengusap lembut perutnya, dan tersenyum pada saudara tiri suaminya.Kemudian dia kembali membalikkan badann