Setelah menerima panggilan suara dari Geisha, Ifan segera bangkit dari tempat tidurnya dan segera berjalan menuju kamar mandi. Sedikit kesal karena paginya di ganggu dengan kabar Raline yang seharusnya membuat Ifan terkejut, tapi sepertinya Ifan sudah tak begitu memperdulikan. Di dalam kamar mandi, ia segera mencuci muka dan menggosok gigi sebelum ia pergi menemui Temi di meja makan untuk sarapan bersama. Di depan cermin yang berbentuk persegi itu ia mulai memikirkan jika Raline benar-benar merasa kehilangannya dan sekarang ia sedang terpuruk. Maka dari itu Raline tidak pulang ke rumah selama tiga hari. Ifan menghela nafas sesaat setelah ia menyalakan kran air. Sampai saat ini Ifan masih enggan untuk berurusan dengan Raline, malah ia ingin fokus dengan usahanya dan ingin cepat-cepat lulus kuliah. Urusan Raline bisa diurus saat masuk kuliah nanti. Ifan mempercepat gerakan yang ia lakukan di dalam kamar mandi karena semakin lama perut Ifan semakin berisik dan sudah menarik-narik usus
Di hari yang sama, Raline terbangun dan langsung membuka selimut yang semalam telah menyelimuti tubuhnya itu. Ini dia.. orang yang sudah membuat orang tua dan teman dekatnya khawatir serta terkejut. Setelah pertemuannya dengan Robby di taman kota waktu itu, Raline memutuskan untuk menginap di hotel bintang dua selama beberapa hari. Dengan mudahnya ia mengatakan kepada orang tuanya jika ia ingin menginap dirumah Geisha dan ia juga tidak mengatakan apa-apa kepada Geisha seperti yang sudah terjadi. Hotel bintang dua yang Raline pilih ini masih sekitaran Surabaya kota yang tentunya jauh dari daerah rumahnya, rumah Geisha dan rumah Robby. Hotel bintang dua itu berada di tengah kota yang nuansanya masih kental dengan Surabaya kuno, jadi hotel modern yang bercampur dengan Surabaya zaman dahulu. Tempat hotel ini berada di dalam ruko yang masih campur dengan ruko perkantoran yang dimana kalau orang yang kesini nggak paham betul pasti bakal tersesat. Bukan masalah besar bagi Raline, selama ia m
Raline menyandarkan kepalanya di jendela kereta sambil memandang ke suatu arah dengan tatapan yang kosong. Ia sudah merasa lelah sekali dengan perjuangan yang ia lakukan sekarang. Sebagai temannya, Geisha hanya mengusap pundak Raline secara perlahan. Mereka berdua kini telah berada di dalam gerbong kereta yang akan membawa dua gadis ini menuju Jakarta. Setelah Raline berhasil mendapatkan alamat rumah Ifan dari Defani tadi, Raline yang menggunakan taxi online langsung bergegas berangkat menuju stasiun terdekat. Ia ingin segera berangkat sendirian sebelum Geisha mengetahuinya, tapi Raline memang ditakdirkan untuk selalu bersama Geisha. Kekasih Tino itu langsung melesat ke stasiun dekat kantor Defani dan tidak nggak disangka kepekaan Geisha ini tepat sasaran banget. Saat setelah menerima panggilan dari Raline tadi, Geisha langsung mengemasi pakaiannya dan meminta izin kepada orang tuanya yang akan liburan bersama keluarga Raline. Orang tua Geisha akan selalu iya iya aja kalau itu berhub
Malam itu Surabaya sedang di guyur hujan dengan intensitas rendah dan itu tidak menghalangi Robby untuk tetap pergi ke kafe Tenda Hitam untuk menemui Rino dan teman-teman lainnya. Sebenarnya ia sudah ada janji dengan Eni untuk mengantarkannya ke pusat perbelanjaan karena tiba-tiba saja Eni ingin makan kue manis di toko kue favoritnya. Dengan sepihak Robby membatalkan dengan alasan ada urusan yang lebih penting. Namun, nyatanya urusan yang lebih penting baginya adalah ketenangan. Robby benar-benar tidak peduli dengan omelan Eni dan hujan yang sedang turun tidak menghalangi dia untuk bergegas berangkat kesana. Ia baru saja akan bertemu dengan Rino di malam hari karena ia harus menunggu Rino menyelesaikan urusannya. Liburan semesteran kayak gini mahasiswa kebanyakan acara yang tidak mereka atur dan kebanyakan juga mereka menggunakan waktunya untuk bekerja paruh waktu. Sebenarnya, itu adalah pilihan yang tepat bagi Robby untuk mengisi waktu liburnya, tapi sepertinya tidak mungkin ia laku
Raline dan Geisha telah tiba di Jakarta kemarin siang. Setibanya mereka di Ibu kota, mereka langsung mencari penginapan yang tidak terlalu mahal dan cukup untuk dua orang. Di saat keadaan seperti itu, Geisha tahu diri betul ia ikutan patungan untuk kelangsungan hidup mereka disana. Jadi, setelah tibanya mereka kemarin kedua perempuan itu benar-benar seperti wanita petualang yang buta akan kota Jakarta. Mereka melipir di sekitaran stasiun untuk berpikir sejenak kemana mereka harus pergi. Kemarin, Geisha sempat berkata kepa Raline jika dirinya datang ke Jakarta sendirian mungkin Raline akan diculik dan dijadikan pengemis di lampu lalu lintas. Mendengar hal itu Raline tertawa terbahak-bahak karena Raline bukan anak kecil yang mudah dibujuk dengan permen yang diberikan oleh orang asing. Lupakan, sekarang Raline tidak akan dijadikan pengemis di lampu lalu lintas karena ia sedang termenung menatap jendela yang masih terbalut dengan kelambu putih yang ada di jendela kamar penginapannya. Sam
Setelah beberapa saat Raline dan Ifan melempar tatapan dan dengan ketegangan yang super, Ifan berhasil mencairkan suasana dengan menyodorkan Raline segelas minuman hangat, karena memang itu masih pagi kayaknya nggak cocok kalau Ifan memberikan minum yang terlalu berlebihan. Jadi, Ifan memberikan secangkir chocolate hot dengan asap yang masih mengepul. "Nggak usah repot-repot, Fan." Raline mengatakan hal itu setelah ia memandangi Ifan yang membungkuk karena menurunkan secangkir chocolate hot itu. "Kamu tamu dan aku nggak ngerasa di repotkan" jawab Ifan sesaat setelah ia berdiri tegak. Cahaya yang terpancar dari jendela rumah itu sedikit memantul ke arah wajah Ifan dan itu membuat Raline kembali terpana dengannya. Raline merasa kalau selama Ifan disini ia jadi lebih tampan atau mungkin karena Ifan ada yang merawatnya sedangkan di Surabaya Ifan tidak ada yang merawat. Cahaya itu mulai meredup karena Ifan mulai beranjak duduk di samping Raline di posisi semula. Ifan mulai membentangkan
Keadaan yang berbeda pun terjadi kepada Robby. Setelah ia 'cangkruk' semalaman dengan teman-teman kuliahnya, Robby jadi merasakan kesepian. Padahal, sebelum Raline mengetahui semuanya ia sering sendirian karena Raline sering memilih bersama Ifan atau dengan lelaki lainnya. Robby berupaya untuk melupakan semuanya termasuk tentang Raline karena firasat mengatakan jika Raline tidak akan kembali kedalam pelukannya. Robby sendiri juga bingung mengapa dirinya tidak bisa kembali menjadi lelaki yang tegar saat dirinya melihat kelakuan Raline. Hari-harinya masih dipenuhi dengan bayang-bayang Raline dan terkadang ingatan tentang kenangan bersama Raline itu muncul. Sama seperti saat ini, Robby sedang memandangi bangunan rumah yang ada di depan rumahnya melalui balkon kamar. Ia mulai teringat dengan sebuah pagi yang sama cerahnya seperti saat itu dan ia harus mendorong motor begitu jauh karena ban motornya bocor. Posisi saat itu Robby hendak menjemput Raline untuk berangkat sekolah. Selama perja
Sesuai dengan yang dikatakan oleh Eni kalau tempat wisata itu benar-benar menunjukan jika baru saja buka, pasalnya tempat itu sungguh ramai dan tidak mengenal hari. Maksudnya, walaupun bukan akhir pekan tetap saja tempat wisata itu terlihat ramai. Keramaian tempat itu membuat Robby merasa asing karena melihat kedua perempuan paruh baya itu sibuk dengan berfoto ria, sedangkan dirinya mematung bersama Bella. Dirinya yang sedang celinga celingu melihat keadaan dan juga sedang berusaha untuk mencairkan suasana yang cukup kaku. Robby akhirnya ditinggalkan begitu saja dengan dua perempuan paruh baya itu dan membuat Robby sedikit kesal dengan kelakuan mereka. “Sepertinya memang kita harus mempunyai kesibukan sendiri” ucap Bella yang membuat Robby terkejut. “Ahh.. benar. Hehehe.” Robby benar-benar bingung harus berkata seperti apa. “Sepertinya duduk di depan patung domba itu lebih baik daripada kita terlihat seperti orang hilang begini” Bella mencoba memberikan usul yang akhirnya disetuju