Raline dan Geisha telah tiba di Jakarta kemarin siang. Setibanya mereka di Ibu kota, mereka langsung mencari penginapan yang tidak terlalu mahal dan cukup untuk dua orang. Di saat keadaan seperti itu, Geisha tahu diri betul ia ikutan patungan untuk kelangsungan hidup mereka disana. Jadi, setelah tibanya mereka kemarin kedua perempuan itu benar-benar seperti wanita petualang yang buta akan kota Jakarta. Mereka melipir di sekitaran stasiun untuk berpikir sejenak kemana mereka harus pergi. Kemarin, Geisha sempat berkata kepa Raline jika dirinya datang ke Jakarta sendirian mungkin Raline akan diculik dan dijadikan pengemis di lampu lalu lintas. Mendengar hal itu Raline tertawa terbahak-bahak karena Raline bukan anak kecil yang mudah dibujuk dengan permen yang diberikan oleh orang asing. Lupakan, sekarang Raline tidak akan dijadikan pengemis di lampu lalu lintas karena ia sedang termenung menatap jendela yang masih terbalut dengan kelambu putih yang ada di jendela kamar penginapannya. Sam
Setelah beberapa saat Raline dan Ifan melempar tatapan dan dengan ketegangan yang super, Ifan berhasil mencairkan suasana dengan menyodorkan Raline segelas minuman hangat, karena memang itu masih pagi kayaknya nggak cocok kalau Ifan memberikan minum yang terlalu berlebihan. Jadi, Ifan memberikan secangkir chocolate hot dengan asap yang masih mengepul. "Nggak usah repot-repot, Fan." Raline mengatakan hal itu setelah ia memandangi Ifan yang membungkuk karena menurunkan secangkir chocolate hot itu. "Kamu tamu dan aku nggak ngerasa di repotkan" jawab Ifan sesaat setelah ia berdiri tegak. Cahaya yang terpancar dari jendela rumah itu sedikit memantul ke arah wajah Ifan dan itu membuat Raline kembali terpana dengannya. Raline merasa kalau selama Ifan disini ia jadi lebih tampan atau mungkin karena Ifan ada yang merawatnya sedangkan di Surabaya Ifan tidak ada yang merawat. Cahaya itu mulai meredup karena Ifan mulai beranjak duduk di samping Raline di posisi semula. Ifan mulai membentangkan
Keadaan yang berbeda pun terjadi kepada Robby. Setelah ia 'cangkruk' semalaman dengan teman-teman kuliahnya, Robby jadi merasakan kesepian. Padahal, sebelum Raline mengetahui semuanya ia sering sendirian karena Raline sering memilih bersama Ifan atau dengan lelaki lainnya. Robby berupaya untuk melupakan semuanya termasuk tentang Raline karena firasat mengatakan jika Raline tidak akan kembali kedalam pelukannya. Robby sendiri juga bingung mengapa dirinya tidak bisa kembali menjadi lelaki yang tegar saat dirinya melihat kelakuan Raline. Hari-harinya masih dipenuhi dengan bayang-bayang Raline dan terkadang ingatan tentang kenangan bersama Raline itu muncul. Sama seperti saat ini, Robby sedang memandangi bangunan rumah yang ada di depan rumahnya melalui balkon kamar. Ia mulai teringat dengan sebuah pagi yang sama cerahnya seperti saat itu dan ia harus mendorong motor begitu jauh karena ban motornya bocor. Posisi saat itu Robby hendak menjemput Raline untuk berangkat sekolah. Selama perja
Sesuai dengan yang dikatakan oleh Eni kalau tempat wisata itu benar-benar menunjukan jika baru saja buka, pasalnya tempat itu sungguh ramai dan tidak mengenal hari. Maksudnya, walaupun bukan akhir pekan tetap saja tempat wisata itu terlihat ramai. Keramaian tempat itu membuat Robby merasa asing karena melihat kedua perempuan paruh baya itu sibuk dengan berfoto ria, sedangkan dirinya mematung bersama Bella. Dirinya yang sedang celinga celingu melihat keadaan dan juga sedang berusaha untuk mencairkan suasana yang cukup kaku. Robby akhirnya ditinggalkan begitu saja dengan dua perempuan paruh baya itu dan membuat Robby sedikit kesal dengan kelakuan mereka. “Sepertinya memang kita harus mempunyai kesibukan sendiri” ucap Bella yang membuat Robby terkejut. “Ahh.. benar. Hehehe.” Robby benar-benar bingung harus berkata seperti apa. “Sepertinya duduk di depan patung domba itu lebih baik daripada kita terlihat seperti orang hilang begini” Bella mencoba memberikan usul yang akhirnya disetuju
Berada di Ibu kota selama kurang lebih tiga hari memang sudah lebih dari cukup dan memang sudah saatnya Raline kembali ke kota pahlawan dengan segala drama dan kronik yang harus dia hadapi. Mengingat soal harus pulang ke kota pahlawan, Geisha sendiri sudah terlebih dahulu pulang yang tentunya bersama Tino. Padahal, Geisha ingin menemani Raline menyelesaikan masalahnya sekaligus cuci mata di Ibu kota. Kepulangan Geisha terlebih dahulu tentunya karena paksaan dari Tino yang tidak ingin Geisha ikut campur dengan urusan hubungan Raline. Kehadiran Tino di kehidupan Geisha memang sungguh merubah segalanya dan untungnya Raline memahami soal itu. Hanya itu yang bisa Raline berikan untuk Geisha sebagai ucapan terima kasihnya selama ini, Geisha sudah banyak ikutan berkorban untuk Raline dan hubungannya. Pagi yang masih selalu cerah itu Raline mulai ngerasa sendirian setelah dua malam ia tidur di hotel sendirian. Sebenarnya, Ifan menawarkan untuk tidur dirumah Temi. Namun, Raline menolak karena
Hari yang berjalan dengan semestinya sedang Raline lewati. Kedatangannya di Surabaya dua hari kemarin membuat dirinya terus-terusan tak tenang apalagi semalam Defani menghubunginya dengan mengirimkan pesan singkat yang kalau di lihat dari intonasi bacanya seperti serius banget. Defani hanya mengatakan jika dirinya ingin bertemu dengan Raline tanpa adanya Ifan. Selain tak tenang pesan singkat itu membuat Raline seakan lelah, lebih lelah ketimbang perjalanan ke Jakarta kemarin. Sore ini Raline yang masih santai di ruang tv bersama Rina masih memikirkan keputusannya; menemui Defani atau tidak. Seperti kata Geisha kalau Raline ini kebanyakan mikir. Kalau memang dirinya merasa tak tenang atau membuatnya lelah seharusnya tidak usah di temui dan membuat banyak alasan agar Defani tidak terus-terusan meminta dirinya untuk bertemu. Tapi, jika tidak menemui Defani, Raline akan mati penasaran dengan pikirannya sendiri. "Jika Defani ingin bertemu pasti ini akan ada hubungannya dengan Ifan dan it
Dulu dia pernah bilang kalau cinta yang hadir itu karena tiba-tiba dan itu membuat aku berpikir jika perasaan yang ada juga bukan perasaan yang akan menetap untuk selamanya. Kemungkinan bisa saja terjadi walaupun kamu mengatakan beribu sayang dan cinta kepadaku. Walaupun dari awal kamu tahu aku ini tidak sebaik perempuan diluaran sana, tapi aku mau menegaskan melalui perbuatan serta perjuangan ku yang tidak pernah main-main dengan hatimu. Melalui tulisan amatir ini aku hanya bisa mengatakan kalau aku belum sepenuhnya ikhlas kalau aku harus merelakanmu begitu saja. Bukan sebuah pilihan untuk merelakanmu, melainkan sebuah permohonan yang membuat hatiku sakit. ***Sepulang dari kampus, Raline langsung masuk ke kamar dengan wajah yang pucat dan lemas tubuhnya juga sedikit demam ketika diperiksa oleh Rina tadi di ruang tamu. Tanpa berlama lagi, Rina menyuruh anak bungsunya itu untuk istirahat dan Rina akan mengompres Raline dengan air yang sedang ia siapkan. Entah apa yang sedang terja
Setelah merasa dirinya lebih baik dari tadi sore, Raline mencoba untuk mempelajari lagi mata kuliah yang tadi berlangsung dengan memangku laptop di pahanya. Ia harus memahami mata kuliah itu agar ia bisa jadikan bahan materi untuk skripsinya nanti. Ngomongin soal skripsi itu biasanya terdengar berat bagi beberapa mahasiswa, tapi buat Raline tidak begitu berat, sebab ia sungguh ingin segera menyelesaikan kuliahnya dan memulai kehidupan baru. Jika memang Raline ingin kuliahnya segera selesai, berarti ia hanya perlu fokus dan mengabaikan masalah percintaannya lebih- lebih Raline tidak memilih siapa-siapa. Di usia Raline yang terbilang masih muda, kehidupan yang berat itu memang akan terasa sangat berat sekali. Dirinya masih terus dibayangi oleh kebimbangan antara perasaan dan masa depannya. Begitu-begitu, Raline juga memikirkan masa depannya yang berencana untuk hidup mandiri seperti kakaknya dan ia ingin memiliki sesuatu hal yang bisa di banggakan oleh keluarganya. Selama ini minat ba