Di hari yang sama, Raline terbangun dan langsung membuka selimut yang semalam telah menyelimuti tubuhnya itu. Ini dia.. orang yang sudah membuat orang tua dan teman dekatnya khawatir serta terkejut. Setelah pertemuannya dengan Robby di taman kota waktu itu, Raline memutuskan untuk menginap di hotel bintang dua selama beberapa hari. Dengan mudahnya ia mengatakan kepada orang tuanya jika ia ingin menginap dirumah Geisha dan ia juga tidak mengatakan apa-apa kepada Geisha seperti yang sudah terjadi. Hotel bintang dua yang Raline pilih ini masih sekitaran Surabaya kota yang tentunya jauh dari daerah rumahnya, rumah Geisha dan rumah Robby. Hotel bintang dua itu berada di tengah kota yang nuansanya masih kental dengan Surabaya kuno, jadi hotel modern yang bercampur dengan Surabaya zaman dahulu. Tempat hotel ini berada di dalam ruko yang masih campur dengan ruko perkantoran yang dimana kalau orang yang kesini nggak paham betul pasti bakal tersesat. Bukan masalah besar bagi Raline, selama ia m
Raline menyandarkan kepalanya di jendela kereta sambil memandang ke suatu arah dengan tatapan yang kosong. Ia sudah merasa lelah sekali dengan perjuangan yang ia lakukan sekarang. Sebagai temannya, Geisha hanya mengusap pundak Raline secara perlahan. Mereka berdua kini telah berada di dalam gerbong kereta yang akan membawa dua gadis ini menuju Jakarta. Setelah Raline berhasil mendapatkan alamat rumah Ifan dari Defani tadi, Raline yang menggunakan taxi online langsung bergegas berangkat menuju stasiun terdekat. Ia ingin segera berangkat sendirian sebelum Geisha mengetahuinya, tapi Raline memang ditakdirkan untuk selalu bersama Geisha. Kekasih Tino itu langsung melesat ke stasiun dekat kantor Defani dan tidak nggak disangka kepekaan Geisha ini tepat sasaran banget. Saat setelah menerima panggilan dari Raline tadi, Geisha langsung mengemasi pakaiannya dan meminta izin kepada orang tuanya yang akan liburan bersama keluarga Raline. Orang tua Geisha akan selalu iya iya aja kalau itu berhub
Malam itu Surabaya sedang di guyur hujan dengan intensitas rendah dan itu tidak menghalangi Robby untuk tetap pergi ke kafe Tenda Hitam untuk menemui Rino dan teman-teman lainnya. Sebenarnya ia sudah ada janji dengan Eni untuk mengantarkannya ke pusat perbelanjaan karena tiba-tiba saja Eni ingin makan kue manis di toko kue favoritnya. Dengan sepihak Robby membatalkan dengan alasan ada urusan yang lebih penting. Namun, nyatanya urusan yang lebih penting baginya adalah ketenangan. Robby benar-benar tidak peduli dengan omelan Eni dan hujan yang sedang turun tidak menghalangi dia untuk bergegas berangkat kesana. Ia baru saja akan bertemu dengan Rino di malam hari karena ia harus menunggu Rino menyelesaikan urusannya. Liburan semesteran kayak gini mahasiswa kebanyakan acara yang tidak mereka atur dan kebanyakan juga mereka menggunakan waktunya untuk bekerja paruh waktu. Sebenarnya, itu adalah pilihan yang tepat bagi Robby untuk mengisi waktu liburnya, tapi sepertinya tidak mungkin ia laku
Raline dan Geisha telah tiba di Jakarta kemarin siang. Setibanya mereka di Ibu kota, mereka langsung mencari penginapan yang tidak terlalu mahal dan cukup untuk dua orang. Di saat keadaan seperti itu, Geisha tahu diri betul ia ikutan patungan untuk kelangsungan hidup mereka disana. Jadi, setelah tibanya mereka kemarin kedua perempuan itu benar-benar seperti wanita petualang yang buta akan kota Jakarta. Mereka melipir di sekitaran stasiun untuk berpikir sejenak kemana mereka harus pergi. Kemarin, Geisha sempat berkata kepa Raline jika dirinya datang ke Jakarta sendirian mungkin Raline akan diculik dan dijadikan pengemis di lampu lalu lintas. Mendengar hal itu Raline tertawa terbahak-bahak karena Raline bukan anak kecil yang mudah dibujuk dengan permen yang diberikan oleh orang asing. Lupakan, sekarang Raline tidak akan dijadikan pengemis di lampu lalu lintas karena ia sedang termenung menatap jendela yang masih terbalut dengan kelambu putih yang ada di jendela kamar penginapannya. Sam
Setelah beberapa saat Raline dan Ifan melempar tatapan dan dengan ketegangan yang super, Ifan berhasil mencairkan suasana dengan menyodorkan Raline segelas minuman hangat, karena memang itu masih pagi kayaknya nggak cocok kalau Ifan memberikan minum yang terlalu berlebihan. Jadi, Ifan memberikan secangkir chocolate hot dengan asap yang masih mengepul. "Nggak usah repot-repot, Fan." Raline mengatakan hal itu setelah ia memandangi Ifan yang membungkuk karena menurunkan secangkir chocolate hot itu. "Kamu tamu dan aku nggak ngerasa di repotkan" jawab Ifan sesaat setelah ia berdiri tegak. Cahaya yang terpancar dari jendela rumah itu sedikit memantul ke arah wajah Ifan dan itu membuat Raline kembali terpana dengannya. Raline merasa kalau selama Ifan disini ia jadi lebih tampan atau mungkin karena Ifan ada yang merawatnya sedangkan di Surabaya Ifan tidak ada yang merawat. Cahaya itu mulai meredup karena Ifan mulai beranjak duduk di samping Raline di posisi semula. Ifan mulai membentangkan
Keadaan yang berbeda pun terjadi kepada Robby. Setelah ia 'cangkruk' semalaman dengan teman-teman kuliahnya, Robby jadi merasakan kesepian. Padahal, sebelum Raline mengetahui semuanya ia sering sendirian karena Raline sering memilih bersama Ifan atau dengan lelaki lainnya. Robby berupaya untuk melupakan semuanya termasuk tentang Raline karena firasat mengatakan jika Raline tidak akan kembali kedalam pelukannya. Robby sendiri juga bingung mengapa dirinya tidak bisa kembali menjadi lelaki yang tegar saat dirinya melihat kelakuan Raline. Hari-harinya masih dipenuhi dengan bayang-bayang Raline dan terkadang ingatan tentang kenangan bersama Raline itu muncul. Sama seperti saat ini, Robby sedang memandangi bangunan rumah yang ada di depan rumahnya melalui balkon kamar. Ia mulai teringat dengan sebuah pagi yang sama cerahnya seperti saat itu dan ia harus mendorong motor begitu jauh karena ban motornya bocor. Posisi saat itu Robby hendak menjemput Raline untuk berangkat sekolah. Selama perja
Sesuai dengan yang dikatakan oleh Eni kalau tempat wisata itu benar-benar menunjukan jika baru saja buka, pasalnya tempat itu sungguh ramai dan tidak mengenal hari. Maksudnya, walaupun bukan akhir pekan tetap saja tempat wisata itu terlihat ramai. Keramaian tempat itu membuat Robby merasa asing karena melihat kedua perempuan paruh baya itu sibuk dengan berfoto ria, sedangkan dirinya mematung bersama Bella. Dirinya yang sedang celinga celingu melihat keadaan dan juga sedang berusaha untuk mencairkan suasana yang cukup kaku. Robby akhirnya ditinggalkan begitu saja dengan dua perempuan paruh baya itu dan membuat Robby sedikit kesal dengan kelakuan mereka. “Sepertinya memang kita harus mempunyai kesibukan sendiri” ucap Bella yang membuat Robby terkejut. “Ahh.. benar. Hehehe.” Robby benar-benar bingung harus berkata seperti apa. “Sepertinya duduk di depan patung domba itu lebih baik daripada kita terlihat seperti orang hilang begini” Bella mencoba memberikan usul yang akhirnya disetuju
Berada di Ibu kota selama kurang lebih tiga hari memang sudah lebih dari cukup dan memang sudah saatnya Raline kembali ke kota pahlawan dengan segala drama dan kronik yang harus dia hadapi. Mengingat soal harus pulang ke kota pahlawan, Geisha sendiri sudah terlebih dahulu pulang yang tentunya bersama Tino. Padahal, Geisha ingin menemani Raline menyelesaikan masalahnya sekaligus cuci mata di Ibu kota. Kepulangan Geisha terlebih dahulu tentunya karena paksaan dari Tino yang tidak ingin Geisha ikut campur dengan urusan hubungan Raline. Kehadiran Tino di kehidupan Geisha memang sungguh merubah segalanya dan untungnya Raline memahami soal itu. Hanya itu yang bisa Raline berikan untuk Geisha sebagai ucapan terima kasihnya selama ini, Geisha sudah banyak ikutan berkorban untuk Raline dan hubungannya. Pagi yang masih selalu cerah itu Raline mulai ngerasa sendirian setelah dua malam ia tidur di hotel sendirian. Sebenarnya, Ifan menawarkan untuk tidur dirumah Temi. Namun, Raline menolak karena
Keputusan Raline sudah begitu bulat ia memutuskan untuk ambil cuti kuliah dan meninggalkan Surabaya. Sebenarnya sayang sekali kalau Raline harus cuti karena secara nggak langsung ia akan mengulur waktu untuk menuju kelulusan. Tapi, demi kedamaian dan ketenangan hati seorang Raline dirinya harus rela menerima resiko itu. Alasan yang ia berikan kepada keluarganya adalah ia ingin mencari suasana baru sambil mendalami bakatnya itu. Ingat, kan, kalau Raline jago gambar melalui tab. Ia akan pergi ke sebuah kota yang membuatnya bisa merasakan kedamaian. Tidak bermaksud untuk meninggalkan Surabaya dan seisinya, tapi apa yang Raline butuhkan sekarang itu adalah hal yang utama. Setelah pesta ulang tahun Eni, tentunya Robby tetap mencari Raline kesana kemari dan tujuan yang selalu Robby tuju adalah Geisha. Perempuan itu sudah berjanji untuk terus bungkam keadaan Raline, ia juga tidak bisa berbuat banyak karena keputusan Raline sudah bulat. Di suatu hari, Robby dan Geisha bertemu empat mata d
Di depan meja riasnya perempuan yang dinobatkan sebagai boneka barbie ini sedang bersiap dan sekarang dirinya sedang menyemprotkan minyak wangi ke beberapa titik tertentu di tubuhnya. Malam itu Bella tidak terlihat begitu mewah dalam soal pemilihan gaunnya. Ia sudah begitu cantik karena didukung oleh wajah yang cantik. Malam itu Bella akan datang bersama Rose yang sekarang juga sedang bersiap. Kedekatan Bella dengan Robby beberapa hari ini membuat pintu hati Bella perlahan terbuka. Itu mengapa dirinya bertanya lebih detail kepada Robby di toko bahan kue tadi. Memang tidak bisa disalahkan jika pintu hati itu terbuka. Namun, apakah Bella siap jika dirinya mengetahui bahwa Robby masih memiliki status dengan seorang wanita. Mungkin Bella seharusnya tidak perlu tahu agar masalah di antara Robby dan Raline tidak semakin runyam. "Bella? Kamu sudah siap?" Teriak Rose dari luar kamar Bella. "Sudah, Ma. Sebentar lagi aku keluar" walaupun Bella sedikit terkesiap, tapi label keanggunannya t
"Ada yang kurang?" tanya Robby kepada Bella sambil mendorong troli belanjaan. "Sepertinya tidak ini hanya bahan kering saja." jawab Bella sambil mengusap dagunya. Mereka sekarang berada di sebuah toko bahan kue yang bisa dibilang terlengkap di Surabaya. Hari itu tinggal menghitung jam saja untuk menyajikan kue ulang tahun Eni, namun Bella masih saja kelupaan untuk membeli kebutuhan pelengkap kue ulang tahun. Tujuan mereka bertemu hari ini memang untuk berbelanja ke toko bahan kue dan Robby akan membawa kue ulang tahun itu ke rumahnya. Tadi, ketika Robby berada dirumah Bella ia sudah melihat kuenya yang dihias begitu indah oleh Bella. Robby juga begitu takjub karena benar-benar sesuai pesanan. "Ohya, Rob. Boleh tanya nggak? tiba-tiba saja Bella melontarkan pertanyaan yang sedikit membuat Robby mengalami serangan jantung mini. "Mau tanya apa?" Robby juga memasang muka panik, tapi berlagak biasa aja. "Perempuan yang kemarin itu pacar kamu?" tepat pada sasaran tidak pakai basa basi l
Di tengah kamar yang sunyi, Ifan sedang fokus menyantap makan malamnya. Akhir-akhir ini Ifan lebih suka membeli makanan di dekat kostnya karena disana hanya menjual masakan rumahan. Sebenarnya ia bisa memasak sendiri, tapi beberapa hari ini ia sedang lelah sekali. Dirinya disibukkan oleh pekerjaan juga tugas kuliahnya. Jangan ditanya bagaimana Ifan sekarang, dirinya sudah cukup terkenal dan punya nama dimana-mana. Untuk ukuran usia Ifan yang sudah sukses termasuk hebat apalagi kesuksesan itu di iringi dengan berjalan bersama perempuan yang ia cintai. Semenjak putus dengan Raline, Ifan memang begitu fokus dengan Defani. Ia bisa mendapatkan waktu yang utuh bersama perempuan itu. Makan siang bersama, ngecek toko juga bersama-sama apalagi jika Ifan datang ke kantor untuk memeriksa koneksi jelas saja di temani oleh Defani. Namun… ada satu yang nggak bisa Ifan lakukan bersama Defani. Malam yang hangat itu tidak bisa Ifan dapatkan dari Defani. Entah, setiap Ifan minta untuk bermalam di kost
Mendengar suara itu, Raline hanya mematung dengan mata yang melebar serta mulut yang sedikit menganga. Raline tidak menjawab sepatah kata sedikit pun ia hanya menundukkan kepalanya sambil mengatur nafas agar terlihat biasa saja. "Nggak perlu, tadi aku hanya kebetulan lewat dan sedikit kaget lihat toko mu seperti ini" dengan keberanian yang penuh akhirnya Raline mendongakkan kepalanya dan menjawab pertanyaan Ifan tanpa terbata-bata. Lelaki yang ada di hadapannya itu melirik ke arah tas yang Raline bawa di tangan kanannya, ia sedang bertanya melalui lirikannya itu. "Ini… Habis jalan-jalan beliin kado buat seseorang. Kalau gitu aku permisi dulu sudah ditunggu soalnya" dengan secepat kilat, Raline meninggalkan toko Ifan dengan kembali menundukkan kepalanya. Sepeninggalan Raline, Ifan menoleh kebelakang melihat tingkah Raline yang sedikit membuatnya terkekeh. Itu hanya kebetulan dan Ifan memang tidak benar-benar untuk kembali dengannya. "Perempuan itu tidak membeli apa-apa?" tanya Ifan
"Have a nice day, sayang" ucap Robby ketika mereka hendak berpisah di parkiran motor fakultas Robby. Hari itu mereka berangkat bersama ke kampus karena Robby ingin sekalian memberikan undangan pesta ulang tahun Eni. "Have a nice day too, sayang." jawab Raline dengan begitu manisnya. "Oh iya.. Nanti nggak bisa pulang bareng, ya. Aku ada kerja kelompok, kamu nggak papa kan pulang sendiri?" Robby memberhentikan langkahnya saat teringat hal itu. Dari kejauhan Robby bisa melihat anggukan Raline beserta senyum yang masih sama seperti tadi, ia tidak merubahnya sedikitpun. Setelah itu Robby berjalan duluan meninggalkan Raline dan senyumnya. Sedangkan Raline menundukkan kepalanya lalu berjalan begitu saja menuju ke arah kelasnya. Sungguh cerah hari itu, matahari pun bersinar begitu cerah. Omong-omong soal hubungan mereka, semua berjalan dengan semestinya. Sudah tidak ada pertikaian diantara mereka dan hari ini mereka berangkat bersama karena Robby sekalian ingin mengantarkan undangan ulang
Di tengah keramaian yang ada di kafe itu, Robby sedang duduk manis sambil memainkan ponselnya. Keberadaan Robby disana bukan hanya semata ia ingin numpang WiFi atau membuang waktunya. Ia berada di kafe itu untuk menunggu seseorang yang sudah membuat janji dengannya. Selama menunggu, Robby sudah memesan segelas kopi susu beserta kentang goreng yang kini berada di hadapannya. Sambil mengusap layar ponsel, tangan kanan Robby berusaha menggapai kentang goreng dan sesekali meneguk kopi susu itu. Untuk masalah yang ada semua tidak usah di ceritakan kembali. Semua sudah berjalan dengan semestinya dan sekarang Raline memang masih fokus untuk beberapa mata kuliahnya. Jadi, Robby bisa izin untuk bertemu dengan seseorang. Pertemuannya ini mempunyai maksud dan tujuan yang semoga tidak merambat kemana-mana. Suara lonceng yang ada di pintu masuk kafe itu membuat Robby harus menengok ke arahnya. Dan benar saja seseorang yang ia tunggu sudah datang. "Nunggu lama? Maaf, ya, tadi sempet lama dapat
POV : Raline Ayunda. Aku tidak pernah menyangka jika aku mampu melakukan ini. Aku bisa membuang jauh-jauh egoku untuk sebuah perasaan dan aku juga membuang jauh soal cinta untuk dua hati itu. Melupakan itu hal yang sangat mustahil jika aku melakukannya dengan cepat, melupakan itu membutuhkan waktu yang entah sampai kapan. Awalnya aku pikir aku tidak akan bisa hidup tanpa cinta, tapi ternyata aku akan lebih tenang jika aku hidup dengan cinta yang tulus. Aku melihat begitu jelas ketulusan yang ada di Robby dan seharusnya tidak perlu aku ragukan lagi. Namun, entahlah mungkin dengan adanya kejadian kemarin aku membuat sebuah pengalaman jika mencintai dua hati itu tidak benar-benar baik. Sekarang aku melepaskan seseorang dengan keikhlasan karena aku juga telah tersadarkan bahwa porsi yang aku miliki itu tidak lebih untuk bersama Ifan. Begitupun juga dengan jalan yang aku pijak sekarang bukan lagi di sebuah persimpangan pilihan melainkan aku sudah menentukan arah kemana aku akan berjalan
Bahan pertimbangan yang selama ini Raline pertahankan untuk sebagai penentu pilihannya harus berakhir begitu saja. Sebab, setelah ia sembuh dan sadar akan semuanya ia tak repot-repot melakukan itu lagi. Dengan keputusan yang tegas, Raline tidak memilih Ifan. Jika berbicara soal perasaan tentu itu tidak karuan, tapi mengingat harga dirinya juga sudah jatuh di depan Defani, Raline tidak ingin membuang waktu bersama Ifan. Maka dari itu.. Raline memutuskan setelah pulang kuliah ia bertemu dengan Ifan. Pertemuan kali itu terasa berbeda, ia harus menyiapkan sebuah perpisahan yang mungkin ia tidak akan pernah bisa ketemu lagi dengan Ifan. Lebih tepatnya Raline tidak akan pernah bisa merasakan hal yang pernah dirasakan sebelumnya. Itu sudah pasti, tapi harusnya ada sedikit kesombongan di diri Raline kalau Defani masih mau dengan lelaki yang pernah 'tidur' dengannya. Namun, kesombongan itu tidak akan bisa Raline tumbuhan karena ia sibuk dengan perasaannya. Di sore yang masih selalu cantik it