Keesokan harinya Aze berangkat ke Singapura bersama dengan Evita Daveno, nenek Aze dan Eve. Kehamilan Aze yang mencapai bulan keempat akan makin kelihatan dan bisa menjadi santapan media. Dia hanya harus hadir di acara pernikahan Eve dan Dexter agar tidak ada kabar miring tentang itu, selanjutnya dia harus segera menyembunyikan diri.
Evita sendiri ingin menemui Eve secara pribadi agak lama, tetapi itu gagal dilakukannya. Dia bertemu hanya sepintas sebelum Eve memulai rangkaian upacara pernikahannya. Mereka hanya bisa berpelukan sebentar dan Evita mengatakan betapa cantiknya Eve hari itu. Senyuman Eve hampir membuat Evita menangis. Tak lama kemudian, Eve berlalu dan Evita tidak ingin mengganggunya karena cucunya itu terlihat sibuk.
Jika Evita tidak mengenal Eve dengan begitu baiknya, dia pasti mengira Eve sangat bahagia seperti tamu-tamu undangan lainnya. Evita masih bisa mendengar bisikan tamu-tamu itu satu sama lain, “Lihatlah mereka sangat serasi dan kelihatan bahagia”, “Mereka beruntung mendapatkan satu sama lain, dua raksasa bisnis saling mengikat diri, luar biasa”, dan banyak komentar lain.
Eve dan Dexter menyusul ke Singapura 1 minggu kemudian. Keberangkatan Dexter terhambat karena Eve harus menyelesaikan beberapa pekerjaan. Dexter tampaknya tidak keberatan. Mereka tinggal di rumah keluarga masing-masing. Tidak ada anggota keluarga yang protes soal itu.
Di Singapura, Eve akan bekerja memegang jabatan direktur The Daveno Market sementara direktur itu akan bertukar dengan jabatan Eve di kantor pusat Jakarta. Ini akan berlangsung selama 6 bulan karena Eve dan Dexter berencana akan pulang setelah bayi itu lahir. Mereka memiliki banyak pekerjaan di Indonesia.
***
“Aku merindukanmu, Lin,” kata Evita memeluk menyambut Eve. Eve dan Dexter sudah tiba di depan pintu gerbang rumah Evita yang sangat luas.
Evita, nenek Eve, terbiasa memanggil Reveline dengan panggilan Lin. Lin itu adalah panggilan Reveline untuk dirinya sendiri saat dia masih kecil. Nama Lin lebih mudah diucapkan oleh Reveline kecil daripada nama Eve. Evita menyukai nama Lin dan enggan mengganti panggilannya menjadi Eve seperti cara semua orang memanggil Reveline.
“Aku juga, Oma. Oma pasti masih ingat dengan suami Eve, Dexter,” sahut Eve. Membuat Evita terpaksa tersenyum pada Dexter juga meski dia tidak niatan pada awalnya. Dia mengerti Eve membuat Evita berbuat begitu untuk menjaga perasaan Dexter.
Seorang pelayan mengantar Dexter masuk ke dalam dan menunjukkan kamar tidurnya sementara Eve masih mengobrol dengan neneknya. Barang-barang mereka telah diturunkan dari mobil yang menjemput mereka. Evita hanya memiliki satu mobil dan sopir saja karena tidak ada anggota keluarga yang menetap dengannya.
“Besok mobilmu dan Dexter akan sampai di sini.”
“Iya, Oma.”
“Kamu pasti capek? Mau istirahat dulu?” tanya Evita. Dia mengelus-elus rambut kepala Eve dengan rasa sayang.
“Sedikit. Oma tidak suka sama Dexter?” bisik Eve.
“Ayolah, Eve, kau tahu Oma tidak suka pura-pura,” sahut Evita terkekeh.
Dia memang tidak menyukai Dexter karena sudah mendengar apa yang terjadi antara Aze dan Dexter. Jika saja bukan cucu kesayangannya, Eve, yang menikah, Evita tidak akan mau hadir dalam pesta perkawinan itu meskipun diundang secara pribadi oleh Keluarga Wongso.
Evita Daveno memang memiliki hubungan pribadi yang kental dengan Keluarga Wongso. Bertahun-tahun lalu, Evita muda berteman baik dengan Andrew Wongso, ayah dari Aksa, dan berniat menjodohkan keturunan mereka. Evita dan Andrew tidak bisa menjodohkan anak-anak mereka karena mereka masing-masing memiliki satu anak dan keduanya adalah laki-laki.
Perjodohan itu turun ke cucu mereka, Reveline Daveno dan Darren Wongso saat Darren beranjak remaja. Meskipun sampai saat ini Evita tidak percaya alasan mengapa bukan Darren yang dijodohkan dengan Eve karena Darren sudah memiliki kekasih, tetapi dia tidak ambil pusing saat Dexter menggantikan kakaknya. Eve juga tidak terlihat peduli dengan itu, dia tidak menentang meskipun tidak terlihat antusias.
Namun Eve sekarang bukan menikah karena cita-cita Evita yang sudah lama diucapkan dulu melainkan terpaksa melanjutkan semuanya karena melaksanakan kewajibannya terhadap keluarganya. Jika saja Dexter menghamili gadis lain, Eve dengan mudah akan dilepaskan dari perjodohan itu, tetapi yang hamil itu adalah Aze, adik Eve sendiri.
Evita sebenarnya sudah muak dengan pernikahan yang terpaksa harus dilakukan oleh cucu kesayangan yang dirawatnya sejak kecil itu. Namun dia sudah mengenal Eve dengan baik, dia akan melaksanakan kewajibannya dengan baik sebagai anak tertua Keluarga Daveno apapun yang terjadi.
“Oma, aku mau lihat taman belakang,” kata Eve sambil menggandeng Evita. Dexter sudah tidak terlihat lagi di antara mereka.Jika ditanya apakah ada tempat favorit buat Eve, itu adalah taman belakang. Dengan tembok yang tidak terlalu tinggi, mereka masih bisa melihat orang yang berlalu lalang. Tanaman yang menjuntai menghiasi pinggiran tembok itu, bunga-bunga beraneka warna dan berbagai macam tanaman membuatnya tampak seperti area pegunungan yang indah. Air terjun mungil yang menghiasi kolam ikan membuat taman itu terlihat sejuk.“Oma tidak mengubah taman ini sama sekali!” seru Eve. Matanya memandangi taman itu dengan wajah gembira. Dia merindukan taman itu, sederhana tetapi menenangkan jiwanya.“Tidak akan, Lin, apapun yang terjadi. Karena kamu menyukainya.”“Oma yang paling hebat.”Mereka duduk di meja bulat di taman itu. Dua buah cangkir yang berisi teh hangat itu telah siap di hadapan mereka. Eve me
Setelah masuk ke kamar yang disediakan untuknya, Dexter melihat lemari kosong dan hanya kopernya yang ada di sana. Dia mengerti bahwa kamarnya dan Eve terpisah. Itu lebih baik, Dexter merasa tidak nyaman sekamar dengan Gunung Es.Dia meminta pelayan menunjukkan di mana kamar Eve. Dia masuk ke kamar itu tanpa ragu, meskipun tidak mengetahui tujuannya sendiri. Eve tidak ada di kamarnya, mungkin belum selesai melepas rindu pada neneknya.Dexter berjalan perlahan memasuki kamar Eve, mengitari kamar Eve dengan pandangan matanya. Kamar Eve sepertinya sedikit lebih besar daripada kamar yang ditempati Dexter. Ada sebuah ruangan lain, sepertinya ruangan kerja Eve melihat dari isi perabotannya.Lalu matanya tertuju pada pemandangan taman belakang dari jendela kamar Eve. Jendela itu hampir setinggi tubuh Dexter dengan lebar sekitar 4 meter. Posisi jendela itu berhadapan dengan ranjang Eve yang luas, membuat siapapun yang tidur di atas ranjang akan bisa melihat pemandangan
“Ngapain kamu di sini?! Keluar! Keluar!”Eve mendengar suara teriakan dari kamar Aze di saat dia sudah hampir terlelap di kasurnya yang nyaman. Eve cepat-cepat bangkit, padahal tubuhnya sangat capek malam ini dan besok adalah hari pertamanya bekerja. Dia berjalan secepat mungkin ke kamar Aze sebelum pelayan datang.“Kamu laki-laki brengsek! Aku ajak kamu temani aku buang anak ini! Malahan kamu lapor ke yang lain! Aku benci kamu!”Eve masuk ke kamar Aze yang pintunya tidak tertutup rapat itu dan segera menutup pintunya sebelum pelayan ikut masuk ke dalam. Aze selalu berteriak untuk meminta sesuatu seakan suaranya menguasai rumah itu, pelayan akan segera berlari mengambilkan apapun permintaan Aze. Malam ini Eve berharap pelayan tidak berbuat demikian.Eve menoleh ke sebelah kanan. Dia melihat Dexter duduk di sofa dengan wajah tertunduk. Siku tangannya bertumpu pada lutut kakinya. Wajahnya terbenam dalam cakupan tangannya sendiri. Eve
Eve menutup pintu pelan-pelan dan berjalan kembali ke kamarnya. Dia melihat neneknya duduk di sofa ruang keluarga. Dia menghampiri neneknya yang terlihat menunggunya.“Manjanya tidak pernah bisa hilang,” kata Evita. Eve duduk di sebelah Evita.“Oma bangun karena teriakan itu?”“Oh, jangan kuatir. Percayalah, Oma sudah terbiasa semenjak dia tinggal di sini. Kalau dia bukan cucuku, sudah aku suruh tidur di halaman depan supaya tidak mengganggu orang lain beristirahat,” kata Evita terkekeh. Eve ikut tertawa, neneknya itu terlalu terang-terangan.“Ayo, Oma tidur lagi!” Eve mengantar Evita ke depan kamarnya. Mengecup pipi neneknya lalu berlalu ke kamarnya sendiri.Eve terkejut melihat ada sosok lain yang tidur di sisi ranjangnya. Eve memang terbiasa tidur pada satu sisi ranjang saja dan tidak berpindah-pindah hingga pagi. Evita menjuluki Eve “tukang tidur yang jinak”.“Baiklah, aku
Setelah 3 hari dibiarkan beristirahat, meskipun dia tidak menginginkannya, Eve mulai bekerja di kantor pagi itu. Dia akan menjadi direktur utama The Daveno Market.The Daveno Market adalah salah satu pasar yang cukup lama berdiri di Singapura, umurnya hampir mencapai setengah abad. Pasar itu menyediakan berbagai macam bahan makanan kering dan bumbu dari berbagai negara, buah-buahan segar berkualitas, daging segar dan segala macam kebutuhan pokok. Harganya bervariasi. Terkenal di Singapura, jika ingin memasak dan tidak bisa menemukan bahan itu di manapun, maka pergilah ke The Daveno Market.The Daveno Market merupakan cikal bakal semua bisnis yang dimiliki Grup Asterix yang saham mayoritasnya dipegang oleh Keluarga Besar Daveno. Namun ini juga satu-satunya pasar yang dimiliki mereka, pasar ini tidak memiliki cabang. Jadi orang dari berbagai daerah di Singapura atau negara Asia lainnya mengorbankan waktu dan uang hanya untuk datang ke pasar itu.Eve memandang ruan
Dexter tidak akan ada di meja makan untuk ikut makan malam yang pertama kalinya sejak dia tiba di rumah nenek Eve, jika saja Eve tidak memintanya pagi itu.Eve masuk ke kamar Dexter dengan memakai celemek di balik baju kerjanya, rupanya dia habis memasak untuk semua orang. Dexter baru saja selesai mandi dan memakai pakaian kerjanya.Dexter menghembuskan napasnya dengan malas. Dia tidak suka Eve tidak menggedor pintu kamarnya dulu, bagaimana jika tadi dia belum memakai baju. Tetapi Eve mungkin terlalu dingin dan tidak punya malu. Jadi wajar saja jika Eve tidak peduli.“Kamu tidak menggedor pintu dulu,” kata Dexter ketus. Eve terlihat tidak peduli dan terus masuk ke dalam kamar Dexter dan mendekati punggungnya.“Oh, kamu sudah hampir siap. Ikutlah makan malam. Maksudku malam ini. Hmmm?”Dexter tidak menjawab. Dia pura-pura sibuk mengancingkan kemeja berlengan panjang yang lengannya sudah digulung hingga batas siku. Dia berdiri
Dexter menunggu Eve di dalam kamar Eve setelah makan malam selesai. Dia hanya duduk di ruang kerja Eve tanpa berbuat apapun. Dia tidak ingin melakukan apapun sebelum Eve memberikan penjelasan padanya.Tadi dia sempat membantu mengangkat piring-piring kotor mengikuti Eve ke dapur hanya untuk memperlihatkan wajahnya yang kesal pada Eve. Eve hanya memandangnya sekilas tanpa berkomentar. Biasanya orang akan takut melihat wajahnya yang kesal itu, tetapi wajah Eve tetap saja datar dan tenang, ini sangat menjengkelkan.Eve terbiasa untuk membawa alat makan bekas pakai ke dapur untuk dibersihkan. Itu hasil didikan Evita sejak Eve kecil agar mengerti cara melakukan pekerjaan rumah tangga tanpa pelayan. Ada satu atau dua pelayan yang membantunya di dapur saat ini.Evita hanya memandang tingkah laku Dexter dengan tatapan geli dari meja makan sampai masuk ke dapur. Entah apa yang membuat Dexter marah pada Eve tetapi tampaknya Eve sama sekali tidak memperhatikan itu.
“Pilihlah mana yang akan kamu pakai,” kata Eve. Tangannya menyerahkan beberapa topi yang diambilnya dari lemari Aze, topi-topi itu dipilih dan dibeli oleh Aze sendiri. Eve menaruh masker juga di atas topi-topi itu.Eve sudah mengira bagian ini merupakan bagian yang berat baginya. Rasanya Eve bosan membuang-buang waktu meyakinkan Aze tentang pentingnya penyamaran.Wajah Aze yang berseri langsung berubah menjadi kesal. Bibirnya mengerucut dengan suara decakan kesal. Eve benar-benar tahu cara membuat Aze jengkel!“Nggak mau pake ini, Eve! Apaan ini!” teriak Aze.Aze melemparkan masker dan beberapa topi yang sudah disediakan oleh Eve. Semuanya berhamburan ke mana-mana. Sebuah topi malah melayang mengenai tubuh Eve yang berdiri di hadapan Aze. Tangan Eve dengan sigap menangkap topi itu sebelum jatuh ke lantai.“Kita akan pergi setelah kamu memakainya.”“Aku akan kelihatan jelek,” rengek Aze.