“Kita sudah sampai.” Suara Eve menghentikan pembicaraan Hasan dan Dexter barusan. Mereka berbicara tentang cuaca dan keadaan ekonomi di Indonesia. Hasan yang fasih berbahasa Indonesia adalah warga Singapura keturunan Melayu.
Eve membuka pintu dan bersiap turun dari mobil. Ketika melihat Dexter akan mengikutinya, Eve berkata, “Nggak apa, kamu bisa tunggu di sini. Aku hanya belanja kebutuhan Niel aja sebentar.”
Mungkin saja telinga Dexter menjadi tuli dengan sengaja, dia masih saja ikut turun dari mobil. Berjalan di sebelah Eve dengan santai.
“Bantu kamu angkat belanjaan,” bisik Dexter di telinga Eve. Eve tersenyum seakan mengucapkan terima kasih tanpa suara. Hubungan mereka membaik hari demi hari, Eve cukup senang mereka bisa menjadi teman. Tidak enak memelihara permusuhan dengan orang yang secara resmi sudah menjadi suaminya.
Eve akan mengambil kereta dorong, tetapi tangan Dexter lebih dulu menggeser tubuh Eve dengan lembut dan mendorong kereta belanj
Terima kasih sudah membaca novel ini. You know what to do if you like it. Hug dan Kiss, Josie.
Dexter sangat kesal melihat Eve yang sama sekali tidak memandangnya saat berbicara hal yang membuatnya tersinggung. Manusia memang mudah tersinggung dengan suatu kebenaran yang disembunyikan, siapa yang tidak mengerti itu? Semakin benar, semakin tersinggung, artinya juga semakin bersalah. Rasa bersalah itu membuat perasaannya mudah disentil, bukan pada Eve, rasa bersalah pada keluarganya dan pada dirinya sendiri karena mengulangi kesalahan kakaknya. Kesalahan sebesar itu dihadapi dengan lelucon seperti barusan. Dia cukup pintar untuk mengerti, itu hanyalah sebuah lelucon tetapi itu menyakitkan. Jadi dia berteriak hanya untuk memastikan Eve mengetahuinya. Dexter sempat kembali ke dalam mobil namun terbayang Eve akan mengangkut barang belanjaan yang mungkin saja cukup banyak, dia keluar dari mobil dan masuk ke dalam supermarket. Dia bisa melihat Hasan sedikit kebingungan dengan tingkah lakunya yang tidak jelas. Masuk mobil dengan buru-buru lalu keluar dari mobil juga t
“Tunggu, saya masih ada perlu dengan Nona Eve,” kata Dexter pada Hasan. Hasan hanya mengangguk. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mereka, selain memberi mereka waktu. Hasan tidak perlu menjadi seorang jenius untuk mengerti apa yang terjadi saat suami Nona Eve masuk ke dalam mobil dengan buru-buru lalu keluar lagi dengan buru-buru juga. Emosi pria itu meledak-ledak mengganggu emosi nonanya yang terlalu tenang. Dexter memasukkan kantung kain berisi barang belanjaan itu ke dalam mobil, menaruhnya di bagian bawah kaki. Dia menutup pintu mobilnya dengan cepat lalu berlari kembali menghampiri Eve. Eve tidak menolak ketika tangan Dexter menggandeng tangannya dan menggiringnya menjauh dari mobil mereka yang terparkir tidak jauh dari sana. Pria itu tidak berjalan lambat atau pelan, dia menyamakan langkahnya dengan Eve. Dexter membawanya ke tempat duduk dengan payung besar yang terletak di sekitar pohon. Tempat itu merupakan tempat pengunjung bisa dud
“Maaf, Oma. Pulangnya terlambat,” kata Eve. Dia benar-benar merasa bersalah. Gara-gara kesalahpahamannya dengan Dexter pulangnya jadi melebihi jam yang sudah direncanakan. “Kamu terlambat 30 menit, Lin. Mau buat Oma-mu ini makin kurus?” Eve terkekeh mendengar neneknya protes. “Maaf, Oma. Eve ngambek jadi harus ditenangkan dulu,” sahut Dexter yang datang kemudian. “Bukannya kamu yang marah duluan?” sahut Eve. “Oh, sebentar lagi Oma yang marah kalau kita tidak segera makan! Kalau Oma ngambek, kalian tidak akan bisa bujuk,” canda Evita. “Kenapa Oma tidak makan duluan?” tanya Eve. Dexter menatap nenek Eve itu dengan pandangan tidak enak. Salahnya juga, kesal hanya karena alasan sepele membuat Eve jadi sedih. “Makan sama-sama lebih enak,” sahut Evita. Evita harus mengakui beberapa bulan makan bersama cucu-cucunya itu membuatnya merasa senang. Kalau Eve dan Dexter sedang tidak ada saat acara makan, Aze selalu ada di meja makan. Dan A
Evita tidak seharusnya merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi malam ini. Dia yakin Eve bisa mengatasi semuanya. Tetapi dia melihat Maya sudah keluar dari kamar Eve lebih dari 30 menit, suasananya terlalu tenang. Ada bayi dan suasananya begitu tenang, apakah ini bagus?Harus diingat juga Eve dan Dexter lebih suka bertengkar dalam senyap di rumah dan pasti heboh di luar. Itu tidak baik.“Saya akan mengecek keadaan mereka dulu.” Maya yang merasa diajak bicara mengangguk.“Mau saya temani, Nyonya Evita?” katanya dengan hormat.“Tidak, tidak. Mereka akan baik-baik saja. Hanya saja saya sedikit khawatir.”Tidak banyak informasi yang diterima Maya saat mulai bekerja pada keluarga ini. Keluarga yang cukup disegani di negara tempatnya bekerja, bukan keluarga billionaire, tetapi keluarga yang memiliki reputasi terhormat dengan bisnis yang baik. Nama Daveno membuat Maya langsung bersedia.Maya juga bingung. Non
Dexter bangun pagi ini dengan mata bengkak. Mungkin bayangan matanya juga besar, tetapi dia tidak peduli. Sungguh sial, sulit sekali tidurnya semalam. Dia tidak bisa mengikat tangan kakinya ke ranjang jadi dia mengunci pintu kamarnya dan menaruh kunci kamarnya dalam tas laptopnya, di bagian paling bawah dan paling sulit diraih karena tumpukan kabel charger, mouse dan beberapa barang lainnya. Mana mau dia mengorek-ngorek tas laptop di malam hari hanya untuk mencari kunci. Ternyata dia salah, dia benar-benar membongkar tas laptopnya untuk mencari kunci kamarnya sendiri. Ini gila! Itu yang dikatakan Dexter pada dirinya sendiri berkali-kali saat rasa kantuknya sudah hilang. Semalam dia bangun 3 kali dengan siklus yang sama. Terbangun, meraba sebelahnya kosong, membongkar tas laptopnya sampai kantuknya hilang, mencoba tidur lagi, bisa tidur lagi, terbangun dan begitu seterusnya. Kepalanya juga terasa berat karena tidurnya tidak nyenyak. Ada beban satu ton
Daniel benar-benar bayi sempurna. Kita tidak membicarakan ketampanan dan kelucuannya, hampir semua bayi memiliki itu di mata Dexter. Sempurna di sini adalah sempurna dalam bersaing mencari perhatian Eve. Bagaimana tidak? Sejak pulang ke rumah tadi, Eve yang telah membersihkan diri dan berganti pakaian, hampir tidak pernah melepaskan pandangannya dari Daniel. Bayi itu merengek setiap kali tidak melihat Eve dalam jangkauan pandangannya.Dexter bahkan tidak bisa mendekati Eve tanpa dipandangi Daniel atau Maya yang selalu bersama Daniel. Dan pastinya tidak bisa menggiring Eve ke kamarnya seperti tadi pagi karena Maya dan Daniel akan mengikuti Eve. Apakah mungkin bayi itu pengawas yang dikirim Papa Erick untuk mengawasinya? Hanya menggesek bibir Eve saja dilarang, dia tidak tahu harus berbuat apa.Dexter tidak memiliki masalah dilihat orang lain saat menyentuh tangan Eve ringan seakan itu tidak disengaja. Dia menyukai skinship dengan Eve, rasanya hangat dan menenangkan. Dul
Dexter baru saja tiba di kantor proyek The Asterix Grand Mall itu dimiliki oleh Grup Asterix, saham terbesarnya dipegang Keluarga Daveno. Wongso Contructions sejak beberapa tahun lalu memakai salah satu properti Keluarga Daveno yang kebetulan berdekatan dengan proyek mall tersebut sebagai kantor mereka. Rumor mengatakan Keluarga Daveno memiliki saham dalam Wongso Contructions yang lebih banyak mengembangkan usahanya di bidang konstruksi di Indonesia. Makanya Wongso yang tidak memiliki banyak usaha di Singapura bisa dengan sigap menerima kontrak pembangunan mall itu. “Pekerjaan itu sudah hampir selesai, tukangnya bisa kamu pakai dulu,” kata Felix. “No, no, selesaikan dulu semua pekerjaan itu!” “Kamu bilang masalah gawat. Sampai bawa-bawa nama Wongso yang numpang di properti Asterix segala.” Felix hanya bisa melihat Dexter menggaruk kepalanya tanpa mengeluarkan sepatah kata. Dexter memang memaksa Felix untuk meminjamkan pekerja padanya tetapi Felix menolak kare
Aksa memutus sambungan telponnya dengan Felix. Satu tangannya memainkan ponsel itu, memutarnya di atas meja kerjanya. Dia tersenyum dengan penuh kekaguman.Perkiraan Eve memang benar-benar tepat soal itu. Anak itu benar-benar pintar. Pertanyaannya apa yang diperbuat Eve sampai Dexter berubah pikiran? Dexter itu anak yang keras kepala, selalu beranggapan dia selalu benar, tidak peduli apa yang dikatakan orang di sekitarnya termasuk kedua orang tuanya. Diana, ibu Dexter, bisa menang sesekali tetapi tidak jarang mesti menerima kekalahan. Tampaknya ini sudah tidak berlaku lagi.Dimulai saja awalnya Dexter tidak membuat masalah di rumah Evita, nenek Eve, nenek itu tidak akan segan-segan menegur Aksa kalau anaknya berulah. Aksa sangat menghormati Evita seperti orang tuanya sendiri. Aksa menunggu dan menunggu, mengejutkan tidak ada teguran sama sekali sampai saat ini. Padahal ada Aze di sana, Dexter terus-terusan mengatakan membenci Aze dan mengancam Aksa bahwa dia mungkin ak