Dexter baru saja tiba di kantor proyek The Asterix Grand Mall itu dimiliki oleh Grup Asterix, saham terbesarnya dipegang Keluarga Daveno. Wongso Contructions sejak beberapa tahun lalu memakai salah satu properti Keluarga Daveno yang kebetulan berdekatan dengan proyek mall tersebut sebagai kantor mereka. Rumor mengatakan Keluarga Daveno memiliki saham dalam Wongso Contructions yang lebih banyak mengembangkan usahanya di bidang konstruksi di Indonesia. Makanya Wongso yang tidak memiliki banyak usaha di Singapura bisa dengan sigap menerima kontrak pembangunan mall itu.
“Pekerjaan itu sudah hampir selesai, tukangnya bisa kamu pakai dulu,” kata Felix.
“No, no, selesaikan dulu semua pekerjaan itu!”
“Kamu bilang masalah gawat. Sampai bawa-bawa nama Wongso yang numpang di properti Asterix segala.” Felix hanya bisa melihat Dexter menggaruk kepalanya tanpa mengeluarkan sepatah kata. Dexter memang memaksa Felix untuk meminjamkan pekerja padanya tetapi Felix menolak kare
Terima kasih sudah membaca novel ini. Kalian boleh meninggalkan comment, gem dan memasukkan ini ke dalam rak buku kalian, kalau kalian suka.... Hug and kiss, Josie.
Aksa memutus sambungan telponnya dengan Felix. Satu tangannya memainkan ponsel itu, memutarnya di atas meja kerjanya. Dia tersenyum dengan penuh kekaguman.Perkiraan Eve memang benar-benar tepat soal itu. Anak itu benar-benar pintar. Pertanyaannya apa yang diperbuat Eve sampai Dexter berubah pikiran? Dexter itu anak yang keras kepala, selalu beranggapan dia selalu benar, tidak peduli apa yang dikatakan orang di sekitarnya termasuk kedua orang tuanya. Diana, ibu Dexter, bisa menang sesekali tetapi tidak jarang mesti menerima kekalahan. Tampaknya ini sudah tidak berlaku lagi.Dimulai saja awalnya Dexter tidak membuat masalah di rumah Evita, nenek Eve, nenek itu tidak akan segan-segan menegur Aksa kalau anaknya berulah. Aksa sangat menghormati Evita seperti orang tuanya sendiri. Aksa menunggu dan menunggu, mengejutkan tidak ada teguran sama sekali sampai saat ini. Padahal ada Aze di sana, Dexter terus-terusan mengatakan membenci Aze dan mengancam Aksa bahwa dia mungkin ak
Sudah 1 bulan lebih Dexter mengasuh Daniel bersama dengan Eve, Daniel sudah berumur hampir 2 bulan. Hampir semua hal sudah dikuasai Dexter. Dia sudah mengenal kebiasaan Daniel dengan baik. Daniel bisa menangis kalau digelitik di lehernya. Daniel lebih suka ditepuk-tepuk pantatnya daripada pahanya saat ingin tidur kembali. Masih banyak lagi yang tiba-tiba saja dihapalnya tanpa ada tujuan untuk itu. Syukurlah anak itu tidak suka begadang di malam hari, hanya dua kali untuk minum susu. Segera setelah Daniel merengek, Dexter dengan cekatan menyiapkan susunya sebelum anak itu mulai mengeluarkan tangisnya lebih keras. Daniel menyedot dot susunya dengan rakus sambil telentang memandangi Dexter yang setengah mengantuk. Saat susunya sudah habis, Dexter menggendongnya untuk membuatnya bersendawa lalu anak itu segera terlelap di dalam boks bayinya dengan tepukan ringan tangan besar Dexter di pantatnya. Malam itu Eve mencoba menidurkan Daniel di ranjangnya, bukan di boks bayi. D
7 Oktober 2018 Erick bergerak dengan tidak sabar di kursinya, tidak ada posisi yang enak untuk tubuhnya sekarang, meskipun tidak ada masalah dengan sofa di ruang tamu rumah Aksa itu. Aksa melihat temannya itu dengan senyum geli tanpa mau berkomentar. “Daniel sudah berumur 3 bulan hari ini. Tapi Eve belum memutuskan apa-apa. Pasti anakmu itu yang tidak mau pulang,” kata Erick dengan nada ketus pada Aksa. Aksa tetap saja memasang wajah geli itu, membuat Erick makin kesal. “Kau menghitung umur Daniel dengan tepat?!” “Dia cucuku. Mau aku hitung atau aku apakan suka-suka!” “Kamu lebih berharap Eve pulang atau Daniel pulang?” “Kalau Daniel pulang, Eve juga pulang. Tentu saja aku berharap keduanya pulang.” “Dexter pasti akan ikut ke mana pun Eve pergi.” Aksa memandang Erick dengan seksama, melihat reaksinya tentang kedekatan anak-anak mereka. Erick mendukung hubungan Dexter dan Eve sebelum masalah kehamilan Aze menjadi duri da
30 September 2018 Daniel akan berumur 3 bulan dalam 1 minggu lagi, artinya Dexter merawat Daniel selama lebih dari 2 bulan. Tentu saja Dexter menyukai Daniel tetapi dia belum yakin kalau dia menyayangi anak itu. Menyukai bisa dibilang tahap awal sebelum menyayangi, itu yang dipercayanya. Dia pasti akan menyayangi darah dagingnya sendiri. Memiliki Daniel juga tidak buruk. Satu hal yang disukainya adalah hubungannya dengan Eve yang makin dekat. Kadang dia membayangkan bagaimana mereka bisa bersembunyi dari Daniel yang lama-lama akan besar saat mereka hanya ingin sekedar berpelukan atau mungkin saat itu mereka sudah harus membuat adik untuk Daniel. Daniel pun rupanya sudah terbiasa dengan Dexter. Senyumnya akan terlihat setiap melihat Dexter di depan matanya. Kerewelannya bisa langsung berhenti saat tangan Dexter membawanya ke dalam gendongan. Sekarang Dexter yang menggendong bayi itu mengikuti Eve ke dapur setelah mereka pulang kerja dan mandi, bukan Ma
Eve melihat kalender di mejanya. Banyak coretan di sana, tanggal datang bulan dan selesainya, tanggal ulang tahun teman-teman dan keluarganya. Dia memandang tanda lingkaran biru di kalendernya menunjukkan tanggal 7 Oktober 2018, itu adalah hari ini. Daniel sudah berumur 3 bulan hari ini. Umur Daniel sudah cukup aman untuk naik pesawat terbang. Seharusnya mereka sedang berada di pesawat sekarang menuju ke Indonesia. Eve sudah berusaha tidak peduli dengan tanggal itu, berharap semua orang tidak ingat. Sampai hari ini ayahnya menelpon dan bertanya. Sebenarnya lebih untuk menuntut kepastian. Ayahnya pasti sangat sibuk dengan kepergian Eve, tidak semua hal bisa dikerjakan online dari tempatnya berada sekarang. Dan dia tidak bisa meninggalkan Daniel lebih dari jam kerjanya karena Daniel akan merajuk dan rewel, mengganggu semua penghuni rumah. Itu juga mengapa dia dan Dexter tidak pernah pergi ke mana-mana melebihi jam kerja mereka sejak Daniel lahir. Eve belum membicarakan
“Kenapa 2 tahun?” tanya Dexter pada Eve saat mereka makan siang bersama di kantor Eve. Sebenarnya dia tidak perlu datang untuk melihat restoran baru di dekat Daveno Market, tetapi dia ingin bertemu Eve. Semalam dia tidak mengobrol lagi dengan Eve karena kesal bercampur cemas. Tetapi semuanya langsung menguap saat dia memeluk lagi tubuh Eve yang hampir tertidur. Jadi sekarang mereka berdua makan sup ayam dengan nasi yang dibeli Dexter di restoran itu. “Masakannya lumayan,” sahut Eve. Dia menyeruput sup dalam mangkuknya. “Kamu suka?” Eve mengangguk. “Kita coba semua masakan mereka mulai hari ini untuk makan siang.” “Kamu akan datang tiap makan siang?” Mata Eve membulat. Dexter mengajukan ide yang aneh, memangnya dia tidak sibuk? Apa karena semalam? “Kenapa? Nggak suka?” tanya Dexter. Dia menyuapkan nasi dan sup ayam ke dalam mulutnya. “Bukan. Kamu nggak sibuk?” “Kalau aku sibuk, tetap aja butuh makan siang. Tinggal
Dexter menekan tangan Eve yang terangkat itu ke tembok. Tubuhnya melekat erat dengan tubuh Eve yang sudah menempel di tembok, hanya sedikit jeda antara tubuh mereka. Dia sebenarnya tidak perlu melakukan itu, Eve sama sekali tidak melawan. Dia benci tubuhnya sendiri yang selalu mengikuti emosinya yang sedang membara, membakar semua yang disentuhnya, kecuali Eve. Dia hanya ingin menyentuh Eve lebih banyak, menyalurkan bara dalam tubuhnya dalam tubuh Eve yang dingin. Bibir Dexter juga menyentuh bibir Eve, menghisapnya dan merasakannya. Bibir yang hangat itu juga pasrah padanya. Itu adalah sebuah ciuman yang kasar dengan hembusan napas yang membakar. Dia tidak pernah melakukan itu pada siapapun, tidak pernah dia merasa marah tetapi ingin menumpahkan kemarahannya dengan ciuman dan sentuhan. Dexter tidak peduli Eve sudah terengah-engah melayani ciuman liar dan kasarnya. Bibir Eve bengkak dan merah. Tidak mungkin Eve tidak merasakan rasa darah di atas sapuan indera pengecap
Eve masih saja menertawakan wajah Dexter yang benar-benar kusut. Dia tidak marah terhadap apa yang dilakukan pria itu padanya. Dia mengerti kemarahannya karena merasa tidak dipedulikan. Eve memang terlihat seperti hanya khawatir soal Daniel saja dan takut kehilangan Daniel saja, padahal pria itu salah besar. Tujuan Eve yang paling besar adalah membuat Daniel dan Dexter menjadi sangat dekat jadi tentu saja dia takut kehilangan kedua pria itu. Eve berada di tengah untuk merekatkan hubungan mereka. Rasa khawatir dan takut kehilangan bisa membuat seseorang menjadi marah pada keadaan. Itulah yang dirasakan oleh Dexter. Kemarahan itu tidak sengaja ditumpahkan ke hati dan tubuh Eve yang ada di hadapannya, yang membuatnya terpojok ke sudut dinding untuk mengambil keputusan, yang akhirnya juga membuat pria itu menjadi berani. Berani menghadapi segalanya. “Jangan kira aku nggak lihat mukamu yang tertawa itu!” Dexter menatap wajahnya pada cermin yang ada di dalam kamar