7 Juli 2019
“Da-da! Cum, aun!” teriak Daniel. Dexter merasa telinganya berdenging. Anak itu bukan hanya mempelajari banyak kata baru dan mengucapkannya dengan lebih jelas tetapi juga suaranya makin kencang. Dia bangun dan mencium Daniel sekilas seperti permintaan anak itu.
“Kamu sudah baikan?” tanya Eve. Dia bersimpuh di ranjang dan memegangi dahi Dexter. Dia menaruh kaos Dexter di atas dadanya pertanda pria itu harus memakainya sekarang juga.
“Semalam juga sudah baikan. Kamu yang keterlaluan sampai tidur di kamar lain,” gerutu Dexter. Dia memakai kaosnya dengan cepat karena Daniel terus mencium perutnya dengan gembira seperti yang biasa dia lakukan saat menggoda Daniel.
“Bukan begitu. Itu supaya Daniel nggak ganggu kamu. Dia cari kamu terus.”
Dexter memang tidur nyenyak setelah makan malam selesai. Rasanya sangat lega bisa menemukan jalan bisa mempertahankan apa yang dia punya. Jadi dia mengantuk dan tertidur sampai pagi. Meskipun tangannya s
Terima kasih sudah membaca novel ini. Semoga kalian suka. Lapar dan butuh teman itu.... ternyata kode. Hug and kiss, Josie.
Maria menyukai semua dekorasi di pesta Daniel itu. Bunga-bunganya begitu indah, bermekaran dan semerbak baunya. Bau bunga mekar dan bau kayu pepohonan bercampur menjadi satu membuatnya merasa berada di dalam negeri dongeng. Belum lagi ada kupu-kupu terbang di dekatnya, menyusuri bunga-bunga berwarna yang mengundang perhatian mereka. Panggungnya begitu cantik dan penuh warna tanpa terlihat kemegahan. Maria tidak membawa banyak buket bunga sore itu sesuai dengan keinginan Eve. Dia mengatur kembali beberapa rangkaian bunga dan menambahkan beberapa bunga miliknya supaya terlihat lebih hidup. Dia menyiram bunga yang terlihat agak layu supaya tampak masih segar. Serasa berada di musim semi dengan semilir angin yang bertiup menerbangkan helaian rambut Maria yang tidak ikut terikat ke atas. Eve juga memintanya membuat buket bunga mungil untuk ibu-ibu yang hadir dalam acara itu, bukan cuma anak saja yang merayakan acara itu tetapi juga seorang ibu pun patut mendapatkan peraya
Eve tidak memiliki maksud lain selain ingin mengundang Maria ke perayaan ulang tahun Daniel. Pesta kecil itu untuk keluarga dan sebenarnya Maria dan Felix juga keluarga Daniel. Meskipun seumur hidup Maria tidak akan pernah mengetahui kalau dia adalah nenek Daniel, tetapi Eve ingin memberikan wanita itu kesempatan untuk sekedar menikmati momen yang berharga itu. Eve sendiri tidak yakin, apakah dia melakukan ini untuk Daniel, untuk Maria atau untuk Frans yang bahkan tidak pernah dikenalnya. Eve bisa merasakan Felix memandangnya dengan seksama, seakan sedang menilai tetapi dia tidak terlalu peduli. Felix tidak pernah berbuat jahat padanya dan selalu menghargainya, jadi Eve tidak ingin mengetahui apa yang ada di pikiran Felix. Saat acara inti malam itu yaitu tiup lilin dan potong kue untuk Daniel akan dimulai, Dexter memintanya ditunda dulu. Eve mengerti kalau mereka harus menunggu orang tua Dexter datang. Eve juga menyayangi mereka dan ingin mereka ada di sana.
“Kamu yang minta Oma datang?” tanya Eve. Tidak biasanya Eve menyeret Dexter menjauhi kerumunan tamu yang sedang bercengkrama satu sama lain. Eve menggandeng lengan Dexter setelah menitipkan Daniel pada Nanny. Untung saja anak itu tidak marah karena terlalu senang melihat banyak keluarganya berkumpul. Rupanya dia juga mengerti kalau acara ini untuknya, dia rajanya. “Hmmm, kamu suka?” Dexter dan Eve yang berdiri saling berhadapan dan menempel seperti sekarang hanya terlihat seperti siluet yang indah dari tempat para tamu berkumpul. Mereka cukup jauh berdiri berdua sampai tidak akan ada yang mendengar pembicaraan ini. “Apakah kamu juga yang memaksa Mama dan Papa datang ke pesta ulang tahun kejutan buat aku di Singapura?” tanya Eve. Dia menyisipkan jari-jari lentiknya di dada Dexter, meraba bagian yang tadi sempat digigitnya, meninggalkan bekas yang kentara kalau kancing kemeja urutan kedua tidak terpasang. “Hmmm, kamu juga suka itu?” Dexter melirik jemari Eve ya
Maria yang lugu pun bisa merasakan ada rahasia yang disembunyikan oleh Aksa, orang yang mengaku sebagai saudara jauhnya. Anggaplah Maria itu bodoh karena tidak pernah banyak bertanya tetapi Aksa dan Diana benar-benar dipercayanya sebagai saudara. Daripada sebatang kara, memiliki saudara jauh itu terasa lebih baik. Di balik rasa tidak nyaman dengan kenyataan yang baru saja dilihatnya, Maria tidak memiliki rasa benci atau marah pada keduanya. Pasalnya tidak ada juga yang bisa didapat dari berbaik hati pada Maria. Maria itu janda berkecukupan dengan 2 anak laki-laki, sekarang hanya tinggal 1 anak yang hidup. Tidak ada uang atau keuntungan yang akan didapat Aksa dan Diana. Namun kalau boleh Maria mengetahui untuk apa mereka berdua menutupi semua ini, Maria akan merasa lebih lega. Maria masuk ke dalam rumah Eve yang biasa disebut Rumah Besar D oleh Felix. Rumah itu, sesuai gambaran Felix, memang sangat luas tanpa menghitung halaman atau danau buatan dan terlihat sangat in
Eve duduk di sisi ranjang sambil memegangi tangan Maria yang berada di samping tubuhnya. Maria berbaring telentang di salah satu kamar tamu Rumah Besar D dengan infus di tangan satunya. Dia tampak sangat rapuh saat menutup matanya dan pipinya mulai kering dari air mata seperti itu. Wajar saja kalau mungkin Maria malas membuka matanya karena ini memang terlalu mengejutkan untuknya. Dokter sudah memeriksa keadaannya dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan, hanya perlu menunggu dia bangun. Kalau Eve bisa melihat masa depan dan ini akan terjadi, dia tidak akan menjalankan rencananya. Rencana bodoh, gerutunya dalam hati. Lalu kenapa kalau Maria tidak pernah menyaksikan Daniel berulang tahun dan bahagia di tengah keluarga yang menyayanginya. Toh Maria tidak akan rugi dengan tidak mengetahui apa-apa soal Daniel. Saat Eve berlari masuk ke dalam rumah setelah mendengar teriakan pelayan, otaknya segera mencerna apa yang terjadi. Salah! Ini salah Eve seorang! Seharusnya dia meny
Dexter duduk di taman belakang bersama dengan Felix, saling berdiam diri. Daniel sudah tidur nyenyak dalam box bayinya, malahan anak itu mungkin sudah berputar pindah arah. Dexter yakin Eve pasti akan menengok Daniel dulu baru mencari Dexter. Rencana mereka malam ini mungkin akan batal, Dexter perlu mengambil hadiahnya besok malam saja, Eve pasti sudah terlalu lelah untuk menghadapinya. “Apa kamu tahu apa yang terjadi?” tanya Dexter. Felix mengedikkan bahunya dan menguncang-guncang kaleng bir yang sudah terbuka di tangannya. Isi kaleng itu pasti sudah hampir habis karena terasa ringan di tangannya. “Eve penuh rahasia.” Itu benar-benar yang dipikirkan Felix saat meninggalkan Eve berdua dengan ibunya. “Bukan. Kadang dia hanya minim bicara. Selama ini, aku harus mengejarnya untuk minta penjelasan. Dia pergi semalaman dengan kamu, dia nggak cerita. Dia kerja dan memasak di apartemen Darwin, dia nggak cerita. Dia ketemu psikiater, dia nggak cerita. Dia akan
Maria teringat sesuatu saat dia pulang ke rumahnya sendiri siang itu. Sopir Eve mengantarnya pulang, sementara Felix dan Dexter langsung ke kantor karena ada masalah dengan salah satu proyek. Masa waspada pada Wenas Harahap masih menjadi perhatian mereka berdua tanpa berniat memberitahukan ini pada Eve. Eve memang lebih sensitif terhadap masalah-masalah pada perusahaan mertuanya itu, kekhawatirannya sungguh beralasan menurutnya. Maria menepuk dadanya lagi pelan, masih saja terasa sesak. Bukan tentang Frans dan Razeena, Eve sudah menjelaskan dan memberikan harapannya, itu sudah cukup untuk Maria. Ini tentang fakta yang ditutupi Aksa dan Diana yang membuat dadanya terasa sesak. Maria bisa saja mencari Aksa atau Diana tetapi dia masih memberikan mereka waktu untuk datang padanya menjelaskan. Dia juga mengerti menutupi rahasia seperti itu pastilah ada alasannya. Tidak tega juga Maria marah pada keluarga jauh yang dikenalnya cukup lama. Meskipun dia sudah mencoba
Eve sudah menunggu Dexter di depan rumah dan bersiap menyerangnya dengan berbagai pertanyaan segera setelah turun dari mobil, tetapi Eve kalah cepat dengan Daniel. “Da-da-da. Cum,” celoteh Daniel. Kedua tangan mungilnya sudah terulur menggapai Dexter. Rupanya anak itu begitu ingin mencium Dexter. “Missed me?” tanya Dexter pada Daniel. Tubuh Daniel yang makin berat itu berada dalam gendongan Dexter dengan nyaman. Ciuman kecil berkali-kali sudah membuat pipi Dexter basah. “Ma-ma,” celoteh Daniel. “Daddy tahu, Mommy yang kangen Daddy, begitu ‘kan?” Mereka berdua terkekeh geli dan membiarkan Eve tersenyum melihat mereka. Mereka berjalan masuk melalui jalan di bawah tangga. Eve hanya tidak suka Dexter naik ke tangga sambil menggendong anak karena Daniel juga mulai belajar berjalan. Anak itu bisa merangkak kalau mengetahui mereka sedang berjalan di atas tangga jadi lebih baik mereka naik melalui lift. “Bagaimana keadaan Tante Maria?” tanya E
“Kamu sudah mendapat 4 bulan cutimu, Eve. Kapan mau mulai kerja sungguhan?” tanya Erick. Sejak kehamilan Eve menginjak 8 bulan sampai Raven berusia 3 bulan, Eve mengerjakan semuanya dari rumah, kadang datang untuk rapat-rapat atau urusan penting lainnya, mungkin hanya 2-3 kali dalam seminggu. Tetapi Erick harus mengakui semua berjalan lancar di tangan Eve, seperti biasanya, tanpa cela. “Papa harus mulai memberikan Rana tanggung jawab yang lebih besar.” Adik lelaki Eve sudah datang dari Amerika Serikat 6 bulan yang lalu dan Eve mengajarinya dengan telaten. Rana juga bukannya tidak berpengalaman karena dia juga bekerja di sebuah perusahaan rekanan Angkasa Wongso di New York sembari menyelesaikan kuliah S2-nya. Eve hanya memperkenalkan aturan dan cara kerja mereka di Asterix Grup karena Asterix lebih besar dan lebih luas. “Aku akan berikan, tetapi jabatanmu tetap sama, tidak bisa diisi orang lain. Makanya lahirkan anak lagi supaya keluarga kita akan makin besar.
Angin semilir di taman samping membuat Eve membetulkan roknya yang sedikit berkibar. Pinggiran rok itu dia selipkan di bawah pahanya yang sedang berada di atas kursi taman dari batu yang berbentuk kursi. Beberapa daun tampak berjatuhan, membuat rumputnya yang kehijauan berbercak kekuningan. Bunga-bunga di saat-saat seperti ini juga tumbuh bermekaran meskipun kebanyakan di antaranya selalu ada yang mekar tanpa mengenal waktu sepanjang tahun. Semalam hujan jadi tanah masih terlihat sedikit basah pagi ini dengan cuaca yang cukup hangat. Eve lebih suka cuaca lebih dingin dari ini karena dia juga malas kulitnya yang terlalu putih itu terasa seperti tersengat berada di bawah terik sinar matahari. Namun demi untuk menjemur Raven, dia rela membiarkan kulitnya terkena sinar matahari pukul 8 pagi yang katanya menyehatkan. Tanaman di taman ini semakin banyak dari hari ke hari. Maria terus saja menambahkan tanaman-tanaman hias dan berbagai macam bunga setiap kali d
Eve membuka kotak berpita seukuran kotak gaun di hadapannya itu saat pesta usai 30 menit yang lalu. Semua tamu sudah pulang meninggalkan tuan rumah dalam kelelahan dan kebahagiaan. Kotak berwarna perak itu adalah kado pemberian Dexter sebagai ucapan terima kasihnya sudah menemani hidupnya dalam 2 tahun ini. Itu waktu yang singkat, tetapi mengingat mereka memiliki sejarah percintaan yang cukup panjang, rasanya ini juga hadiahnya atas masuknya Eve kembali dalam relung hatinya dan kesediaan wanita itu kembali ke dalam hidupnya. Dexter sebenarnya sedang memperhatikan Eve yang memegang dan membuka kotak itu dengan perlahan seakan waktu berjalan dengan sangat lambat. Tetapi memang dia harus bersabar seperti Eve bersabar menghadapi dirinya dulu. Eve mengeluarkan kertas yang berada dalam balutan plastik yang membungkusnya, menjaga rapuhnya kertas itu. “Kamu seorang Wongso, Love.” Kertas yang mengubah nama Eve dengan tambahan nama Wongso di belakangnya sudah a
4 Maret 2020 Eve sedang duduk di meja riasnya. Lelah, itu yang dirasakannya. Senang, itu perasaannya. Seorang wanita muda berdiri di belakang Eve dan tersenyum. “Kamu cantik, Eve.” “Terima kasih. Perut ini makin berat dan aku makin sering lelah, Aze.” Kandungan Eve sudah menginjak usia 5 bulan. Aze mengangguk. Dia juga ingat betapa besar perutnya saat itu, hampir2 tahun lalu. Eve yang jarang mengeluh juga akhirnya meloloskan keluhan juga, tidak salah, menjadi wanita hamil itu tidak mudah. Seingat Aze, hanya Eve yang selalu ada bersamanya, meredakan semua keluhannya, melakukan semua keinginannya, tentu dengan syarat-syarat, Eve memang selalu licik begitu. “Pesta memang merepotkan untuk wanita hamil,”sahut Aze. “Lebih enak berkeliling mall?” tanya Eve sambil tersenyum. Aze tertawa lirih dan mengangguk. Mereka akan segera menghadiri pesta perayaan perkawinan Dexter dan Eve yang kedua. Eve keberatan sebenarnya, perutnya yang makin
Sudah sejak awal Aksa merasa bersalah menyembunyikan semua fakta tentang Rosalind dan Reveline dari wanita yang dianggap sebagai ibunya sendiri. Evita tidak memiliki hubungan darah dengan Aksa tetapi mereka sudah sangat dekat. Pelan-pelan Aksa menceritakan masalah Rosalind sampai kehadiran Reveline pada Evita setelah kematian Rosalind. Selama ini Rosalind yang melarang melibatkan Keluarga Daveno dalam hal apa pun untuk melindungi keluarga itu. Aksa sangat mengerti bagaimana sifat Evita, wanita tua yang keras namun penyayang dan cukup bijaksana menilai semua hal. Evita tidak menyalahkan siapa pun. Dia hanya menyesali jalan hidup anaknya dan wanita yang dicintainya berakhir seperti sekarang. Namun yang paling besar adalah penyesalannya terhadap Reveline yang tidak bisa menjadi seorang Daveno. Evita dan Albert datang mengunjungi Reveline setiap bulan, tidak ada seorang Daveno yang bisa disia-siakan, termasuk Reveline. Semua orang lupa memperhitungk
Dexter, anak kedua Diana, yang kala itu berumur hampir 4 tahun yang paling gembira dengan kabar itu. Dia paling suka menemani Rosalind ke mana pun sambil mengelus perut buncit bibinya itu. Selain menyukai calon anak Rosalind, Dexter juga sangat menyukai mata coklat keemasan Rosalind. “Cantik. Mata Tante Ros cantik,” kata Dexter dengan polosnya. Rosalind akan terkekeh mendengarnya. Di dalam keluarga Aksa memang tidak ada yang bermata coklat keemasan seperti Rosalind jadi wajar Dexter begitu terpikat. “Ini namanya warna amber, Ex. Nanti anak ini juga mempunyai mata seperti Tante,” sahut Rosalind geli. Warna mata Rosalind didapatnya dari sang ibu yang berasal dari Italia. Mata Erick dan mata Rosalind yang coklat pasti akan menurun pada anaknya. Rosalind sangat menyayangi Dexter sampai memberikan nama panggilan kesayangan padanya dan rajin mendengarkan ocehan bocah berumur 4 tahun itu. “Berarti anak Tante nanti pasti cantik,” celoteh Dexter lagi. “Bisa ju
Hubungan keempat manusia itu memang amatlah rumit dan sulit untuk dijelaskan. Erick yang mencintai Rosalind malah berakhir menikahi Rita. Raja yang mencintai Rita malah berakhir menikahi Rosalind. Entah bagaimana kisah mereka penuh drama yang memilukan bisa berakhir seperti itu. Namun mereka belum tahu saja kalau itu barulah sebuah permulaan dari skandal yang lebih besar lagi. Erick tidak sepenuhnya jatuh dalam pesona seorang Amrita Adira yang cantik dan lemah lembut. Meskipun sudah menikah, dia tidak pernah menyentuh Rita yang setia menunggunya berpaling kepadanya. Rita juga mengetahui siapa yang dicintai Erick tetapi dia juga tidak keberatan untuk menunggu entah sampai kapan, waktu memang tidak bertepi untuk Rita. Raja pun tidak berbeda, dia masih belum jatuh sepenuhnya dalam pesona Rosalind yang memiliki jiwa pemberontak, tetapi bedanya Raja menyetubuhi Rosalind berkali-kali meskipun wanita itu juga berkali-kali menolak. Keras kepalanya Rosalind membuat Raja berte
Darwin menolak untuk merasa cemas akan tertangkap lagi. Untung didikan ayahnya membuat dia bisa mengendalikan emosi dalam berbagai suasana hati, jadi mudah saja untuk membohongi orang tua Eve dan Dexter yang tampaknya makin solid saja. Tetapi Eve adalah salah satu orang yang bisa membaca emosi Darwin di balik wajah tenangnya. Jadi Eve akan mudah sekali menangkap kecemasannya, yang untungnya masih tidur lelap. Tekanan jiwanya pasti terlalu banyak karena rupanya Eve lolos juga dari pengawasannya untuk mencari tahu tentang skandal kelahirannya yang mengejutkan. Kesalahan Eve yang jelas adalah informasi itu dipresentasikan dalam benaknya tanpa bicara pada saksi yang mengalaminya, mereka adalah orang tua Eve dan Dexter. Darwin berusaha menghalau orang tua Eve dan Dexter masuk ke dalam ruangan. “Eve belum bisa dikunjungi. Jangan khawatir, kami akan terus pantau. Nanti semua bisa masuk kalau dia sudah sadar.” Darwin bernapas lega karena tidak ada satu pun yang menya
Eve mematikan sambungan telponnya. Masih berusaha menarik napas dan menormalkan debaran jantungnya. Berpikirlah, Eve! Jangan memiliki perasaan apa pun, Eve! Perintah-perintah itu dibuat Eve untuk dirinya sendiri. Akhir-akhir ini dia sering sekali menggunakan perasaannya saat berpikir. Dia ingat benar kata-kata pria yang dia mintai keterangan, “Reveline Andrea Wongso lahir pada tanggal 5 Maret 1990, anak dari pasangan Angkasa Wongso dan Diana Hadis Wongso. Ini out of the record, Ibu Eve. Di berkas ini tertulis kalau Erickho Daveno berhasil membuktikan Reveline sebagai anaknya jadi akte kelahiran bisa berubah. Buktinya dengan test DNA.” Sebelumnya Eve memang tidak bertanya soal akte kelahirannya yang lama, dia hanya bisa bertanya soal pergantian namanya keluarga pada akte kelahirannya lewat sidang. Pria yang diajaknya bicara barusan dulu mengatakan kalau berkas Eve tidak lengkap. Eve mengabaikan instingnya kala itu, mengabaikan kalau pria itu menutupi sesuatu. Ja