6 Juli 2019
Sudah hampir 2 bulan berlalu dalam keadaan yang lebih tenang. Pengamanan yang diberikan Keluarga Daveno pada anggota keluarga mereka memang tidak main-main. Tidak ada kesempatan sedikit pun untuk pihak yang berusaha membunuh Dexter bisa membuat masalah lagi. Apalagi pelaku yang ‘mengakali’ mesin itu dan pelaku pengerusakan kaca mobil telah diserahkan ke polisi, tampaknya menjadi pertanda untuk mundur dulu bagi si pemilik ide karena keluarga itu sangat serius melindungi anggota keluarga mereka.
Dua bulan ini juga Eve dan Dexter selalu keluar kota bersama-sama. Biasanya Eve hanya ditemani asisten, sekarang ditambah seorang pengawal dan Dexter sendiri. Eve sudah menolaknya tetapi Dexter sulit untuk ditolak, selalu saja ada caranya membuat Eve menurut. Dexter bahkan sebisa mungkin membuat jadwalnya memiliki tujuan yang sama dengan jadwal kunjungan Eve setiap bulannya.
Hari ini Eve sibuk mempersiapkan acara ulang tahun Daniel yang pertama. Acaranya aka
Terima kasih sudah membaca novel ini. Semoga kalian suka. Rahasia Eve sudah ketahuan. Hug and kiss, Josie.
7 Juli 2019 “Da-da! Cum, aun!” teriak Daniel. Dexter merasa telinganya berdenging. Anak itu bukan hanya mempelajari banyak kata baru dan mengucapkannya dengan lebih jelas tetapi juga suaranya makin kencang. Dia bangun dan mencium Daniel sekilas seperti permintaan anak itu. “Kamu sudah baikan?” tanya Eve. Dia bersimpuh di ranjang dan memegangi dahi Dexter. Dia menaruh kaos Dexter di atas dadanya pertanda pria itu harus memakainya sekarang juga. “Semalam juga sudah baikan. Kamu yang keterlaluan sampai tidur di kamar lain,” gerutu Dexter. Dia memakai kaosnya dengan cepat karena Daniel terus mencium perutnya dengan gembira seperti yang biasa dia lakukan saat menggoda Daniel. “Bukan begitu. Itu supaya Daniel nggak ganggu kamu. Dia cari kamu terus.” Dexter memang tidur nyenyak setelah makan malam selesai. Rasanya sangat lega bisa menemukan jalan bisa mempertahankan apa yang dia punya. Jadi dia mengantuk dan tertidur sampai pagi. Meskipun tangannya s
Maria menyukai semua dekorasi di pesta Daniel itu. Bunga-bunganya begitu indah, bermekaran dan semerbak baunya. Bau bunga mekar dan bau kayu pepohonan bercampur menjadi satu membuatnya merasa berada di dalam negeri dongeng. Belum lagi ada kupu-kupu terbang di dekatnya, menyusuri bunga-bunga berwarna yang mengundang perhatian mereka. Panggungnya begitu cantik dan penuh warna tanpa terlihat kemegahan. Maria tidak membawa banyak buket bunga sore itu sesuai dengan keinginan Eve. Dia mengatur kembali beberapa rangkaian bunga dan menambahkan beberapa bunga miliknya supaya terlihat lebih hidup. Dia menyiram bunga yang terlihat agak layu supaya tampak masih segar. Serasa berada di musim semi dengan semilir angin yang bertiup menerbangkan helaian rambut Maria yang tidak ikut terikat ke atas. Eve juga memintanya membuat buket bunga mungil untuk ibu-ibu yang hadir dalam acara itu, bukan cuma anak saja yang merayakan acara itu tetapi juga seorang ibu pun patut mendapatkan peraya
Eve tidak memiliki maksud lain selain ingin mengundang Maria ke perayaan ulang tahun Daniel. Pesta kecil itu untuk keluarga dan sebenarnya Maria dan Felix juga keluarga Daniel. Meskipun seumur hidup Maria tidak akan pernah mengetahui kalau dia adalah nenek Daniel, tetapi Eve ingin memberikan wanita itu kesempatan untuk sekedar menikmati momen yang berharga itu. Eve sendiri tidak yakin, apakah dia melakukan ini untuk Daniel, untuk Maria atau untuk Frans yang bahkan tidak pernah dikenalnya. Eve bisa merasakan Felix memandangnya dengan seksama, seakan sedang menilai tetapi dia tidak terlalu peduli. Felix tidak pernah berbuat jahat padanya dan selalu menghargainya, jadi Eve tidak ingin mengetahui apa yang ada di pikiran Felix. Saat acara inti malam itu yaitu tiup lilin dan potong kue untuk Daniel akan dimulai, Dexter memintanya ditunda dulu. Eve mengerti kalau mereka harus menunggu orang tua Dexter datang. Eve juga menyayangi mereka dan ingin mereka ada di sana.
“Kamu yang minta Oma datang?” tanya Eve. Tidak biasanya Eve menyeret Dexter menjauhi kerumunan tamu yang sedang bercengkrama satu sama lain. Eve menggandeng lengan Dexter setelah menitipkan Daniel pada Nanny. Untung saja anak itu tidak marah karena terlalu senang melihat banyak keluarganya berkumpul. Rupanya dia juga mengerti kalau acara ini untuknya, dia rajanya. “Hmmm, kamu suka?” Dexter dan Eve yang berdiri saling berhadapan dan menempel seperti sekarang hanya terlihat seperti siluet yang indah dari tempat para tamu berkumpul. Mereka cukup jauh berdiri berdua sampai tidak akan ada yang mendengar pembicaraan ini. “Apakah kamu juga yang memaksa Mama dan Papa datang ke pesta ulang tahun kejutan buat aku di Singapura?” tanya Eve. Dia menyisipkan jari-jari lentiknya di dada Dexter, meraba bagian yang tadi sempat digigitnya, meninggalkan bekas yang kentara kalau kancing kemeja urutan kedua tidak terpasang. “Hmmm, kamu juga suka itu?” Dexter melirik jemari Eve ya
Maria yang lugu pun bisa merasakan ada rahasia yang disembunyikan oleh Aksa, orang yang mengaku sebagai saudara jauhnya. Anggaplah Maria itu bodoh karena tidak pernah banyak bertanya tetapi Aksa dan Diana benar-benar dipercayanya sebagai saudara. Daripada sebatang kara, memiliki saudara jauh itu terasa lebih baik. Di balik rasa tidak nyaman dengan kenyataan yang baru saja dilihatnya, Maria tidak memiliki rasa benci atau marah pada keduanya. Pasalnya tidak ada juga yang bisa didapat dari berbaik hati pada Maria. Maria itu janda berkecukupan dengan 2 anak laki-laki, sekarang hanya tinggal 1 anak yang hidup. Tidak ada uang atau keuntungan yang akan didapat Aksa dan Diana. Namun kalau boleh Maria mengetahui untuk apa mereka berdua menutupi semua ini, Maria akan merasa lebih lega. Maria masuk ke dalam rumah Eve yang biasa disebut Rumah Besar D oleh Felix. Rumah itu, sesuai gambaran Felix, memang sangat luas tanpa menghitung halaman atau danau buatan dan terlihat sangat in
Eve duduk di sisi ranjang sambil memegangi tangan Maria yang berada di samping tubuhnya. Maria berbaring telentang di salah satu kamar tamu Rumah Besar D dengan infus di tangan satunya. Dia tampak sangat rapuh saat menutup matanya dan pipinya mulai kering dari air mata seperti itu. Wajar saja kalau mungkin Maria malas membuka matanya karena ini memang terlalu mengejutkan untuknya. Dokter sudah memeriksa keadaannya dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan, hanya perlu menunggu dia bangun. Kalau Eve bisa melihat masa depan dan ini akan terjadi, dia tidak akan menjalankan rencananya. Rencana bodoh, gerutunya dalam hati. Lalu kenapa kalau Maria tidak pernah menyaksikan Daniel berulang tahun dan bahagia di tengah keluarga yang menyayanginya. Toh Maria tidak akan rugi dengan tidak mengetahui apa-apa soal Daniel. Saat Eve berlari masuk ke dalam rumah setelah mendengar teriakan pelayan, otaknya segera mencerna apa yang terjadi. Salah! Ini salah Eve seorang! Seharusnya dia meny
Dexter duduk di taman belakang bersama dengan Felix, saling berdiam diri. Daniel sudah tidur nyenyak dalam box bayinya, malahan anak itu mungkin sudah berputar pindah arah. Dexter yakin Eve pasti akan menengok Daniel dulu baru mencari Dexter. Rencana mereka malam ini mungkin akan batal, Dexter perlu mengambil hadiahnya besok malam saja, Eve pasti sudah terlalu lelah untuk menghadapinya. “Apa kamu tahu apa yang terjadi?” tanya Dexter. Felix mengedikkan bahunya dan menguncang-guncang kaleng bir yang sudah terbuka di tangannya. Isi kaleng itu pasti sudah hampir habis karena terasa ringan di tangannya. “Eve penuh rahasia.” Itu benar-benar yang dipikirkan Felix saat meninggalkan Eve berdua dengan ibunya. “Bukan. Kadang dia hanya minim bicara. Selama ini, aku harus mengejarnya untuk minta penjelasan. Dia pergi semalaman dengan kamu, dia nggak cerita. Dia kerja dan memasak di apartemen Darwin, dia nggak cerita. Dia ketemu psikiater, dia nggak cerita. Dia akan
Maria teringat sesuatu saat dia pulang ke rumahnya sendiri siang itu. Sopir Eve mengantarnya pulang, sementara Felix dan Dexter langsung ke kantor karena ada masalah dengan salah satu proyek. Masa waspada pada Wenas Harahap masih menjadi perhatian mereka berdua tanpa berniat memberitahukan ini pada Eve. Eve memang lebih sensitif terhadap masalah-masalah pada perusahaan mertuanya itu, kekhawatirannya sungguh beralasan menurutnya. Maria menepuk dadanya lagi pelan, masih saja terasa sesak. Bukan tentang Frans dan Razeena, Eve sudah menjelaskan dan memberikan harapannya, itu sudah cukup untuk Maria. Ini tentang fakta yang ditutupi Aksa dan Diana yang membuat dadanya terasa sesak. Maria bisa saja mencari Aksa atau Diana tetapi dia masih memberikan mereka waktu untuk datang padanya menjelaskan. Dia juga mengerti menutupi rahasia seperti itu pastilah ada alasannya. Tidak tega juga Maria marah pada keluarga jauh yang dikenalnya cukup lama. Meskipun dia sudah mencoba