Golda masih belum beranjak dari tempat di mana kakaknya Ethan dimakamkan. Segumpal penyesalan sangat menyesakkan dada, atas meninggalnya kakak yang paling dikasihinya itu.
Bagaimana, tidak? Dia sendiri yang menentang pernikahan antara Ethan dan Amberly, di empat tahun yang lalu. Bukan apa-apa, Golda berpikir kalau pernikahan itu, sangat beresiko bagi kesehatan Ethan yang memiliki penyakit jantung bawaan sejak lahir. Karena bagaimanapun, pernikahan akan banyak konflik yang terjadi. Dikhawatirkan, kakaknya tidak akan sanggup menghadapinya. Dokternya sendiri menyarankan agar Ethan, tidak berani melangkah ke jenjang itu."Kamu mengerti sekarang, mengapa aku sangat menentang pernikahanmu dan bang Ethan?" tanyanya tajam, pada wanita yang sejak tadi bertahan seperti dirinya, berada di dekat gundukan tanah yang masih merah. Amberly, kakak iparnya.Amberly yang sama-sama merasa kehilangan, semakin membenamkan wajahnya dalam posisi tertunduk. Air mata seakan tidak pernah kering, karena rasa sedihnya."Ethan adalah penyelamatku, hingga aku berjanji akan mengabdikan diriku untuk selalu ada sisinya. Dalam suka, maupun duka. Selama ini kami bahagia bersama." Itu seperti sebuah pembelaan dari Amberly, tapi itulah yang sebenarnya."Tapi buktinya bang Ethan meninggalkan kita. Sebenarnya konflik apa yang terjadi pada diri kalian, sampai jantung dia melemah?" Golda kian merangsek maju mendekati iparnya,Secara heran dan sedikit jengah merasakan kedekatan mereka, Amberly agak sedikit mundur. Membuat netra Golda kian membola.Secara kasar dia merenggut tangan Amberly. "Dengar! Beberapa kali aku memperingatkan kamu, jangan pernah bebani abangku. Dan kamu sudah berjanji kalau kakakku akan aman bersamamu. Apa buktinya, sekarang? Dia mati, kan? Dia mati, kan?" ulang tanya Golda, penuh kemarahan, sambil mengguncang-guncangkan tangan Amberly."Aku menyayangi Ethan dengan sepenuh hatiku!" teriak Amberly, hampir kehilangan akal. Jadi terpancing untuk memberanikan diri menantang tatapan adik iparnya. Matanya yang bulat, hampir keluar semua, tanpa disadarinya.Baru kali ini, Golda melihat ekspresi lebih dari biasanya yang mampu Amberly perlihatkan, selain wajah innocent-nya."Aku juga sedih dan merasa kehilangan Ethan. Dia suami yang sangat baik, hampir tidak pernah menyakitiku. Sekarang, bagian kamu yang dengarkan aku!" Wanita cantik itu, berdiri tegak, dengan cahaya mata tegas. Bibirnya yang ranum terlihat sedikit bergetar."Ingat, Golda! Kamu adik iparku. Walau sering kamu berniat menyakiti hati dan sering mengintimidasi aku, tapi aku tidak pernah mengadukan kepada Ethan. Itu kulakukan demi menjaga hati Ethan! Supaya tidak tahu, kalau dia memiliki adik yang arogan dan tidak tahu aturan seperti kamu!" Tampak Amberly menarik napasnya sesaat.Lalu melanjutkan kata-katanya lagi. "Aku mungkin terlihat lemah dan kamu sangat senang menggangguku. Sementara aku diam saja tidak melawanmu dan meladenimu. Itulah yang aku lakukan agar tidak membebani hati Ethan." geramnya. Amberly seolah sudah muak pada sikap Golda yang bertingkah menekan dirinya, sejak pernikahannya dengan Ethan. Selalu mengganggu dengan tiba-tiba ada di dekatnya untuk mengancam, agar benar-benar menyayangi Ethan.Lah! Ia kan, sudah jadi istrinya? Dengan beraninya Amberly menikahi laki-laki yang punya riwayat seperti itu, tentu sudah tahu resiko dan tahu bagaimana cara memperlakukannya.Mata Golda semakin beringas, terlihat rahangnya mengetat. Baru kali ini, mata yang selalu penuh ketakutan itu terbuka lebar. Cekalan tangannya tidak dilepaskan, walau Amberly terus menarik dengan sekuat tenaganya. "Aku berjanji pada diriku sendiri untuk menjaga abangku, tetapi dipelukanmu dia mati! Jawab! Kamu apakah dia?!"Kali ini Amberly menatapnya dengan ketakutan sangat. Sambil menangis ia mengatakan. "Aku tidak tahu … hu … hu, sebelumnya tidak ada masalah apapun, kita baik-baik saja. Aku tidak tahu hu … hu …." Amberly sangat menjaga perasaan Ethan, agar suaminya selalu ada dalam keadaan nyaman. Sangat jauh dari konflik apapun. Tidak pernah antara dirinya dan Ethan berbeda paham, jalinan kasih yang dibangun selama ini sangat baik.Golda masih menatap tajam pada wajah kakak iparnya yang sangat cantik. Wajah peri inilah yang telah menggoyahkan iman kakaknya hingga nekat melanggar janji yang telah diucapkan di depan Golda, pada waktu Ethan mau keluar rumah sakit setelah menjalani operasi jantung yang paling membuat semua keluarga berada di titik di mana merasa akan kehilangan Ethan.Golda masih ingat ucapannya. "Bang, Ingat pesan dr. Ben, kalau ingin berumur panjang, Abang harus menjaga kestabilan emosional Abang. Tidak boleh terkejut, tidak boleh berpikir keras, apalagi sampai mengalami stress. Intinya hidup Abang harus dijaga dengan baik. Tetap happy … kalau bisa Abang jauhi wanita manapun, jangan sampai karena wanita nyawa melayang sia-sia. Aku, mami dan papi berharap masih lama bersama Abang. Biarlah aku yang akan bekerja keras di perusahaan, agar semua kebutuhan keluarga tercukupi. Bang Ethan tenang saja, semua keluarga sayang sama Abang." Janji Golda, sambil memeluk Ethan, yang merupakan kakak satu-satunya itu.Balasan Ethan hanya mengangguk sambil tersenyum, mengiyakan.Tidak menyangka bahwa Ethan akan jatuh kembali pada pelukan seorang wanita berwajah peri seperti Amberly, setelah lepas dari seorang wanita berhati iblis semacam Ivana yang membuatnya sakit lama dan harus menempuh operasi jantung yang sangat menyakitkan dan hampir merenggut nyawanya.."Den, ini bukan salah Non Amber, Den. Ini sudah kehendak Tuhan." Tiba-tiba, bi Lasih entah sejak kapan berada di sekitar mereka, berusaha memisahkan tangan Amberly dari Golda. Omongan bi Lasih ternyata cukup dapat meredakan amarah yang mengganggu emosinya, hingga Golda dengan mudah melepaskan pegangannya." Ayo! Non. Kita, Pulang." Bi Lasih menuntun Amberly, meninggalkan pemakaman umum itu.Tubuh yang ringkih, terbalut duka yang sangat mendalam.Lalu, 'penyebabnya, apa? Yang memicu jantung Ethan menjadi lemah?' Ini pertanyaan yang terus berputar di otak Golda. Setelah diingat sebelumnya, kata dr. Ben 'kondisinya baik-baik saja'.Golda benar-benar merasa berduka, masih penasaran juga untuk mencari jawabannya, seolah ada misteri di balik kematian Ethan.Golda melihat Amberly yang sedang berada di pelukan Maya. Kata-kata hiburan dan membesarkan hati cukup banyak diutarakan olehnya."Kamu seorang istri yang baik, Amber. Mami sangat berterima kasih sama kamu, karena Ethan sempat mengecap kebahagiaan membangun rumah tangga bersamamu. Meski akhirnya Ethan meninggalkan kita juga, tapi semua ini sudah kehendak Tuhan. Tidak ada yang harus kita sesali, Mami sudah benar-benar ikhlas." ucap Maya terlihat pasrah."Aku sangat menyayangi, Ethan. Tidak ada cacat celanya di mataku." ungkap Amberly."Mami dapat melihatnya dari sikap kalian yang saling mengasihi. Ethan bahagia sekali sepanjang hidup bersamamu. Tidak ada yang perlu disalahkan." Sepertinya, Maya tahu sedikit banyak mengenai sikap Golda yang terus menyalahkan Amberly atas kematian kakaknya.Mendengar itu, Golda yang masih merasa belum puas, mendekati keduanya dengan wajah tidak bersahabat."Apakah Mami percaya, kematian bang Ethan tidak ada apa-apanya?" tanya Golda.Maya melepaskan peluk
"Den Golda, sepertinya nona kecil sudah tertidur, biar Bibi letakkan di tempat tidurnya." pinta bi Lasih ketika melihat Angel sudah tertidur dalam gendongan hangat om-nya."Biarkan saja, Ange lebih lama tertidur dalam gendonganku, Bi." tolak halus Golda."Baiklah, Den. Tapi, ada sedikit yang mau Bibi sampaikan. Aden tidak apa-apa, sambil menggendong Nona Ange?" tanya bi Lasih agak ragu-ragu.Golda melihat bi Lasih kemudian pada Angel, keponakan tersayangnya ini. Terlihat tampak damai dalam tidurnya."Tidak apa-apa, Bi. Katakan saja.""Ini mengenai den Ethan saat Bibi menemukannya pingsan di tempat tidurnya." ungkap bi Lasih, memulai."Sudahlah, Bi. Saya malas untuk membahasnya lagi. Kenyataannya, Abang tidak bisa bangun lagi dari kuburnya, apapun yang akan Bibi katakan." Golda tampak tidak tertarik, mengenai apa yang akan disampaikan bi Lasih. Hanya akan menambah kesedihannya saja."Tidak begitu, Den. Dengarkan perkataan Bibi dulu. Ini sangat penting, Den. Supaya Aden pun tahu dan men
"Ini anakku, mengapa kamu seolah berkuasa memilikinya?" ucap ketus Amberly, saat menemukan Angel tidur bersama pamannya di ranjang ruang tamu.Tentu saja teguran itu membangunkan Golda dari tidurnya. Dia jadi terkaget, tetapi kata-kata Amberly tadi, dapat disimaknya juga."Aku pamannya, mengapa kamu keberatan?" balasnya, sambil mengusap wajah.Amberly sama sekali tidak tergoda oleh wajah tampan Golda, terbukti dari pelototan matanya yang tidak juga memudar. "Perlakuanmu sangat tidak sopan, mengambilnya sembarang, menidurkannya juga secara sembarang." omel Amberly. Ingin saja mengambil Angel secepatnya, tetapi terhalang tubuh Golda yang masih rebahan. Tampak Angel merasa terusik oleh keributan sekitar. "Mama." panggilnya spontan."Kemarilah, Sayang. Mendekat sama Mama." ajak Amberly, pada Angel. Tidak lebih memajukan dirinya, karena Golda masih terbaring di tempat tidur, menghalangi upaya wanita itu untuk mengambil anaknya.Golda malah menerbitkan senyumnya, "Kamu lebih banyak bicara,
Amberly langsung memeluk ibunya, begitu wanita setengah baya itu membuka pintu."Ibuu!" Setengah tersedu."Kamu baik-baik saja, kan, Sayang?" Almira, ibunya. Melepaskan pelukan untuk meneliti tubuh anaknya. "Aku baik-baik saja, ibu. Aku yang sepanjang waktu mengkhawatirkan ibu." "Ibu sakit, sih." Almira menyunggingkan senyumnya."Ibu sakit, apa?" Amberly agak tertegun."Sakit yang namanya rindu. Rindu ingin ketemu denganmu dan cucuku."Amberly tampak bernapas lega. "Sekarang jadi terobati. Maaf, Amber baru menemui Ibu." Sorot mata Amberly melukiskan perasaannya."Tidak apa-apa, penantian ibu sudah terbayarkan." Ia kemudian melihat pada gadis kecil yang ada di sebelah Amberly. "Apakah ini cucu, Ibu?" "Iya, Bu. Namanya Angel, tapi biasa dipanggil Ange." Amberly memberi penjelasan."Hai, ternyata cantik sekali cucu Oma ini." Almira agak membungkukkan tubuh untuk mencolek pipi Angel."Beri salam sama Oma, Sayang." perintah Amberly.Anak yang baru berusia tiga tahun itu menuruti, menyod
Dengan penuh tekad dan semangat membara, Amberly terbang ke daerah Pulau Kalimantan. Hanya berbekal alamat rumah dan perusahaan, yang dibeti dari ibunya.Benar saja, saat sudah ada di depan rumah bapaknya, Amberly tertegun. Rumah itu tampak seperti istana, sangat besar dan luasnya. Terlihat saat ia mengintip dari pintu pagar rumahnya.Amberly dihampiri oleh satpam, kemudian di tanya-tanya sesuai dengan tugas yang diembannya. Amberly memperlihatkan KTP dan menyatakan niatnya untuk bertemu dengan bapak Berly Hanan. Tentu saja tidak mudah untuk mendapatkan izinnya, harus ada konfirmasi dari keluarganya dulu, terutama istrinya, ibu Ranti.Ia tidak keberatan, mendengar bapaknya masih hidup saja sudah senang. Dengan tidak banyak bertanya, Amberly menunggu.Sementara di dalam rumah, seorang wanita setengah baya dengan rambut disasak tinggi dan rapi, tampak sedang mendengar lewat telepon laporan dari satpamnya.Matanya tiba-tiba terbelalak. Siapa namanya, Pak?""Amberly, Bu."Mendengar nama t
Di ranjang itu, yang pertama Amberly lihat, adalah seorang lelaki yang sangat kurus. Dengan mata cekung dan kulit berwarna pucat, tetapi bersih.Inikah bapaknya yang sangat dirindukan? Seumur hidup Amberly sangat mendambakan untuk bertemu. Segala rasa berkecamuk dalam hatinya. "Papa sudah lama sakit, hanya bisa terbaring di tempat tidurnya. Karena mengalami stroke dan penyakit gula." terang Gathan, setengah berbisik di dekat telinganya. Hal itu membuat Amberly secara refleks menjauh.Amberly sedikit mengangguk sambil tersenyum pada Gathan. Kemudian, lebih mendekati ranjang bapaknya.Sang bapak, sejak melihat Amberly masuk ke kamarnya, terus mengawasi tanpa berkedip. Amberly agak membungkuk untuk menyetarakan posisi wajahnya, supaya setara dengan wajah bapak yang terbaring."Bapak …." Dengan nada bergetar, Amberly memanggilnya."Kamu, siapa" Sedikit heran, dia bertanya."Namaku, Amberly."Tampak Berly agak tertegun. "Almira pernah mengatakan kalau punya anak perempuan, akan dinamakan
Amberly berdiri di hadapan para tetua yang nota bene merupakan saudara dari bapaknya. Rata-rata mereka adalah pemegang saham di perusahaan besar itu. Bapaknya, Berly Hanan ikut hadir, meski harus duduk di atas kursi roda. Memberi kekuatan kepada Amberly untuk menghadapi mereka.Berly sendiri yang memimpin rapat penting itu, menyatakan kalau Amberly anak kandungnya, dia memperlihatkan hasil dari tes DNA yang sudah diperoleh hasilnya. Jadi secara sah bisa memimpin salah satu perusahaan di bawah perusahaan PT. Borneo Grup. Sebuah perusahaan milik keluarga mereka, turun temurun"Terima kasih, Pak. Saya tidak akan mengambil kedudukan Bapak sebagai direktur atama di perusahaan pusat. Akan tetapi, sesuai domisili saya di Jakarta. Saya akan memimpin perusahaan di sana." ungkap Amberly sambil tersenyum."Tetapi perusahaan di sana, sudah di pegang oleh LiLian." kata salah satu yang hadir. Berkepala agak botak dan sudah tua.Berly bergerak memutar kursi rodanya lebih ke depan. "Soal itu, nanti
Golda memasuki lobi gedung perusahaan PT KAB Tbk. Tubuhnya yang tinggi dan berwajah tampan, banyak menarik perhatian tiap orang yang ada di ruangan itu. Lilian yang memang sedang menunggu kedatangannya, menelan ludah sendiri. Tidak salah lagi, lelaki tampan yang baru datang itu adalah Golda. Ia pernah melihat profilnya dari media internet. Melihat orangnya secara langsung, ternyata lebih menawan."Selamat pagi, pak Golda." sapanya, membuat langkah lelaki itu terhenti.Lilian tersenyum. "Selamat datang di perusahaan kami. Saya pribadi akan mengantarkan Bapak untuk bertemu dengan CEO."Golda hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Melanjutkan langkah sejajar dengan yang akan mengantarnya.Begitu ruangan terbuka, Golda melihat di meja kerja utama yang bertuliskan CEO, terlihat seorang wanita sedang menunduk. Kemudian secara perlahan terangkat wajahnya. Di saat seperti itulah tatapan keduanya bertemu. Golda agak mengerutkan keningnya, sambil tidak melepaskan tatapannya. 'Pasti pandanga
Seperti biasa Golda memandikannya dengan cara dilap. Sekarang tangannya lebih nakal dan menggoda Amberly.Kadang mereka berciuman dengan asiknya, tetapi tidak bisa lebih lagi. Karena Amberly masih sakit.“Sabar, belum waktunya.” Amberly mendorong tubuh Golda dengan lembut.Napas Golda yang sudah sedikit memburu, jadi melemah. Hasratnya tidak bisa terus lanjut, merasa terhalangi oleh fisik istrinya.Golda menatapnya penuh kabut, merapatkan dahi ke istrinya dengan mengatur napas lebih teratur. Beberapa lama dia bersikap begitu, Amberly hanya bisa menahan senyumnya. Lalu mengusap-usap dadanya dengan lembut.“Aku sudah ada di tanganmu, jangan terburu-buru.” ucapnya.“Kau godaan terbesarku, bisa disentuh, tapi tidak bisa diapa-apakan. Kamu curang ….” Golda berkata dengan menelan ludahnya.Amberly terkikik, kemudian menjauhkan wajahnya. “Kita belajar lebih mengakrabkan diri, apa kamu tidak ambil manfaatnya?”“Ya, kamu benar.” Golda akhirnya menyetujui, kemudian mengambil air minum dan meneg
“Kamu mau berbulan madu sama aku?” tanya Golda, setelah Gathan dan Lilian berpamitan.“Sama siapa lagi, sama kucing?” Amberly memalingkan wajahnya ke arah lain.“Kamu tahu, kan? Arti dari bulan madu? Kamu dan aku bersatu saling memadu kasih? Layaknya suami istri seperti pada umumnya.” Golda bertanya tidak percaya.“Aku ingin Ange punya adik, tidak jadi anak tunggal.” ujar Amberly ringan.Membuat Golda semakin ternganga, dibuatnya.“Tutup mulutnya, jangan malah bengong.” peringati Amberly. Tidak tahu apa yang harus dikatakan, Golda seperti menerima durian runtuh. Hanya bisa terbengong-bengong.“Apakah kamu waras? Diam saja.” Amberly menegurnya.“Hampir tidak percaya kamu mengatakannya.” Tiba-tiba air mata merebak di pelupuk mata Golda. Dia duduk disamping ranjang Amberly. Dengan lembut, Amberly menatapnya. “Kita mulai hidup baru dan lupakan semuanya.” Amberly meengambil sejumput rambut bagia depan Golda dan memainkannya. “Aku hampir tidak percaya, mendapatkan anugerah yang tidak ter
Tangan kanan yang di infus, mulai membuka baju tangan yg di gips. Terasa sulitnya membuka pakaian dari rumah sakit itu hanya ada tali yang tidak diikatkan. Mata Amberly melihat pada Golda yang malah bengong."Bisa bantu aku?" tanyanya.Tentu saja Golda tampak terkejut. Dia agak terbata-bata menjawabnya. "A --- aku ...?""Siapa lagi? Kamu suamiku, bukan?" kembali tanya AmberlyDengan agak tertegun sejenak, Golda tergagap. "Ka ---kamu yakin aku yang harus membuka bajumu?""Siapa lagi?" Sambil memutar matanya, tangan kanan Amberly berusaha terus membuka bajunya. Hingga sebagian dadanya terlihat.Dengan menahan napas, Golda membantu Amberly melepas pakaiannya dari tangan yang di gips.Jantung Golda bergemuruh dengan detak tidak keruan. Dia melihat kulit dadanya yang seputih susu dan membusung, tanpa baju yang menghalangi lagi.Namun, dia harus meneruskan apa yang sudah dilakukan.Sebenarnya sudah tidak tahan, melihat keindahan tubuh Amberly. Dengan sekuat tenaga berusaha mengendalikan dir
Dalam keadaan oleng itu, Amberly merasa terdesak harus kembali membanting setir. Karena posisi mobil kecil semakin terpepet, mobil besar mau menggilasnya.Itu jelas perbuatan yang disengaja, akhirnya Amberly menabrak gundukan di depannya. Tidak terhindarkan.Ia merasa ini akhir hidupnya, dadanya merasa sesak. Gelap gulita, tidak sadarkan diri.Bangun dari pingsan, tahu-tahu Amberly sudah berada di rumah sakit. Kaki dan tangannya di bebat, sepertinya kena patah tulang.Menyadari bahwa ada seseorang di sisi tempat tidurnya. “Sully … “ usapnya pada rambut Sully.“Am! Kau sudah sadar? Syukurlah ….” ucap Sully penuh rasa lega, jadi menatapnya.Amberly tersenyum sebelum menjawab. “Aku selamat.”“Maafkan aku tidak bisa menolongmu.”“Kaukah yang dalam penyanderaan Rojak?” tanya Sully.“Makanya aku tidak bisa berbuat apa-apa.”“Tidak juga, kamu berani memberi perlawanan meski beresiko membahayakan keselamatanmu juga.”“Aku hanya bisa memperhatikan bendera, jadi kadang aku rebut setirnya, dan b
Alangkah kagetnya Amberly, secara cepat ingin mengangkat tubuh Golda supaya ke atas.“Beri ampun padaku atas apa yang kulakukan, Amberly ….” kata Golda dengan nada penuh penyesalan.Tubuhnya sudah terguncang-guncang karena isak tangisnya. Dia tetap bertahan dalam posisi bersujud di depan Amberly.“Jangan begini Gold, bangkitlah! Aku memaafkanmu.” jawab Amberly yang langsung direspons oleh Golda.“Mengapa kamu begitu mudah memaafkan?” tanya Golda sambil menengadahkan wajahnya.“Seperti yang diutarakan ibuku sebelumnya, kamu melakukannya dalam keadaan tidak sadar, kenapa aku harus mengingat terus kesalahan yang tidak tersimpan di ingatanmu?” Pandangan mereka bertemu.“Amber … Lelaki bejat ini tahu akibat perbuatannya, kamu sangat menderita.” Suara serak Golda menjelaskan perasaannya.“Jangan ingat lagi, mari kita lupakan kejadian yang tidak menguntungkan ini. Aku sudah sembuh, jiwaku merasa bebas sekarang. Karena aku sudah berhasil mengampunimu.”“Amber, sebenarnya aku tidak layak mendap
Hari-hari selanjutnya, Amberly tetap sabar dalam menghadapi sikap Angel yang belum reda dari ngambeknya. Tidak mau memaksa, dirinya yang memang salah. Ia juga sambil menunggu hasil perkembangan kasus akibat perbuatan Rojak.Amberly terkejut dengan kedatangan Gathan dan Lilian ke rumah sakit. Mereka berpelukan dan saling menyatakan kerinduan. “Kemana saja, Am? Menghilang begitu saja?” tanya Gathan, menatap Amberly sangat dalam.“Aku membantu bapak di pertambangan.” jawab Amberly tenang sambil menyunggingkan senyumnya.“Tidak mungkin kamu jauh-jauh datang ke sana, tanpa tujuan.” Kini Lilianlah yg berbicara. Amberly mengalihkan tatapannya pada Lilian. “Ya! Kak Lilian pasti sudah tahu, ibu Ranti dijemput paksa sama polisi.”“Kita tidak mempermasalahkannya, kalau itu benar mama ada keterkaitan di penculikanmu beberapa tahun lalu. Aku tidak berpihak pada mama atas kejahatan yang telah diperbuatnya. Biar pihak pengadilan yang membuktikan.” kata Gathan, menepuk-nepuk bahunya.“Kamu sudah me
Begitu membuka pintu, Amberly melihat bapaknya datang.“Bapak langsung kemari?” tanya Amberly. “Tentu saja, Bapak ingin tahu yang terjadi padamu. Bagaimana keadaan menantu Bapak?” “Sudah tertolong, Pak.” Amberly menerima pelukan Berly Hanan.“Syukurlah ….” Berly Hanan bernapas lega, kemudian melepas pelukannya. “Kamu tidak apa-apa?” Terlihat khawatir, hingga melihat wajah Amberly dan seluruh tubuhnya. “Am, hanya kena pukulan beberapa kali, tapi tidak apa-apa. Benjut sedikit masih bisa Am tahan” Ia terkekeh, mengikuti langkah bapaknya.“Kamu jadi wanita kuat.” ujar Berly tersenyum, menggusak puncak rambut anaknya.Berly Hanan melihat Golda, lalu bertanya. “Bagaimana keadaanmu sekarang?”“Sudah membaik, tinggal pemulihan.” jawab Golda.“Sabar, pelakunya akan segera ditindak.” Berly menatapnya.“Mungkin sebentar lagi, polisi akan kemari untuk menanyakan kronologinya.”“Semoga polisi jeli hingga dapat mengungkap kasusnya. Kenapa sangat pas ada di tempat kejadian?”“Saya ingin bertemu Am
Golda meringis menahan sakit, Amberly segera memangku kepalanya tanpa ragu.Ia mengusap wajah tampan itu dengan tangan gemetar. "Kenapa kamu ada di sini?" tanya Amberly."Maafkan aku, Amberly." Golda memejamkan mata, tidak sanggup bicara lagi. "Golda!" teriak Amberly panik, saat melihat kepala Golda terkulai di pangkuannya."Pak, tolong segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk dapat pertolongan." pinta Amberly ke supir."Iya … iya …" Pak supir segera bergerak memangku tubuh Golda, kemudian dibantu mengangkatnya ke mobil oleh Amberly.Amberly duduk terlebih dahulu, lalu meletakkan kepala Golda di atas pangkuannya kembali.Amberly menepuk-nepuk pipi Golda secara pelan. Tetapi Golda tetap tidak bereaksi."Mengapa kamu datang, saat aku dalam bahaya? Dari mana kamu tahu aku ada di sini?" tanya Amberly.Tentu saja pertanyaannya tidak terjawab. Untuk menghilangkan kecemasannya, Amberly menangis."Dia siapa, Am?" tanya Sully yang duduk di depannya, samping pak supir.Amberly melihatnya. "
Untuk beberapa minggu, Sully merasa aman karena Rojak berhenti untuk mengganggunya. Pikir Amberly pun, Rojak merasa kapok sudah dihajar olehnya. Namun, kewaspadaan tetap ia jalankan, mengingat peringatan dari pak Hadi.Waktu libur yang lebih panjang, Amberly bersama Sully kedaerahnya, bertemu dengan kedua anaknya. Yang satunya sudah remaja berumur 14 tahun, cantik seperti ibunya. Yang kedua baru berumur sembilan tahun, seorang anak laki-laki."Inilah alasanku bekerja, Am. Kinara sudah mau masuk SMA. Ia mengincar sekolah favorit yang cukup besar biayanya." terang Sully."Kamu pasti bisa dengan gajimu sekarang, dipertambangan.""Aku juga harus berbagi dengan ibuku yang merawat kedua anakku. Aku menabung juga untuk membeli rumah sendiri." ungkap Sully."Ibuku juga menganggap, pendidikan hal yang terpenting. Meski dengan warung kecilnya, beliau mampu menjadikan aku sarjana." Ceritakan tentang hidupmu, Am. Sejauh aku kenal dirimu, tidak pernah menceritakan keluargamu." pinta Sully."Aku l