Di ranjang itu, yang pertama Amberly lihat, adalah seorang lelaki yang sangat kurus. Dengan mata cekung dan kulit berwarna pucat, tetapi bersih.
Inikah bapaknya yang sangat dirindukan? Seumur hidup Amberly sangat mendambakan untuk bertemu. Segala rasa berkecamuk dalam hatinya."Papa sudah lama sakit, hanya bisa terbaring di tempat tidurnya. Karena mengalami stroke dan penyakit gula." terang Gathan, setengah berbisik di dekat telinganya. Hal itu membuat Amberly secara refleks menjauh.Amberly sedikit mengangguk sambil tersenyum pada Gathan. Kemudian, lebih mendekati ranjang bapaknya.Sang bapak, sejak melihat Amberly masuk ke kamarnya, terus mengawasi tanpa berkedip. Amberly agak membungkuk untuk menyetarakan posisi wajahnya, supaya setara dengan wajah bapak yang terbaring."Bapak …." Dengan nada bergetar, Amberly memanggilnya."Kamu, siapa" Sedikit heran, dia bertanya."Namaku, Amberly."Tampak Berly agak tertegun. "Almira pernah mengatakan kalau punya anak perempuan, akan dinamakan 'Amberly'." ujarnya."Bapak masih mengingat ibu? Saya anaknya." Begitu Amberly mengakuinya, pandangan keduanya saling bertemu.Dari situlah, tangis Amberly jadi pecah. "Bapak …." Meraih tangan Berly, kemudian menciumnya dengan takzim."Kamu, anaknya Almira?" tanya Berly dengan mata bercahaya."Aku membawa keterangan lahirku. Saat ibu pergi dari rumah ini, ibu sedang mengandungku tiga bulan.""Kamu anak kandungku?""Bapak boleh tes darahku, bila meragukannya."Tiba-tiba Berly menangis tersedu-sedu. Tangannya bergerak agar Amberly mendekat.Tanpa berkata-kata lagi. Dua tubuh itu bersatu dalam sebuah pelukan. Sama-sama menangis untuk mengekspresikan rasa bahagia dan terharunya."Akhirnya Amber ketemu Bapak." Amberly mengangkat wajahnya, lalu mengusap tangis di sekitar wajahnya."Almira meninggalkanku. Tanpa kutahu ia sedang hamil.""Ibu juga tidak menjelaskannya dari kecil. Baru tiga hari yang lalu mengatakannya. Itu juga, melarangku untuk bertemu dengan Bapak.""Almira tidak begitu tertarik pada kekayaan, tetapi lebih pada kenyamanan hidup. Itu yang Bapak telat untuk memahaminya, hingga Almira pergi tanpa jejak." sesalnya."Kamu cantik, mirip ibumu." puji Berly.Amberly tersenyum. "Dulu ketika aku masih kecil, aku selalu bertanya, siapa bapakku? Sudah terjawab sekarang.""Tapi keadaanku sudah seperti mayat hidup begini. Sudah 10 tahun, aku sakit.""Apakah Bapak merindukan Ibu?""Almira tetap ada di hati Bapak." Pertanyaan Amberly langsung dijawab secara spontan oleh Berly."Ibu tidak menikah lagi, ia hanya mengabdikan dirinya hanya untuk membesarkanku.""Almira wanita yang baik, Bapak sangat mengenalnya. Sayangnya, nasib kita harus terpisah." Tampak air mata kembali merebak di pelupuk mata Berly. Dengan lembut, Amberly mengusapnya."Ho … ho … mengharukan sekali, pertemuan antara anak jadi-jadian dan bapaknya." Tiba-tiba suara lantang itu, muncul bersamaan dengan sosok orang yang ngomongnya. Ranti melangkah masuk dengan tampang arogannya. Dengan bibir penuh ejekan, ia semakin mendekati mereka.Akan tetapi, tangannya segera di pegang oleh Gathan. "Jangan ganggu mereka, Ma.""Kamu percaya, wanita muda ini anaknya papa?" protes Ranti, berusaha menepiskan tangan anaknya.Begitu melihat langsung wanita yang diceritakan ibunya dulu, sering mengintimidasinya. Mata Amberly langsung menyala.Ia langsung berbalik menghadapinya. "Itu menyatakan, kalau ibu saya tidak mandul. Seperti yang sering Anda cemoohkan pada ibu.""Menarik! Ternyata kamu lebih punya keberanian, ya? Daripada ibumu." ledek Ranti."Saya tidak takut pada Anda!""Mau bersaing merebut kedudukan di perusahaan? Jangan mimpi, tidak semudah itu!""Hem … sebenarnya, saya datang ke sini, cukup untuk bertemu bapak saja. Tapi Anda yang memulainya, Jadi keidean juga." balas Amberly, penuh senyum ejekan juga.Yang ada di ruangan itu, jadi fokus memperhatikan kedua wanita ini."Ibumu yang memilih untuk pergi! Otomatis semua haknya sudah diserahkan padaku!""Hak yang mana? Hanya sebagai istri kedua? Anak pun bukan darah daging bapak. Jadi, apa istimewanya, nyonya besar jadi-jadian?" kekeh Amberly tambah berani."Kamu!" tunjuk Ranti dengan geram. Belum pernah ia dilawan seperti itu."Saya hanya mewakili ibu yang telah ditindas hidupnya oleh wanita seperti Anda! Hingga mengalah untuk pergi dan menyelamatkan anaknya supaya tidak dilenyapkan oleh wanita jahat, seperti Anda!" Amberly merasa tidak takut, meski Almira pernah memperingatinya, agar bersikap hati-hati dengan wanita ini."Bukankah alasannya, karena ibumu merasa malu? Karena dirinya mandul?""Ibu saya tidak mandul. Kenyataannya saya lahir dari rahimnya. Ibu saya pergi, untuk menghindari orang yang ingin membinasakan hidup anaknya." Sorot mata Amberly sangat tajam. "Dan saya merasa yakin, Anda mengetahui keberadaan saya sejak lama." Tatapannya lebih tajam lagi, tidak melepaskan mata Ranti."Semakin rame saja dongengannya." Senyum sinis tergambar di sudut bibir Ranti. "Teruskan!" tantangnya.Amberly melirik Gathan sekilas, lalu ia bicara lagi. "Saya yakin, sekarang. Siapa yang ada di balik orang yang ingin melenyapkan saya. Anda berharap saya mati?"Ranti malah tertawa terbahak-bahak. "Semakin lucu saja dongenganmu itu. Apakah ibumu yang mengarangnya?""Anda boleh tertawa sekarang, sepuasnya! Tapi saya sudah berjanji pada ibu, bahwa saya yang akan merampas semua impian Anda! Hadapi, saya! Lain kali, Andalah yang akan meraung-raung di hadapan saya." Tanpa mengenal takut, Amberly terus membalas tatapan perang wanita itu."Buktikan! Siapa diri kamu sendiri. Mulut besarmu itu, tiada guna untuk melawanku!" Ranti mengibaskan tangan dari samping tubuhnya, kemudian segera berlalu dari kamar Berly.Hening untuk beberapa saat. Gathan tampak serba salah ada di ruangan itu, akhirnya dia undur diri secara perlahan mengikuti langkah ibunya.Perhatian Amberly kembali pada Berly. Duduk di tepi ranjang sebelahnya."Apakah, Bapak dirawat dengan baik?" tanyanya, merasa prihatin."Bapak dirawat oleh seorang suster."Amberly, tersenyum. "Aku akan berusaha merawat Bapak.""Bapak ingin bertemu dengan ibumu." mohon Berly"Andai ibu punya kekuatan untuk melawan wanita itu, ibu tidak akan memilih pergi dan membesarkanku dalam kesusahan. Tapi ibu lebih memilih menyelamatkan hidupku dari cakar wanita itu. Pasti Bapak paham, kalau ibu tidak ingin kembali ke sini.""Bapak rela keluar dari rumah neraka ini, asal kembali hidup bersama Almira. Bapak sangat merindukannya." keluh Berly."Sabar, Pak. Ibu sangat menghindari suatu konflik. Sebelum hidup Bapak dalam damai, ibu tidak akan nyaman berada di samping Bapak.""Bapak sekarang, jadi punya semangat hidup untuk sembuh. Bapak merestui kamu untuk tampil di depan umum, mengaku sebagai anak Bapak.""Sebenarnya aku tidak terlalu berambisi ke arah sana, Pak. Aku dari lahir sampai dewasa pun hidup susah, tidak jadi masalah. Hanya tindakan sewenang-wenangnya ibu Ranti inilah, yang membuatku ingin melawannya.""Kamu hati-hati saja."Amberly tersenyum. "Ibu sudah mengingatkanku.""Bapak sempat mendengar tadi, soal ada orang yang ingin melenyapkanmu?""Aku ingin mengusutnya nanti. Aku punya bukti-buktinya.""Benaran itu terjadi padamu?" tanya kaget Berly."Sudah terjadi, jadi jangan terlalu dipikirkan, Pak. Aku hanya perlu hati-hati saja.""Kalau benar, Ranti berani melakukan itu. Bapak jadi punya alasan untuk menceraikannya." tekad Berly.Dia berkata lagi. "Yang paling berat harus kamu lakukan, adalah saat menghadapi para tetua keluarga. Kamu harus benar-benar membuktikan kalau kamu benar-benar darah dagingku.""Biar mereka yang mengambil Sempel darahku, untuk melakukan tes DNA. Dan tidak boleh ibu Ranti melibatkan dirinya untuk memalsukan hasil tesnya." pesan Amberly."Biar Bapak yang urus." katanya memastikan. ****Sementara Golda sudah kembali ke dunia kerjanya. Dan Sherra sudah mengumumkan ke media, soal putusnya hubungan dengan Golda.Beberapa waktu Golda jadi diburu wartawan. Ah, memang wartawan kurang kerjaan. Dia bukan seorang aktor, tetapi berita tentang dirinya sangat menjual juga. Pengusaha muda seperti dirinya, cukup menarik paparazzi mengikuti kehidupannya dari waktu ke waktu."Intinya, hubungan saya dan Sherra sudah tidak sejalan lagi. Kita berbeda prinsip, sudah tidak bisa dilanjutkan ke jenjang pernikahan." ucap Golda di depan banyak wartawan yang mengelilinginya."Ada gosip yang menyangkut soal Sherra, benarkah berselingkuh di belakang Anda?" tanya salah satu dari mereka.Golda tampak terdiam. "Soal itu, saya tidak tahu. Bagi saya, kita pisah baik-baik."Golda menutup pertanyaan, tidak bermaksud menjawab lagi. Dia masuk ke ruangan, merasa cukup untuk menghadapi wartawan hari ini.Saat masuk kantornya, segera dihampiri oleh Raffiq asistennya."Jadi artis, heh?" ledeknya."Tapi aku sudah lega, terlepas dari hubungan ini." ucap Golda, duduk dikursi kebesarannya."Gak takut Sherra, berkata lain bermaksud menjelek-jelekanmu di depan wartawan?""Itu soal mudah, Raff. Tinggal tarik investasiku di perusahaannya saja. Habislah ia. Sherra tidak akan berani macam-macam padaku. Ia sendiri yang dalam posisi yang salah. Sekalinya aku mau buka mulut, foto-foto perselingkuhannya ada di galeriku. Jadi apa ia berani cari mati denganku?"Raffiq sendiri jadi bergidik. "Kamu tetap tidak bisa dikalahkan."Golda menyunggingkan senyumnya. "Selama ini, Aku sangat menjaga reputasiku. Aku tidak mau bertindak sembarangan.""Gosip gay kamu itu, pasti akan diungkit kembali sama mereka.""Tidak jadi soal juga. Setahun kedepan, Abang menulis wasiatnya, agar aku menikahi Amberly."Dengan muka terkejut. Asistennya itu langsung bereaksi. "Hah?"Amberly berdiri di hadapan para tetua yang nota bene merupakan saudara dari bapaknya. Rata-rata mereka adalah pemegang saham di perusahaan besar itu. Bapaknya, Berly Hanan ikut hadir, meski harus duduk di atas kursi roda. Memberi kekuatan kepada Amberly untuk menghadapi mereka.Berly sendiri yang memimpin rapat penting itu, menyatakan kalau Amberly anak kandungnya, dia memperlihatkan hasil dari tes DNA yang sudah diperoleh hasilnya. Jadi secara sah bisa memimpin salah satu perusahaan di bawah perusahaan PT. Borneo Grup. Sebuah perusahaan milik keluarga mereka, turun temurun"Terima kasih, Pak. Saya tidak akan mengambil kedudukan Bapak sebagai direktur atama di perusahaan pusat. Akan tetapi, sesuai domisili saya di Jakarta. Saya akan memimpin perusahaan di sana." ungkap Amberly sambil tersenyum."Tetapi perusahaan di sana, sudah di pegang oleh LiLian." kata salah satu yang hadir. Berkepala agak botak dan sudah tua.Berly bergerak memutar kursi rodanya lebih ke depan. "Soal itu, nanti
Golda memasuki lobi gedung perusahaan PT KAB Tbk. Tubuhnya yang tinggi dan berwajah tampan, banyak menarik perhatian tiap orang yang ada di ruangan itu. Lilian yang memang sedang menunggu kedatangannya, menelan ludah sendiri. Tidak salah lagi, lelaki tampan yang baru datang itu adalah Golda. Ia pernah melihat profilnya dari media internet. Melihat orangnya secara langsung, ternyata lebih menawan."Selamat pagi, pak Golda." sapanya, membuat langkah lelaki itu terhenti.Lilian tersenyum. "Selamat datang di perusahaan kami. Saya pribadi akan mengantarkan Bapak untuk bertemu dengan CEO."Golda hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Melanjutkan langkah sejajar dengan yang akan mengantarnya.Begitu ruangan terbuka, Golda melihat di meja kerja utama yang bertuliskan CEO, terlihat seorang wanita sedang menunduk. Kemudian secara perlahan terangkat wajahnya. Di saat seperti itulah tatapan keduanya bertemu. Golda agak mengerutkan keningnya, sambil tidak melepaskan tatapannya. 'Pasti pandanga
Lilian tampak cerah raut wajahnya, sementara Amberly, biasa saja."Ternyata kamu, datang berdua. Kenapa tidak sekalian saja yang hadir di kantormu itu, semua kamu bawa?""Perkenalkan, Lilian saudari tiriku." Amberly mengabaikan sindiran dari Golda.Golda pun sama sikapnya. Tidak menggubris perkenalan Amberly. Tidak mau tahu, entah itu saudara tirinya, atau siapanya dia. Golda merasa kesal, ternyata Amberly menemuinya tidak sendiri.Dia tidak melirik Lilian sedikit pun, tetapi terus menatap Amberly dengan tajam, sampai wanita itu duduk dihadapannya."Matamu tidak mau mengedip?" tegur Amberly. "Apakah ada yang salah dengan penampilanku?"Tatapannya tetap tidak dialihkan. "Aku ingin ketemu dengan Ange." "Aku kira, kamu akan membahas soal perusahaan." Amberly membuang wajahnya. "Ange baik-baik saja. Jadi stop menanyakan anakku." Memberi jawaban.Amberly menerima buku menu yang disodorkan pelayan restoran. Fokus memilih menu. Tidak lama kemudian, "Silahkan Pak Golda memilih sendiri." kata
"Om Odaa … !" lengking suara Angel begitu nyaring saat melihat Golda berdiri di depan pintu. Sementara Amberly yang membukakan pintunya, jadi melebarkan mata.Tubuh mungil Angel langsung diangkat oleh Golda, kemudian menciuminya penuh dengan kerinduan. "Ange kangen Om, gak?" tanyanya. Membuat jarak, agar dia bisa melihat wajah Angel."Napa Om lama sekali, ndak ketemu Anye?"Amberly menarik nafas , semoga Golda tidak menjawab yang menyudutkan dirinya."Om sibuk bekerja dan baru bisa datang sekarang." Kembali Golda mencium pipi gembilnya Angel."Om, ajak Anye ke taman.""Mengapa Ange mau ke taman, hum?"Anye pengen ketemu Papa." Untuk sejenak Golda tertegun. Taman yang dimaksud Angel adalah rumahnya dulu."Boleh, tapi nanti kalau Om tidak begitu sibuk bekerja." jawab Golda sedikit terharu. Angel mengingat Ethan, papanya.Angel terlonjak gembira. "Asik! Anye juga pengen liat bunga, di sini ndak ada." Golda mengeratkan pelukannya. Mulai melangkah ke dalam rumah. Mengikuti Amberly yang ter
Sudah saatnya Amberly mendampingi Golda, untuk mengadakan peninjauan ke lokasi proyek. Amberly sengaja mengajak Gathan dan Lilian, yang jelas ia tidak mau sendirian. Entahlah, merasa enggan saja untuk bersama sendirian dengan Golda. Ada rasa takut yang ia sendiri tidak bisa jelaskan. Ternyata Golda tidak protes lagi, mengajak mereka untuk pergi bersama dalam satu mobil SUV miliknya.Ketika tiba di lokasi pembangunan perkantoran kecamatan yang dipindahkan ke lokasi yang lebih luas, masih terlihat dalam tahap pembenahan. Supaya tanah yang tidak rata, pakai alat berat jadi rata.Golda hanya lebih menyelidik melalui pandangannya pada pribadi Gathan, karena Amberly lebih tampak akrab dengannya.Sementara Lilian lebih inten memberi penjelasan secara detail sambil memegang beberapa denah perkantoran yang akan di bangun di beberapa titik.Tanah itu tidak rata, dan mereka ada di tepi tebing yang tidak begitu curam. Namun, bagi Amberly yang pernah punya trauma dengan kondisi tebing, membuat ia
Setengah jam sebelum kepulangannya, Amberly sudah ke luar gedung kantornya. Ceklek! Ia membuka pintu mobilnya. Begitu sudah masuk, terdengar teguran dari seseorang. "Mau kabur, sebelum jam kerja berakhir? Aku sudah mengantisipasinya." Dilihat, Golda sedang berdiri di samping mobilnya."Kenapa harus memaksa?" "Harus! Kalau tidak dipaksa kamu akan selalu menentangku. Mau diperlakukan seperti karung beras, seperti tadi?" ancam Golda.Tentu saja ia tidak mau diperlakukan begitu lagi oleh Golda.Dengan terpaksa Amberly keluar dari mobilnya. Golda tersenyum penuh kemenangan, ingin saja ia memeluk tubuh ramping itu dan menghujaninya dengan ciuman. Namun, itu hanya angannya, tidak mungkin dia lakukan, kalau tidak ingin mendapat tamparan dari Amberly.Golda membimbing Amberly untuk masuk ke dalam mobilnya. Lalu, dia duduk di belakang kemudi. "Nanti pun kita akan jadi suami-istri, dan aku ingin Ange, memanggilku Ayah." "Kamu bukan ayahnya." "Kalau sudah jadi suamimu, aku otomatis jadi ayahny
Seharian ini, Golda bersama Angel. Anak kecil itu, tampak seolah melupakan rasa sakitnya. Keberadaan Golda cukup menghiburnya, ia selalu tertawa, karena ternyata sikap Golda mampu berinteraksi dengan anak kecil sebegitu baiknya."Aku tetap akan memeriksakan Angel pada dokter." ungkap Amberly. Ikut duduk di kursi tamu, saat Golda sedang memangku Angel. Memperhatikan kalau Golda masih mengenakan baju kemarin yang dia pakai."Aku akan antar, supaya tahu Ange sakit apa." Golda menanggapi."Aku punya kemeja Ethan, yang sengaja aku simpan." kata Amberly, lebih memperhatikan. Mungkin Golda perlu mengganti pakaiannya.Akan tetapi, Golda malah tertawa. "Tubuh bang Ethan itu kurus, mana muat di badanku."Amberly berpikir, sambil menilik tubuh Golda yang kekar dan berisi. "Ya, memang ukurannya kecil.""Untuk apa kamu menyimpan baju abangku?" tanya Golda."Sebagai kenang-kenangan, itu merupakan baju kesayangannya." "Kamu benar-benar sangat mencintainya?" Amberly membuang muka. Kenapa Golda masi
Ethan merasa kaget saat mendengar jeritan bi Lasih, di pagi hari. Dia bermaksud mendekati pengasuhnya.Namun, kemudian, wanita tua itu melarangnya untuk mendekat. Segera ia menutup pintu."Aden jangan ke sini. Diam di dalam saja." larang bi Lasih."Ada apa, Bi?""Ada seseorang di depan pintu, penuh dengan luka-luka. Aden jangan lihat!" Bi Lasih lebih memikirkan mengenai kondisi jantung Ethan."Bibi akan menangani wanita malang ini. Perlu dibersihkan dulu. Mungkin kita perlu seorang dokter?""Apakah dia masih masih hidup?""Masih bernapas, Den. Tapi penuh dengan luka dan pakainnya tidak semestinya Aden lihat. Jadi Aden jangan ke sini." Bi Lasih tetap melarangnya untuk ikut melihat kondisi wanita yang tiba-tiba ada di depan pintu rumah Ethan."Apakah kita perlu lapor polisi?" Tanya bi Lasih, merasa gamang."Ambil gambarnya saja, Bi. Kita tolong dulu kondisi dia. Aku malas berurusan dengan polisi." ucap Ethan."Duh, semoga gadis ini tidak parah dan masih bisa diselamatkan hidupnya. Bibi
Seperti biasa Golda memandikannya dengan cara dilap. Sekarang tangannya lebih nakal dan menggoda Amberly.Kadang mereka berciuman dengan asiknya, tetapi tidak bisa lebih lagi. Karena Amberly masih sakit.“Sabar, belum waktunya.” Amberly mendorong tubuh Golda dengan lembut.Napas Golda yang sudah sedikit memburu, jadi melemah. Hasratnya tidak bisa terus lanjut, merasa terhalangi oleh fisik istrinya.Golda menatapnya penuh kabut, merapatkan dahi ke istrinya dengan mengatur napas lebih teratur. Beberapa lama dia bersikap begitu, Amberly hanya bisa menahan senyumnya. Lalu mengusap-usap dadanya dengan lembut.“Aku sudah ada di tanganmu, jangan terburu-buru.” ucapnya.“Kau godaan terbesarku, bisa disentuh, tapi tidak bisa diapa-apakan. Kamu curang ….” Golda berkata dengan menelan ludahnya.Amberly terkikik, kemudian menjauhkan wajahnya. “Kita belajar lebih mengakrabkan diri, apa kamu tidak ambil manfaatnya?”“Ya, kamu benar.” Golda akhirnya menyetujui, kemudian mengambil air minum dan meneg
“Kamu mau berbulan madu sama aku?” tanya Golda, setelah Gathan dan Lilian berpamitan.“Sama siapa lagi, sama kucing?” Amberly memalingkan wajahnya ke arah lain.“Kamu tahu, kan? Arti dari bulan madu? Kamu dan aku bersatu saling memadu kasih? Layaknya suami istri seperti pada umumnya.” Golda bertanya tidak percaya.“Aku ingin Ange punya adik, tidak jadi anak tunggal.” ujar Amberly ringan.Membuat Golda semakin ternganga, dibuatnya.“Tutup mulutnya, jangan malah bengong.” peringati Amberly. Tidak tahu apa yang harus dikatakan, Golda seperti menerima durian runtuh. Hanya bisa terbengong-bengong.“Apakah kamu waras? Diam saja.” Amberly menegurnya.“Hampir tidak percaya kamu mengatakannya.” Tiba-tiba air mata merebak di pelupuk mata Golda. Dia duduk disamping ranjang Amberly. Dengan lembut, Amberly menatapnya. “Kita mulai hidup baru dan lupakan semuanya.” Amberly meengambil sejumput rambut bagia depan Golda dan memainkannya. “Aku hampir tidak percaya, mendapatkan anugerah yang tidak ter
Tangan kanan yang di infus, mulai membuka baju tangan yg di gips. Terasa sulitnya membuka pakaian dari rumah sakit itu hanya ada tali yang tidak diikatkan. Mata Amberly melihat pada Golda yang malah bengong."Bisa bantu aku?" tanyanya.Tentu saja Golda tampak terkejut. Dia agak terbata-bata menjawabnya. "A --- aku ...?""Siapa lagi? Kamu suamiku, bukan?" kembali tanya AmberlyDengan agak tertegun sejenak, Golda tergagap. "Ka ---kamu yakin aku yang harus membuka bajumu?""Siapa lagi?" Sambil memutar matanya, tangan kanan Amberly berusaha terus membuka bajunya. Hingga sebagian dadanya terlihat.Dengan menahan napas, Golda membantu Amberly melepas pakaiannya dari tangan yang di gips.Jantung Golda bergemuruh dengan detak tidak keruan. Dia melihat kulit dadanya yang seputih susu dan membusung, tanpa baju yang menghalangi lagi.Namun, dia harus meneruskan apa yang sudah dilakukan.Sebenarnya sudah tidak tahan, melihat keindahan tubuh Amberly. Dengan sekuat tenaga berusaha mengendalikan dir
Dalam keadaan oleng itu, Amberly merasa terdesak harus kembali membanting setir. Karena posisi mobil kecil semakin terpepet, mobil besar mau menggilasnya.Itu jelas perbuatan yang disengaja, akhirnya Amberly menabrak gundukan di depannya. Tidak terhindarkan.Ia merasa ini akhir hidupnya, dadanya merasa sesak. Gelap gulita, tidak sadarkan diri.Bangun dari pingsan, tahu-tahu Amberly sudah berada di rumah sakit. Kaki dan tangannya di bebat, sepertinya kena patah tulang.Menyadari bahwa ada seseorang di sisi tempat tidurnya. “Sully … “ usapnya pada rambut Sully.“Am! Kau sudah sadar? Syukurlah ….” ucap Sully penuh rasa lega, jadi menatapnya.Amberly tersenyum sebelum menjawab. “Aku selamat.”“Maafkan aku tidak bisa menolongmu.”“Kaukah yang dalam penyanderaan Rojak?” tanya Sully.“Makanya aku tidak bisa berbuat apa-apa.”“Tidak juga, kamu berani memberi perlawanan meski beresiko membahayakan keselamatanmu juga.”“Aku hanya bisa memperhatikan bendera, jadi kadang aku rebut setirnya, dan b
Alangkah kagetnya Amberly, secara cepat ingin mengangkat tubuh Golda supaya ke atas.“Beri ampun padaku atas apa yang kulakukan, Amberly ….” kata Golda dengan nada penuh penyesalan.Tubuhnya sudah terguncang-guncang karena isak tangisnya. Dia tetap bertahan dalam posisi bersujud di depan Amberly.“Jangan begini Gold, bangkitlah! Aku memaafkanmu.” jawab Amberly yang langsung direspons oleh Golda.“Mengapa kamu begitu mudah memaafkan?” tanya Golda sambil menengadahkan wajahnya.“Seperti yang diutarakan ibuku sebelumnya, kamu melakukannya dalam keadaan tidak sadar, kenapa aku harus mengingat terus kesalahan yang tidak tersimpan di ingatanmu?” Pandangan mereka bertemu.“Amber … Lelaki bejat ini tahu akibat perbuatannya, kamu sangat menderita.” Suara serak Golda menjelaskan perasaannya.“Jangan ingat lagi, mari kita lupakan kejadian yang tidak menguntungkan ini. Aku sudah sembuh, jiwaku merasa bebas sekarang. Karena aku sudah berhasil mengampunimu.”“Amber, sebenarnya aku tidak layak mendap
Hari-hari selanjutnya, Amberly tetap sabar dalam menghadapi sikap Angel yang belum reda dari ngambeknya. Tidak mau memaksa, dirinya yang memang salah. Ia juga sambil menunggu hasil perkembangan kasus akibat perbuatan Rojak.Amberly terkejut dengan kedatangan Gathan dan Lilian ke rumah sakit. Mereka berpelukan dan saling menyatakan kerinduan. “Kemana saja, Am? Menghilang begitu saja?” tanya Gathan, menatap Amberly sangat dalam.“Aku membantu bapak di pertambangan.” jawab Amberly tenang sambil menyunggingkan senyumnya.“Tidak mungkin kamu jauh-jauh datang ke sana, tanpa tujuan.” Kini Lilianlah yg berbicara. Amberly mengalihkan tatapannya pada Lilian. “Ya! Kak Lilian pasti sudah tahu, ibu Ranti dijemput paksa sama polisi.”“Kita tidak mempermasalahkannya, kalau itu benar mama ada keterkaitan di penculikanmu beberapa tahun lalu. Aku tidak berpihak pada mama atas kejahatan yang telah diperbuatnya. Biar pihak pengadilan yang membuktikan.” kata Gathan, menepuk-nepuk bahunya.“Kamu sudah me
Begitu membuka pintu, Amberly melihat bapaknya datang.“Bapak langsung kemari?” tanya Amberly. “Tentu saja, Bapak ingin tahu yang terjadi padamu. Bagaimana keadaan menantu Bapak?” “Sudah tertolong, Pak.” Amberly menerima pelukan Berly Hanan.“Syukurlah ….” Berly Hanan bernapas lega, kemudian melepas pelukannya. “Kamu tidak apa-apa?” Terlihat khawatir, hingga melihat wajah Amberly dan seluruh tubuhnya. “Am, hanya kena pukulan beberapa kali, tapi tidak apa-apa. Benjut sedikit masih bisa Am tahan” Ia terkekeh, mengikuti langkah bapaknya.“Kamu jadi wanita kuat.” ujar Berly tersenyum, menggusak puncak rambut anaknya.Berly Hanan melihat Golda, lalu bertanya. “Bagaimana keadaanmu sekarang?”“Sudah membaik, tinggal pemulihan.” jawab Golda.“Sabar, pelakunya akan segera ditindak.” Berly menatapnya.“Mungkin sebentar lagi, polisi akan kemari untuk menanyakan kronologinya.”“Semoga polisi jeli hingga dapat mengungkap kasusnya. Kenapa sangat pas ada di tempat kejadian?”“Saya ingin bertemu Am
Golda meringis menahan sakit, Amberly segera memangku kepalanya tanpa ragu.Ia mengusap wajah tampan itu dengan tangan gemetar. "Kenapa kamu ada di sini?" tanya Amberly."Maafkan aku, Amberly." Golda memejamkan mata, tidak sanggup bicara lagi. "Golda!" teriak Amberly panik, saat melihat kepala Golda terkulai di pangkuannya."Pak, tolong segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk dapat pertolongan." pinta Amberly ke supir."Iya … iya …" Pak supir segera bergerak memangku tubuh Golda, kemudian dibantu mengangkatnya ke mobil oleh Amberly.Amberly duduk terlebih dahulu, lalu meletakkan kepala Golda di atas pangkuannya kembali.Amberly menepuk-nepuk pipi Golda secara pelan. Tetapi Golda tetap tidak bereaksi."Mengapa kamu datang, saat aku dalam bahaya? Dari mana kamu tahu aku ada di sini?" tanya Amberly.Tentu saja pertanyaannya tidak terjawab. Untuk menghilangkan kecemasannya, Amberly menangis."Dia siapa, Am?" tanya Sully yang duduk di depannya, samping pak supir.Amberly melihatnya. "
Untuk beberapa minggu, Sully merasa aman karena Rojak berhenti untuk mengganggunya. Pikir Amberly pun, Rojak merasa kapok sudah dihajar olehnya. Namun, kewaspadaan tetap ia jalankan, mengingat peringatan dari pak Hadi.Waktu libur yang lebih panjang, Amberly bersama Sully kedaerahnya, bertemu dengan kedua anaknya. Yang satunya sudah remaja berumur 14 tahun, cantik seperti ibunya. Yang kedua baru berumur sembilan tahun, seorang anak laki-laki."Inilah alasanku bekerja, Am. Kinara sudah mau masuk SMA. Ia mengincar sekolah favorit yang cukup besar biayanya." terang Sully."Kamu pasti bisa dengan gajimu sekarang, dipertambangan.""Aku juga harus berbagi dengan ibuku yang merawat kedua anakku. Aku menabung juga untuk membeli rumah sendiri." ungkap Sully."Ibuku juga menganggap, pendidikan hal yang terpenting. Meski dengan warung kecilnya, beliau mampu menjadikan aku sarjana." Ceritakan tentang hidupmu, Am. Sejauh aku kenal dirimu, tidak pernah menceritakan keluargamu." pinta Sully."Aku l