Dengan penuh tekad dan semangat membara, Amberly terbang ke daerah Pulau Kalimantan. Hanya berbekal alamat rumah dan perusahaan, yang dibeti dari ibunya.
Benar saja, saat sudah ada di depan rumah bapaknya, Amberly tertegun. Rumah itu tampak seperti istana, sangat besar dan luasnya. Terlihat saat ia mengintip dari pintu pagar rumahnya.Amberly dihampiri oleh satpam, kemudian di tanya-tanya sesuai dengan tugas yang diembannya. Amberly memperlihatkan KTP dan menyatakan niatnya untuk bertemu dengan bapak Berly Hanan. Tentu saja tidak mudah untuk mendapatkan izinnya, harus ada konfirmasi dari keluarganya dulu, terutama istrinya, ibu Ranti.Ia tidak keberatan, mendengar bapaknya masih hidup saja sudah senang. Dengan tidak banyak bertanya, Amberly menunggu.Sementara di dalam rumah, seorang wanita setengah baya dengan rambut disasak tinggi dan rapi, tampak sedang mendengar lewat telepon laporan dari satpamnya.Matanya tiba-tiba terbelalak. Siapa namanya, Pak?""Amberly, Bu."Mendengar nama tamunya disebut secara jelas, membuat wanita setengah baya itu semakin kaget. "Tahan dulu di sana, Pak. Jangan izinkan masuk dulu. "Kenapa, Buk?" tanya satpam."Saya belum mengenal dia. Pak Komang jangan sembarangan masukin orang ke rumah ini. Paham?" ucapnya tegas."Baik, Bu." Telepon langsung ditutup Sang penerima. Satpam yang disebut pak Komang itu, jadi serba salah untuk bagaimana cara menyampaikan pada tamunya? Lalu bicara. "Maaf, Buk. Ibu Ranti tidak mengenal nama Ibuk, jadi saya dilarang untuk menerima tamu yang tidak dikenal." katanya sedikit tidak enak hati.Amberly sudah menduga, bahwa bila Ranti yang pertama mengetahui kedatangannya, pasti akan ditolak. Almira sudah bercerita banyak soal kejahatan wanita itu pada dirinya. Ia jadi lebih curiga, kalau Ranti mengenal namanya, berarti ia sudah tahu siapa dirinya. Semakin kuatlah dugaan Amberly, kalau Ranti ada di balik penculikan itu. Amberly jadi ngakal. Bagaimana cara melewati penjagaan satpam ini?"Pak, maaf. Boleh saya numpang ke kamar mandi? Saya sudah kebelet, nih, mau buang air kecil." Amberly berusaha mencari alasan dengan gerakan seolah ia sedang kebelet pipis."Duh, gimana nih, Buk?""Masa saya harus pipis di sini, Pak?" tanyanya, penuh akting.Tiba-tiba terdengar klakson dibunyikan dari arah luar gerbang. Tidid! Tidid!Pak Komang tampak kebingungan. "Sebentar, Buk. Ada mobil yang mau masuk. Saya buka dulu." 'Ini kesempatan, untuk diam-diam melipir lewat samping rumah ini'. pikir Amberly.Akan tetapi, sebelum pak Jomang beranjak mau membuka gerbang lebih lebar, dia berpesan lebih dulu pada Amberly."Tetap di tempat, Buk. Saya nanti akan antar." Pak Komang masih mengingat ancaman Bu Ranti yang sangat ditakutinya itu. Tamunya tidak boleh lolos masuk ke rumah.Ketika pak Komang berusaha menggeser pintu gerbang yang tinggi, Amberly tidak menggubris perintahnya. Ia segera melangkah cepat, menuju samping rumah. Setelah menutup lagi gerbang, pak Komang melihat Amberly. Dia segera mengejar langkah wanita cantik itu. "Buk! Buk! Saya akan antar." teriaknya. Namun, Amberly semakin mempercepat langkahnya."Ada apa, Pak Komang?" tanya orang yang baru turun dari mobil yang masuk tadi.Amberly sempat melirik sumber suara itu. Tampak seorang laki-laki berperawakan tinggi dan berwajah tampan, setara Golda. 'Mengapa ia jadi mengingat lelaki itu?' batinnya.Langkahnya jadi terhenti.Laki-laki tampan itu jadi mendekati ke arah mereka. Begitu mendekat, Amberly baru sadar, ingin meneruskan langkahnya lagi.Pak Komang tidak membiarkan tamunya lolos begitu saja. Bisa-bisa dia akan kehilangan pekerjaan yang sudah bertahun-tahun dijalaninya ini. Pak Komang berusaha menangkap pergelangan tangan Amberly dan dia berhasil mendapatkannya."Saya sudah bilang kan, Buk? Akan mengantarkan Ibuk ke kamar kecil." tegurnya. Namun, tangan Amberly terus ditariknya."Ada apa ini, Pak?" Lelaki yang baru datang tadi, jadi penasaran, jadi menghampirinya. Terlebih dia tertarik pada raut wajah wanita ini yang terlihat sangat cantik."Ini Pak Gathan, ada tamu ingin ketemu bapak, tapi Bu Ranti tidak mengijinkannya. Jadi gimana ini, Pak? Saya takut dimarah Bu Ranti, soalnya." keluh pak Komang."Apa maksud anda, mau ketemu dengan bapak? Maksudnya pak Berly, Bukan?" Tatapannya langsung pada Amberly."Ya, saya ingin bertemu dengan pak Berly. Mengapa dihalangi?" Sambil menjawab pertanyaannya, Amberly segera menepis tangan pak Komang yang terus memeganginya."Tentu saja sebagai tamu yang belum kita kenal, kita tidak sembarang untuk mengijinkan bertemu dengan beliau. Perkenalkan dulu diri Anda, siapa?" Nada suara lelaki ini, tampak lemah lembut."KTP saya, sudah saya serahkan ke pak satpam ini." jawab ketus Amberly."Tujuan Anda ingin bertemu dengan beliau, kalau boleh saya tahu, apa?" "Hanya ingin bertemu saja, apa tidak boleh?" tantang Amberly dengan tatapannya.Laki-laki yang tadi disebut 'pak Gathan' itu, tersenyum. Merasa tertarik oleh sikap wanita cantik ini."Ambil KTP-nya, Pak. Saya ingin melihatnya."Pak Komang segera tanggap, mengambil KTP yang tadi dia geletakan di meja posnya."Jadi namamu, Amberly?" tanya Gathan. Setelah Pak Komang memberikan KTP padanya. Tatapannya penuh selidik."Ya." Amberly menjawabnya secara singkat."Apa maksud kedatangan Anda?" Kembali Gathan menyakannya."Apakah Anda mengingat nama ibu Almira?" tanya Amberly langsung menanyakan pada pokoknya. Terlihat Gathan menautkan kening, berusaha mengingat-ingat. Kemudian Amberly melihat perubahan pada air muka Gathan."Apa hubungan Anda dengan beliau?" Gathan bertanya lagi mulai serius."Tentu saja saya anaknya. Dan alasan saya ingin bertemu dengan pak Berly, tentu Anda mengerti." katanya tegas.Gathan menatapnya dengan seksama. "Saya masih kecil waktu ibu Almira belum pergi dari rumah, tetapi saya tahu siapa nama istri pertama bapak. Silahkan masuk ke dalam rumah, kita bicara lebih lanjut, di sana." Dengan sopan, Gathan membimbingnya masuk lewat pintu depan.Pak Komang tampak terbengong, saat menyimak obrolan keduanya. 'Wanita cantik ini, anak dari istri pertamanya? Mengapa dilarang masuk?' Kalau Bu Ranti tahu.Sebenarnya, Amberly sudah tahu siapa Gathan. Dia adalah kakak tirinya, anak ibu Ranti dari suami pertamanya. Walau informasi yang berusaha ia cari hanya sedikit didapatkannya, tapi Amberly tahu mengenai keluarga inti dari bapaknya. Menurut keterangan yang ia peroleh dari media internet, dijelaskan kalau pak Berly Hanan memiliki istri bernama Ranti dan dua anak yaitu Gathan dan Lilian. Sepasang, laki-laki dan perempuan. Tidak ada anak lainnya, juga tidak ada keterangan lain, selain sebagai pengusaha dalam bidang perkayuan yang sangat sukses. Dan perusahaan di bidang lain, di berbagai cabang kota-kota besar, termasuk Jakarta. Bahkan nama ibunya pun tidak disebutkan sebagai istri pertamanya. Amberly merasa sedih, apakah bapak telah melupakan ibu?Begitu Amberly tiba di ruangan besar dengan banyak kursi yang terbuat dari ukiran kayu, hatinya merasa tersayat. Mengingat hidupnya hanya sederhana saja. Namun, sama sekali Amberly tidak menyesali pilihan hidup yang ibunya jalani. Namun, kehilangan momen kebersamaan bapaknya inilah yang membuat ia merasa miris."Duduklah, Amberly." Secara ramah, Gathan mempersilahkannya. "Saya akan menemui ibu saya dulu. Diharap menunggu." senyumnya terbentuk dengan bagusnya, menyempurnakan wajahnya yang memang tampan. Lalu dia berjalan ke dalam rumah.Amberly termenung sendirian, tidak lama seorang pelayan menyuguhkan minuman dan beberapa kue di dalam toples.Sementara Gathan menemui Ranti di kamar pribadinya, setelah meminta pelayan untuk menyuguhkan minuman dan cemilan."Mengapa kamu membawa wanita muda itu, ke dalam rumah ?" tegur ibunya secara langsung, dengan ekspresi wajah yang tidak berusaha ia sembunyikan terlihat kesalnya. Begitu Gathan memunculkan diri di hadapannya."Ibu tahu, siapa Amberly?" Ranti membuang mukanya. "Tidak!" Menjawabnya singkat."Mengapa ibu melarangnya untuk masuk?""Demi keamanan. Kita tidak tahu kan, siapa dia? Memang kamu mengenalnya?"Gathan menatap ibunya sangat lekat. "Benar, Mama tidak mengenalnya?""Kamu tidak percaya sama Mama, Than? Paling-paling juga, sales yang biasa mau menawarkan dagangannya." jawabnya cuek."Kalau aku katakan dia anak papa. Apakah mama percaya?" Mata Ranti menyala sesaat, kemudian biasa lagi. "Tidak mungkin! Wanita itu mandul. Tidak mungkin punya anak." sangkalnya langsung."Kenyataannya, ia mengaku anak papa." "Jangan mudah percaya. Wanita itu ular! Keluarga kita, termasuk kakek dan nenekmu, tidak menyukainya. Makanya dia kabur. Bisa saja itu anak orang lain. Harus benar-benar dibuktikan." ketus Ranti."Kita ijinkan saja untuk bertemu papa, Ma." "Papamu pasti percaya-percaya saja. Apalagi dengan keadaannya sekarang." cibirnya, tidak suka."Kita bisa tes DNA kan, Ma? Untuk membuktikannya.""Mama tidak mau capek-capek melakukannya. Buang-buang waktu saja. Langsung usir aja. Beres persoalan!" "Itu sangat tidak adil. Bila benar dia anak papa, justru inilah yang sangat diharapkan keluarga besar. Sebagai penerus sah dari keturunan papa. Ingatlah, Ma. Mama telah dianggap gagal, memiliki pewaris buat keluarga ini." Mata Ranti menyala lagi. "Inilah! Yang Mama sesalkan. Padahal bisa saja Berly yang mandul! Sudah jelas-jelas ada kalian! Berarti rahim Mama, baik-baik saja, dong. Sialan!" Ranti membuang sesuatu di atas meja riasnya di depan Gathan.Gathan sudah tidak aneh dengan tingkah ibunya yang mudah marah itu."Tenang, Ma." Gathan berusaha menenangkan Ranti. "Kita menghadapinya dengan kepala dingin."Ranti malah mendengus kesal. Disebabkan, ia tahu karakter anak sulungnya yang tidak seperti dirinya. Gathan selalu terlihat tenang dalam menghadapi segala sesuatunya. Tidak pernah terburu-buru, sangat terencana, dan baik hati.Dia memeluk bahu ibunya. "Mengenai Amberly, biar aku yang menghadapinya." Meski agak sangsi, tapi soal menghadapi wanita, Ranti sangat percaya pada sikap romatis Gathan. Banyak wanita yang terpikat dan mengejar-ngejar cintanya. Hah! Mengapa tidak memanfaatkan Gathan saja? Supaya membuat jatuh cinta wanita yang bernama Amberly itu, setelahnya ditendang jauh-jauh.Dengan punya ide seperti itu, Ranti tersenyum pada anaknya. Tidak membantah lagi.Gathan sempat memperhatikan wajah cantiknya Amberly. Wanita ini yang seharusnya menikmati kekayaan bapaknya, tapi dia yang hanya anak sambung saja, justru yang lama memanfaatkannya.Tidak lama Gathan kembali balik menghampiri Amberly."Saya akan antar Anda menemui papa." ucapnya memastikan.Amberly, menatapnya penuh penghargaan. "Baiklah! Aku sangat berterima kasih atas kebaikan hati Anda." Memunculkan senyum pertamanya."Kita keluarga, aku merasa sikap kita terlalu formil. Apa kita bisa bersikap, biasa saja?" usul Gathan."Anda yang memulainya, saya hanya sekedar mengikuti." balas Amberly."Ah, aku tidak terlalu suka formil-formilan." Gathan tertawa kecil, lalu mengajak Amberly. "Mari, aku tunjukan kamar papa."Di ranjang itu, yang pertama Amberly lihat, adalah seorang lelaki yang sangat kurus. Dengan mata cekung dan kulit berwarna pucat, tetapi bersih.Inikah bapaknya yang sangat dirindukan? Seumur hidup Amberly sangat mendambakan untuk bertemu. Segala rasa berkecamuk dalam hatinya. "Papa sudah lama sakit, hanya bisa terbaring di tempat tidurnya. Karena mengalami stroke dan penyakit gula." terang Gathan, setengah berbisik di dekat telinganya. Hal itu membuat Amberly secara refleks menjauh.Amberly sedikit mengangguk sambil tersenyum pada Gathan. Kemudian, lebih mendekati ranjang bapaknya.Sang bapak, sejak melihat Amberly masuk ke kamarnya, terus mengawasi tanpa berkedip. Amberly agak membungkuk untuk menyetarakan posisi wajahnya, supaya setara dengan wajah bapak yang terbaring."Bapak …." Dengan nada bergetar, Amberly memanggilnya."Kamu, siapa" Sedikit heran, dia bertanya."Namaku, Amberly."Tampak Berly agak tertegun. "Almira pernah mengatakan kalau punya anak perempuan, akan dinamakan
Amberly berdiri di hadapan para tetua yang nota bene merupakan saudara dari bapaknya. Rata-rata mereka adalah pemegang saham di perusahaan besar itu. Bapaknya, Berly Hanan ikut hadir, meski harus duduk di atas kursi roda. Memberi kekuatan kepada Amberly untuk menghadapi mereka.Berly sendiri yang memimpin rapat penting itu, menyatakan kalau Amberly anak kandungnya, dia memperlihatkan hasil dari tes DNA yang sudah diperoleh hasilnya. Jadi secara sah bisa memimpin salah satu perusahaan di bawah perusahaan PT. Borneo Grup. Sebuah perusahaan milik keluarga mereka, turun temurun"Terima kasih, Pak. Saya tidak akan mengambil kedudukan Bapak sebagai direktur atama di perusahaan pusat. Akan tetapi, sesuai domisili saya di Jakarta. Saya akan memimpin perusahaan di sana." ungkap Amberly sambil tersenyum."Tetapi perusahaan di sana, sudah di pegang oleh LiLian." kata salah satu yang hadir. Berkepala agak botak dan sudah tua.Berly bergerak memutar kursi rodanya lebih ke depan. "Soal itu, nanti
Golda memasuki lobi gedung perusahaan PT KAB Tbk. Tubuhnya yang tinggi dan berwajah tampan, banyak menarik perhatian tiap orang yang ada di ruangan itu. Lilian yang memang sedang menunggu kedatangannya, menelan ludah sendiri. Tidak salah lagi, lelaki tampan yang baru datang itu adalah Golda. Ia pernah melihat profilnya dari media internet. Melihat orangnya secara langsung, ternyata lebih menawan."Selamat pagi, pak Golda." sapanya, membuat langkah lelaki itu terhenti.Lilian tersenyum. "Selamat datang di perusahaan kami. Saya pribadi akan mengantarkan Bapak untuk bertemu dengan CEO."Golda hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Melanjutkan langkah sejajar dengan yang akan mengantarnya.Begitu ruangan terbuka, Golda melihat di meja kerja utama yang bertuliskan CEO, terlihat seorang wanita sedang menunduk. Kemudian secara perlahan terangkat wajahnya. Di saat seperti itulah tatapan keduanya bertemu. Golda agak mengerutkan keningnya, sambil tidak melepaskan tatapannya. 'Pasti pandanga
Lilian tampak cerah raut wajahnya, sementara Amberly, biasa saja."Ternyata kamu, datang berdua. Kenapa tidak sekalian saja yang hadir di kantormu itu, semua kamu bawa?""Perkenalkan, Lilian saudari tiriku." Amberly mengabaikan sindiran dari Golda.Golda pun sama sikapnya. Tidak menggubris perkenalan Amberly. Tidak mau tahu, entah itu saudara tirinya, atau siapanya dia. Golda merasa kesal, ternyata Amberly menemuinya tidak sendiri.Dia tidak melirik Lilian sedikit pun, tetapi terus menatap Amberly dengan tajam, sampai wanita itu duduk dihadapannya."Matamu tidak mau mengedip?" tegur Amberly. "Apakah ada yang salah dengan penampilanku?"Tatapannya tetap tidak dialihkan. "Aku ingin ketemu dengan Ange." "Aku kira, kamu akan membahas soal perusahaan." Amberly membuang wajahnya. "Ange baik-baik saja. Jadi stop menanyakan anakku." Memberi jawaban.Amberly menerima buku menu yang disodorkan pelayan restoran. Fokus memilih menu. Tidak lama kemudian, "Silahkan Pak Golda memilih sendiri." kata
"Om Odaa … !" lengking suara Angel begitu nyaring saat melihat Golda berdiri di depan pintu. Sementara Amberly yang membukakan pintunya, jadi melebarkan mata.Tubuh mungil Angel langsung diangkat oleh Golda, kemudian menciuminya penuh dengan kerinduan. "Ange kangen Om, gak?" tanyanya. Membuat jarak, agar dia bisa melihat wajah Angel."Napa Om lama sekali, ndak ketemu Anye?"Amberly menarik nafas , semoga Golda tidak menjawab yang menyudutkan dirinya."Om sibuk bekerja dan baru bisa datang sekarang." Kembali Golda mencium pipi gembilnya Angel."Om, ajak Anye ke taman.""Mengapa Ange mau ke taman, hum?"Anye pengen ketemu Papa." Untuk sejenak Golda tertegun. Taman yang dimaksud Angel adalah rumahnya dulu."Boleh, tapi nanti kalau Om tidak begitu sibuk bekerja." jawab Golda sedikit terharu. Angel mengingat Ethan, papanya.Angel terlonjak gembira. "Asik! Anye juga pengen liat bunga, di sini ndak ada." Golda mengeratkan pelukannya. Mulai melangkah ke dalam rumah. Mengikuti Amberly yang ter
Sudah saatnya Amberly mendampingi Golda, untuk mengadakan peninjauan ke lokasi proyek. Amberly sengaja mengajak Gathan dan Lilian, yang jelas ia tidak mau sendirian. Entahlah, merasa enggan saja untuk bersama sendirian dengan Golda. Ada rasa takut yang ia sendiri tidak bisa jelaskan. Ternyata Golda tidak protes lagi, mengajak mereka untuk pergi bersama dalam satu mobil SUV miliknya.Ketika tiba di lokasi pembangunan perkantoran kecamatan yang dipindahkan ke lokasi yang lebih luas, masih terlihat dalam tahap pembenahan. Supaya tanah yang tidak rata, pakai alat berat jadi rata.Golda hanya lebih menyelidik melalui pandangannya pada pribadi Gathan, karena Amberly lebih tampak akrab dengannya.Sementara Lilian lebih inten memberi penjelasan secara detail sambil memegang beberapa denah perkantoran yang akan di bangun di beberapa titik.Tanah itu tidak rata, dan mereka ada di tepi tebing yang tidak begitu curam. Namun, bagi Amberly yang pernah punya trauma dengan kondisi tebing, membuat ia
Setengah jam sebelum kepulangannya, Amberly sudah ke luar gedung kantornya. Ceklek! Ia membuka pintu mobilnya. Begitu sudah masuk, terdengar teguran dari seseorang. "Mau kabur, sebelum jam kerja berakhir? Aku sudah mengantisipasinya." Dilihat, Golda sedang berdiri di samping mobilnya."Kenapa harus memaksa?" "Harus! Kalau tidak dipaksa kamu akan selalu menentangku. Mau diperlakukan seperti karung beras, seperti tadi?" ancam Golda.Tentu saja ia tidak mau diperlakukan begitu lagi oleh Golda.Dengan terpaksa Amberly keluar dari mobilnya. Golda tersenyum penuh kemenangan, ingin saja ia memeluk tubuh ramping itu dan menghujaninya dengan ciuman. Namun, itu hanya angannya, tidak mungkin dia lakukan, kalau tidak ingin mendapat tamparan dari Amberly.Golda membimbing Amberly untuk masuk ke dalam mobilnya. Lalu, dia duduk di belakang kemudi. "Nanti pun kita akan jadi suami-istri, dan aku ingin Ange, memanggilku Ayah." "Kamu bukan ayahnya." "Kalau sudah jadi suamimu, aku otomatis jadi ayahny
Seharian ini, Golda bersama Angel. Anak kecil itu, tampak seolah melupakan rasa sakitnya. Keberadaan Golda cukup menghiburnya, ia selalu tertawa, karena ternyata sikap Golda mampu berinteraksi dengan anak kecil sebegitu baiknya."Aku tetap akan memeriksakan Angel pada dokter." ungkap Amberly. Ikut duduk di kursi tamu, saat Golda sedang memangku Angel. Memperhatikan kalau Golda masih mengenakan baju kemarin yang dia pakai."Aku akan antar, supaya tahu Ange sakit apa." Golda menanggapi."Aku punya kemeja Ethan, yang sengaja aku simpan." kata Amberly, lebih memperhatikan. Mungkin Golda perlu mengganti pakaiannya.Akan tetapi, Golda malah tertawa. "Tubuh bang Ethan itu kurus, mana muat di badanku."Amberly berpikir, sambil menilik tubuh Golda yang kekar dan berisi. "Ya, memang ukurannya kecil.""Untuk apa kamu menyimpan baju abangku?" tanya Golda."Sebagai kenang-kenangan, itu merupakan baju kesayangannya." "Kamu benar-benar sangat mencintainya?" Amberly membuang muka. Kenapa Golda masi
Seperti biasa Golda memandikannya dengan cara dilap. Sekarang tangannya lebih nakal dan menggoda Amberly.Kadang mereka berciuman dengan asiknya, tetapi tidak bisa lebih lagi. Karena Amberly masih sakit.“Sabar, belum waktunya.” Amberly mendorong tubuh Golda dengan lembut.Napas Golda yang sudah sedikit memburu, jadi melemah. Hasratnya tidak bisa terus lanjut, merasa terhalangi oleh fisik istrinya.Golda menatapnya penuh kabut, merapatkan dahi ke istrinya dengan mengatur napas lebih teratur. Beberapa lama dia bersikap begitu, Amberly hanya bisa menahan senyumnya. Lalu mengusap-usap dadanya dengan lembut.“Aku sudah ada di tanganmu, jangan terburu-buru.” ucapnya.“Kau godaan terbesarku, bisa disentuh, tapi tidak bisa diapa-apakan. Kamu curang ….” Golda berkata dengan menelan ludahnya.Amberly terkikik, kemudian menjauhkan wajahnya. “Kita belajar lebih mengakrabkan diri, apa kamu tidak ambil manfaatnya?”“Ya, kamu benar.” Golda akhirnya menyetujui, kemudian mengambil air minum dan meneg
“Kamu mau berbulan madu sama aku?” tanya Golda, setelah Gathan dan Lilian berpamitan.“Sama siapa lagi, sama kucing?” Amberly memalingkan wajahnya ke arah lain.“Kamu tahu, kan? Arti dari bulan madu? Kamu dan aku bersatu saling memadu kasih? Layaknya suami istri seperti pada umumnya.” Golda bertanya tidak percaya.“Aku ingin Ange punya adik, tidak jadi anak tunggal.” ujar Amberly ringan.Membuat Golda semakin ternganga, dibuatnya.“Tutup mulutnya, jangan malah bengong.” peringati Amberly. Tidak tahu apa yang harus dikatakan, Golda seperti menerima durian runtuh. Hanya bisa terbengong-bengong.“Apakah kamu waras? Diam saja.” Amberly menegurnya.“Hampir tidak percaya kamu mengatakannya.” Tiba-tiba air mata merebak di pelupuk mata Golda. Dia duduk disamping ranjang Amberly. Dengan lembut, Amberly menatapnya. “Kita mulai hidup baru dan lupakan semuanya.” Amberly meengambil sejumput rambut bagia depan Golda dan memainkannya. “Aku hampir tidak percaya, mendapatkan anugerah yang tidak ter
Tangan kanan yang di infus, mulai membuka baju tangan yg di gips. Terasa sulitnya membuka pakaian dari rumah sakit itu hanya ada tali yang tidak diikatkan. Mata Amberly melihat pada Golda yang malah bengong."Bisa bantu aku?" tanyanya.Tentu saja Golda tampak terkejut. Dia agak terbata-bata menjawabnya. "A --- aku ...?""Siapa lagi? Kamu suamiku, bukan?" kembali tanya AmberlyDengan agak tertegun sejenak, Golda tergagap. "Ka ---kamu yakin aku yang harus membuka bajumu?""Siapa lagi?" Sambil memutar matanya, tangan kanan Amberly berusaha terus membuka bajunya. Hingga sebagian dadanya terlihat.Dengan menahan napas, Golda membantu Amberly melepas pakaiannya dari tangan yang di gips.Jantung Golda bergemuruh dengan detak tidak keruan. Dia melihat kulit dadanya yang seputih susu dan membusung, tanpa baju yang menghalangi lagi.Namun, dia harus meneruskan apa yang sudah dilakukan.Sebenarnya sudah tidak tahan, melihat keindahan tubuh Amberly. Dengan sekuat tenaga berusaha mengendalikan dir
Dalam keadaan oleng itu, Amberly merasa terdesak harus kembali membanting setir. Karena posisi mobil kecil semakin terpepet, mobil besar mau menggilasnya.Itu jelas perbuatan yang disengaja, akhirnya Amberly menabrak gundukan di depannya. Tidak terhindarkan.Ia merasa ini akhir hidupnya, dadanya merasa sesak. Gelap gulita, tidak sadarkan diri.Bangun dari pingsan, tahu-tahu Amberly sudah berada di rumah sakit. Kaki dan tangannya di bebat, sepertinya kena patah tulang.Menyadari bahwa ada seseorang di sisi tempat tidurnya. “Sully … “ usapnya pada rambut Sully.“Am! Kau sudah sadar? Syukurlah ….” ucap Sully penuh rasa lega, jadi menatapnya.Amberly tersenyum sebelum menjawab. “Aku selamat.”“Maafkan aku tidak bisa menolongmu.”“Kaukah yang dalam penyanderaan Rojak?” tanya Sully.“Makanya aku tidak bisa berbuat apa-apa.”“Tidak juga, kamu berani memberi perlawanan meski beresiko membahayakan keselamatanmu juga.”“Aku hanya bisa memperhatikan bendera, jadi kadang aku rebut setirnya, dan b
Alangkah kagetnya Amberly, secara cepat ingin mengangkat tubuh Golda supaya ke atas.“Beri ampun padaku atas apa yang kulakukan, Amberly ….” kata Golda dengan nada penuh penyesalan.Tubuhnya sudah terguncang-guncang karena isak tangisnya. Dia tetap bertahan dalam posisi bersujud di depan Amberly.“Jangan begini Gold, bangkitlah! Aku memaafkanmu.” jawab Amberly yang langsung direspons oleh Golda.“Mengapa kamu begitu mudah memaafkan?” tanya Golda sambil menengadahkan wajahnya.“Seperti yang diutarakan ibuku sebelumnya, kamu melakukannya dalam keadaan tidak sadar, kenapa aku harus mengingat terus kesalahan yang tidak tersimpan di ingatanmu?” Pandangan mereka bertemu.“Amber … Lelaki bejat ini tahu akibat perbuatannya, kamu sangat menderita.” Suara serak Golda menjelaskan perasaannya.“Jangan ingat lagi, mari kita lupakan kejadian yang tidak menguntungkan ini. Aku sudah sembuh, jiwaku merasa bebas sekarang. Karena aku sudah berhasil mengampunimu.”“Amber, sebenarnya aku tidak layak mendap
Hari-hari selanjutnya, Amberly tetap sabar dalam menghadapi sikap Angel yang belum reda dari ngambeknya. Tidak mau memaksa, dirinya yang memang salah. Ia juga sambil menunggu hasil perkembangan kasus akibat perbuatan Rojak.Amberly terkejut dengan kedatangan Gathan dan Lilian ke rumah sakit. Mereka berpelukan dan saling menyatakan kerinduan. “Kemana saja, Am? Menghilang begitu saja?” tanya Gathan, menatap Amberly sangat dalam.“Aku membantu bapak di pertambangan.” jawab Amberly tenang sambil menyunggingkan senyumnya.“Tidak mungkin kamu jauh-jauh datang ke sana, tanpa tujuan.” Kini Lilianlah yg berbicara. Amberly mengalihkan tatapannya pada Lilian. “Ya! Kak Lilian pasti sudah tahu, ibu Ranti dijemput paksa sama polisi.”“Kita tidak mempermasalahkannya, kalau itu benar mama ada keterkaitan di penculikanmu beberapa tahun lalu. Aku tidak berpihak pada mama atas kejahatan yang telah diperbuatnya. Biar pihak pengadilan yang membuktikan.” kata Gathan, menepuk-nepuk bahunya.“Kamu sudah me
Begitu membuka pintu, Amberly melihat bapaknya datang.“Bapak langsung kemari?” tanya Amberly. “Tentu saja, Bapak ingin tahu yang terjadi padamu. Bagaimana keadaan menantu Bapak?” “Sudah tertolong, Pak.” Amberly menerima pelukan Berly Hanan.“Syukurlah ….” Berly Hanan bernapas lega, kemudian melepas pelukannya. “Kamu tidak apa-apa?” Terlihat khawatir, hingga melihat wajah Amberly dan seluruh tubuhnya. “Am, hanya kena pukulan beberapa kali, tapi tidak apa-apa. Benjut sedikit masih bisa Am tahan” Ia terkekeh, mengikuti langkah bapaknya.“Kamu jadi wanita kuat.” ujar Berly tersenyum, menggusak puncak rambut anaknya.Berly Hanan melihat Golda, lalu bertanya. “Bagaimana keadaanmu sekarang?”“Sudah membaik, tinggal pemulihan.” jawab Golda.“Sabar, pelakunya akan segera ditindak.” Berly menatapnya.“Mungkin sebentar lagi, polisi akan kemari untuk menanyakan kronologinya.”“Semoga polisi jeli hingga dapat mengungkap kasusnya. Kenapa sangat pas ada di tempat kejadian?”“Saya ingin bertemu Am
Golda meringis menahan sakit, Amberly segera memangku kepalanya tanpa ragu.Ia mengusap wajah tampan itu dengan tangan gemetar. "Kenapa kamu ada di sini?" tanya Amberly."Maafkan aku, Amberly." Golda memejamkan mata, tidak sanggup bicara lagi. "Golda!" teriak Amberly panik, saat melihat kepala Golda terkulai di pangkuannya."Pak, tolong segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk dapat pertolongan." pinta Amberly ke supir."Iya … iya …" Pak supir segera bergerak memangku tubuh Golda, kemudian dibantu mengangkatnya ke mobil oleh Amberly.Amberly duduk terlebih dahulu, lalu meletakkan kepala Golda di atas pangkuannya kembali.Amberly menepuk-nepuk pipi Golda secara pelan. Tetapi Golda tetap tidak bereaksi."Mengapa kamu datang, saat aku dalam bahaya? Dari mana kamu tahu aku ada di sini?" tanya Amberly.Tentu saja pertanyaannya tidak terjawab. Untuk menghilangkan kecemasannya, Amberly menangis."Dia siapa, Am?" tanya Sully yang duduk di depannya, samping pak supir.Amberly melihatnya. "
Untuk beberapa minggu, Sully merasa aman karena Rojak berhenti untuk mengganggunya. Pikir Amberly pun, Rojak merasa kapok sudah dihajar olehnya. Namun, kewaspadaan tetap ia jalankan, mengingat peringatan dari pak Hadi.Waktu libur yang lebih panjang, Amberly bersama Sully kedaerahnya, bertemu dengan kedua anaknya. Yang satunya sudah remaja berumur 14 tahun, cantik seperti ibunya. Yang kedua baru berumur sembilan tahun, seorang anak laki-laki."Inilah alasanku bekerja, Am. Kinara sudah mau masuk SMA. Ia mengincar sekolah favorit yang cukup besar biayanya." terang Sully."Kamu pasti bisa dengan gajimu sekarang, dipertambangan.""Aku juga harus berbagi dengan ibuku yang merawat kedua anakku. Aku menabung juga untuk membeli rumah sendiri." ungkap Sully."Ibuku juga menganggap, pendidikan hal yang terpenting. Meski dengan warung kecilnya, beliau mampu menjadikan aku sarjana." Ceritakan tentang hidupmu, Am. Sejauh aku kenal dirimu, tidak pernah menceritakan keluargamu." pinta Sully."Aku l