"Ini anakku, mengapa kamu seolah berkuasa memilikinya?" ucap ketus Amberly, saat menemukan Angel tidur bersama pamannya di ranjang ruang tamu.
Tentu saja teguran itu membangunkan Golda dari tidurnya. Dia jadi terkaget, tetapi kata-kata Amberly tadi, dapat disimaknya juga."Aku pamannya, mengapa kamu keberatan?" balasnya, sambil mengusap wajah.Amberly sama sekali tidak tergoda oleh wajah tampan Golda, terbukti dari pelototan matanya yang tidak juga memudar. "Perlakuanmu sangat tidak sopan, mengambilnya sembarang, menidurkannya juga secara sembarang." omel Amberly. Ingin saja mengambil Angel secepatnya, tetapi terhalang tubuh Golda yang masih rebahan.Tampak Angel merasa terusik oleh keributan sekitar. "Mama." panggilnya spontan."Kemarilah, Sayang. Mendekat sama Mama." ajak Amberly, pada Angel. Tidak lebih memajukan dirinya, karena Golda masih terbaring di tempat tidur, menghalangi upaya wanita itu untuk mengambil anaknya.Golda malah menerbitkan senyumnya, "Kamu lebih banyak bicara, sekarang. Apa kepergian abangku, sudah menimbulkan keberanian padamu?""Kamu tidak tahu siapa diriku. Jangan terlalu percaya diri, kalau semua wanita memujamu, seperti Sherra." Amberly langsung memangku Angel, begitu anak itu mendekat."Sayangnya, kamu sudah tidak bisa menghindariku. Wasiat abang ada diantara kita." ujar Golda sedikit menggodanya.Amberly hanya mendelikkan matanya sesaat, kemudian secara cepat keluar dari kamar.Golda bangkit dari tidurnya, lalu mengacak rambutnya yang dipotong sangat trendy. Jadi malas, seolah dia akan berhadapan dengan sebuah tebing karang yang keras. Benar-benar penuh tantangan.Dia kembali mengingat-ngingat pertengkaran yang terjadi dengan Sherra pada malam itu.Sebuah pertengkaran biasa antara kekasih. Di mana Sherra menyusul Golda ke rumah Ethan.Sherra sudah merasa jenuh, setelah lima tahun menjalin hubungan dengan Golda tanpa kejelasan. Jadi malam itu, ia mendesaknya untuk memberi kepastian.Namun, yang didapatnya, Golda tetap tidak pernah membuat hatinya puas. Lelaki itu selalu beralasan, 'belum waktunya". Sampai kapan, Sherra harus terus menunggu?"Lalu bagaimana dengan kekasih-kekasihmu itu, apakah sudah selesai?" ungkap Golda pada waktu itu, cukup mengejutkan Sherra."Kekasih yang mana?""Ya, mungkin bukan kekasih. Tetapi lelaki one night stand-mu barangkali?" jawab Golda cuek.Mata Sherra terbelalak. "Kamu mengira, aku sebagai wanita apaan, hah?"Namun, Golda malah tertawa. "Apa perlu aku sebutkan satu per satu? Sejak tiga tahun lalu, aku mengikuti pergulatan asmaramu dengan lelaki lain, dibelakangku. Jangan kamu kira aku bodoh, Sherra. Aku mendiamkan bukan berarti tolol. Hanya ingin tahu saja, sampai di mana kamu akan sadar pada perilakumu di belakangku itu. Dan saat inilah, waktunya. Kamu jawab sendiri, 'apakah ada lelakinya yang mau menikahimu, setelah kamu lama berkhianat padanya?'""Golda!" teriak Sherra bercampur rasa kegetnya.Dengan tenang Golda malah tersenyum. "Jangan teriak, ini bukan di hutan belantara. Ini juga, balasan untuk perempuan yang berperilaku tidak setia seperti kamu. Serapat apapun, kamu menyembunyikannya. Aku tahu, Sayang …. Harusnya kamu tidak bertanya padaku, jawab saja oleh kamu sendiri. Apakah kamu layak aku nikahi?""Kamu kejam, Golda. Setelah bertahun-tahun hubungan ini kita pertahankan." kata Sherra setengah merintih."Jangan berkata kejam, kalau dibandingkan dengan pengkhianatanmu di belakangku." cela Golda. "Dan siapa yang tidak bisa mempertahankannya?"Bibir Sherra mengetat dengan air mata berderai. "Kamu laki-laki yang tidak normal. Mungkin ada benarnya juga omongan waktu dulu, sebelum kita menjadi kekasih. Kalau kamu, seorang gay. Aku hanya jadi tamengmu, untuk membungkam mulut mereka?Terdengar tawa dari mulut Golda. "Karena aku tidak menyentuhmu, hingga kamu menilainya begitu? Bagaimana kalau aku bilang, aku malas menyentuhmu karena bekas orang lain?"Mata Sherra jadi melotot. "Apakah kamu berambisi mengejar seorang perawan suci?""Aku tidak menganut paham itu, karena aku pun bukan manusia suci. Hanya sikap munafik kamu itulah yang membuatku kecewa. Kalau kamu punya kekasih, harusnya kamu tidak mencari pemuas napsumu di luaran.""Apakah kamu bisa diandalkan?" tanya Sherra sedikit muak."Tidak! Hal itu bisa aku kendalikan. Tidak secara sembarang aku umbar, hingga merusak reputasiku sendiri." jawab Golda."Kenyataannya, aku merasa kesepian berada di sisimu, Golda." gumam Sherra."Mari kita akhiri hubungan ini secara baik-baik. Aku tidak suka jadi bahan gosip di luaran sana. Bersikaplah elegan. Bukankah ada untungnya juga menjadi kekasihku? Bisnismu lancar, para investor pun percaya bekerjasama dengan perusahaan kosmetikmu itu, karena di belakangmu ada aku." saran Golda, pelan."Kamu … ! Setengah tidak percaya Sherra merasa kecewa."Kamu tahu, hubungan kita tidak bisa lanjut. Hentikan juga hubunganmu dengan berganti-ganti pasangan. Itu sangat tidak sehat. " nasihat Golda sungguh-sungguh.Sampai di situ ingatan Golda, lalu apa yang membuat bang Ethan merasa terganggu? Atau, saat Sherra marah, ketika membahas soal mabuknya Golda hingga Sherra menendangnya dari mobil?Namun, apa hubungannya juga dengan Ethan? Apakah dia ikut sakit hati karena telah disakiti oleh Sherra? Toh, Golda tidak mengadu, apa yang terjadi pada dirinya pada waktu itu.Karena mabuk, Golda tidak tahu apa yang dilakukan dan diperbuatnya, hanya merasa ditegain saja sama Sherra seperti itu.Golda terus merenung, berusaha mengingat pertengkarannya dengan Sherra. Namun, sekeras apapun dia mengingatnya, tidak ada yang dirasa bisa jadi beban pikiran Ethan. ***Di ruang makan, semua berkumpul untuk sarapan. Golda duduk di hadapan mami dan papinya. Di sebelahnya, adalah Angel yang sedang disuapi Amberly."Kamu belum memberi tanggapan pada wasiat yang dibacakan pak Fadly, Gold." tanya Maya, menatap anaknya."Masih setahun lagi, Mi. Aku dan Amber banyak waktu untuk memikirkannya. Mungkin Amber cocok dengan bang Ethan, tetapi denganku belum tentu, bukan?" Golda menyuapkan sarapan ke mulutnya dengan tenang. "Kamu nyenyak tidurnya, Sayang?" liriknya pada Angel."Bobo sama Om, kayak bobo sama papa." Angel tertawa kecil, tampak ceria.Semua yang ada di meja makan, saling menatap. Mungkin, gadis kecil itu tidak tahu kalau papanya tidak akan ada lagi untuk menemaninya bermain. Golda mengusap kepalanya dengan penuh sayang."Bila ingin tidur bersama Om lagi, Ange tinggal bilang sama Om, ya?""Iya, Om. Enak bobo sama Om, ditimang-timang dulu." Bibir Angel melebar."Tidak apa-apa, Om kuat, kok." Golda tersenyum, menyenangkan hati keponakan kecilnya itu."Ange, ayo mulutnya dibuka lagi, kan belum selesai makannya." Amberly mengalihkan perhatian Angel, agar meneruskan sarapannya."Amber, setelah ini apa yang akan kamu lakukan?" Tiba-tiba Maya bertanya, membuat Amberly tertegun."Selama menikah dengan Ethan, aku tidak pernah mengunjungi ibu. Mungkin aku akan ke sana." jawab Amberly, masih terlihat ragu-ragu."Kalian tinggal di Bogor, kan?" tanya Maya lagi."Ya, Mi. Ibu sudah mulai sakit-sakitan, mungkin faktor usianya.""Tapi sekarang baik-baik sajakah, ibumu?""Baik, Mi. Setiap hari aku menanyakan kabarnya lewat telepon. Ibu ingin bertemu Ethan, tapi belum kesampaian, keburu tiada orangnya." Ada nada getir saat Amberly mengucapkannya."Kalau ibumu masih hidup, kenapa waktu di pernikahanmu tidak hadir?" Sekarang Golda yang bertanya. Ia mengira, Amberly turun dari langit, karena sama sekali tidak mengetahui soal keluarganya."Waktu itu, ibu sedang sakit masuk rumah sakit, karena sudah sebulan lebih merasa kehilangan aku." Amberly menjawab sesimpel mungkin."Apa yang terjadi?""Gold, mungkin kamu tidak tahu. Kalau Amberly telah mengalami penculikan, sebelum bertemu abangmu." Maya yang menjelaskannya.Golda tampak terperangah. "Tidak ada yang memberitahuku." Tatapannya sedikit menyalahkan. "Apa sebabnya?" tanyanya kemudian."Amberly ditemukan penuh luka-luka, yang merawatnya bi Lasih sampai sembuhnya." jawab Maya."Mengapa kamu diculik?" tanyanya pada Amberly dengan heran."Kalau tahu, aku tidak akan bingung." Amberly menjawabnya pendek."Jelaskan kejadiannya seperti apa?" desak Golda, lebih ingin tahu."Aku dibuang ke jurang, lalu aku naik ke atas bermaksud mencari pertolongan. Dan ketemulah rumah ini, dan Ethan menerimaku tanpa keberatan.""Kamu tidak mengenal, siapa yang menculikmu?""Tidak! Mereka membiusku dan mengikat tanganku." Amberly memberi penjelasan dengan datar saja. Seolah hal itu bukan kejadian yang luar biasa dalam hidupnya.Sebenarnya ia malas untuk menceritakan kejadiannya. Karena bukan hanya penculikan itu yang membuat Amberly trauma. Namun, berada saat di jurang itulah yang membuat ia lebih menderita.Ia tidak mungkin menceritakan kisah selanjutnya pada Golda. Amberly tidak akan menceritakan pada siapapun, hanya Ethan dan bi Lasih saja yang tahu. Bahkan Maya juga tidak diberitahu.Golda jadi terdiam, pantas sikap Amberly tidak dimengertinya, karena yang terjadi dalam kehidupannya pun sangat misterius."Kisahmu aneh. Masa ada orang yang menculikmu, lalu membuangmu, tanpa alasan? Beruntung kamu tidak dibunuh mereka.""Seharusnya penculik itu, membunuhku. Tetapi sepertinya mereka amatiran, hingga tidak tega untuk melakukannya."Golda tertegun lagi. "Dari mana kamu tahu?" Terus bertanya, membuat dia tanpa sadar meletakan sendok secara tertutup di atas piring yang sudah kosong."Karena mereka mengira aku masih dalam pengaruh obat bius, sebelum membuangku mereka sempat berdebat. Untuk memegalku, atau dibuang saja.""Amber!" Malah Maya yang menjeritnya. Walau pernah mendengarnya dari cerita bi Lasih, tapi detailnya tidak sampai ke hal itu."Aku hanya berdoa saja dalam kepasrahanku, Mi. Kalau Tuhan berkehendak aku masih hidup, pasti aku akan diselamatkan." Amberly berkata dengan tenang.Maya menarik napasnya dengan kasar. "Harusnya, ini jadi urusan polisi, Amber. Mengapa tidak dilaporkan?""Ethan yang melarangnya, Mi." jawab Amberly secara langsung."Padahal bisa diusut tuntas kasusnya." Golda lebih keras, menanggapinya. "Mungkin akan terungkap siapa pelakunya.""Kamu tahu sendiri gimana Ethan. Hidupnya hanya ingin damai, makanya dia lebih memilih tinggal di sini juga. Dia tidak mau ribut-ribut, apalagi sampai melibatkan pihak kepolisian. Yang penting menyelamatkan aku supaya tetap hidup." terang Amberly seadanya.Semua yang mendengarnya, jadi memahami."Rupanya setelah itu, kalian jadi saling tertarik, ya? Lalu memutuskan untuk menikah?" tanya Maya, mulai terlepas dari rasa tegangnya. Terlihat dari senyumnya yang kemudian muncul."Rasa sayangku pada Ethan, bukan saja sebagai rasa terima kasihku, Mi. Tapi lebih dari itu. Hingga timbul di hatiku untuk membalasnya dengan segala pengabdianku padanya." ungkap Amberly.Ungkapan inilah yang cukup menyentuh hati Golda, karena selama ini terus mencurigai wanita ini.Salahnya Ethan juga, mengapa tidak menceritakan kejadian yang menimpa Amberly kepadanya? Padahal dia keluarganya juga."Siapkan dirimu, untuk jadi calon istriku." ucap Golda, langsung berdiri untuk meninggalkan meja makan.Bam!Amberly jadi tertegun atas ucapan Golda barusan."Suamiku hanya Ethan. Aku tidak mau memiliki suami yang lain." tegasnya."Katakan itu pada bang Ethan, supaya dia keluar dari kuburnya." Golda bicara sambil terus melangkah, tanpa melihat lagi pada Amberly.Amberly langsung memeluk ibunya, begitu wanita setengah baya itu membuka pintu."Ibuu!" Setengah tersedu."Kamu baik-baik saja, kan, Sayang?" Almira, ibunya. Melepaskan pelukan untuk meneliti tubuh anaknya. "Aku baik-baik saja, ibu. Aku yang sepanjang waktu mengkhawatirkan ibu." "Ibu sakit, sih." Almira menyunggingkan senyumnya."Ibu sakit, apa?" Amberly agak tertegun."Sakit yang namanya rindu. Rindu ingin ketemu denganmu dan cucuku."Amberly tampak bernapas lega. "Sekarang jadi terobati. Maaf, Amber baru menemui Ibu." Sorot mata Amberly melukiskan perasaannya."Tidak apa-apa, penantian ibu sudah terbayarkan." Ia kemudian melihat pada gadis kecil yang ada di sebelah Amberly. "Apakah ini cucu, Ibu?" "Iya, Bu. Namanya Angel, tapi biasa dipanggil Ange." Amberly memberi penjelasan."Hai, ternyata cantik sekali cucu Oma ini." Almira agak membungkukkan tubuh untuk mencolek pipi Angel."Beri salam sama Oma, Sayang." perintah Amberly.Anak yang baru berusia tiga tahun itu menuruti, menyod
Dengan penuh tekad dan semangat membara, Amberly terbang ke daerah Pulau Kalimantan. Hanya berbekal alamat rumah dan perusahaan, yang dibeti dari ibunya.Benar saja, saat sudah ada di depan rumah bapaknya, Amberly tertegun. Rumah itu tampak seperti istana, sangat besar dan luasnya. Terlihat saat ia mengintip dari pintu pagar rumahnya.Amberly dihampiri oleh satpam, kemudian di tanya-tanya sesuai dengan tugas yang diembannya. Amberly memperlihatkan KTP dan menyatakan niatnya untuk bertemu dengan bapak Berly Hanan. Tentu saja tidak mudah untuk mendapatkan izinnya, harus ada konfirmasi dari keluarganya dulu, terutama istrinya, ibu Ranti.Ia tidak keberatan, mendengar bapaknya masih hidup saja sudah senang. Dengan tidak banyak bertanya, Amberly menunggu.Sementara di dalam rumah, seorang wanita setengah baya dengan rambut disasak tinggi dan rapi, tampak sedang mendengar lewat telepon laporan dari satpamnya.Matanya tiba-tiba terbelalak. Siapa namanya, Pak?""Amberly, Bu."Mendengar nama t
Di ranjang itu, yang pertama Amberly lihat, adalah seorang lelaki yang sangat kurus. Dengan mata cekung dan kulit berwarna pucat, tetapi bersih.Inikah bapaknya yang sangat dirindukan? Seumur hidup Amberly sangat mendambakan untuk bertemu. Segala rasa berkecamuk dalam hatinya. "Papa sudah lama sakit, hanya bisa terbaring di tempat tidurnya. Karena mengalami stroke dan penyakit gula." terang Gathan, setengah berbisik di dekat telinganya. Hal itu membuat Amberly secara refleks menjauh.Amberly sedikit mengangguk sambil tersenyum pada Gathan. Kemudian, lebih mendekati ranjang bapaknya.Sang bapak, sejak melihat Amberly masuk ke kamarnya, terus mengawasi tanpa berkedip. Amberly agak membungkuk untuk menyetarakan posisi wajahnya, supaya setara dengan wajah bapak yang terbaring."Bapak …." Dengan nada bergetar, Amberly memanggilnya."Kamu, siapa" Sedikit heran, dia bertanya."Namaku, Amberly."Tampak Berly agak tertegun. "Almira pernah mengatakan kalau punya anak perempuan, akan dinamakan
Amberly berdiri di hadapan para tetua yang nota bene merupakan saudara dari bapaknya. Rata-rata mereka adalah pemegang saham di perusahaan besar itu. Bapaknya, Berly Hanan ikut hadir, meski harus duduk di atas kursi roda. Memberi kekuatan kepada Amberly untuk menghadapi mereka.Berly sendiri yang memimpin rapat penting itu, menyatakan kalau Amberly anak kandungnya, dia memperlihatkan hasil dari tes DNA yang sudah diperoleh hasilnya. Jadi secara sah bisa memimpin salah satu perusahaan di bawah perusahaan PT. Borneo Grup. Sebuah perusahaan milik keluarga mereka, turun temurun"Terima kasih, Pak. Saya tidak akan mengambil kedudukan Bapak sebagai direktur atama di perusahaan pusat. Akan tetapi, sesuai domisili saya di Jakarta. Saya akan memimpin perusahaan di sana." ungkap Amberly sambil tersenyum."Tetapi perusahaan di sana, sudah di pegang oleh LiLian." kata salah satu yang hadir. Berkepala agak botak dan sudah tua.Berly bergerak memutar kursi rodanya lebih ke depan. "Soal itu, nanti
Golda memasuki lobi gedung perusahaan PT KAB Tbk. Tubuhnya yang tinggi dan berwajah tampan, banyak menarik perhatian tiap orang yang ada di ruangan itu. Lilian yang memang sedang menunggu kedatangannya, menelan ludah sendiri. Tidak salah lagi, lelaki tampan yang baru datang itu adalah Golda. Ia pernah melihat profilnya dari media internet. Melihat orangnya secara langsung, ternyata lebih menawan."Selamat pagi, pak Golda." sapanya, membuat langkah lelaki itu terhenti.Lilian tersenyum. "Selamat datang di perusahaan kami. Saya pribadi akan mengantarkan Bapak untuk bertemu dengan CEO."Golda hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Melanjutkan langkah sejajar dengan yang akan mengantarnya.Begitu ruangan terbuka, Golda melihat di meja kerja utama yang bertuliskan CEO, terlihat seorang wanita sedang menunduk. Kemudian secara perlahan terangkat wajahnya. Di saat seperti itulah tatapan keduanya bertemu. Golda agak mengerutkan keningnya, sambil tidak melepaskan tatapannya. 'Pasti pandanga
Lilian tampak cerah raut wajahnya, sementara Amberly, biasa saja."Ternyata kamu, datang berdua. Kenapa tidak sekalian saja yang hadir di kantormu itu, semua kamu bawa?""Perkenalkan, Lilian saudari tiriku." Amberly mengabaikan sindiran dari Golda.Golda pun sama sikapnya. Tidak menggubris perkenalan Amberly. Tidak mau tahu, entah itu saudara tirinya, atau siapanya dia. Golda merasa kesal, ternyata Amberly menemuinya tidak sendiri.Dia tidak melirik Lilian sedikit pun, tetapi terus menatap Amberly dengan tajam, sampai wanita itu duduk dihadapannya."Matamu tidak mau mengedip?" tegur Amberly. "Apakah ada yang salah dengan penampilanku?"Tatapannya tetap tidak dialihkan. "Aku ingin ketemu dengan Ange." "Aku kira, kamu akan membahas soal perusahaan." Amberly membuang wajahnya. "Ange baik-baik saja. Jadi stop menanyakan anakku." Memberi jawaban.Amberly menerima buku menu yang disodorkan pelayan restoran. Fokus memilih menu. Tidak lama kemudian, "Silahkan Pak Golda memilih sendiri." kata
"Om Odaa … !" lengking suara Angel begitu nyaring saat melihat Golda berdiri di depan pintu. Sementara Amberly yang membukakan pintunya, jadi melebarkan mata.Tubuh mungil Angel langsung diangkat oleh Golda, kemudian menciuminya penuh dengan kerinduan. "Ange kangen Om, gak?" tanyanya. Membuat jarak, agar dia bisa melihat wajah Angel."Napa Om lama sekali, ndak ketemu Anye?"Amberly menarik nafas , semoga Golda tidak menjawab yang menyudutkan dirinya."Om sibuk bekerja dan baru bisa datang sekarang." Kembali Golda mencium pipi gembilnya Angel."Om, ajak Anye ke taman.""Mengapa Ange mau ke taman, hum?"Anye pengen ketemu Papa." Untuk sejenak Golda tertegun. Taman yang dimaksud Angel adalah rumahnya dulu."Boleh, tapi nanti kalau Om tidak begitu sibuk bekerja." jawab Golda sedikit terharu. Angel mengingat Ethan, papanya.Angel terlonjak gembira. "Asik! Anye juga pengen liat bunga, di sini ndak ada." Golda mengeratkan pelukannya. Mulai melangkah ke dalam rumah. Mengikuti Amberly yang ter
Sudah saatnya Amberly mendampingi Golda, untuk mengadakan peninjauan ke lokasi proyek. Amberly sengaja mengajak Gathan dan Lilian, yang jelas ia tidak mau sendirian. Entahlah, merasa enggan saja untuk bersama sendirian dengan Golda. Ada rasa takut yang ia sendiri tidak bisa jelaskan. Ternyata Golda tidak protes lagi, mengajak mereka untuk pergi bersama dalam satu mobil SUV miliknya.Ketika tiba di lokasi pembangunan perkantoran kecamatan yang dipindahkan ke lokasi yang lebih luas, masih terlihat dalam tahap pembenahan. Supaya tanah yang tidak rata, pakai alat berat jadi rata.Golda hanya lebih menyelidik melalui pandangannya pada pribadi Gathan, karena Amberly lebih tampak akrab dengannya.Sementara Lilian lebih inten memberi penjelasan secara detail sambil memegang beberapa denah perkantoran yang akan di bangun di beberapa titik.Tanah itu tidak rata, dan mereka ada di tepi tebing yang tidak begitu curam. Namun, bagi Amberly yang pernah punya trauma dengan kondisi tebing, membuat ia
Seperti biasa Golda memandikannya dengan cara dilap. Sekarang tangannya lebih nakal dan menggoda Amberly.Kadang mereka berciuman dengan asiknya, tetapi tidak bisa lebih lagi. Karena Amberly masih sakit.“Sabar, belum waktunya.” Amberly mendorong tubuh Golda dengan lembut.Napas Golda yang sudah sedikit memburu, jadi melemah. Hasratnya tidak bisa terus lanjut, merasa terhalangi oleh fisik istrinya.Golda menatapnya penuh kabut, merapatkan dahi ke istrinya dengan mengatur napas lebih teratur. Beberapa lama dia bersikap begitu, Amberly hanya bisa menahan senyumnya. Lalu mengusap-usap dadanya dengan lembut.“Aku sudah ada di tanganmu, jangan terburu-buru.” ucapnya.“Kau godaan terbesarku, bisa disentuh, tapi tidak bisa diapa-apakan. Kamu curang ….” Golda berkata dengan menelan ludahnya.Amberly terkikik, kemudian menjauhkan wajahnya. “Kita belajar lebih mengakrabkan diri, apa kamu tidak ambil manfaatnya?”“Ya, kamu benar.” Golda akhirnya menyetujui, kemudian mengambil air minum dan meneg
“Kamu mau berbulan madu sama aku?” tanya Golda, setelah Gathan dan Lilian berpamitan.“Sama siapa lagi, sama kucing?” Amberly memalingkan wajahnya ke arah lain.“Kamu tahu, kan? Arti dari bulan madu? Kamu dan aku bersatu saling memadu kasih? Layaknya suami istri seperti pada umumnya.” Golda bertanya tidak percaya.“Aku ingin Ange punya adik, tidak jadi anak tunggal.” ujar Amberly ringan.Membuat Golda semakin ternganga, dibuatnya.“Tutup mulutnya, jangan malah bengong.” peringati Amberly. Tidak tahu apa yang harus dikatakan, Golda seperti menerima durian runtuh. Hanya bisa terbengong-bengong.“Apakah kamu waras? Diam saja.” Amberly menegurnya.“Hampir tidak percaya kamu mengatakannya.” Tiba-tiba air mata merebak di pelupuk mata Golda. Dia duduk disamping ranjang Amberly. Dengan lembut, Amberly menatapnya. “Kita mulai hidup baru dan lupakan semuanya.” Amberly meengambil sejumput rambut bagia depan Golda dan memainkannya. “Aku hampir tidak percaya, mendapatkan anugerah yang tidak ter
Tangan kanan yang di infus, mulai membuka baju tangan yg di gips. Terasa sulitnya membuka pakaian dari rumah sakit itu hanya ada tali yang tidak diikatkan. Mata Amberly melihat pada Golda yang malah bengong."Bisa bantu aku?" tanyanya.Tentu saja Golda tampak terkejut. Dia agak terbata-bata menjawabnya. "A --- aku ...?""Siapa lagi? Kamu suamiku, bukan?" kembali tanya AmberlyDengan agak tertegun sejenak, Golda tergagap. "Ka ---kamu yakin aku yang harus membuka bajumu?""Siapa lagi?" Sambil memutar matanya, tangan kanan Amberly berusaha terus membuka bajunya. Hingga sebagian dadanya terlihat.Dengan menahan napas, Golda membantu Amberly melepas pakaiannya dari tangan yang di gips.Jantung Golda bergemuruh dengan detak tidak keruan. Dia melihat kulit dadanya yang seputih susu dan membusung, tanpa baju yang menghalangi lagi.Namun, dia harus meneruskan apa yang sudah dilakukan.Sebenarnya sudah tidak tahan, melihat keindahan tubuh Amberly. Dengan sekuat tenaga berusaha mengendalikan dir
Dalam keadaan oleng itu, Amberly merasa terdesak harus kembali membanting setir. Karena posisi mobil kecil semakin terpepet, mobil besar mau menggilasnya.Itu jelas perbuatan yang disengaja, akhirnya Amberly menabrak gundukan di depannya. Tidak terhindarkan.Ia merasa ini akhir hidupnya, dadanya merasa sesak. Gelap gulita, tidak sadarkan diri.Bangun dari pingsan, tahu-tahu Amberly sudah berada di rumah sakit. Kaki dan tangannya di bebat, sepertinya kena patah tulang.Menyadari bahwa ada seseorang di sisi tempat tidurnya. “Sully … “ usapnya pada rambut Sully.“Am! Kau sudah sadar? Syukurlah ….” ucap Sully penuh rasa lega, jadi menatapnya.Amberly tersenyum sebelum menjawab. “Aku selamat.”“Maafkan aku tidak bisa menolongmu.”“Kaukah yang dalam penyanderaan Rojak?” tanya Sully.“Makanya aku tidak bisa berbuat apa-apa.”“Tidak juga, kamu berani memberi perlawanan meski beresiko membahayakan keselamatanmu juga.”“Aku hanya bisa memperhatikan bendera, jadi kadang aku rebut setirnya, dan b
Alangkah kagetnya Amberly, secara cepat ingin mengangkat tubuh Golda supaya ke atas.“Beri ampun padaku atas apa yang kulakukan, Amberly ….” kata Golda dengan nada penuh penyesalan.Tubuhnya sudah terguncang-guncang karena isak tangisnya. Dia tetap bertahan dalam posisi bersujud di depan Amberly.“Jangan begini Gold, bangkitlah! Aku memaafkanmu.” jawab Amberly yang langsung direspons oleh Golda.“Mengapa kamu begitu mudah memaafkan?” tanya Golda sambil menengadahkan wajahnya.“Seperti yang diutarakan ibuku sebelumnya, kamu melakukannya dalam keadaan tidak sadar, kenapa aku harus mengingat terus kesalahan yang tidak tersimpan di ingatanmu?” Pandangan mereka bertemu.“Amber … Lelaki bejat ini tahu akibat perbuatannya, kamu sangat menderita.” Suara serak Golda menjelaskan perasaannya.“Jangan ingat lagi, mari kita lupakan kejadian yang tidak menguntungkan ini. Aku sudah sembuh, jiwaku merasa bebas sekarang. Karena aku sudah berhasil mengampunimu.”“Amber, sebenarnya aku tidak layak mendap
Hari-hari selanjutnya, Amberly tetap sabar dalam menghadapi sikap Angel yang belum reda dari ngambeknya. Tidak mau memaksa, dirinya yang memang salah. Ia juga sambil menunggu hasil perkembangan kasus akibat perbuatan Rojak.Amberly terkejut dengan kedatangan Gathan dan Lilian ke rumah sakit. Mereka berpelukan dan saling menyatakan kerinduan. “Kemana saja, Am? Menghilang begitu saja?” tanya Gathan, menatap Amberly sangat dalam.“Aku membantu bapak di pertambangan.” jawab Amberly tenang sambil menyunggingkan senyumnya.“Tidak mungkin kamu jauh-jauh datang ke sana, tanpa tujuan.” Kini Lilianlah yg berbicara. Amberly mengalihkan tatapannya pada Lilian. “Ya! Kak Lilian pasti sudah tahu, ibu Ranti dijemput paksa sama polisi.”“Kita tidak mempermasalahkannya, kalau itu benar mama ada keterkaitan di penculikanmu beberapa tahun lalu. Aku tidak berpihak pada mama atas kejahatan yang telah diperbuatnya. Biar pihak pengadilan yang membuktikan.” kata Gathan, menepuk-nepuk bahunya.“Kamu sudah me
Begitu membuka pintu, Amberly melihat bapaknya datang.“Bapak langsung kemari?” tanya Amberly. “Tentu saja, Bapak ingin tahu yang terjadi padamu. Bagaimana keadaan menantu Bapak?” “Sudah tertolong, Pak.” Amberly menerima pelukan Berly Hanan.“Syukurlah ….” Berly Hanan bernapas lega, kemudian melepas pelukannya. “Kamu tidak apa-apa?” Terlihat khawatir, hingga melihat wajah Amberly dan seluruh tubuhnya. “Am, hanya kena pukulan beberapa kali, tapi tidak apa-apa. Benjut sedikit masih bisa Am tahan” Ia terkekeh, mengikuti langkah bapaknya.“Kamu jadi wanita kuat.” ujar Berly tersenyum, menggusak puncak rambut anaknya.Berly Hanan melihat Golda, lalu bertanya. “Bagaimana keadaanmu sekarang?”“Sudah membaik, tinggal pemulihan.” jawab Golda.“Sabar, pelakunya akan segera ditindak.” Berly menatapnya.“Mungkin sebentar lagi, polisi akan kemari untuk menanyakan kronologinya.”“Semoga polisi jeli hingga dapat mengungkap kasusnya. Kenapa sangat pas ada di tempat kejadian?”“Saya ingin bertemu Am
Golda meringis menahan sakit, Amberly segera memangku kepalanya tanpa ragu.Ia mengusap wajah tampan itu dengan tangan gemetar. "Kenapa kamu ada di sini?" tanya Amberly."Maafkan aku, Amberly." Golda memejamkan mata, tidak sanggup bicara lagi. "Golda!" teriak Amberly panik, saat melihat kepala Golda terkulai di pangkuannya."Pak, tolong segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk dapat pertolongan." pinta Amberly ke supir."Iya … iya …" Pak supir segera bergerak memangku tubuh Golda, kemudian dibantu mengangkatnya ke mobil oleh Amberly.Amberly duduk terlebih dahulu, lalu meletakkan kepala Golda di atas pangkuannya kembali.Amberly menepuk-nepuk pipi Golda secara pelan. Tetapi Golda tetap tidak bereaksi."Mengapa kamu datang, saat aku dalam bahaya? Dari mana kamu tahu aku ada di sini?" tanya Amberly.Tentu saja pertanyaannya tidak terjawab. Untuk menghilangkan kecemasannya, Amberly menangis."Dia siapa, Am?" tanya Sully yang duduk di depannya, samping pak supir.Amberly melihatnya. "
Untuk beberapa minggu, Sully merasa aman karena Rojak berhenti untuk mengganggunya. Pikir Amberly pun, Rojak merasa kapok sudah dihajar olehnya. Namun, kewaspadaan tetap ia jalankan, mengingat peringatan dari pak Hadi.Waktu libur yang lebih panjang, Amberly bersama Sully kedaerahnya, bertemu dengan kedua anaknya. Yang satunya sudah remaja berumur 14 tahun, cantik seperti ibunya. Yang kedua baru berumur sembilan tahun, seorang anak laki-laki."Inilah alasanku bekerja, Am. Kinara sudah mau masuk SMA. Ia mengincar sekolah favorit yang cukup besar biayanya." terang Sully."Kamu pasti bisa dengan gajimu sekarang, dipertambangan.""Aku juga harus berbagi dengan ibuku yang merawat kedua anakku. Aku menabung juga untuk membeli rumah sendiri." ungkap Sully."Ibuku juga menganggap, pendidikan hal yang terpenting. Meski dengan warung kecilnya, beliau mampu menjadikan aku sarjana." Ceritakan tentang hidupmu, Am. Sejauh aku kenal dirimu, tidak pernah menceritakan keluargamu." pinta Sully."Aku l