Pemandangan Delia yang selalu tampak saat berada di apartemen adalah melihat suaminya dan selingkuhannya bermesraan. Mereka tidak memiliki rasa malu melakukan hal menjijikan di depan Delia. Seperti sekarang ini, mereka sedang menonton film di ruang tengah sambil berpelukan, sesekali mereka berciuman sangat mesra di sana. Delia saja jijik melihatnya, ia terpaksa ada di sana sebab Rafael memintanya membuatkan makanan dan menyiapkan beberapa snack untuk mereka berdua. Delia menyadari bahwa di sana, dirinya tidak lebih dari seorang pembantu. Entah sampai kapan semuanya akan berakhir."Aku harus menyelesaikan semuanya," kata Delia lirih. Ia muak harus mendengar apa yang seharusnya tidak ia dengar.Tak butuh waktu lama dapur kembali bersih, Delia bergegas pergi ke kamarnya. Ia sudah tidak sabar untuk tidur, karena besok Delia harus bangun pagi. Aktivitasnya masih sama seperti hari-hari kemarin, membersihkan seluruh seluk beluk apartemen dan setelah itu ia akan kembali pergi ke kantor.Delia
"Del, apa semua baik-baik saja?" Tanya Andrew tiba-tiba. "Pernikahanmu berjalan semestinya 'kan?" Terdengar dari suaranya, Andrew sangat cemas pada Delia. Delia mengangguk, ia menarik sudut bibirnya ke atas membentuk sebuah lengkungan, "Semua baik. Jangan khawatir.""Kalau semuanya baik, tidak mungkin kau memintaku menjemput. Apalagi kau terlihat sangat panik tadi,"Astaga ternyata Andrew seintens itu mengawasinya. Ia harus lebih pintar menyembunyikan apa yang terjadi sebenarnya. Delia hanya tidak ingin keluarganya kepikiran mengenai hidupnya bersama Rafael, ya meski sebenarnya Delia sudah mulai ingin menyerah.Ia kembali mencoba fokus mengecek dokumen-dokumen yang harus Andrew tanda tangani. Sebisa mungkin ia harus seperti Delia yang di kenal Andrew sebelum menikah dengan Rafael.Hampir saja dia lupa menutupi tangannya yang banyak goresan baru di sana. Buru-buru Delia menarik lengan kemejanya yang sedikit tersingkap. Namun rupanya Andrew tidak mengawasi sampai ke sana, membuat Delia
Rafael mengangkat sebelah sudut bibirnya ke atas, "Jadi begitu kelakuanmu di belakangku?" Delia tak mengerti maksud Rafael, wajah pria itu berubah menjadi dingin padahal tadi di depan Andrew dan Bara seolah-olah dia suami terbaik untuk Delia. Bahkan Rafael juga sempat menggandeng tangan Delia saat mereka pamit untuk pulang lebih dulu, sampai-sampai Andrew percaya bahwa kehidupan Delia bersama Rafael adalah kehidupan yang diinginkan semua orang. Hidup bahagia dan saling mencintai."Maaf aku sempat meragukan Rafael," bisik Andrew ketika Delia hendak berdiri tadi. Yang hanya Delia respon dengan senyuman tipis. Andrew tidak tau saja liciknya Rafael seperti apa, itu hanya topeng. Sekarang semua orang percaya bahwa Delia merupakan wanita terbahagia sejak menjadi istri Rafael. Baiklah, Delia akan mengikuti semua permainan Rafael. Delia yakin jika sesuatu hal diawali dengan keburukan, maka hal itu tidak akan bertahan lama. Percayalah."Wanita murahan!" desisnya tajam.Tidak ada jawaban dari
Delia terkapar di dalam kamar mandi yang penuh darah, setelah pagi tadi ia mendapat tamparan dan jambakan dari Rafael. Karena laki-laki itu tidak terima ketika Delia menceritakan bahwa dirinya telah dipermainkan oleh mendiang Renata. Delia menceritakan bahwa sebenarnya Renata tidak mencintai Rafael, diam-diam gadis itu menjalin hubungan di belakang Rafael dengan Tristan -seorang kapten basket di sekolahnya dulu. Terpaksa ia membuka rahasia yang selama ini Delia pendam, saat jam istirahat Delia hendak pergi ke uks dan tidak sengaja ia melihat Renata sedang berciuman dengan Tristan. Delia kaget hingga menjatuhkan buku dan bolpoinnya. Mendengar itu Renata dan Rafael menyudahi aktifitasnya, kemudian Renata mengajak Delia keluar area sekolah. Renata mengancam Delia bahkan hendak mendorong Delia ke tengah jalan raya, tapi karena Delia mundur alhasil Renata yang jatuh dan tertabrak mobil dari arah belakang hingga menyebabkan wanita itu tewas. Namun kejujuran yang Delia ucapkan tidak membu
Sorenya Anna mengajak Gerald pergi bertemu Gisela. "Anna!" Gisela melambaikan tangannya saat melihat Anna sedang mengandeng bocah laki-laki. Anna langsung berjalan menghampirinya, "Apa sudah lama?" Gisela menggeleng, "Tidak. Baru saja aku sampai." Ia melirik Gerald, "Apakah dia Gerald anakmu?" Anna mengangguk antusias, "Ya dia Gerlad." "Gerald kenalkan ini adalah Aunty Gisela, yang nanti akan mengajar Gerald di sekolah," ujar Anna mengenalkan Gisela kepada Gerald. Gerald mengulurkan tangannya, "Gerald Aunty." Gisela menerima uluran tangan Gerald, "Halo Gerald." Kemudian ia mengusap pucuk kepala Gerald. "Sepertinya Gerald tidak nyaman," bisik Gisela. "Iya Gerald belum terbiasa di tempat ramai seperti ini Gis," "Pesankan Gerald makanan An, aku kasian melihatnya," Gerald memang tidak pernah pergi ke tempat seperti ini, jadi ia tidak terbiasa dengan banyak orang. Biasanya Gerald hanya diam seorang diri di kamar sempit nan gelap itu, "Tenang Sayang, ada mommy di
Delia Anastasya menghembuskan nafasnya pelan menatap pantulan dirinya di cermin.Gaun putih panjang melekat di tubuh proporsionalnya membuat penampilannya malam ini begitu cantik. Hanya saja, semua terasa percuma karena Rafael Ardinata–calon suaminya–justru enggan menatap Delia.Bahkan sebelum acara, Rafael mencekal tangannya keras untuk menunjukkan kebenciannya pada dirinya karena mengira perjodohan keduanya akibat permintaan Delia. Padahal, dirinya pun tak kuasa akan pernikahan itu.Delia tak berani mengecewakan orang tuanya.CEKREK!Terdengar suara pintu terbuka.Delia sontak menoleh dan menemukan sang ibunda, dalam balutan kebaya berwarna caramel yang sengaja dipilih bersama calon ibu mertuanya."Del, sebentar lagi kamu keluar, ya," ucap sang ibu cepat, “Rafael sudah selesai mengucapkan ijab kabul.”Delia pun mengangguk–menahan degupan jantung yang semakin menggila.Tak sengaja, ia melirik tangannya yang terdapat sebuah goresan luka dari Rafael.Dengan cepat, ditariknya lengan gau
"Ugh!"Silau cahaya dan suara kendaraan membuat Delia terbangun. Ia melirik sekitar dan menemukan dirinya di kursi besi. "Ya Tuhan, jadi semalam aku tidur di sini?"Semalam, ia berbohong pada Andrew dan mengatakan bahwa Rafael memperlakukannya dengan baik. Tak mungkin bukan ia mengatakan bahwa terusir dari kamar pengantinnya sendiri, kan? Bisa-bisa, keluarga besarnya akan ribut.Delia menghela nafas berat. Diputuskannya kembali ke hotel.Ia akan mengambil beberapa barang lalu pulang ke rumah orang tuanya.Toh, tidak ada gunanya bagi Delia untuk tetap di sana. Lebih baik, perempuan itu bekerja.Namun, ketika Delia tiba di pintu kamar bernomor 107 itu, ia justru terdiam.Berulang kali, dia menarik nafas–menguatkan diri sebelum membuka pintu dengan sangat pelan."Kau dari mana saja?" sinis Rafael dengan wajah mengantuk. Pria itu bahkan masih bertelanjang dada.Delia tertegun. Tanpa sadar, matanya memperhatikan kondisi kamar hotel yang sangatlah berantakan. Terdapat banyak botol minum di
Setelah berhasil menenangkan diri, Delia sibuk membereskan kekacauan yang dibuat oleh Rafael dan Gladis selama satu setengah jam.Ia pun menghempaskan diri ke sofa sembari menyeka keringat yang turun di keningnya.Delia cukup lega menyelesaikan apa yang diperintah Rafael. Ia juga sudah memasak sesuai perintah keduanya.Namun, baru lima menit Delia merasakan damainya hidup, tiba-tiba Gladis bangun.Wanita kejam itu berjalan dengan angkuh menuju kitchen set. Dan tak lama, Rafael ikut menyusulnya.Delia memilih beranjak dari sofa kemudian berjalan ke kamar mandi."Huh makanan apa ini!"Delia mendengar suara Gladis yang seolah mencemoohnya, tapi kali ini Delia tidak peduli. Ia sudah lelah dengan pasangan gila itu."Makanan sampah!" ujarnya lagi."Aku tidak mau makan masakan istrimu, bagaimana kalau kita makan di bawah saja?" rengeknya sambil mengayun-ayunkan tangan Rafael."Ya, aku juga tidak sudi menyentuh masakannya."Delia tidak tuli. Namun, ia tidak bisa melakukan apa-apa, selain mere