Share

3. Ciuman Pengkhianatan

“Rama?” panggil Amaya yang membuat si pemilik nama dengan cepat menoleh padanya dengan terkejut. Begitu juga dengan Miranda yang bergegas bangun dari duduknya.

“B-Babe?” sebut Rama tergagap. “A-apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya.

“Kenapa kalau aku di sini memangnya?” tanya Amaya balik, mencengkeram semakin erat paper bag berisi toast yang ada di tangan kanannya. “Nggak boleh?” lanjutnya dengan dada yang naik turun menahan marah. “Kamu nggak suka aku di sini karena aku bisa melihatmu dan Miranda berciuman?”

“Ini nggak seperti yang kamu lihat, Babe,” jawab Rama.

“May … aku—“

“Kalau nggak seperti yang aku lihat lalu apa yang kalian lakukan barusan memangnya?” potong Amaya sebelum Miranda turut membela diri. “Apa bibir kalian yang menempel sampai lengket itu nggak bisa disebut sebagai ciuman?”

“Babe, dengar—“ Lelaki itu mendekat pada Amaya kemudian meraih pergelangan tangannya.

“Jangan menyentuhku, Buaya sialan!” umpat Amaya seraya menepis kasar tangan Rama. “Kita putus! nggak ada pacar, nggak ada sahabat! Jangan tunjukkan muka kalian di depanku lagi!”

Amaya membawa kakinya menjauh dari sana tetapi Rama menghalanginya. Salah satu tangan lelaki itu merentang, mencegah Amaya meninggalkannya begitu saja.

“Babe, kasih aku kesempatan buat ngejelasin,” pintanya.

“Nggak perlu!” tolaknya. “Minggir kamu!”

“Aku dan Miranda cuma berteman.”

Amaya tertawa miris mendengar itu. “Aku bukan anak kecil yang bisa kamu bohongi, Ram,” katanya. “Jadi ini alasan kenapa sejak kemarin kamu nggak peduli denganku? Karena sibuk dengannya?”

“Nggak, May,” sahut Miranda yang berdiri tak jauh dari bangku tempat semula ia duduk. “Aku 'kan sudah bilang kalau kemarin Rama lagi sakit?”

“Dari mana kamu tahu kalau dia sakit? Kamu di rumahnya seharian? Aah—“ Amaya tertawa sekali lagi. “Jadi kamu bohong saat kemarin bilang kalu Rama lagi bikin tugas?”

“May—“

“Dasar pengkhianat!”

“Aku kemarin memang sakit, May,” sahut Rama. Yang entah mengapa di telinga Amaya itu terdengar sangat kentara sekali bohongnya.

“Otakmu itu yang sakit!” Amaya yang geram memukul Rama dengan paper bag berisi toast yang ia bawa, membuat benda itu tersangkut di kepalanya dengan keadaan saus dan filling-nya yang berantakan.

Meski hatinya sangat sakit hingga rasanya tercabik-cabik, Ia menahan diri untuk tidak menangis di depan manusia yang ia percaya tetapi tak lebih dari keparat itu!

Langkahnya terasa gontai saat Amaya meninggalkan sekitaran lapangan. Ia bergegas menuju ke kelas yang harus ia hadiri pagi ini.

Semakin dekat dengan ruang tujuannya, dadanya semakin sesak. Tangannya terasa kebas saat ia membuka pintu kelas.

Tiba-tiba ... kakinya terpancang di lantai. Itu bukan tanpa sebab, karena ia melihat seorang pria yang sudah berdiri di depan para mahasiswa, bersiap memulai materi di dalam sana, Kelvin.

Saking rindunya dengan Rama, Amaya sampai lupa bahwa ia harus bertatap muka dengan dosen ekonometrikanya pagi ini yang tak lain adalah suami sirinya, Kelvin!

“Kamu hanya akan berdiri di sana?” tanya Kelvin saat Amaya termangu di ambang pintu sementara semua pasang mata mahasiswa di dalam menyaksikan kedatangannya.

Amaya menunduk di depan Kelvin, menggigit bibirnya sebelum mengatakan, “Maaf saya terlambat, Pak.”

“Masuk!”

“Terima kasih.”

Amaya bergegas, ia mengambil duduk di kursi paling belakang agar jarak pandangnya dengan Kelvin tidak begitu dekat. Agar pria itu tak tahu ia sedang berusaha menahan tangis.

Ia menunduk dalam, dengan benak yang penuh dengan gejolak. ‘Kenapa mereka selingkuh?’ batinya kacau. Apa ini karena ia membiarkan Miranda juga berteman dengan Rama sehingga dirinya kecolongan?

‘Sial!’

Niat hati ingin mengadu pada Rama soal rindu dan kondisi ayahnya, tapi ia malah disuguhi perselingkuhan!

‘Sejak kapan mereka—‘

“Amaya Madira,” panggil bariton dari arah depan yang membuat Amaya mengangkat wajahnya dengan cepat saat tahu bahwa yang menyebut namanya adalah Kelvin.

“I-iya, Pak?” tanggapnya gugup.

“Apakah kamu bisa memahami poin nomor tiga yang saya sampaikan?”

Pupilnya bergerak gugup memandang interactive whiteboard yang ada di depan.

Jawaban dari pertanyaan Kelvin adalah ‘tidak,’ ia tak tahu sama sekali, tidak ada yang masuk di kepalanya, semua kacau balau!

“M-maaf, saya k-kurang berkonsentrasi, Pak Kelvin.”

“Sepertinya lamunan kamu lebih menarik daripada materi yang saya sampaikan?”

“Maaf,” ujar Amaya.

“Kalau kamu seperti itu terus, saya akan meminta kamu untuk meninggalkan kelas saya sekarang juga.”

Datar, tak memiliki emosi, yang justru seperti menaburi garam pada luka Amaya yang menganga lebar.

“Baik, saya tidak akan mengulanginya,” jawabnya singkat, menegakkan punggungnya sementara Kelvin mempersilahkan salah seorang mahasiswa yang duduk di depan untuk melanjutkan bertanya.

Wajahnya yang tak mengalami banyak perubahan ekspresi menjadi pemandangan untuk Amaya hingga semua mahasiswa membubarkan diri setelah kelas usai.

Ia pun juga pergi dari sana, berjalan ke sembarang arah, yang penting menghindari kerumunan agar tak ada yang tahu seandainya ia menangis sewaktu-waktu.

Beberapa pesan masuk di ponselnya, datang bertubi-tubi dari Rama dan Miranda, yang tentu saja ia abaikan.

Langkahnya semakin cepat meninggalkan kampus. Ia berjalan di sepanjang pedestrian dengan maksud agar saat kakinya lelah maka ia bisa melupakan perselingkuhan pacar dan sahabatnya itu.

Dan seolah mendukung suasana hatinya, hujan turun saat Amaya belum sempat berteduh.

Akhirnya air matanya luruh. Ia menangis sepanjang jalan, bibirnya tertekuk, seperti orang bo—

“Bodohnya ….”

Amaya menoleh pada asal suara ejekan itu. Di samping kanannya, ia melihat Kelvin yang memunculkan kepalanya dari jendela mobil yang sedang ia kendarai.

“Apa yang kamu lakukan, Amaya?” tanyanya tak bisa menyembunyikan rasa kesal. Nada bicaranya hampir sama seperti saat ia menegurnya di dalam kelas tadi.

Amaya tak menjawab, ia hanya menunduk dan ingin abai pada Kelvin tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Bibirnya seperti ember bocor yang terbuka dan mengatakan, “Dia selingkuh.”

“Ya?!” Kelvin kebingungan. “Siapa yang kamu bicarakan?”

“Cowok kerempeng yang Pak Kelvin bilang kemarin itu,” jawab Amaya hampir berteriak.

Amaya tak tahu ada apa dengan raut wajah Kelvin itu, tapi sesaat ia mendapati senyum samar dan lesung pipinya selama kurang dari dua detik sebelum menghilang.

Amaya melihatnya keluar dari mobil dan membuka payung, membuat mereka kini berdiri di bawah naungan payung hitam yang sama saat Kelvin memintanya agar masuk ke dalam mobil.

“Masuklah!” titahnya. “Kalau kamu basah begini dan pergi ke rumah sakit nanti papamu pasti tanya macam-macam pada saya lalu—“

“Mereka berciuman,” kata Amaya sebelum Kelvin selesai bicara. “Saya belum pernah berciuman sama Rama selama kami pacaran tapi dia sudah berciuman dengan Miranda,” isaknya, tersedu-sedu.

Kelvin sekilas membuang mukanya teriring kedua bahunya yang jatuh. Gerak tubuhnya seolah bicara bahwa ia tahu apa penyebab Amaya melamun di kelasnya sejak pagi.

“Baguslah,” tanggap Kelvin kemudian. “Apa yang kamu harapkan memangnya? Berciuman dengan lelaki yang nggak menjamin akan menjadi jodohmu di masa depan?”

Mendengar itu membuat Amaya justru semakin tak bisa membendung air matanya. “Tapi—tapi ... kenapa harus dengan sahabat saya, Pak? Saya mencintai Rama ….”

“Kamu dan anak-anak seusiamu itu masih labil, cinta kalian itu masih lompat ke sana ke mari, seperti monyet,” paparnya.

“Bapak ngatain saya monyet?”

“Perasaan kalian, Amaya!” tekan Kelvin.

“Tapi kenapa saya harus memergoki mereka sedang berciuman? Harusnya—“

“Ini ke dua kalinya kamu membicarakan soal ciuman di depan saya,” potong Kelvin. “Kamu ingin saya mencium kamu juga?”

Komen (4)
goodnovel comment avatar
farizyara rsfy
meni d samain sama monyet tuh rasa......
goodnovel comment avatar
Diahayu Aristiani
buang aja pacar kerempeng mu amaya. kamu udah sah sama kelvin ya walaupun mulut dan sikap nya julid. semoga ada virus bucin setelah kamu patah hati
goodnovel comment avatar
Aya Melodi Agrifina
sakit sih emng dikhianatin... sabar ya May,nnti kmu sma pak Kelvin juga akan bgitu klo udah ada perasaan hahaha
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status