Share

6. Saya Yang Bertanggung Jawab Atasmu

“Pak Kelvin mau melanggar kesepakatan kita?” tanya Amaya, menoleh pada Kelvin yang sekilas mengangkat kedua bahunya secara bersamaan.

“Memangnya kita pernah membuat kesepakatan?” tanya Kelvin balik dengan tanpa beban, membuat Amaya mendengus tak habis pikir. “Apakah ada perjanjian hitam di atas putih? Dengan materai? Dengan—”

“Nggak ada,” potong Amaya dengan cepat. “Tapi Pak Kelvin ‘kan setuju kalau di kampus nggak boleh ada yang tahu kita menikah?”

“Saya setuju dengan syarat yang kamu ajukan, sebagai gantinya kamu juga harus melakukan hal yang sama, Amaya,” jawabnya.

“Hal yang—”

“Saya bukan Papa atau Abangmu yang bisa kamu bantah dengan sikapmu yang keras kepala,” terang Kelvin. “Meski nggak ada yang tahu kita menikah, tapi bukan berarti kamu bisa melakukan segala hal sesuka hatimu. Baik dan buruknya kamu sayalah yang bertanggung jawab.”

Tiba-tiba ... Amaya tak bisa bicara. Ia menelan ludahnya dengan kasar mendengar dingin dan tegasnya cara Kelvin berucap.

Baru kali ini ada seseorang yang bisa melarangnya selama ia hidup.

Ia meremas jemarinya yang ada di atas paha saat Kelvin kembali mengatakan, “Banyak tokoh wanita di dunia ini yang bekerja keras untuk membuat martabat kaum kalian terangkat,” katanya. “Jadi jangan merendahkan diri untuk lelaki yang jelas-jelas kamu tahu dia bukan lelaki yang baik.”

Tenang, suaranya memenuhi setiap sudut tempat hingga menyelinap masuk di dalam hati Amaya yang membuatnya bereaksi dengan cepat meletakkan salah satu tangannya di depan dadanya, melindungi bagian depan tubuhnya. Sementara tangannya yang lain menarik rok pendek yang mengumbar sebagian kakinya.

“Baiklah,” kata Amaya, lirih tetapi sepertinya Kelvin mendengarnya sebab pria itu menoleh kepadanya. “Saya akan mengganti pakaian ini,” putusnya.

Amaya keluar lebih dulu dari dalam sedan itu, sementara Kelvin menyusul di belakangnya.

Saat mereka masuk ke dalam, Amaya meminta dress yang sekiranya lebih sopan pada staf yang ada di toko.

Baju yang sekiranya tidak seperti ondel-ondel jadi-jadian yang melecehkan mata Kelvin.

Berdiri di dalam ruang ganti dan menghadap cermin besar yang ada di sana, kedua bahu Amaya jatuh penuh sesal.

“Kelvin benar,” gumamnya. “Apa yang sedang aku pakai ini? Aku mau jadi Harley Quinn pacarnya si Joker?”

Entah apa yang terlintas di benaknya dengan memilih padu padan baju yang menyakiti mata itu untuk pergi ke kampus.

Balas dendam dia bilang? Konyol sekali ....

Tak berapa lama, setelah memilih beberapa pakaian yang dibawakan oleh staf, Amaya keluar dengan dress di bawah lutut.

Warna biru yang terkesan lembut, dengan lengannya yang panjang dan kerah yang memiliki pita.

“Kalau ini, bagaimana?” tanyanya pada Kelvin yang duduk menunggunya di sofa tak jauh dari ruang ganti

Pria itu mengangguk dengan mata yang terpejam puas meski bibirnya tak bicara. Samar Amaya menjumpai lesung pipinya yang tampak sebelum ia bangun dan berujar, “Saya yang akan bayar,” katanya. “Ayo cepat, saya ada kelas pagi ini.”

“Pak Kelvin—” Amaya mencegahnya pergi begitu saja.

“Hm?” Kelvin menoleh padanya yang tersenyum aneh saat menunjukkan keranjang yang ia bawa.

“Saya juga mau semua ini,” ucapnya. “Bapak yang akan bayar juga, ‘kan?”

“Kamu—” Kelvin mendengus, menunjuk Amaya dengan kesal. “Kamu mau menguras uang saya?”

“Loh? Bukannya Bapak tadi yang bilang kalau baik buruknya saya tergantung sama Anda?” tanya Amaya balik. “Kalau Bapak nggak mau saya pakai baju ondel-ondel style lagi, bukankah harusnya semua ini dibayar?”

“Itu—”

“Bapak ‘kan suami saya? Pelit amat sama istri sendiri, Pak ....”

Kelvin memejamkan matanya, sepertinya pria itu sedang menyatukan dirinya dengan alam agar energi buruknya menguap.

“Ya sudah,” putus Kelvin. “Bawa ke kasir.”

“Terima kasih,” jawab Amaya dengan gegas sebelum Kelvin berubah pikiran.

Tidak ada yang bicara setelah keduanya kembali ke dalam mobil dan melanjutkan perjalanan ke kampus. Serta ... seperti janji Kelvin sebelumnya yang akan menurunkan Amaya sedikit agak jauh dari kawasan kampus, pria itu menepatinya.

Amaya berjalan lebih santai, kelasnya sedikit agak siang sehingga ia tak perlu tergesa-gesa. Tiba di sana, ia melihat teman yang dulu satu SMA dengannya melambaikan tangan saat mereka bertemu tak jauh dari gerbang.

“May,” panggilnya.

“Hai, Alin,” balas Amaya.

“Aku dengar dari anak-anak,” katanya pertama-tama. “Turut berduka cita untuk perginya Om Athan.”

“Terima kasih.”

“Aku nggak sempat datang buat melayat karena ibuku juga lagi opname.”

Amaya mengangguk tak keberatan, “Nggak apa-apa, Lin,” ucapnya. “Bagaimana keadaan beliau sekarang?”

“Sudah dibawa pulang kok.”

Mereka berjalan berdampingan untuk masuk, kebetulan memang akan pergi ke satu ruangan yang sama.

“Kamu cantik sekali pagi ini,” puji Alin. “Bagus akhirnya kamu tahu kalau cowok itu nggak baik,” lanjutnya.

Amaya berdeham, tahu betul yang sedang dikatakan oleh Alin dengan 'cowok itu' adalah Rama.

“Apa anak-anak sudah tahu kalau dia selingkuh sama si Miranda?” tanya Amaya.

Alin mengangguk, “Iya, May,” jawabnya. “Mereka sudah dekat sejak lama loh, tapi ... kami semua nggak berani kasih tahu kamu.”

“Kenapa?”

“Karena kamu pasti memilih buat ribut sama mahasiswa lain kalau ada yang ngomong jelek soal si Rama atau Miranda.”

Amaya menghela napasnya, menyesal mengapa selama ini ia memberikan kepercayaan yang besar pada mereka jika akhirnya dirinyalah yang terluka.

“Bukan bermaksud bikin kamu kesel, May, tapi ... anak-anak bilang kalau mereka lihat Rama sama Miranda berdua staycation di hotel, sehari sebelum Om Athan meninggal.”

Kalimat Alin membuat Amaya tertegun selama beberapa detik.

Bukankah ... ia tak perlu menanyakan apa yang terjadi pada dua manusia itu?

Saat ia cemas dihadapkan pada kondisi ayahnya, saat ia membutuhkan dukungan, saat ia cemas karena tak mendapat kabar dan dirundung rindu semalam ... mereka malah main kuda-kudaan!

Keparat!

Amaya tidak akan melupakan pengkhianatan mereka itu, selamanya!

Ia menunduk meraba ponselnya yang ada di dalam tas. Bersama dengan Alin duduk di bangku yang tak jauh dari kelas yang akan mereka hadiri.

‘Aku blokir saja dua orang itu,’ putusnya.

Kalimat maaf dan sesal yang mereka sampaikan itu hanyalah kepalsuan.

Omong kosong!

Tapi saat Amaya meraih ponselnya, ia terkejut dan segera mengembalikannya ke dalam tas.

Matanya bergerak gugup saat ia menyadari bahwa ponsel yang ia bawa itu bukanlah ponsel miliknya.

‘Ini punya Kelvin.’

….

Almiftiafay

akak semua ... othor update 1 dulu ya sementara ini ☺️ jangan lupa tinggalkan komentar dan ulasan buat Kelvin Amaya 😹 terima kasih... sampai jumpa besok pukul 12.30 WIB || spoiler di 1nst4gram @almiftiafay. TYSM ILYTTMAB 🩷❤️🤗

| 3
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Diahayu Aristiani
amaya klo kamu mau balas dendam sama mantan cowok kerempeng mu harus nya kamu pamer dong klo punya suami kayak kelvin yg pasti ganteng, berotot , perut sixpack biar mantan dan sahabat pengkhianat mu kena mental
goodnovel comment avatar
Christy Lino
Amaya kyaknx gk bisa brkutik deh klo lg sama paksu hahahaaa lucunya mreka br2 klo lg debat kayak anak abg ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status