terima kasih sudah membaca ya đ¤ sampai jumpa besok lagi đŠˇâ¤ď¸đ¤ follow 1nst4gram othor @almiftiafay juga maaciww
'Drama inap-menginap masih belum selesai,' gumam Amaya sekeluarnya ia dari ruang dosen. Langkahnya terasa berat, kepalanya berpikir keras apa yang harus ia lakukan nanti malam karena jelas ia dan Kelvin akan kembali satu kamar. Meski yang semalam berakhir dengan tak terjadi apapun ... Amaya tak akan lupa bahwa bibirnya pernah mengatakan 'Saya akan lakukan apapun yang Bapak mau' yang artinya ia masih memiliki hutang pada pria itu. Mengingat yang sebelumnya Kelvin yang secara tak kentara sebenarnya ingin menyebut bahwa ia adalah pria normal, Amaya khawatir akan satu hal, "Bagaimana kalau dia menagih kalimatku saat itu untuk ...." 'Saya tagih janjimu, Amaya. Layani saya malam ini.' Bayangan seandainya Kelvin mengatakan hal itu datang dari antah berantah menghantuinya. Amaya menyilangkan kedua tangannya di depan tubuhnya. Tapi sedetik kemudian ia menampar pipinya. "Sadar, May!" hardiknya pada diri sendiri. Daripada memikirkan itu, sebaiknya ia mengambil langkah antisipatif. 'Apa
"Mama tadi bilang mau kasih kamu hadiah, apa isinya?" tanya Kelvin dari belakang Amaya yang masih menghadap pintu. Yang membuat Amaya semakin panik dan memasukan kembali pakaian berbahan minim itu ke dalam paper bag. "S-sebaiknya Pak Kelvin nggak perlu tahu," jawab Amaya seraya memutar badannya sehingga mereka berhadapan. "Kenapa saya nggak boleh tahu?" tanya Kelvin lagi. Matanya jatuh pada paper bag yang dipeluk erat oleh Amaya. Satu langkahnya membuat Amaya menyisih agar mereka tetap memiliki jarak. "Kalau saya bilang sebaiknya Bapak nggak usah tahu tuh ya udah, jangan penasaran!" tegur Amaya seraya berjalan meninggalkan Kelvin. "Kepo!" lanjutnya sembari sekilas menoleh ke belakang dan menyimpan paper bag itu di dalam ranselnya yang berisi pakaian. "Baiklah," jawab Kelvin. "Kamu nggak perlu semarah itu juga, 'kan?" "Soalnya kalau sampai Pak Kelvin tahu nanti Anda bakalan ngatain saya sengaja godain Bapak karenaâ" Amaya berhenti bicara. Ia memejamkan matanya dengan kesal. Buk
âKembalikan!â seru Amaya seraya berlari menghampiri Kelvin. Tangannya terarah ke depan, bermaksud mengambil benda itu tetapi tak bisa ia lakukan begitu saja sebab Kelvin mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Posturnya yang setinggi tiang tentu saja tidak bisa digapai Amaya sekalipun ia berjinjit. Ia hanya berdiri setinggi dada Kelvin yang malah antusias membuka isinya seraya berujar, âIsi berapa ini, Amaya?â tanyanya. âTiga? Lima? Kamu ingin melakukan sebanyak itu dengan saya?â âKEMBALIKAN!â teriak Amaya yang masih bersikeras menggapainya. âSaya tuh beli itu karena Kak Gafi titip!â lanjutnya, mengatakan apapun agar Kelvin mengembalikan kotak berwarna merah pembawa sial itu padanya. Amaya menyesal kenapa ia benar-benar membeli benda itu tadi. Kenapa kakinya berjalan pergi meninggalkan rumah setelah diantar pulang Gafi dan berhenti di minimarket dan dengan beraninya mengambil dan membayarnya di kasir? âAah, kalau begitu akan saya berikan ke Kak Gafi,â kata Kelvin, langkah kaki panjan
âAku juga lihat kayaknya itu kamu deh yang keluar dari mobilnya Pak Kelvin kapan hari?â sambung suara lainnya yang membuat keringat dingin menetes di punggung Amaya. âKalian berhenti di depan tempat foto copy. Bener, âkan?âAmaya menelan ludahnya dengan kasar saat menyapukan pandang pada semua pasang mata yang sedang menatap dan menunggu jawabannya.Ketegangan ini ... pertama-tama harus ia cairkan lebih dulu.Ia tertawa meski tak yakin teman-temannya ini akan terkesan. "Mana mungkin aku dekat sama Pak Kelvin?" tanya Amaya setelah tawanya selesai. "Iya aku memang kasih HP-nya Pak Kelvin," jawabnya, menata alasan agar semua orang percaya padanya."Kok bisa?" tanya Alin, teman Amaya yang duduk di sebelahnya."Ada bapak-bapak, beliau bilang sopirnya Pak Kelvin dan HP-nya ketinggalan di mobil," jawab Amaya yang tentu saja itu adalah sebuah kebohongan. "Terus pas aku baru datang Bapak itu titip biar aku kasih ke Pak Kelvin. Dan ada yang lihat katanya Pak Kelvin di dekat lapangan futsal, ma
âAstaga!â Amaya segera menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ia baru sadar ini! Dirinya memang sedang tak memakaiâ âTadi saya lepas pas mau rebahan, terus lupa pakai,â katanya sembari menoleh pada Kelvin yang sudah meninggalkannya cukup jauh, yang sepertinya pria itu juga tidak peduli dengan alasan yang ia sampaikan. Amaya melarikan diri dari ruang makan dan kembali ke dalam kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur dan menutup seluruh badannya dengan selimut. Ia berteriak malu, Kelvin pasti melihat dengan jelasâ âAMAYA BODOH!â umpatnya pada diri sendiri, menendang-nendang selimutnya yang tak bersalah. Tahu sudah ia alasan Kelvin tak mau bertatap muka saat bicara dengannya sejak tadi. Sepasang matanya pasti menangkap âpemandanganâ tak biasa sejak kedatangannya, sehingga ia menjaga jarak. Amaya duduk dengan punggung tegak setelah mengumpati dirinya tanpa henti. Ia menatap kosong ke depan, abai pada rambutnya yang sudah seperti sarang burung setel
Mulutnya Kelvin beraksi kembali. Amaya bergumam kesal sepanjang jalan yang mengantarnya ke kelas pertama yang harus ia tuju pada pagi hari ini. Mengingat perdebatannya dengan Kelvin di dapur tadi, Amaya mulai merasa bahwa Kelvin memiliki banyak stok ejekan untuknya. 'Setelah kemarin dia membandingkan aku dengan Megalodon, pagi ini dia menyebutku pendek seperti kucing Munchkin.' "Kalau dia teman seumuranku, aku pasti akan mengajaknya ribut!" ucapnya seraya bersedekap. Kalimat itu rupanya didengar oleh orang lain karena suara seorang perempuan datang dari samping kanannya dan menyahut, "Siapa yang mau kamu ajak ribut, May?" Amaya menoleh pada kedatangan Alin, temannya itu tampak mengerutkan alis yang mengisyaratkan agar ia tidak membuat keributan. "Masih pagi, jangan bikin keributan," tegurnya. "Siapa yang bikin masalah sama kamu?" "Ada lah," jawab Amaya. "Pokoknya orang yang paling nyebelin yang pernah aku temui di dunia ini." "Mahasiswa sini?" "Bukan," jawab Amaya. "Bukan ma
"Iya, beliau adalah pembina," jawab Ziel, jelas dan terang di telinga Amaya. Amaya tak bisa bernapas untuk beberapa detik. Tubuhnya mematung, berdiri menyaksikan Ziel yang berjalan meninggalkannya dan menuju pada Kelvin yang sepertinya juga mengetahui keberadaannya di sini. Salah satu alis pria itu terlihat terangkat sebelah dari kejauhan. Tampak keheranan dan barangkali bertanya 'Apa yang kamu lakukan di sini, Amaya?' Amaya memalingkan wajahnya, ia menoleh pada seorang perempuan yang menyerukan agar anggota baru menemuinya di sudut ruangan untuk arahan singkat. Baru saat itulah Amaya mampu mengangkat kakinya yang sebelumnya bagai terpasak dengan bumi. "Saya akan bagikan seragam buat para pemula, silahkan dipakai di ruang ganti, habis ini kita pemanasan dulu," ucap perempuan kakak tingkat Amaya itu. Amaya dan beberapa orang lainnya menerima seragam. Mereka membubarkan diri sementara waktu untuk pergi ke ruang ganti. Dengan seorang mahasiswi yang juga merupakan anggota baru, Amay
Saat Amaya membuka mata, kepalanya masih terasa pusing meski tak seberat saat ia jatuh di ruang latihan taekwondo tadi.Ia memandang langit-langit ruangan yang ia yakini sebagai unit kesehatan kampus. Dan saat ia meraba tubuhnya, ia masih mengenakan seragam.'Memalukan sekali ....' gumamnya dalam hati lalu bangun dan melihat seorang perempuan yang duduk tak jauh darinya bergegas mendekat. Alin. Raut wajah temannya itu terlihat cemas menyaksikannya."May," sapanya lebih dulu. "Kamu sudah bangun?" "Apa pingsanku lama?" tanya Amaya, menelan rasa malu karena mengabaikan Alin yang sudah melarangnya agar tidak ikut UKM bela diri."Lumayanlah," jawabnya. "Aku sudah bilang biar kamu nggak ikut kegiatan itu loh!" tegurnya. "Tuh lihat! Baru juga pemanasan, udah pingsan aja kamu!""Sorry, Lin," tanggap Amaya. "Beban banget ya aku ini?""Bebannya sih nggak seberapa, cuma mungkin malunya yang agak berat."Alin menyerahkan satu botol minuman untuknya yang ia terima dan ia teguk hingga lebih dari
'D-dia ngapain sih?' batin Amaya penuh dengan tanya. 'Dia beneran kesel sama aku yang ngomong kalau motornya Ziel keren kemarin? Astaga ... padahal yang aku puji tuh motor barunya, bukan orangnya. Ini model cemburu apa lagi, Kelvin?'Mata Amaya terpejam sesaat. Tak ada kata damai dalam hidupnya jika sikap agresif Kelvin sering kali tak tertebak.Hari ini dengan naik motor, lalu berhenti di hadapannya seolah ia sedang menunjukkan bahwa dirinya adalah suaminya Amaya.'Tadi bukannya dia ngantar kak Gafi ke chiropractor ya?' batinnya lagi. 'Jadi dia pulang dulu buat ngambil motornya terus ke kampus gitu?'Lagi pula kenapa Amaya tak sadar bahwa itu adalah motornya Kelvin?Ia hampir melihatnya setiap hari di garasi.Semua pikiran berkecamuk tanpa henti. Amaya sedikit tersentak saat mendengar Kelvin yang mengatakan, "Ayo."Kepala pria itu sekilas miring ke kiri, meminta Amaya untuk segera naik. Salah satu tangannya mengarah ke depan, menyerahkan helm pada Amaya yang bingung harus bagaimana
âMaaf, Mir,â ucap Rama sekali lagi. âBuat semua kesalahan yang aku lakukan, buat aku yang udah menghancurkan hidupmu dan bahkan berniat membuatmu menghilang.âMiranda tertunduk di tempat ia duduk. Ia meremas jari-jarinya yang ada di atas paha.Hening kembali menghampiri, senja di luar yag menggelap menuntun mereka untuk mengingat, menapaki kembali jalan suram yang pernah mereka ambil.âWaktu itu ...â Miranda akhirnya membuka suaranya. âWaktu kamu dorong aku dari lantai dua Amore, apa itu betulan karena kamu rencanakan?â tanyanya. âApa ... nggak seberharga itu aku buat kamu sekalipun hubungan yang sebelumnya kita lakukan itu salah?âRama tampak menggertakkan rahangnya, ia menggeleng sebelum menjawab Miranda. âNggak,â jawabnya. âAku nggak pernah rencanain itu, Mir. Nggak pernah ada niat sejak awal buat dorong kamu. Aku cuma ... tertekan waktu itu. Aku takut kalau Papaku bakal buang aku ke tempat yang jauh dari sini. Maaf ....âMiranda tersenyum tipis, ia lalu menggigit bibirnya untuk me
Niat hati ingin mengelabui, ternyata malah tertangkap basah!âSiang bolong begini, Vin?â goda Riana setelah Rajendra lebih dulu berdeham dan meninggalkan mereka berdua.âApa sih?â tanya Kelvin, ia menyapukan rambut hitamnya ke belakang saat Amaya menyenggol lengannya, isyarat agar Kelvin menjawab ibunya dengan sedikit lebih masuk akal. âNggak ngapa-ngapain juga. Benerin ikat pinggang emangnya salah? Habis dari kamar mandi tadi.ââOhâââLagian kalau ngapa-ngapain tuh juga kenapa, Mam? Sama istri sendiri juga. Kayak nggak pernah muda aja,â imbuhnya. âMama sama Papa dulu pasti juga seringâaaak!âKelvin berteriak saat Riana mencubit dadanya, ia tarik dan ia puntir. âMamâsakit, MamâââBerani kamu godain Mama hah?ââGodain gimana sih?â tanya Kelvin balik seraya mengusap dadanya. Ia terdorong menyingkir dari hadapan Riana setelah ibunya itu membuatnya hampir terjengkang.âMaaf ya, Sayang ....â kata Riana pada Amaya. Mendekat dan memeluknya. âMaklum di usianya yang udah kepala tiga si Kelvin
Amaya yang mendengar celotehan Arsen yang tengah berjalan di belakang punggungnya tak bisa menahan tawa.Entah kenapa mulut julid Arsen selalu menghibur. Kali ini ... si bapaknya yang tak lolos darinya.Carl Fredricksen ia bilang?Si kakek-kakek tua berambut putih yang ada di film UP.Arsen mengatakan begitu mungkin karena jalan Gafi yang terbungkuk dengan bantuan tongkat.Dan jika Amaya perhatikan lebih jauh, tongkatnya itu sebenarnya adalah gagang sapu yang entah ia dapatkan dari mana.Ditambah dengan dirinya yang bau minyak tawon, maka sempurnalah mulut julid Arsen saat me-roasting bapaknya."Ada apa?" tanya Serena yang berpapasan jalan dengan Amaya.Kakak iparnya itu terlihat baru saja datang karena masih membawa tas di tangannya."Itu, Kak Renaâ" Amaya sekilas menoleh ke belakang, pada Gafi yang dibantu berjalan oleh Kelvin sementara di depannya Arsen menjadi pemandu sorak. "AYO, PAPA! MAJU-MAJU!""Arsen bilang kalau Kak Gafi udah kayak kakek tua ubanan di film UP," lanjut Amaya
Amaya yakin kalimat Ziel yang mengatakan âtadinya mau nawarin bareng ke Amaya, tapi kayaknya nggak dulu dehâ yang tadi diucapkannya itu selain karena ingin mengatakan bahwa memang Randy yang akan pulang dengannya, pasti karena Ziel melihat Kelvin sudah ada di sana. Sehingga pemuda itu âlari tunggang-langgangâ. Tapi saat hal itu Ziel lakukan, hal yang seharusnya membuat Amaya aman, dirinya malah melontarkan pujian âkeren bangetâ pada Ziel yang bisa didengar oleh Kelvin. âSuami nggak tuh!â kata Alin seraya berpegangan tangan dengan Naira. Seolah saling menguatkan diri agar tak tiba-tiba berteriak semakin keras atau memeluk tiang listrik. âKamu mau pulang bareng aku nggak?â tanya Kelvin, masih dengan matannya yang tak berpaling dari Amaya. âAku-kamu nggak tuh,â imbuh Naira saat mendengar sebutan Kelvin untuk Amaya. âKatanya mau habisin makanan sebelum pergi ke rumahnya Mama? Jadi?â tanya Kelvin sekali lagi. Amaya bergeming. Benar-benar tak bisa menepis apapun sekarang! âJ-jadi,â
[MemutuskanâMenetapkan pemberhentian (Drop Out) mahasiswa atas nama Caecilia Harjono sebagaimana tercantum di dalam lampiran sebagai mahasiswa Universitas G....] Caecil membacanya hingga habis setelah ia mengambil ponsel dari dalam tasnya. Tangannya terasa kebas dan gemetar. Jika email ini sudah sampai kepadanya ... artinya surat fisiknya juga bisa saja telah sampai di rumah dan barangkali sudah dibaca oleh Adrian serta Belindaâkedua orang tuanya. âAkh!â Caecil menggeram kesal, matanya berair dan ia mengangkat wajahnya, pergi dari layar ponselnya yang menyala untuk menatap pada Sarah dan Oliv. âKita harus bales ini ke Amaya!â katanya menggebu-gebu. âBener apa yang aku bilang kalau Amaya itu kurang ajar, âkan? Selain ngadu ke Pak Kelvin, dia juga bikin aku di DO dari kampus.â Celotehannya justru membuat kedua bahu Sarah dan Oliv seketika jatuh. Kedua temannya itu secara kompak merotasikan bola mata mereka dengan enggan. âKalian nggak setuju?â tanya Caecil saat menjumpai ra
"Udah masuk sendiri dia," celetuk Randy sementara mahasiswa lain yang melihat Caecil terperosok kepalanya di dalam tong sampah malah tertawa tanpa henti. "TOLONG!" seru Caecil sekali lagi. Kedua tangannya mengepak-ngepak seperti burung yang terbang sedang kepalanya bertopikan tong sampah. Amaya hampir mendekat, berniat untuk menolongnya karena tidak tega. Akan jadi buruk jika Caecil kehabisan oksigen dan tak bisa bernapas saat kepalanya terperangkap di dalam sana. Sekalipun yang ia lakukan itu adalah karena ulahnya sendiriâyang berkeinginan menyerang Alin tapi gagalâtapi mendengarnya meminta tolong membuat Amaya tergerak hatinya. Tapi, pada langkah pertamanya, ia terhenti sebab teman Caecil datang. Kedua gadis yang dikenal Amaya bernama Sarah dan Oliv itu lebih dulu menghampiri Caecil. Menariknya dan mengangkat tong sampah yang membuat kepalanya terjebak itu. Sampah-sampah yang kebetulannya adalah sampah basah berhamburan ke lantai saat tong tersebut terangkat sehingga memunculk
Setelah akhir pekan dan ditambah oleh satu hari libur, pada akhirnya kesibukan di kampus telah kembali. Pagi ini, di rumah mereka sendiri, Amaya dengan kesadaran penuh bangun lebih awal, ia membuat sarapan untuknya dan Kelvinâanggap saja ini sebagai balasan karena kemarin penuh dengan âprincess treatment.ââJangan pedes-pedes kenapa?â tanya Kelvin saat ia menyuap ayam bumbu yang dibuat oleh Amaya saat akhirnya mereka duduk berseberangan di meja makan.âNggak masuk seleranya Mas Vin ya?â tanya Amaya balik.âMasuk, Sayang. Tapi ini kepedesan, buat pagi di mana perut kita belum terisi apapun, aku kurang setuju.ââK-kalau gitu simpan di kulkas aja nggak sih?â usul Amaya yang mendapat tanggapan dari Kelvin. âBoleh, yang masih ada di mangkuk masukin kulkas, kita cemilin nanti pulang dari kampus.âAmaya mengangguk, ia mengikuti Kelvin yang meneguk minuman dan memang harus ia akui rasanya memang pedas!âTapi terima kasih buat effort kamu,â kata Kelvin setelah ia menyuap ayam bumbu terakhir
âAhhââ Suara itu lolos dari bibir Amaya setelah serangkaian pemanasan yang panjang. Saat dirinya dan Kelvin menjadi satu di bawah lampu kamar yang berpendar hangat. Kelvin yang mengganti lampunya tadi sebelum ia juga menanggalkan semua pakaiannya. Sangat mendebarkan saat Amaya mengambil oksigen dari ciuman mereka yang seolah tak akan berhenti di bibirnya. Ia membiarkan lidah mereka untuk bertemu hingga api yang sejak tadi hanya sebesar lilin itu membakar segalanya. âAhhââ Amaya kembali terjaga dari lamunan sesaatnya kala bibir Kelvin menyinggahi bahunya yang terbuka. Prianya ini tak pernah gagal membuatnya mabuk dengan sentuhan-sentuhan yang ia berikan. âKamu suka?â tanya Kelvin dengan terus bergerak di atas Amaya, ia terlihat sangat tampan sekalipun sebagian rambutnya telah basah oleh keringat. âK-kenapa tanyanya begitu sih?â tanya Amaya balik. Batinnya bergumam, âApa dia nggak bisa lihat akan seberapa berantakan aku kalau dia berhenti sekarang?â âCuma ingin mastiin kalau