selamat siang semuanya ❤️ apakah kalian suka dengan tingkah pasutri gaje itu 😂😹🤣 jumpa besok lagi ya 🙂↕️ terima kasih sudah membaca
Mulutnya Kelvin beraksi kembali. Amaya bergumam kesal sepanjang jalan yang mengantarnya ke kelas pertama yang harus ia tuju pada pagi hari ini. Mengingat perdebatannya dengan Kelvin di dapur tadi, Amaya mulai merasa bahwa Kelvin memiliki banyak stok ejekan untuknya. 'Setelah kemarin dia membandingkan aku dengan Megalodon, pagi ini dia menyebutku pendek seperti kucing Munchkin.' "Kalau dia teman seumuranku, aku pasti akan mengajaknya ribut!" ucapnya seraya bersedekap. Kalimat itu rupanya didengar oleh orang lain karena suara seorang perempuan datang dari samping kanannya dan menyahut, "Siapa yang mau kamu ajak ribut, May?" Amaya menoleh pada kedatangan Alin, temannya itu tampak mengerutkan alis yang mengisyaratkan agar ia tidak membuat keributan. "Masih pagi, jangan bikin keributan," tegurnya. "Siapa yang bikin masalah sama kamu?" "Ada lah," jawab Amaya. "Pokoknya orang yang paling nyebelin yang pernah aku temui di dunia ini." "Mahasiswa sini?" "Bukan," jawab Amaya. "Bukan ma
"Iya, beliau adalah pembina," jawab Ziel, jelas dan terang di telinga Amaya. Amaya tak bisa bernapas untuk beberapa detik. Tubuhnya mematung, berdiri menyaksikan Ziel yang berjalan meninggalkannya dan menuju pada Kelvin yang sepertinya juga mengetahui keberadaannya di sini. Salah satu alis pria itu terlihat terangkat sebelah dari kejauhan. Tampak keheranan dan barangkali bertanya 'Apa yang kamu lakukan di sini, Amaya?' Amaya memalingkan wajahnya, ia menoleh pada seorang perempuan yang menyerukan agar anggota baru menemuinya di sudut ruangan untuk arahan singkat. Baru saat itulah Amaya mampu mengangkat kakinya yang sebelumnya bagai terpasak dengan bumi. "Saya akan bagikan seragam buat para pemula, silahkan dipakai di ruang ganti, habis ini kita pemanasan dulu," ucap perempuan kakak tingkat Amaya itu. Amaya dan beberapa orang lainnya menerima seragam. Mereka membubarkan diri sementara waktu untuk pergi ke ruang ganti. Dengan seorang mahasiswi yang juga merupakan anggota baru, Amay
Saat Amaya membuka mata, kepalanya masih terasa pusing meski tak seberat saat ia jatuh di ruang latihan taekwondo tadi.Ia memandang langit-langit ruangan yang ia yakini sebagai unit kesehatan kampus. Dan saat ia meraba tubuhnya, ia masih mengenakan seragam.'Memalukan sekali ....' gumamnya dalam hati lalu bangun dan melihat seorang perempuan yang duduk tak jauh darinya bergegas mendekat. Alin. Raut wajah temannya itu terlihat cemas menyaksikannya."May," sapanya lebih dulu. "Kamu sudah bangun?" "Apa pingsanku lama?" tanya Amaya, menelan rasa malu karena mengabaikan Alin yang sudah melarangnya agar tidak ikut UKM bela diri."Lumayanlah," jawabnya. "Aku sudah bilang biar kamu nggak ikut kegiatan itu loh!" tegurnya. "Tuh lihat! Baru juga pemanasan, udah pingsan aja kamu!""Sorry, Lin," tanggap Amaya. "Beban banget ya aku ini?""Bebannya sih nggak seberapa, cuma mungkin malunya yang agak berat."Alin menyerahkan satu botol minuman untuknya yang ia terima dan ia teguk hingga lebih dari
Sepertinya, karena melihat Amaya yang terlalu shock dengan ucapan Rama, Alin yang mendengarnya pun memutuskan untuk angkat bicara. "Rama anj—" "Lin!" panggil Amaya. "Heh, Rama! Jangan ngatain Amaya ini-itu ya! Jaga tuh mulut! Kalau nggak modal tuh ngaku aja ya bangs—" "Lin!" panggil Amaya sekali lagi. Mencegah Alin melanjutkan keributan karena ia merasa Rama memang sengaja melakukan hal itu untuk memprovokasinya. "Udah," kata Amaya. "Biarin aja." "Itu udah keterlaluan banget, May!" sahut Alin. "Kita juga tahu kalik gimana nggak modalnya tuh cowok sama sahabatmu yang sok cantik itu!" Jari telunjuk Alin mengarah pada kepergian Rama dan Miranda dengan geram. Amaya menghela napasnya. Ia menengadahkan wajah untuk mencegah agar air matanya tidak jatuh. Alin merangkul bahunya saat berbisik, "Jangan pikirin apa yang dibilang sama si mokondo itu," katanya. "Kami tahu kok kalau kamu baik. Tapi ya ... itu sih sayangnya ... agak bodoh dikit, karena bisa dimanfaatin sama mereka." Amaya me
'PIKIRAN MACAM APA ITU, AMAYA!' hardik Amaya dalam hati. Kesal pada diri sendiri yang baru saja berpikir bahwa Kelvin akan menciumnya.Padahal ... yang dilakukan oleh pria itu hanyalah meraih bahunya, isyarat agar Amaya menyisih karena ia ingin membuka pintu kulkas dan memasukkan botol minuman miliknya kembali ke dalam."Saya pikir kamu pergi ke sana karena ingin menghajar saya," kata Kelvin sekali lagi. "Kenapa Pak Kelvin punya pikiran seperti itu?""Kamu 'kan sering kesal ke saya," jawab Kelvin. "Seseorang yang memiliki dendam kesumat pasti akan ... sedikit nekad. Yah ... meskipun nggak jarang dari tindakan impulsif mereka itu berakhir dengan sedikit memalukan sih."Amaya melihat salah satu sudut bibir Kelvin terangkat. Ia tahu bahwa 'sedikit memalukan' itu merujuk pada akhir 'mengenaskan' Amaya yang jatuh pingsan di ruang latihan taekwondo.Manis lesung pipi Kelvin membuat Amaya memalingkan wajah agar tak tenggelam dalam pesonanya. Ia tak ingin terpesona pada pria menyebalkan ini
"Saya nggak bilang apa-apa loh padahal," jawab Amaya seraya bergegas mengembalikan baju milik Kelvin ke dalam keranjang sementara si empunya meraih celana dalam yang jatuh di lantai dengan cepat. "Kamu memang nggak bilang apapun," kata Kelvin. "Tapi pandanganmu sangat berisik! Kamu nggak percaya kalau ini punya saya?" Amaya mengangkat sekilas kedua bahunya, "Memang agak meragukan sih," jawabnya. "Nggak kelihatan kalau Pak Kelvin itu ukurannya—Kyaak!" Amaya berlari meninggalkan ruang laundry saat melihat Kelvin satu langkah maju seraya menyingkap kaos yang ia kenakan, tatapannya seolah mengatakan, 'Kamu mau melihatnya? Sini biar saya tunjukkan!' Lari Amaya terhenti saat ia masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya. Menyandarkan punggungnya pada pintu yang tertutup, ia dengan cepat mengubah ekspresinya. Dari yang baru saja tersenyum lalu memasang wajah datar. 'Ngapain kamu tersenyum, May?' tanyanya pada diri sendiri. 'Senang kamu godain Kelvin begitu hah?!' Tapi jika ditelaah l
Sabtu siang yang dikhawatirkan oleh Amaya dan Kelvin itu telah tiba. Tetapi rupanya ... itu tak seburuk yang mereka pikirkan.Lewat grup chat keluarga, Kelvin menjelaskan bahwa Amaya memang ada kegiatan di West Hill—lokasi camping dan outbond tempat keluarga mereka menghabiskan akhir pekan—sehingga nantinya Amaya tak sepenuhnya bisa bergabung dengan acara keluarga.Saat Amaya dan Kelvin sebelumnya berpikir itu akan mendapat reaksi keras, tetapi ibunya Kelvin—Riana—justru mengatakan kalimat yang membuat keduanya lega.[Nggak apa-apa, Vin. Amaya memang masih kuliah. Biar dia main dengan teman-temannya, nanti kalau malam bisa gabung sebentar sama keluarga kita.]Agar tak memperpanjang urusan, Amaya dan Kelvin mengiyakannya dengan cepat.Matahari hampir condong ke barat saat bus berisi mahasiswa dari kampus Amaya tiba di West Hill. Mereka mengeluarkan barang dan menuju ke titik kumpul.Saat Amaya mencangklong ransel miliknya, ia mendengar Randy—salah seorang teman yang cukup dekat denga
“K-ke ... m-mana?” tanya Amaya dengan ragu. Ia menggigit bibirnya, meredam kegugupan karena merasa cara Kelvin memandangnya itu sedikit ... mengintimidasi. Kelvin tak serta-merta menjawab Amaya, pria itu lebih dulu menoleh ke belakang. Pada makhluk kecil dalam wujud Arsenio Mahanta yang berlarian dengan lucunya dan berhenti di samping Kelvin. Bibirnya yang kecil mengatakan hal yang sama seperti yang disebutkan oleh Kelvin padanya, yakni mengajak Amaya untuk ikut dengannya. “Apa Aunty May mau ikut sama Arsen?” tanyanya. “S-sekarang?” “Iya.” Merasa tidak enak pada teman-temannya, Amaya menoleh pada Ziel—yang ia anggap mewakili semua mahasiswa—seraya berujar, “A-aku akan pergi sebentar buat ketemu kakakku, Kak Ziel,” katanya. “Silakan,” jawabnya tak keberatan. Amaya lalu berdiri, sekilas melambaikan tangannya pada Alin dan semua teman-temannya yang menyaksikannya menggandeng Arsen pergi meninggalkan sekitaran api unggun. Bocah kecil itu berjalan di depan sebelum Kelvin mengan
Amaya mengayunkan kakinya menjauh dari samping brankar Calista pada akhirnya. Tangan kecilnya digandeng dan digenggam oleh Kelvin, mereka dengan gegas keluar melewati pintu ruangan itu agar bisa mengambil napas bebas Berada di dekat Calista memang membuat kepala rasanya ingin meleduk. "Yang barusan itu bagus banget, Sayang," puji Kelvin, sekilas mengayunkan tangan mereka dengan terus berjalan menuju ke parkiran. "Pria yang haram dimiliki, that was amazing. Aku nggak pernah ada kepikiran buat bilang begitu loh." "Tapi 'kan sebenernya aky nyontek kalimat Mas Vin?" balas Amaya. "Nyontek kalimatku?" ulangnya dengan alis berkerut. "Iya." "Aku pernah bilang begitu emangnya?" tanya Kelvin memperjelas. "Bukan soal pria yang haram dimiliki, tapi soal banyak tokoh wanita yang berusaha membuat martabat kaum kita terangkat itu," jawabnya. "Kapan aku bilang begitu?" "Mas Vin nggak ingat? Itu loh pas aku mau masuk kampus lagi, dan aku pakai baju yang kamu bilang warna-warni tapi aku mala
"Nggak, Calista!" jawab Kelvin dengan tegas, tangannya yang direngkuh dan seolah menjadi sandera wanita itu dengan cepat ia tarik. Kelvin tak peduli suaranya yang sedikit meninggi itu dapat didengar oleh orang lain yang ada di sana. Amaya hanya berdiri di dekatnya, menatap Calista dengan mata yang berair berusaha meredam amarah. "Aku udah bilang kalau kamu bisa hubungin keluarga kamu, 'kan?" tanya Kelvin dengan nada suara yang sama. "Lagian nggak ada yang serius sama lukamu ini! Kakimu nggak kenapa-kenapa." "Tapi 'kan tetep cedera?" bantahnya. "Apa salahnya ngantar orang yang udah kamu tabrak sih? Itu nggak akan—" "Bu Calista kenapa ngotot banget kalau suamiku nabrak Anda sih?" sela Amaya. "Kita udah sama-sama lihat loh kalau nggak ada yang serius dari kejadian pagi ini. Maunya Bu Calista tuh apa? Kelvin harus nemenin Anda seharian akibat bikin luka gores yang keponakan saya aja kalau dapet luka begitu masih ngajakin papanya panjat tebing? C'mon ...." Amaya sangat geram denganny
"Ahh—sakit—" rintih Calista seraya mengusap kakinya. "Sakit banget ...." Amaya bergeming di tempatnya saat wanita itu mengaduh kesakitan. Amaya tak ingin memiliki pikiran buruk terhadapnya, tetapi rintihannya barusan seperti dibuat agar semua orang yang mendengarnya. Beberapa orang memang datang, melihat dan memastikan sendiri apa yang terjadi pada Calista. Lebih dari satu orang yang menyebut bahwa tadi Kelvin berhenti tepat sebelum terjadi apapun. "Kayaknya tadi Mbak-nya nggak kena mobilnya deh?" tanya Bapak-bapak pemilik bengkel yang ada di sebelah kiri jalan. "Ya lagian udah tahu ada mobil lewat ngapain main nyebrang aja sih?" tegur yang lainnya. Kelvin si pria dewasa yang tenang dan hati-hati dalam bertindak mencoba menenangkan mereka yang justru lebih memihak pada si pemilik mobil alih-alih pada wanita yang bersimpuh tak berdaya di tengah jalan itu. Beberapa mengenalinya sebagai dosen dari Universitas di dekat situ, karena ada mahasiswa yang juga ada di Tempat Kejadian Perka
Calista mendadak berdiri kaku saat membuka ponselnya pagi ini. Paginya selalu diawali dengan sesuatu yang mengejutkan beberapa waktu terakhir ini. Jika sebelumnya ia melihat foto Kelvin yang menggenggam tangan Amaya dengan menyebut 'I was totally hooked', pagi ini lebih dari sekadar genggaman tangan belaka. Fotonya terlihat sangat cantik, berkonsep wedding outdoor, dan Calista tahu ini adalah foto postwedding mereka. Tapi yang membuatnya shock adalah bukan hanya betapa tampannya Kelvin, melainkan apa yang ia lakukan. Pria itu tengah menunduk di depan seorang perempuan cantik dengan gaun berwarna putih yang ekornya menyapu rerumputan. Sedang duduk di bangku taman dengan keadaan bibirnya yang dicium. Meski Kelvin menutupi wajah gadis itu dengan stiker hati, tapi orang gila mana yang tak tahu bahwa itu adalah Amaya? Seolah sengaja menaburi garam di atas lukanya, pria itu membuat dunia tahu bahwa hatinya telah berhenti pada Amaya. [@kelvinindra__ 'Forever be yours, the one and only
Agar bibirnya yang terus mengerucut itu berhenti, atau agar yayasan yang menaungi berdirinya kampus itu tak benar-benar dibeli oleh kakak iparnya—Gafi—Kelvin berusaha melakukan sesuatu. Berpikir bahwa Calista sengaja berusaha melemahkan mental Amaya yang seperti baja itu dengan menduplikasi dirinya, Kelvin harus menegaskan bahwa pernikahannya dengan Amaya tak bisa diganggu gugat oleh siapapun juga. Pada Sabtu pagi yang cerah ini, Amaya baru saja keluar dari rumah dan berdiri memandangi pohon tabebuya yang bunganya tak selebat sebelumnya. "Mau pergi nggak?" tanya Kelvin tiba-tiba dari belakangnya yang membuat Amaya segera menoleh. "Ke mana?" tanyanya balik. "Bikin foto postwedding," jawabnya. "Aku udah minta temanku yang punya studio buat nyiapin tempat, jadi aku harap kamu mau." "Foto postwedding?" ulang Amaya dengan kedua alis yang terangkat penuh rasa terkejut—karena memang ia benar terkejut. "Iya." "Tiba-tiba aja?" "Hm ... udah dari lama sih ngerencanainnya, cuma kayaknya a
“Kelvin?” panggil sebuah suara manis yang datang dari belakang Kelvin. Ia menoleh ke belakang dan melihat Amaya yang berjalan bersama dengan Alin dan Randy serta disusul oleh Naira di belakangnya. Meminimalisir terjadinya kesalahpahaman yang bisa saja terjadi antara mereka, Kelvin dengan cepat mengayunkan kakinya mendekat pada Amaya. Tapi, Calista tak mengizinkannya begitu saja. “Kelvin!” panggilnya dengan suara mengiba. Lorong sunyi itu membuat suaranya menggema. Tapi, Kelvin tak menjawabnya. Ia bahkan tak menoleh saat meraih pergelangan tangan Amaya dan menariknya untuk pergi dari sana. Memilih untuk mencari jalan lain. Tak ada yang bicara, teman-teman Amaya yang ada di belakangnya pun juga terdiam untuk tak memperkeruh suasana hingga mereka tiba di kantin. Barulah saat itu Kelvin mengakhiri ‘lomba diam-diaman’ itu dengan mengatakan, “Kalian pesanlah, saya yang akan bayar.” “E—“ Randy yang mendengarnya terlebih dulu memberi reaksi. “E—sungkan sih sebenernya, tapi mungkin kare
“Pikirkan dengan matang sebelum kamu bertindak,” lanjut Arsha. “Kecuali kamu mau berakhir sama kayak si Hakim Rasyid itu, aku persilakan kamu melakukan apapun sesuka hatimu. Tapi nanti kalau kamu hancur, hancurlah sendiri.” Arsha menutup kalimatnya dengan rahang yang menggertak. Ia memalingkan wajah dan mengayunkan kakinya pergi meninggalkan meja milik Calista. Punggungnya lambat laun menghilang selagi Calista merapikan rambutnya agar senantiasa cantik. Ia tatap pantulan wajahnya pada cermin kecil yang ada di atas meja, wajah yang terlihat gugup setelah mendengar semua kalimat bernada penjelasan dari Arsha soal apa yang terjadi sebelum ia masuk ke tempat ini. ‘Harusnya aku cari tahu dulu nggak sih apa aja riwayat anak itu?’ gumam Calista dalam hati. ‘Didengar dari penjelasan Arsha ... emang kayaknya dia tengil juga, dan tahan banting. Mentalnya itu kayak bukan mental anak-anak.’ Calista membasahi bibir berlipstick matte miliknya dengan lidah, rasanya mendadak kering saat ia mengi
Rasanya ... justru Arsha yang malu melihat tingkah Calista itu. Wanita itu adalah sepupu istrinya, yang secara tak langsung mereka memiliki hubungan keluarga, bukan? Arsha sudah melihatnya sejak tadi pagi apa saja yang dilakukan olehnya. Ia berganti pakaian yang hampir sama dengan yang kemarin dilihatnya dikenakan oleh Amaya. Sepertinya ia membelinya secara online dengan sistem beli sekarang kirim sekarang juga—pengiriman instan—sehingga ia bisa mendapatkannya dengan cepat. Pagi tadi Arsha masih sempat melihatnya mengenakan pakaian berwarna kuning tetapi pada jam makan siang ini ia telah berganti dress broken white. Arsha tak tahu apa yang tengah dipikirkannya, tapi sepertinya ia harus memberi sepupunya Kaluna itu sebuah teguran. Arsha berjalan memasuki ruang dosen di mana Calista berada dan menghampirinya. Keadaan di dalam sedang tak begitu ramai sehingga ia lebih memilih untuk bicara di sini. “Bisa stop sekarang?” ucap Arsha langsung pada pokok persoalan. Yang merasa diajak
Sepertinya ... bukan hanya postingan di sosial media milik Kelvin yang membuat kampus pagi ini menjadi heboh. Calista yang masih berdiri di sana—dan mengabaikan rasa sakit atau kesemutan pada kakinya sebab ia telah terlalu lama berdiri—mendengar seorang dosen yang ia kenal sebagai Lucy mengatakan pada Andrew, "Gokil banget Kelvin semalam." Mendengar nama 'Kelvin' disebutkan tentu saja membuat kedua telinga Calista berdiri. 'Kelvin?' ulangnya dalam hati. 'Ngapain dia emang semalam?' Ia akan menemukan jawabannya sebentar lagi jika ia terus menguping di sana. Dan itu benar .... "Sumpah iya! Manis banget tuh kulkas berjalan kalau lagi di rumah. Zoom meeting malah istrinya minta pangku." "Clingy wife and Cool Husband banget nggak sih mereka?" sahut dosen lain yang bernama Sonya. "Kalian sebelumnya denger nggak Amaya bilang 'Laptop terus akunya kapan' gitu?" Louise ikut menimpali dari tempat ia duduk. "Denger," jawab yang lainnya hampir bersamaan. "Itu 'kan sebelum dia minta pangku