Karina kembali ke rumah dengan langkah gontai, pikirannya melebur tanpa arah karena terlalu banyak hal menyedihkan yang ia rasakan. Pertama ia menemukan bukti perselingkuhan Adimas meskipun ia belum mengetahui dengan jelas siapa wanita itu, dan hal yang paling menyakitkan hatinya adalah ia dinyatakan mandul oleh dokter. Dunia Karina serasa hancur seketika, mirisnya ia bahkan tidak punya siapapun untuk sekedar bersandar melimpahkan kesedihannya karena ia seorang yatim piatu.
"Darimana saja kamu Rin! pergi seenaknya saja tanpa meninggalkan uang dan makanan, kamu mau sakit magh ibu kumat ya. kamu mau ibu cepet mati, begitu!" bentak Imah tanpa henti, ia bahkan tidak bertanya mengapa mata Karina sembab. "Maaf bu, Karina ada urusan mendadak. Karina buat makanan dulu ya buat ibu," Tidak ingin berdebat dengan Imah, Karina akhirnya memasak makanan untuk ibu mertuanya yang cerewet itu. Pikiran Karina benar-benar tidak bisa fokus, ia masak sambil sesekali melamun dan sesekali melirik ke arah jam di dinding. Ia sudah tidak sabar menunggu malam datang karena Adimas bilang ia akan kembali ke rumah pada malam hari, Karina juga terlihat gelagapan setiap kali melihat ada notifikasi masuk ke ponselnya tetapi tidak ada satupun pesan dari Adimas. "Mbak, telurnya gosong!" Teriakan Windy sontak membuat Imah datang ke dapur dan melihat kepulan asap yang sudah memenuhi dapurnya, "Ya ampun Karina! bisa gak sih kamu gak bikin ibu kesal sehari aja, lihat nih penggorengan kesayanganku jadi rusak gara-gara kamu!" "Maaf bu, nanti Karina ganti ya penggorengan ibu." sahutnya dengan senyum tipis, bibirnya terlihat bergetar dengan bola mata yang berkaca-kaca. "Halah, uang darimana kamu untuk menggantinya, dari gaji kamu yang tidak seberapa itu, iya? Menyesal aku menikahkan anakku dengan wanita miskin dan tidak berguna sepertimu, mandul pula!" Karina tidak sanggup lagi menahan air matanya, ia pergi ke kamar lalu melampiaskan tangisannya yang sedari tadi ia tahan. Karina menangis tanpa suara dengan satu tangan memegangi dadanya yang terasa sesak dan nyeri, netranya menatap foto pernikahannya dengan Adimas yang terpajang di dinding. Tidak ada yang tau seberapa menderitanya Karina tinggal di rumah ini, semua orang hanya tau Karina si gadis miskin yang beruntung dinikahi pria kaya seperti Adimas. Tidak pernah ada perlakuan baik yang ia terima di rumah ini, bahkan Adimas hanya baik padanya ketika ada maunya saja. "Bu, aku butuh ibu." gumamnya sambil menangis, punggungnya bergetar dengan sesak tangisan pilu. Di tengah tangisannya, entah mengapa Karina teringat akan ponsel lama Adimas yang dulu biasanya Adimas simpan di laci meja kerjanya. Karina segera mencari ponsel tersebut, tapi ternyata ponsel itu sudah tidak ada di tempatnya. Karina menggeledah sudut laci yang lain, tetapi tetap saja ponsel itu tidak ia temukan. "Ponsel itu pasti dia sembunyikan dan dia gunakan untuk menghubungi wanita simpanannya," yakin Karina, bagaimana pun caranya Karina harus menemukan bukti perselingkuhan itu, ia harus membuktikan dugaannya terhadap Erlin tidak benar. Karina kembali menggeledah meja kerja Adimas di bagian yang lain, tidak ada satupun yang terlewat dari sapuan matanya dan ternyata ia malah menemukan bukti lainnya. Parfum wanita yang sudah habis setengah isinya dan Karina yakin ini milik selingkuhan Adimas, Karina hirup aromanya dan coba mengingatnya agar ia bisa mengetahui parfum itu milik siapa. Karina mengembalikan lagi semuanya seperti semula, setelah semuanya rapih Karina merebahkan dirinya di atas ranjang. Ia merasa sangat lelah, tidak hanya fisik hatinya juga sangat lelah. ****** Pukul setengah sebelas malam, Karina terbangun setelah tanpa sengaja tertidur cukup lama. Karina yakin Adimas pasti sudah pulang sekarang, ia segera keluar untuk menemui Adimas tetapi yang ia temukan hanyalah mobil Adimas yang terparkir di carport. Karina kembali ke dalam rumah dan melihat ada dua buah cangkir berisi teh yang sudah habis setengah di meja ruang tamu, tidak hanya itu Karina juga samar-samar mencium wangi parfum wanita yang sama persis dengan yang Adimas simpan. Setelah Karina mencoba mengingatnya, sepertinya ia pernah mencium wangi parfum ini sebelumnya bahkan sebelum ia tau Adimas berselingkuh. Karina baru akan memanggil Adimas, tetapi samar-samar telinganya mendengar suara Adimas dari kamar Imah yang kebetulan bersebelahan dengan ruang tamu. "Jadi aku harus bagaimana bu? aku tidak sampai hati melakukan hal itu pada Karina," tanya Adimas berbisik. "Kamu mau ceraikan Karina atau tidak ibu tidak perduli, lagipula apa gunanya mempertahankan Karina. Ibu sudah sangat muak melihatnya di rumah ini, dia tidak ada gunanya." sahut Imah. "Tapi aku mencintainya bu," "Ibu tidak mau tau, mas! Pokoknya kamu harus menikahinya dan ibu mau kamu menikah dengannya secepatnya, terserah mau kamu apakan Karina." 'Oh rupanya perselingkuhan mu didukung oleh ibumu mas, Pantas saja kamu lihai sekali menyembunyikannya. Baiklah, kamu yang memulai perang denganku. Jangan menyesalinya,' batin Karina. Karina kembali ke kamar seolah ia tidak pernah ada disana dan mendengar percakapan mereka, ia kembali ke tempat tidur dan memejamkan matanya seakan ia tengah tertidur lelap. Adimas masuk ke kamar lalu pergi mandi seperti yang biasa ia lakukan setiap pulang bekerja, Karina mengambil kesempatan itu untuk menggeledah pakaian Adimas dan lagi-lagi Karina mencium wangi parfum yang sama di pakaian Adimas. Karina membuka ponsel Adimas yang biasa ia gunakan setiap hari, tetapi tidak ada satupun hal aneh yang ia temukan di ponsel ini. "Bukan, bukan ponsel ini yang dia gunakan." gumamnya sambil mencari kembali ponsel Adimas yang lain. Belum sempat ia temukan, tetapi Adimas sudah selesai dengan urusannya di kamar mandi dan mau tidak mau Karina harus kembali berpura-pura tertidur. Karina mengintip semua Adimas lakukan dari celah matanya, sampai akhirnya Adimas mengeluarkan ponsel yang Karina cari dari saku celana tidurnya. "Mas," panggil Karina sambil menggeliat seolah ia baru bangun tidur. Adimas terperanjat kaget dan segera menyembunyikan ponselnya ke sela ranjang, tetapi sebisa mungkin ia harus tetap terlihat tenang di hadapan Karina. "Rin, kenapa bangun? ini belum pagi sayang." Sayang? Karina tertawa di dalam hatinya, sejak kapan Adimas bisa memanggilnya romantis seperti itu. "Mas baru pulang? kenapa gak bangunin aku?" "I-iya, mas baru aja sampai, kamu tidurnya pulas sekali jadi mas gak tega bangunin kamu." jawabnya terbata. "Mas, aku kangen kamu. Kamu udah lama gak kasih aku nafkah batin," rengek Karina sambil bersandar di bahu Adimas. "Sayang, mas capek banget. Lain kali aja ya?" "Baiklah mas," Karina mendekatkan dirinya ke pelukan Adimas, ia sengaja mengambil posisi tidur seperti itu agar Adimas tidak bisa bergerak dan pergi kemanapun sampai akhirnya Adimas juga ikut tertidur. Karina segera mengambil ponsel Adimas yang terselip di sela ranjang, lalu perlahan menyingkir darinya. Karina membuka ponsel Adimas dengan jantung yang berdegup kencang sampai tangannya terasa dingin dan gemetar, yang ia buka pertama adalah aplikasi pesan singkat dan betapa terkejutnya Karina saat mengetahui siapa ternyata wanita simpanan suaminya. Perasaan marah, kecewa dan jijik bercampur aduk di hati Karina saat membaca isi pesan mereka. Karina menangis tanpa suara, bahkan ketika ia memfoto bukti perselingkuhan Adimas tangannya terasa sulit dikendalikan karena terlalu gemetar. Tidak hanya chat, Karina juga melihat beberapa foto Adimas dengan selingkuhannya yang begitu intim bahkan foto mereka tanpa busana juga tersimpan disana. Tring! 'Mas, besok pagi kita pergi ke Villa Anyelir ya, pihak WO juga bilang mulai besok villa akan di dekorasi untuk pernikahan kita. Aku juga sudah booking kamar sekalian untuk kita bersenang-senang!' Begitulah isi pesan yang baru saja Karina terima dan baca di ponsel Adimas. "Kalian benar-benar menantangku, baiklah aku akan siapkan kado yang paling istimewa untuk hadiah pernikahan kalian nanti. Kado yang sangat istimewa sampai kalian sulit melupakannya,""Kamar nomor sebelas atas nama Karina," Resepsionis itu memberikan kunci kamar yang sudah Karina booking lewat online dan beruntungnya masih ada tersisa satu kamar, tetapi Karina diam-diam meminta bertukar kamar dengan orang lain yang kamarnya bersebelahan dengan kamar Adimas, agar ia bisa memantau Adimas lebih dekat. Dari jendela kamar, Karina bisa melihat para pekerja sudah mulai sibuk mendekorasi taman villa. Adimas sepertinya mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk pesta pernikahan ini, terlihat dari dekorasinya yang cukup mewah, sedangkan bersamanya Adimas hanya menyediakan pesta pernikahan kecil-kecilan dengan alasan mereka harus menabung. Karina memperhatikan kesibukan para pekerja sambil menunggu Adimas datang, setelah hampir satu jam menunggu Karina akhirnya melihat mobil Adimas tiba di parkiran villa. Adimas turun dan membukakan pintu untuk wanita itu, mereka bahkan terlihat sangat mesra seperti pasangan yang tengah di mabuk asmara. Karina langsung menekan tombol hija
Karina tercengang sampai akhirnya ia tertawa terbahak-bahak, "Sepertinya kamu sudah benar-benar mabuk, bicaramu melantur." "Aku serius dan aku tidak mabuk, menikahlah denganku." pintanya, ekspresi wajahnya begitu serius menatap Karina. Tawa Karina perlahan memudar, ia akhirnya tau jika ucapan pria di hadapannya ini tidak main-main. Meski begitu, Karina tetap tidak bisa menerima permintaannya. Mereka baru saja bertemu beberapa kali bahkan Karina tidak tau siapa namanya, bagaimana jika pria di hadapannya ini adalah pria jahat. "Maaf, aku harus pergi. Terimakasih atas bantuanmu sebelumnya," Karina bangkit dari kursi dan hendak pergi tetapi tiba-tiba tangannya ditarik oleh pria itu. "Pikirkan lagi tawaranku dan simpan ini, jika kamu berubah pikiran hubungi aku." ucapnya sambil menyerahkan sebuah kartu nama di telapak tangan Karina. 'KAIVAN R. BIMANTARA' itulah yang tertulis di kartu nama berlapis emas di tangannya. Pria itu akhirnya pergi dari hadapannya, setelah merasa sed
Di pagi hari Adimas datang menemuinya dengan membawa baki berisi makanan lengkap, Karina menerima baki tersebut dan memakan isinya hingga habis tidak tersisa karena ia memang benar-benar sudah sangat kelaparan. Karina begitu diam dan patuh hari ini, padahal Adimas mengira jika Karina akan memberontak lagi dan membuatnya kesal. "Rin, bantu-bantu ibu yuk di dapur. Ibu bilang dia kangen masakan kamu," bujuk Adimas sambil mengelus lembut rambut Karina. "Baik mas," sahutnya dengan seulas senyum. Di dalam hatinya Karina hanya bisa tertawa mendengar kebohongan Adimas, sejak kapan nenek sihir itu bisa merindukannya? bertatap mata saja enggan. Tetapi Karina lebih memilih menuruti ucapan Adimas, karena semuanya harus berjalan sesuai dengan rencananya dan Adimas tidak boleh mengurungnya lagi di tempat ini. Akhirnya Karina bisa terbebas dari gudang pengap itu, saat ia ke dapur keadaan begitu sepi dengan cucian piring kotor yang menumpuk dan bahan masakan yang masih utuh tergeletak di ata
Matahari belum sepenuhnya muncul di langit, tetapi kediaman Guntara sudah didatangi oleh seorang wanita paruh baya yang mengamuk di depan pagar. Ia menggucang-guncang pagar dan melempar semua benda ke pagar hingga meimbulkan kebisingan, di belakangnya juga ada seorang pria dengan perawakan seperti preman dan pria itu adalah anak buahnya. Ia adalah Rista, seorang rentenir sekaligus teman satu geng arisan Imah. "Bu Imah, keluar! bayar hutangmu! Jangan berlagak sok kaya tapi hutang menumpuk!" teriak sambil terus menendangi pagar. Dari balik gorden wajah Imah terlihat pucat pasi bahkan ia tidak berani mengeluarkan suaranya, para tetangga juga mulai keluar dari rumah mereka dan melihat Rista mengamuk di depan rumah. Rista tidak ragu membeberkan hutang Imah yang hampir mencapai tiga ratus juta kepada para tetangganya, Rista juga membeberkan aib Imah soal ia yang memiliki simpanan pria muda di luar sana. Imah mengepalkan tangannya karena terlalu geram pada Rista, ia ingin sekali merobek
"Tidak! aku tidak mau menandatangani apapun yang tidak aku ketahui isinya!" "Tanda tangani saja! atau kamu ingin semua yang kamu miliki hancur dalam waktu semalam?" ancamnya yang berhasil membuat Adimas benar-benar bungkam. Adimas akhirnya mengambil surat itu dan membaca isinya dengan teliti, ia baru membaca setengah dari isinya tetapi ia langsung melempar surat tersebut ke lantai. "Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan Karina! suruh dia kembali ke hadapanku sekarang!" "Baiklah, jika kamu tidak ingin menceraikan Karina maka ibumu akan membusuk di penjara dan besok pagi semua yang kamu miliki akan lenyap dari genggamanmu." Adimas ditempatkan pada posisi yang sulit, ia tidak ingin kehilangan Karina tetapi ia juga tidak ingin ibunya dipenjara lebih lama lagi dan kehilangan segalanya. Adimas melirik ke sekitarnya, berharap ada yang datang membantunya tetapi tidak ada satupun orang yang bisa ia mintai bantuan. Tidak ada yang perduli padanya karena sikap keluarga Guntara
Beberapa hari diasingkan oleh Kaivan di apartemen mewah ini, sejujurnya Karina agak merasa bosan. Semua yang ia inginkan serba ada dan ia selalu dilayani dengan sangat baik oleh pelayan disini, Karina bahkan tidak diizinkan untuk mencuci piring yang habis ia gunakan. Karina tidak terbiasa dengan perlakuan istimewa seperti ini, meskipun ia cukup senang karena merasa diratukan untuk yang pertama kali di dalam hidupnya tetapi rasanya masih tetap aneh untuknya. "Apa ada hal lain yang anda butuhkan nyonya?" tanya pelayan sambil membawakan jus buah untuk Karina. "Tidak ada, tapi setelah ini bisakah aku melakukan apapun sendiri? aku merasa tidak nyaman dilayani seperti ini." "Maaf nyonya, tetapi tuan muda membayar saya untuk melayani anda. Sebaiknya anda cukup fokus saja pada pemulihan diri anda, nyonya Karina." "Tapi-" "Ikuti saja apa katanya, jangan membantah." ucap Kaivan tiba-tiba, ia lalu menyuruh pelayan itu kembali mengerjakan pekerjaanya di dapur. Dua hari Kaivan men
Baru dipenjara selama satu minggu, Imah kini sudah terlihat agak kurus dan tidak terawat karena ia hanya tidur beralaskan kain lap dan makan makanan sisa dari tahanan lainnya. Sebenarnya Imah tidak akan diperlakukan seburuk ini jika ia tidak memulai masalah lebih dulu, sikap Imah yang angkuh membuat tahanan lain geram padanya. Psikis dan fisik Imah benar-benar mereka tekan habis-habisan, bahkan saat melihat Adimas datang menjenguknya Imah langsung menangis terisak dan memeluknya erat. "Adimas, ibu mau pulang. Ibu janji akan berubah dan tidak berulah lagi," pintanya sambil menangis terisak, Adimas bisa melihat dengan jelas penderitaan yang Imah alami di dalam sel dari tangisannya. Adimas membawa dokumen yang ia temukan di lemari penyimpanan minuman beberapa waktu lalu, ia tunjukkan kepada Imah dokumen tersebut dan menjelaskannya sampai Imah akhirnya mengerti. Cukup sulit jalan Adimas untuk mengubah dokumen ini menjadi uang, tetapi Adimas sedang sangat mengusahakannya. "Aku ing
Di sebuah villa pribadi milik Kaivan, Karina kini tengah mempersiapkan diri sebelum proses pernikahan dimulai. Gaun cantik itu sudah melekat indah di tubuhnya, dipadukan dengan make up tipis nan elegan yang membuat kecantikan Karina semakin terpancar. Halaman villa yang tadinya hanya sebuah taman kosong kini sudah diubah menjadi tempat resepsi pernikahan, meskipun tidak mewah tetapi Kaivan tetap membuat dekorasinya terlihat berkelas. Di kursi pelaminan, Kaivan sudah menunggunya dengan mengenakan setelan tuxedo putih yang senada dengan gaun miliknya. Di belakangnya ada lima belas orang yang menjadi saksi pernikahan mereka, mereka tidak lain para pekerja di villa ini dan juga anak buah Kaivan. Karena Karina sebatang kara jadi tidak ada siapapun dari pihak Karina yang datang ke pernikahannya, sedangkan Kaivan memang tidak ingin ada yang datang ke pernikahannya termasuk orangtuanya. Karina tidak diberitahu alasannya, yang jelas ketika mereka sudah sah sebagai suami istri Kaivan pasti ak
"Bisakah anda jujur saja? apa anda tidak lelah berjam-jam diinterogasi di ruangan ini?" "Harus berapa ratus kali saya katakan jika saya tidak tau apapun! saya tidak pernah merasa menandatangani surat kuasa itu!" elak Karina untuk yang kesekian kalinya. Polisi itu terlihat menarik nafas panjang, ia merasa lelah menginterogasi Karina tetapi Karina juga enggan mengakui hal yang tidak pernah ia lakukan. Jam sudah menunjukkan hampir pukul tiga sore, sejak pagi Karina berada disini dan tidak membuahkan hasil apapun. Polisi itu akhirnya menyerah menginterogasinya, namun setelahnya Karina justru malah dibawa ke sel tahanan. Mereka tetap menganggap Karina bersalah dan bersekongkol dengan Adimas untuk mencuri aset keluarga Renjana, bahkan Yudhana siap mengeluarkan uang lebih banyak untuk menahan Karina lebih lama lagi disana. Karina hanya bisa pasrah, ia tidak memiliki kekuatan apapun untuk melawan Yudhana. Ia tidak memiliki bukti yg kuat untuk melawan tuduhan Yudhana, karena tanda tan
Sesuai dengan ucapannya kemarin, Adimas dan keluarganya datang tanpa rasa malu ke rumah Yudhana sambil membawa beberapa koper milik mereka. Dalam khayalan Adimas, ia sudah bisa membayangkan betapa bahagianya ia menjadi menantu Yudhana Prabha Renjana dan dihormati oleh semua orang. Ia tidak perlu lagi bekerja keras untuk menjadi orang kaya, karena tanpa bekerjapun ia bisa tetap hidup mewah dari kekayaan Yudhana. Adimas menekan klakson mobilnya, tetapi tidak ada satupun orang yang membukakan pintu pagar untuknya. Adimas masih berpikir positif jika mereka mungkin masih tertidur karena ini masih jam setengah enam pagi, tetapi setelah sekian lama menunggu Adimas akhirnya tidak bisa bersabar lagi. Adimas menekan klakson mobilnya berkali-kali, sampai membuat kebisingan yang mengganggu orang-orang disekitar. Pintu pagar akhirnya terbuka, Adimas langsung mengemudikan mobilnya menuju ke halaman dan turun dengan percaya dirinya dan senyuman lebar. "Lihat bu, rumah mewah ini akan menjadi te
"Nyonya Karina, maaf. Anda kedatangan tamu dan beliau menunggu anda di lobby," "Bawa saja beliau ke ruangan saya, saya masih belum bisa meninggalkan pekerjaan saya terlalu lama." Resepsionis itu kembali ke lobby untuk menjemput tamu Karina, sedangkan Karina mengecek ulang jadwal meeting dan pertemuan yang sudah dibuat untuknya, tetapi tidak ada janji temu dengan siapapun hari ini. Sepuluh menit berlalu, resepsionis itu datang bersama dengan seseorang yang pernah Karina temui di acara resepsi. Pria itu tidak menunjukkan keramahannya sedikitpun kepada Karina, bahkan tatapannya terkesan tajam dan penuh rasa kesal tidak seperti saat mereka pertama kali bertemu. "Silahkan duduk, bapak.." "Saya Yudhana Prabha Renjana, kita sudah pernah bertemu sebelumnya." jawabnya. "Anda benar, tolong tunggu sebentar. Saya akan memesankan minum untuk anda," "Tidak perlu! saya hanya ingin bicara beberapa menit," sahutnya dengan nada nyaris membentak. Karina duduk di hadapannya dengan per
"Kalian tidak sedang mencoba membohongi oma lagi, kan?" tanya oma Gia penuh curiga. Kaivan tertawa canggung, ternyata oma tidak semudah itu percaya padanya. "Tidak oma, aku hanya sudah sadar jika oma jauh lebih penting daripada segalanya. Dan jika bersama Karina membuat oma bahagia, maka Kai akan melakukannya." "Jika sekali lagi kalian membohongi oma, maka kalian akan melihat pemakaman oma. Bukan panti jompo ini lagi," ancamnya. "Iya oma, tenang saja. Kaivan akan menjadi cucu yang baik sekarang," Setelah berhasil membujuk oma untuk kembali ke kediaman keluarga Bimantara, Kaivan dan Karina segera bergegas pergi menemui teman Karina yang berprofesi sebagai agen perumahan. Karina ingin secepatnya tinggal bersama oma, ia ingin segera menebus rasa bersalahnya kepada oma dan merawatnya dengan baik. Hampir seharian mereka mencari rumah yang cocok, Karina akhirnya menemukan rumah impian yang ia inginkan. Sebuah rumah sederhana dengan tanah halaman belakang yang cukup luas, ia ingin
Beberapa hari berlalu, Anindya masih belum juga menunjukkan perubahan meskipun sudah mendapatkan penanganan dari dokter kejiwaan. Setiap hari yang ia lakukan hanya diam, menangis dan berbicara sendiri di kamar rawatnya. Anindya masih belum bisa menerima kenyataan jika ia dicampakkan oleh Damar, ia masih terus bermimpi untuk menjadi nyonya Wibowo. Bertahun-tahun mengejar dan memoroti uang para pria kaya, hanya Damar yang benar-benar ia cintai dan ia inginkan selain uangnya. Anindya tidak hanya memandang Damar sebagai mesin pencetak uangnya, tetapi ia juga memandang Damar sebagai cinta terakhirnya. "Bu.." panggil Anindya. Imah segera bangkit menghampiri putrinya lalu ia usap lembut pucuk kepala Anindya, meskipun sejujurnya Imah masih merasa kecewa dengan apa yang putrinya lakukan selama ini dibelakangnya. "Bu, temani aku pergi ke butik ya hari ini." "Ke butik? kamu mau apa ke butik Nin?" tanya Imah balik. "Loh, ibu gimana sih? sebentar lagi aku kan mau menikah dengan mas
Kaivan terjatuh di pelukan Agatha setelah pintu terbuka, tangannya memeluk erat pinggang Agatha dengan tarikan nafas berat seperti sedang menahan emosi di dadanya. Agatha balik memeluknya, jika Kaivan sudah seperti ini pasti ada masalah berat yang sedang ia hadapi. Agatha menggiringnya masuk ke dalam, ia biarkan Kaivan menenangkan dulu badai di dalam kepalanya dan tidak bertanya sepatah katapun. "Agatha, jika aku kehilangan segalanya, apakah kamu bersedia untuk tetap di sisiku dalam keadaan apapun?" tanya Kaivan tiba-tiba setelah sekian lama diam. "Apa maksudmu Kai?" "Jika aku menceraikan Karina dan lebih memilih bersamamu, oma akan menghapusku dari daftar pewaris kekayaan keluarga Bimantara." Dihapus dari pewaris kekayaan keluarga Bimantara? Agatha jelas tidak menginginkan itu, Agatha tidak siap hidup miskin meskipun itu bersama Kaivan, pria yang ia cintai. Memangnya Kaivan pikir apa yang membuatnya bertahan di hubungan ini ketika keluarga Kaivan tidak menyukainya, bahkan
"Dan akhirnya nama Alya juga kalung itu diberikan kepadamu, awalnya ibu tidak berpikir macam-macam saat bibimu memberikannya kepada ibu, sampai akhirnya Yudhana datang mencari putrinya yang bernama Alya." sambung Rahmi sebagai penutup kisah hidup adik iparnya. Alya akhirnya mengerti, kisah mereka cukup rumit dan Yudhana datang tanpa rasa malu setelah membuang istri dan anaknya begitu saja. "Biarkan aku menjadi Alya bu, putri dari Yudhana Prabha Renjana. Biarkan aku menipunya sebagai balasan dari kesalahannya di masa lalu kepada bibi Kalila, juga agar kita bisa mendapatkan kekayaannya." Alya tersenyum sinis dengan kedua tangan menyilang di dada. Bagi Alya, kekayaan Yudhana yang akan ia nikmati tidak sebanding dengan rasa sakit hati dan penderitaan bibinya. Lagipula Karina juga sudah menikah dengan Kaivan, pria konglomerat itu pasti sudah cukup memberikan banyak uang padanya, jadi Karina tidak akan membutuhkan kekayaan ayah kandungnya lagi. ******* Agatha masih kesal setelah
"Sudah mas katakan sejak awal, dia itu pria brengsek! sekarang dia malah meninggalkan mu dalam keadaan hamil!" bentak Lingga. Lingga berkacak pinggang sambil terus mengatur amarahnya yang meledak-ledak di dalam dadanya, ia tidak menyangka bahwa kekhawatirannya soal hubungan Kalila dan Yudhana benar-benar terjadi. Mereka nekat menikah secara siri karena orangtua Yudhana tidak merestui hubungan mereka, Lingga juga terpaksa menikahkan mereka karena adik perempuannya itu sampai berlutut dan memohon di bawah kakinya demi dinikahkan dengan Yudhana. Kalila tidak sedang hamil, hanya saja saat itu Kalila terlalu bodoh soal cinta dan Yudhana adalah cinta pertamanya. "Ayo, mas temani kamu menemui Yudhana." "Tidak perlu mas, aku sudah mencobanya dan Yudhana tetap tidak mau menemuiku." Lingga semakin frustasi mendengar jawaban Kalila, ia tidak bisa membiarkan Yudhana pergi begitu saja tanpa beban setelah mencampakkan adiknya. "Mas Lingga, lebih baik aku kembali ke kontrakan saja. Ak
Setelah membuat keributan di perusahaan Jaya Reksana, Adimas kini tengah mencoba menerobos masuk ke kediaman keluarga Wibowo. Adimas menabrak pagar setinggi dua meter itu tanpa ragu, tidak perduli seberapa hancur mobilnya yang terpenting ia bisa memberikan pelajaran pada orang yang sudah merusak adiknya. Adimas turun sambil membawa sebuah senjata tajam, ia mengancam siapapun yang berani mendekatinya dan menghalangi jalannya. "Nyonya, kakak dari pelakor itu datang dan mengamuk di luar!" lapor salah satu art Renata. Renata yang sedang menikmati perawatan kukunya mendecih kesal atas keributan yang Adimas buat, dengan sangat terpaksa ia keluar dari ruangan pribadinya dengan didampingi beberapa pengawal, mereka takut Adimas akan mencelakai Renata jika Renata menghadapi Adimas seorang diri. "Akhirnya kamu keluar juga," ujar Adimas dengan tawa sinis penuh dendam. Renata tidak menujukkan ekspresi apapun di depan Adimas, tidak ada rasa takut atau merasa bersalah di matanya. Renata