Di pagi hari Adimas datang menemuinya dengan membawa baki berisi makanan lengkap, Karina menerima baki tersebut dan memakan isinya hingga habis tidak tersisa karena ia memang benar-benar sudah sangat kelaparan. Karina begitu diam dan patuh hari ini, padahal Adimas mengira jika Karina akan memberontak lagi dan membuatnya kesal.
"Rin, bantu-bantu ibu yuk di dapur. Ibu bilang dia kangen masakan kamu," bujuk Adimas sambil mengelus lembut rambut Karina. "Baik mas," sahutnya dengan seulas senyum. Di dalam hatinya Karina hanya bisa tertawa mendengar kebohongan Adimas, sejak kapan nenek sihir itu bisa merindukannya? bertatap mata saja enggan. Tetapi Karina lebih memilih menuruti ucapan Adimas, karena semuanya harus berjalan sesuai dengan rencananya dan Adimas tidak boleh mengurungnya lagi di tempat ini. Akhirnya Karina bisa terbebas dari gudang pengap itu, saat ia ke dapur keadaan begitu sepi dengan cucian piring kotor yang menumpuk dan bahan masakan yang masih utuh tergeletak di atas meja. Karina kerjakan semuanya satu persatu tanpa mengeluh, sebentar lagi, ia hanya perlu menahannya sebentar lagi. Saat Karina tengah mengiris sayuran, Alya datang dan melempar piring yang baru saja ia gunakan ke lantai hingga pecah berserakan. Satu sudut bibirnya terangkat sambil mengunyah sepotong apel, lalu ia dengan sengaja menumpahkan susu ke atas meja hingga mengotori taplak meja kesayangan Imah. Lagi-lagi Karina hanya diam sambil membersihkan semuanya, lalu mencuci taplak meja tanpa mengeluh sedikitpun. Alya berdecih kesal, usahanya untuk memancing amarah Karina agar terjadi keributan gagal total. "Mbak, apa kamu tidak mau berterimakasih kepadaku sedikitpun? kalau bukan karena aku kamu pasti masih dikurung di gudang kotor dan pengap itu." Karina tetap tidak menggubrisnya, setelah pekerjaannya di dapur selesai Karina pergi membawa alat pembersih lantai ke kamar Adimas. Tujuan pertama yang Karina harus lakukan adalah mengambil buku nikahnya juga dokumen pribadinya di brankas dokumen, setelah itu ia harus mengambil uang tabungannya yang ia simpan di dalam lemarinya. Namun saat ia membuka lemari, semua pakaiannya tidak lagi ada disana dan tabungannya juga sudah hilang entah kemana. Lemari itu kini sudah diisi oleh pakaian dan barang pribadi Alya, seberapa telitipun Karina mencarinya tetap tidak ia temukan dimanapun tabungannya. "Cari apa mbak?" tanya Alya mengejek, seolah ia sudah tau apa yang Karina cari. "Dimana tabunganku? kenapa kamu lancang mengisi barangmu ke dalam lemariku!" Alya tertawa licik, "Mas Adimas bilang semua yang ada disini itu milikku, lagipula uang itu pasti juga dari mas Adimas kan? berarti uang itu juga milikku mbak." Tangan Karina mengepal erat sampai terlihat memucat, itu adalah uang tabungan hasil jerih payahnya bekerja selama bertahun-tahun. Tidak ada satu rupiahpun uang Adimas disana, karena Adimas tidak pernah menafkahinya dengan layak. Ingin rasanya Karina memberi pelajaran pada wanita jalang ini, tetapi ia tahan sekuat mungkin emosinya demi rencananya. Karina akhirnya bisa mengontrol emosinya, ia tersenyum tipis sambil menatap dingin Alya. "Baiklah Al, nikmati saja semua hasil curianmu itu. Sampai tiba nanti waktunya kamu akan menyesali semuanya sampai rasanya kamu ingin mati, Alya." balas Karina dengan smirknya. "Apa maksudmu mbak! Kamu mau mencoba mengancamku, iya?!" Karina tidak mengindahkan makian Alya, dengan tergesa-gesa ia pergi dari rumah ini hanya dengan membawa dokumen pribadi dan ponselnya. Ia tidak perlu membawa pakaiannya, yang ia perlukan hanya dokumen untuk mengurus perceraian dan semoga semuanya belum terlambat. "Mau kemana kamu mbak!" pekik Alya saat melihat Karina yang sudah mencapai pagar. Alya segera menyusulnya dan mencoba menarik Karina masuk kembali ke dalam rumah tetapi usahanya gagal, tenaga Karina jauh lebih kuat dan terlebih lagi Alya sedang hamil muda. Sebenarnya ada bagusnya juga Karina pergi dari rumah ini, jadi hanya ia yang akan menjadi satu-satunya istri Adimas. ********** Sesampainya di gedung perkantoran milik keluarga Bimantara, Karina masuk seperti orang yang tidak waras dan menabrak apapun yang ada di hadapannya. Karina datang dalam keadaan berantakan dan juga beberapa memar di tubuhnya, hingga ia menjadi pusat perhatian orang-orang. Ucapan yang terus keluar dari mulutnya hanyalah ia mencari keberadaan Kaivan kepada setiap orang yang ia lewati, Karina sudah mencari keberadaan Kaivan di seluruh sudut kantor, namun tidak kunjung ia temukan keberadaannya. Sampai akhirnya Karina pasrah, ia menangis terisak sambil bersimpuh di depan lobby kantor karena rencananya gagal. Wajahnya terbenam di lututnya yang ia tekuk, ia harus pasrah menerima jalan hidupnya yang pahit setelah ini di rumah keluarga Guntara. "Ada apa mencariku?" suara langkah sepatu terdengar mendekat ke arahnya dengan suara berat seorang pria. Karina mendongakkan kepalanya, kini Kaivan ada di hadapannya dan Karina langsung merangkak bersimpuh di bawah kakinya. Kaivan menyentuh lembut wajah Karina yang penuh memar, ia hapus air mata Karina dengan sapu tangannya. "Aku setuju menikah denganmu, tolong nikahi aku, aku mohon." Satu sudut bibir Kaivan terangkat, "Apa kamu bersedia melakukan apapun yang aku inginkan jika aku menikahimu?" "Ya, apapun! asal aku bisa terbebas dari suamiku dan aku bisa membalas semua yang sudah mereka perbuat padaku!" "Setuju," Kaivan mengulurkan tangannya pada Karina untuk membantunya bangkit dan membawanya masuk ke dalam mobil, entah kemana Kaivan akan membawanya yang jelas Karina merasa ia lebih aman bersama Kaivan. Karina akhirnya bisa bernafas lega, ia tidak akan lagi tersiksa di rumah itu. "Apa yang kamu bawa?" tanya Kaivan, perhatiannya teralihkan pada amplop coklat di tangan Karina. "Ini dokumen pribadiku dan buku nikahku dengan Adimas, aku berniat mengurus perceraian dengannya." "Serahkan itu kepadaku, biar aku yang urus semuanya." Karina menyerahkan amplop itu kepada Kaivan, lalu menceritakan apa saja yang terjadi setelah pertemuan mereka di bar sampai ia berakhir menyedihkan seperti ini. Setelah mendengar cerita Karina, Kaivan terlihat mengetik pesan singkat di ponselnya dan setelah itu ia menghubungi salah satu anak buahnya. "Cari tau apapun soal keluarga Guntara, aku sudah mengirim foto dan alamat rumah mereka padamu." titahnya. "Apa yang akan kamu lakukan pada mereka, Kai?" tanya Karina. "Melakukan hal yang pantas didapatkan oleh orang-orang jahat seperti mereka," ********* "Kenapa kamu biarkan dia pergi!" bentak Adimas pada Alya. "Dia mau pergi, kenapa aku harus melarangnya? lagipula kamu masih memiliki aku mas yang sedang mengandung anakmu," Adimas menarik nafas berat dan mengacak rambutnya karena frustasi, memang ia masih memiliki Alya dan calon bayi mereka, tetapi ia juga belum siap kehilangan Karina. Adimas tidak tau harus mencarinya kemana lagi, sudah semua tempat ia datangi tetapi tidak ada satupun yang mengetahui keberadaan Karina. "Sudahlah, Mas. Biarkan saja wanita tidak berguna itu pergi, lagipula ibu lebih suka Alya yang ada disini daripada dia, dia cuma aib untuk keluarga Guntara karena kemandulannya." celetuk Imah. Adimas akhirnya pasrah, jika ibunya sudah mengatakan demikian maka ia harus menurutinya, karena baginya kebahagiaan ibunya di atas segalanya.Matahari belum sepenuhnya muncul di langit, tetapi kediaman Guntara sudah didatangi oleh seorang wanita paruh baya yang mengamuk di depan pagar. Ia menggucang-guncang pagar dan melempar semua benda ke pagar hingga meimbulkan kebisingan, di belakangnya juga ada seorang pria dengan perawakan seperti preman dan pria itu adalah anak buahnya. Ia adalah Rista, seorang rentenir sekaligus teman satu geng arisan Imah. "Bu Imah, keluar! bayar hutangmu! Jangan berlagak sok kaya tapi hutang menumpuk!" teriak sambil terus menendangi pagar. Dari balik gorden wajah Imah terlihat pucat pasi bahkan ia tidak berani mengeluarkan suaranya, para tetangga juga mulai keluar dari rumah mereka dan melihat Rista mengamuk di depan rumah. Rista tidak ragu membeberkan hutang Imah yang hampir mencapai tiga ratus juta kepada para tetangganya, Rista juga membeberkan aib Imah soal ia yang memiliki simpanan pria muda di luar sana. Imah mengepalkan tangannya karena terlalu geram pada Rista, ia ingin sekali merobek
"Tidak! aku tidak mau menandatangani apapun yang tidak aku ketahui isinya!" "Tanda tangani saja! atau kamu ingin semua yang kamu miliki hancur dalam waktu semalam?" ancamnya yang berhasil membuat Adimas benar-benar bungkam. Adimas akhirnya mengambil surat itu dan membaca isinya dengan teliti, ia baru membaca setengah dari isinya tetapi ia langsung melempar surat tersebut ke lantai. "Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan Karina! suruh dia kembali ke hadapanku sekarang!" "Baiklah, jika kamu tidak ingin menceraikan Karina maka ibumu akan membusuk di penjara dan besok pagi semua yang kamu miliki akan lenyap dari genggamanmu." Adimas ditempatkan pada posisi yang sulit, ia tidak ingin kehilangan Karina tetapi ia juga tidak ingin ibunya dipenjara lebih lama lagi dan kehilangan segalanya. Adimas melirik ke sekitarnya, berharap ada yang datang membantunya tetapi tidak ada satupun orang yang bisa ia mintai bantuan. Tidak ada yang perduli padanya karena sikap keluarga Guntara
Beberapa hari diasingkan oleh Kaivan di apartemen mewah ini, sejujurnya Karina agak merasa bosan. Semua yang ia inginkan serba ada dan ia selalu dilayani dengan sangat baik oleh pelayan disini, Karina bahkan tidak diizinkan untuk mencuci piring yang habis ia gunakan. Karina tidak terbiasa dengan perlakuan istimewa seperti ini, meskipun ia cukup senang karena merasa diratukan untuk yang pertama kali di dalam hidupnya tetapi rasanya masih tetap aneh untuknya. "Apa ada hal lain yang anda butuhkan nyonya?" tanya pelayan sambil membawakan jus buah untuk Karina. "Tidak ada, tapi setelah ini bisakah aku melakukan apapun sendiri? aku merasa tidak nyaman dilayani seperti ini." "Maaf nyonya, tetapi tuan muda membayar saya untuk melayani anda. Sebaiknya anda cukup fokus saja pada pemulihan diri anda, nyonya Karina." "Tapi-" "Ikuti saja apa katanya, jangan membantah." ucap Kaivan tiba-tiba, ia lalu menyuruh pelayan itu kembali mengerjakan pekerjaanya di dapur. Dua hari Kaivan men
Baru dipenjara selama satu minggu, Imah kini sudah terlihat agak kurus dan tidak terawat karena ia hanya tidur beralaskan kain lap dan makan makanan sisa dari tahanan lainnya. Sebenarnya Imah tidak akan diperlakukan seburuk ini jika ia tidak memulai masalah lebih dulu, sikap Imah yang angkuh membuat tahanan lain geram padanya. Psikis dan fisik Imah benar-benar mereka tekan habis-habisan, bahkan saat melihat Adimas datang menjenguknya Imah langsung menangis terisak dan memeluknya erat. "Adimas, ibu mau pulang. Ibu janji akan berubah dan tidak berulah lagi," pintanya sambil menangis terisak, Adimas bisa melihat dengan jelas penderitaan yang Imah alami di dalam sel dari tangisannya. Adimas membawa dokumen yang ia temukan di lemari penyimpanan minuman beberapa waktu lalu, ia tunjukkan kepada Imah dokumen tersebut dan menjelaskannya sampai Imah akhirnya mengerti. Cukup sulit jalan Adimas untuk mengubah dokumen ini menjadi uang, tetapi Adimas sedang sangat mengusahakannya. "Aku ing
Di sebuah villa pribadi milik Kaivan, Karina kini tengah mempersiapkan diri sebelum proses pernikahan dimulai. Gaun cantik itu sudah melekat indah di tubuhnya, dipadukan dengan make up tipis nan elegan yang membuat kecantikan Karina semakin terpancar. Halaman villa yang tadinya hanya sebuah taman kosong kini sudah diubah menjadi tempat resepsi pernikahan, meskipun tidak mewah tetapi Kaivan tetap membuat dekorasinya terlihat berkelas. Di kursi pelaminan, Kaivan sudah menunggunya dengan mengenakan setelan tuxedo putih yang senada dengan gaun miliknya. Di belakangnya ada lima belas orang yang menjadi saksi pernikahan mereka, mereka tidak lain para pekerja di villa ini dan juga anak buah Kaivan. Karena Karina sebatang kara jadi tidak ada siapapun dari pihak Karina yang datang ke pernikahannya, sedangkan Kaivan memang tidak ingin ada yang datang ke pernikahannya termasuk orangtuanya. Karina tidak diberitahu alasannya, yang jelas ketika mereka sudah sah sebagai suami istri Kaivan pasti ak
"Tersenyum, aku tidak suka melihat mu cemberut. Itu membuatmu bertambah jelek dan semakin tidak enak dilihat," titahnya sambil membukakan pintu mobil untuk Karina. Karina langsung tersenyum lebar sampai menampilkan deretan giginya, jika saja Karina bisa mengamuk ia pasti sudah melampiaskan amarahnya pada pria menyebalkan di hadapannya ini. Tiga jam yang lalu.. "Kai, tolong buka pintunya aku ingin bicara." pinta Karina di depan pintu kamar Kaivan, sudah hampir satu jam ia berdiri disini namun pria itu tidak kunjung keluar dari kamarnya. Setelah merasakan perasaan takut dan gelisah semalaman karena ancaman Kaivan, Karina akhirnya menyerah karena ia tidak akan mungkin sanggup mengembalikan uang sebanyak itu dalam waktu singkat. Kaivan benar-benar membuatnya tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui perjanjian kontrak itu. "Kai, aku setuju menikah kontrak denganmu. Tolong buka pintu-" Ucapan Karina mendadak terhenti setelah pintu kamar Kaivan terbuka lebar, Kaivan muncu
"Nyonya masih belum mau membuka pintu kamarnya, tuan muda." lapornya pada Kaivan. Sejak kembali dari rumah orangtuanya, Karina terus mengurung diri dan menolak apapun yang ia tawarkan sampai saat ini. Tetapi Kaivan tidak bisa bersabar lagi untuk menunggunya keluar dari kamar, lagipula bukan tugasnya untuk membujuknya dan masih banyak hal yang lebih penting yang harus ia lakukan. "Karina, buka pintunya." titahnya yang masih berusaha keras untuk menahan diri, tetapi Karina tetap tidak menggubrisnya. Kaivan mendengkus kesal dan kesabarannya benar-benar sudah habis, ia menendang handle pintu sampai rusak dan menerobos masuk ke kamar Karina dengan ekspresi wajah yang teramat kesal. Kaivan menariknya keluar dari kamar dan membawanya ke meja makan, meskipun banyak hidangan mewah dan lezat di hadapannya Karina tetap tidak berselera sedikitpun. "Makanlah, aku tidak ingin ada yang mati disini karena kelaparan." titahnya. "Aku tidak lapar," "Dengarkan aku Karina, aku tidak punya
Adimas masih tertegun seolah tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini, ia tatap semua orang satu persatu sampai akhirnya ia yakin jika ini nyata adanya. Tetapi apa yang ia lihat sekarang seperti sebuah kemustahilan, bagaimana bisa seseorang yang tidak memiliki harta sepeserpun bisa menduduki kursi tersebut. "Apa anda akan terus diam disana dengan tatapan linglung seperti orang bodoh?" tegurnya. "Bagaimana bisa kamu ada disini Karina? kamu pasti sudah melakukan cara kotor untuk bisa duduk di kursi itu kan," tawa Adimas mengejek. "Bapak Adimas, silahkan duduk di kursi anda. Para pemegang saham yang lain tidak ada waktu untuk mendengar ocehan tidak jelas anda," titah Karina. Setelah melihat kekesalan di wajah semua orang, Adimas akhirnya duduk di kursi yang sudah di sediakan untuknya dan menahan rasa penasaran di hatinya. Karina menandahkan tangannya, lalu sebuah map yang berisi beberapa laporan keuangan perusahaan diserahkan ke tangannya. Karina membaca laporan itu sej
"Nyonya Karina, maaf. Anda kedatangan tamu dan beliau menunggu anda di lobby," "Bawa saja beliau ke ruangan saya, saya masih belum bisa meninggalkan pekerjaan saya terlalu lama." Resepsionis itu kembali ke lobby untuk menjemput tamu Karina, sedangkan Karina mengecek ulang jadwal meeting dan pertemuan yang sudah dibuat untuknya, tetapi tidak ada janji temu dengan siapapun hari ini. Sepuluh menit berlalu, resepsionis itu datang bersama dengan seseorang yang pernah Karina temui di acara resepsi. Pria itu tidak menunjukkan keramahannya sedikitpun kepada Karina, bahkan tatapannya terkesan tajam dan penuh rasa kesal tidak seperti saat mereka pertama kali bertemu. "Silahkan duduk, bapak.." "Saya Yudhana Prabha Renjana, kita sudah pernah bertemu sebelumnya." jawabnya. "Anda benar, tolong tunggu sebentar. Saya akan memesankan minum untuk anda," "Tidak perlu! saya hanya ingin bicara beberapa menit," sahutnya dengan nada nyaris membentak. Karina duduk di hadapannya dengan per
"Kalian tidak sedang mencoba membohongi oma lagi, kan?" tanya oma Gia penuh curiga. Kaivan tertawa canggung, ternyata oma tidak semudah itu percaya padanya. "Tidak oma, aku hanya sudah sadar jika oma jauh lebih penting daripada segalanya. Dan jika bersama Karina membuat oma bahagia, maka Kai akan melakukannya." "Jika sekali lagi kalian membohongi oma, maka kalian akan melihat pemakaman oma. Bukan panti jompo ini lagi," ancamnya. "Iya oma, tenang saja. Kaivan akan menjadi cucu yang baik sekarang," Setelah berhasil membujuk oma untuk kembali ke kediaman keluarga Bimantara, Kaivan dan Karina segera bergegas pergi menemui teman Karina yang berprofesi sebagai agen perumahan. Karina ingin secepatnya tinggal bersama oma, ia ingin segera menebus rasa bersalahnya kepada oma dan merawatnya dengan baik. Hampir seharian mereka mencari rumah yang cocok, Karina akhirnya menemukan rumah impian yang ia inginkan. Sebuah rumah sederhana dengan tanah halaman belakang yang cukup luas, ia ingin
Beberapa hari berlalu, Anindya masih belum juga menunjukkan perubahan meskipun sudah mendapatkan penanganan dari dokter kejiwaan. Setiap hari yang ia lakukan hanya diam, menangis dan berbicara sendiri di kamar rawatnya. Anindya masih belum bisa menerima kenyataan jika ia dicampakkan oleh Damar, ia masih terus bermimpi untuk menjadi nyonya Wibowo. Bertahun-tahun mengejar dan memoroti uang para pria kaya, hanya Damar yang benar-benar ia cintai dan ia inginkan selain uangnya. Anindya tidak hanya memandang Damar sebagai mesin pencetak uangnya, tetapi ia juga memandang Damar sebagai cinta terakhirnya. "Bu.." panggil Anindya. Imah segera bangkit menghampiri putrinya lalu ia usap lembut pucuk kepala Anindya, meskipun sejujurnya Imah masih merasa kecewa dengan apa yang putrinya lakukan selama ini dibelakangnya. "Bu, temani aku pergi ke butik ya hari ini." "Ke butik? kamu mau apa ke butik Nin?" tanya Imah balik. "Loh, ibu gimana sih? sebentar lagi aku kan mau menikah dengan mas
Kaivan terjatuh di pelukan Agatha setelah pintu terbuka, tangannya memeluk erat pinggang Agatha dengan tarikan nafas berat seperti sedang menahan emosi di dadanya. Agatha balik memeluknya, jika Kaivan sudah seperti ini pasti ada masalah berat yang sedang ia hadapi. Agatha menggiringnya masuk ke dalam, ia biarkan Kaivan menenangkan dulu badai di dalam kepalanya dan tidak bertanya sepatah katapun. "Agatha, jika aku kehilangan segalanya, apakah kamu bersedia untuk tetap di sisiku dalam keadaan apapun?" tanya Kaivan tiba-tiba setelah sekian lama diam. "Apa maksudmu Kai?" "Jika aku menceraikan Karina dan lebih memilih bersamamu, oma akan menghapusku dari daftar pewaris kekayaan keluarga Bimantara." Dihapus dari pewaris kekayaan keluarga Bimantara? Agatha jelas tidak menginginkan itu, Agatha tidak siap hidup miskin meskipun itu bersama Kaivan, pria yang ia cintai. Memangnya Kaivan pikir apa yang membuatnya bertahan di hubungan ini ketika keluarga Kaivan tidak menyukainya, bahkan
"Dan akhirnya nama Alya juga kalung itu diberikan kepadamu, awalnya ibu tidak berpikir macam-macam saat bibimu memberikannya kepada ibu, sampai akhirnya Yudhana datang mencari putrinya yang bernama Alya." sambung Rahmi sebagai penutup kisah hidup adik iparnya. Alya akhirnya mengerti, kisah mereka cukup rumit dan Yudhana datang tanpa rasa malu setelah membuang istri dan anaknya begitu saja. "Biarkan aku menjadi Alya bu, putri dari Yudhana Prabha Renjana. Biarkan aku menipunya sebagai balasan dari kesalahannya di masa lalu kepada bibi Kalila, juga agar kita bisa mendapatkan kekayaannya." Alya tersenyum sinis dengan kedua tangan menyilang di dada. Bagi Alya, kekayaan Yudhana yang akan ia nikmati tidak sebanding dengan rasa sakit hati dan penderitaan bibinya. Lagipula Karina juga sudah menikah dengan Kaivan, pria konglomerat itu pasti sudah cukup memberikan banyak uang padanya, jadi Karina tidak akan membutuhkan kekayaan ayah kandungnya lagi. ******* Agatha masih kesal setelah
"Sudah mas katakan sejak awal, dia itu pria brengsek! sekarang dia malah meninggalkan mu dalam keadaan hamil!" bentak Lingga. Lingga berkacak pinggang sambil terus mengatur amarahnya yang meledak-ledak di dalam dadanya, ia tidak menyangka bahwa kekhawatirannya soal hubungan Kalila dan Yudhana benar-benar terjadi. Mereka nekat menikah secara siri karena orangtua Yudhana tidak merestui hubungan mereka, Lingga juga terpaksa menikahkan mereka karena adik perempuannya itu sampai berlutut dan memohon di bawah kakinya demi dinikahkan dengan Yudhana. Kalila tidak sedang hamil, hanya saja saat itu Kalila terlalu bodoh soal cinta dan Yudhana adalah cinta pertamanya. "Ayo, mas temani kamu menemui Yudhana." "Tidak perlu mas, aku sudah mencobanya dan Yudhana tetap tidak mau menemuiku." Lingga semakin frustasi mendengar jawaban Kalila, ia tidak bisa membiarkan Yudhana pergi begitu saja tanpa beban setelah mencampakkan adiknya. "Mas Lingga, lebih baik aku kembali ke kontrakan saja. Ak
Setelah membuat keributan di perusahaan Jaya Reksana, Adimas kini tengah mencoba menerobos masuk ke kediaman keluarga Wibowo. Adimas menabrak pagar setinggi dua meter itu tanpa ragu, tidak perduli seberapa hancur mobilnya yang terpenting ia bisa memberikan pelajaran pada orang yang sudah merusak adiknya. Adimas turun sambil membawa sebuah senjata tajam, ia mengancam siapapun yang berani mendekatinya dan menghalangi jalannya. "Nyonya, kakak dari pelakor itu datang dan mengamuk di luar!" lapor salah satu art Renata. Renata yang sedang menikmati perawatan kukunya mendecih kesal atas keributan yang Adimas buat, dengan sangat terpaksa ia keluar dari ruangan pribadinya dengan didampingi beberapa pengawal, mereka takut Adimas akan mencelakai Renata jika Renata menghadapi Adimas seorang diri. "Akhirnya kamu keluar juga," ujar Adimas dengan tawa sinis penuh dendam. Renata tidak menujukkan ekspresi apapun di depan Adimas, tidak ada rasa takut atau merasa bersalah di matanya. Renata
Kaivan terbangun di pagi hari setelah telinganya mendengar suara berisik dari luar kamar, suara seorang wanita yang sedang marah-marah karena Kaivan tidak datang ke kamarnya semalam. Kaivan akhirnya lebih memilih melanjutkan kembali tidurnya daripada menemui Agatha karena tubuhnya masih terasa lemas, Kaivan tidak menyangka bahwa dirinya bisa seliar itu tadi malam tidak seperti biasanya. Saat bersama Agatha Kaivan masih bisa mengontrol dirinya tetapi semalam ia seperti tidak mengenali dirinya sendiri, entah karena efek obat atau memang Karina berbeda dari Agatha. Kaivan bangkit dari tempat tidur setelah suara Agatha tidak terdengar lagi diluar sana, ia malas menemui Agatha dalam keadaan seperti ini karena Agatha pasti hanya akan semakin marah jika tau apa yang sudah ia lakukan dengan Karina semalam. Pintu kamar terbuka, Karina muncul dari balik pintu sambil membawa sebuah baki berisi roti isi daging dan susu untuk Kaivan. Wajahnya nampak murung, Kaivan bisa menebak jika mood Karina p
"Aku tidak mau tau mas! istrimu mempermalukan aku dan keluargaku dihadapan orang banyak! kamu harus menceraikannya sebagai kompensasi atas harga diriku yang dia hancurkan!" amuk Anindya di apartemen Damar. Damar menghela nafas berat, menceraikan Renata bukan hal yang bisa ia lakukan dengan mudah. Anindya tidak tahu saja jika Damar tanpa Renata hanya seorang pria kantoran biasa yang gajinya pas-pasan, jika bukan karena pengaruh keluarga Renata mana mungkin ia bisa menyandang status sebagai bos besar perusahaan konstruksi. "Mas! ceraikan Renata!" bentaknya membuat Damar semaking jengkel. Damar bangkit dari sofa dengan kedua tangan diselipkan ke saku celana, "Bukankah sejak awal sudah aku katakan bahwa jangan pernah menuntut lebih dari hubungan ini? kamu sudah mendapatkan uang yang kamu inginkan, jadi jangan melunjak." "Mas!" "Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikan Renata, sadarlah kalau aku mengencanimu hanya untuk mencari sepuluh persen yang tidak ada di Renat