Baru dipenjara selama satu minggu, Imah kini sudah terlihat agak kurus dan tidak terawat karena ia hanya tidur beralaskan kain lap dan makan makanan sisa dari tahanan lainnya. Sebenarnya Imah tidak akan diperlakukan seburuk ini jika ia tidak memulai masalah lebih dulu, sikap Imah yang angkuh membuat tahanan lain geram padanya. Psikis dan fisik Imah benar-benar mereka tekan habis-habisan, bahkan saat melihat Adimas datang menjenguknya Imah langsung menangis terisak dan memeluknya erat. "Adimas, ibu mau pulang. Ibu janji akan berubah dan tidak berulah lagi," pintanya sambil menangis terisak, Adimas bisa melihat dengan jelas penderitaan yang Imah alami di dalam sel dari tangisannya. Adimas membawa dokumen yang ia temukan di lemari penyimpanan minuman beberapa waktu lalu, ia tunjukkan kepada Imah dokumen tersebut dan menjelaskannya sampai Imah akhirnya mengerti. Cukup sulit jalan Adimas untuk mengubah dokumen ini menjadi uang, tetapi Adimas sedang sangat mengusahakannya. "Aku ing
Di sebuah villa pribadi milik Kaivan, Karina kini tengah mempersiapkan diri sebelum proses pernikahan dimulai. Gaun cantik itu sudah melekat indah di tubuhnya, dipadukan dengan make up tipis nan elegan yang membuat kecantikan Karina semakin terpancar. Halaman villa yang tadinya hanya sebuah taman kosong kini sudah diubah menjadi tempat resepsi pernikahan, meskipun tidak mewah tetapi Kaivan tetap membuat dekorasinya terlihat berkelas. Di kursi pelaminan, Kaivan sudah menunggunya dengan mengenakan setelan tuxedo putih yang senada dengan gaun miliknya. Di belakangnya ada lima belas orang yang menjadi saksi pernikahan mereka, mereka tidak lain para pekerja di villa ini dan juga anak buah Kaivan. Karena Karina sebatang kara jadi tidak ada siapapun dari pihak Karina yang datang ke pernikahannya, sedangkan Kaivan memang tidak ingin ada yang datang ke pernikahannya termasuk orangtuanya. Karina tidak diberitahu alasannya, yang jelas ketika mereka sudah sah sebagai suami istri Kaivan pasti ak
"Tersenyum, aku tidak suka melihat mu cemberut. Itu membuatmu bertambah jelek dan semakin tidak enak dilihat," titahnya sambil membukakan pintu mobil untuk Karina. Karina langsung tersenyum lebar sampai menampilkan deretan giginya, jika saja Karina bisa mengamuk ia pasti sudah melampiaskan amarahnya pada pria menyebalkan di hadapannya ini. Tiga jam yang lalu.. "Kai, tolong buka pintunya aku ingin bicara." pinta Karina di depan pintu kamar Kaivan, sudah hampir satu jam ia berdiri disini namun pria itu tidak kunjung keluar dari kamarnya. Setelah merasakan perasaan takut dan gelisah semalaman karena ancaman Kaivan, Karina akhirnya menyerah karena ia tidak akan mungkin sanggup mengembalikan uang sebanyak itu dalam waktu singkat. Kaivan benar-benar membuatnya tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui perjanjian kontrak itu. "Kai, aku setuju menikah kontrak denganmu. Tolong buka pintu-" Ucapan Karina mendadak terhenti setelah pintu kamar Kaivan terbuka lebar, Kaivan muncu
"Nyonya masih belum mau membuka pintu kamarnya, tuan muda." lapornya pada Kaivan. Sejak kembali dari rumah orangtuanya, Karina terus mengurung diri dan menolak apapun yang ia tawarkan sampai saat ini. Tetapi Kaivan tidak bisa bersabar lagi untuk menunggunya keluar dari kamar, lagipula bukan tugasnya untuk membujuknya dan masih banyak hal yang lebih penting yang harus ia lakukan. "Karina, buka pintunya." titahnya yang masih berusaha keras untuk menahan diri, tetapi Karina tetap tidak menggubrisnya. Kaivan mendengkus kesal dan kesabarannya benar-benar sudah habis, ia menendang handle pintu sampai rusak dan menerobos masuk ke kamar Karina dengan ekspresi wajah yang teramat kesal. Kaivan menariknya keluar dari kamar dan membawanya ke meja makan, meskipun banyak hidangan mewah dan lezat di hadapannya Karina tetap tidak berselera sedikitpun. "Makanlah, aku tidak ingin ada yang mati disini karena kelaparan." titahnya. "Aku tidak lapar," "Dengarkan aku Karina, aku tidak punya
Adimas masih tertegun seolah tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini, ia tatap semua orang satu persatu sampai akhirnya ia yakin jika ini nyata adanya. Tetapi apa yang ia lihat sekarang seperti sebuah kemustahilan, bagaimana bisa seseorang yang tidak memiliki harta sepeserpun bisa menduduki kursi tersebut. "Apa anda akan terus diam disana dengan tatapan linglung seperti orang bodoh?" tegurnya. "Bagaimana bisa kamu ada disini Karina? kamu pasti sudah melakukan cara kotor untuk bisa duduk di kursi itu kan," tawa Adimas mengejek. "Bapak Adimas, silahkan duduk di kursi anda. Para pemegang saham yang lain tidak ada waktu untuk mendengar ocehan tidak jelas anda," titah Karina. Setelah melihat kekesalan di wajah semua orang, Adimas akhirnya duduk di kursi yang sudah di sediakan untuknya dan menahan rasa penasaran di hatinya. Karina menandahkan tangannya, lalu sebuah map yang berisi beberapa laporan keuangan perusahaan diserahkan ke tangannya. Karina membaca laporan itu sej
"Kita kembali sekarang," titah Kaivan sambil melempar kopernya. "Tapi, bagaimana dengan nona Agatha, tuan muda?" "Biarkan saja dia disini," Kaivan sudah lelah melihat kelakuan Agatha yang masih saja belum berubah, mungkin memang sebaiknya mereka berpisah untuk sementara dan saling mengintrospeksi diri. Mungkin selama ini juga caranya salah menghadapi Agatha, hingga Agatha selalu menganggap remeh perasaannya dan berbuat semaunya karena kesalahannya selalu di maafkan. Kaivan terlalu larut dalam pikirannya soal Agatha, tanpa sadar mereka kini sudah sampai di rumah sakit tempat dimana Karina dan Randy di rawat. Kaivan baru tiba di lantai tempat dimana ruangan Karina berada, namun telinganya sudah mendengar keributan dari dalam ruang rawat Karina dan suara cacian Retno. "Saya tidak mau tau, ceraikan Kaivan atau kamu akan menyesal karena sudah berurusan dengan keluarga Bimantara!" ancam Retno. "Karina tidak akan menceraikanku, begitupun sebaliknya." Kaivan menghampiri Karina d
Di halaman rumah tahanan, kebebasan Adimas disambut oleh Alya dan kedua adiknya dengan wajah penuh air mata. Mereka datang dengan beberapa tas dan satu buah koper berisi pakaian, tidak ada barang berharga lain yang bisa mereka bawa karena semua sudah disita untuk membayar hutang Adimas. "Ada apa ini? kenapa kalian seperti orang yang baru terusir dari rumah?" Anindya menatap tajam Adimas karena kesal rumah mereka disita, sedangkan Windy hanya bisa diam karena ia tidak tau harus bagaimana menyampaikan kabar buruk ini kepada kakaknya. "Rumah kita sudah disita untuk membayar hutangmu pada investor mas," jawab Alya ketus, susah payah ia menjadi pelakor pada akhirnya ia hanya menjadi gembel seperti ini. Adimas mengacak rambutnya dengan helaan nafas frustasi, lancang sekali mereka menyita aset miliknya tanpa persetujuannya. Tetapi Adimas juga tidak bisa melakukan perlawanan apapun karena mustahil untuknya melawan mereka, semua hasil kerja kerasnya lenyap dalam satu malam bahkan t
Setelah membuat kehebohan satu panti, oma Gia kini malah merajuk karena ternyata penyebab Karina muntah-muntah adalah asam lambungnya yang kumat. Padahal oma Gia sudah berharap jika Karina hamil, setidaknya di sisa usianya yang akan segera berakhir ini ia bisa melihat cicitnya lahir. "Oma, udah ya marahnya." bujuk Kaivan, jika oma Gia sudah marah akan sulit untuk Kaivan membujuknya. Sambil menguyah sandwichnya, Karina juga merasa kebingungan mencari cara untuk membujuk oma Gia. Sebenarnya ia dan Kaivan tidak bersalah karena oma Gia lah yang berekspektasi terlalu tinggi, tetapi Karina juga tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya jika ia tidak bisa mengandung. Meskipun ia bisa mengandung ia juga tidak akan mungkin mengandung anak Kaivan, karena sekali lagi pernikahan ini hanya sebatas pernikahan kontrak. "Kai, oma mau menggendong cicit oma sebelum meninggal. Oma harap kalian bisa memberikan oma cicit secepatnya," tuntutnya. Karina mendadak kehilangan selera makannya mendengar
Kaivan diam tidak bergerak di lorong bagian perlengkapan bayi, ia menatap serius sepasang suami istri yang tengah mengajak bayi mereka bercanda. Tawa menggemaskan bayi itu benar-benar membuat Kaivan merasa nyaman dan bahagia, meskipun bayi itu bukan anaknya. Dulu daat hubungannya dengan Agatha sedang manis-manisnya dan Agatha belum begitu terobsesi menjadi model, Agatha pernah mengatakan jika ia ingin menikah dengan Kaivan dan memiliki banyak anak. Tapi melihat Agatha yang sekarang Kaivan tidak yakin jika itu akan terjadi, melihat berat badannya naik satu kilo atau ada satu jerawat di wajahnya saja Agatha langsung panik luar biasa. "Kai, kamu sedang apa?" Lamunan Kaivan buyar saat Karina menepuk bahunya, "Tidak, apa kamu sudah selesai memilih yang ingin kamu beli?" Dua buah kantong berisi daging sapi ia tunjukkan di depan Kaivan, "Sudah!" Bayi itu tiba-tiba tertawa dan membuat perhatian Karina teralihkan padanya, kini gantian Karina yang melihat keharmonisan keluarga kecil
"Apa kamu yakin ingin pergi berdua denganku?" tanya Karina sekali lagi, karena ia tidak mau tiba-tiba Agatha datang dan mengamuk di tempat umum. "Ya, tentu. Ada apa?" "Bukankah seharusnya kamu pergi menemui Agatha dan membujuknya?" "Jangan bahas dia dulu," Kaivan membuka pintu mobil untuk Karina, hari ini Kaivan ingin mengajaknya berbelanja kebutuhan rumah juga pergi mencari hiburan. Kaivan butuh me time untuk menyegarkan pikirannya yang terasa rumit belakangan ini, banyak hal yang mengganggunya terutama soal hubungannya dengan Agatha. Mereka baru saja berbaikan kemarin malam, tetapi Agatha malah membuat ulah lagi dan membuatnya ragu kembali. Kaivan juga sengaja menonaktifkan ponselnya karena Agatha terus menghubunginya, ia butuh ruang untuk menenangkan diri dan bersama Karina ia dapatkan ketenangan itu. Karena Kaivan ingin mencoba menonton film, ia lalu menepikan mobilnya ke sebuah gedung bioskop terlebih dahulu sebelum berbelanja. "Kai, apa kamu sedang mengajakku berk
"Ayo silahkan cicipi masakan spesial buatan oma," Oma Gia menyodorkan beberapa hidangan yang ia bawa ke hadapan mereka, meskipun sekarang jantung mereka sedang berdegup tidak beraturan tetapi keroncongan di perut mereka mampu mengalahkan semuanya. Sejak dulu masakan oma Gia adalah makanan yang paling Kaivan sukai, itu sebabnya ia tidak mau menunggu lebih lama lagi untuk menyantap semuanya. "Kai, sepertinya kamu habis keramasan ya? pasti semalam kalian habis..." ucap oma Gia sambil menaik turunkan kedua alisnya. Ucapan oma Gia membuat Kaivan tersedak, Karina segera menuangkan minum untuk Kaivan meskipun harus sambil menyembunyikan wajahnya yang terlihat memerah. Oma Gia terkikik pelan melihat kegugupan di wajah kedua pasangan muda ini, bahkan mereka terlihat salah tingkah saat hendak memungut benda yang jatuh ke bawah. "Oh iya, oma punya sesuatu buat kalian." Tangan oma Gia menadah ke arah Randy yang berdiri di sebelahnya, lalu dua botol kecil diserahkan ke tangan oma Gia
"Kai, aku khawatir sama oma. Apa tidak sebaiknya kita bawa saja oma ke apartemenku?" "Kita sudah sepakat jika oma tinggal di rumah utama," "Tapi Kai, kamu bisa lihat sendiri bagaimana ibumu mencecar oma bahkan terlihat jelas sekali jika ia membenci oma." Kaivan tidak buta, ia juga melihat bagaimana tatapan ibunya saat menatap oma. Tetapi ia tetap tidak bisa membawa oma tinggal bersamanya untuk saat ini, terlalu beresiko membawa oma tinggal bersamanya ketika ia masih menjalani pernikahan dengan Karina. Mereka saling diam sepanjang jalan karena pemikiran yang tidak sejalan, sampai tiba-tiba mobil Kaivan berhenti mendadak karena sebuah mobil menghalangi jalannya. Seorang wanita cantik keluar dari mobil tersebut, langkahnya tergesa-gesa dan ia memaksa Kaivan keluar dari mobilnya. "Temui dia dulu, aku tunggu disini." titah Karina. Kaivan menuruti ucapan Karina meskipun sebenarnya ia malas untuk menemuinya, seperti biasa ketika melakukan kesalahan maka air mata yang akan menj
Setelah membuat kehebohan satu panti, oma Gia kini malah merajuk karena ternyata penyebab Karina muntah-muntah adalah asam lambungnya yang kumat. Padahal oma Gia sudah berharap jika Karina hamil, setidaknya di sisa usianya yang akan segera berakhir ini ia bisa melihat cicitnya lahir. "Oma, udah ya marahnya." bujuk Kaivan, jika oma Gia sudah marah akan sulit untuk Kaivan membujuknya. Sambil menguyah sandwichnya, Karina juga merasa kebingungan mencari cara untuk membujuk oma Gia. Sebenarnya ia dan Kaivan tidak bersalah karena oma Gia lah yang berekspektasi terlalu tinggi, tetapi Karina juga tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya jika ia tidak bisa mengandung. Meskipun ia bisa mengandung ia juga tidak akan mungkin mengandung anak Kaivan, karena sekali lagi pernikahan ini hanya sebatas pernikahan kontrak. "Kai, oma mau menggendong cicit oma sebelum meninggal. Oma harap kalian bisa memberikan oma cicit secepatnya," tuntutnya. Karina mendadak kehilangan selera makannya mendengar
Di halaman rumah tahanan, kebebasan Adimas disambut oleh Alya dan kedua adiknya dengan wajah penuh air mata. Mereka datang dengan beberapa tas dan satu buah koper berisi pakaian, tidak ada barang berharga lain yang bisa mereka bawa karena semua sudah disita untuk membayar hutang Adimas. "Ada apa ini? kenapa kalian seperti orang yang baru terusir dari rumah?" Anindya menatap tajam Adimas karena kesal rumah mereka disita, sedangkan Windy hanya bisa diam karena ia tidak tau harus bagaimana menyampaikan kabar buruk ini kepada kakaknya. "Rumah kita sudah disita untuk membayar hutangmu pada investor mas," jawab Alya ketus, susah payah ia menjadi pelakor pada akhirnya ia hanya menjadi gembel seperti ini. Adimas mengacak rambutnya dengan helaan nafas frustasi, lancang sekali mereka menyita aset miliknya tanpa persetujuannya. Tetapi Adimas juga tidak bisa melakukan perlawanan apapun karena mustahil untuknya melawan mereka, semua hasil kerja kerasnya lenyap dalam satu malam bahkan t
"Kita kembali sekarang," titah Kaivan sambil melempar kopernya. "Tapi, bagaimana dengan nona Agatha, tuan muda?" "Biarkan saja dia disini," Kaivan sudah lelah melihat kelakuan Agatha yang masih saja belum berubah, mungkin memang sebaiknya mereka berpisah untuk sementara dan saling mengintrospeksi diri. Mungkin selama ini juga caranya salah menghadapi Agatha, hingga Agatha selalu menganggap remeh perasaannya dan berbuat semaunya karena kesalahannya selalu di maafkan. Kaivan terlalu larut dalam pikirannya soal Agatha, tanpa sadar mereka kini sudah sampai di rumah sakit tempat dimana Karina dan Randy di rawat. Kaivan baru tiba di lantai tempat dimana ruangan Karina berada, namun telinganya sudah mendengar keributan dari dalam ruang rawat Karina dan suara cacian Retno. "Saya tidak mau tau, ceraikan Kaivan atau kamu akan menyesal karena sudah berurusan dengan keluarga Bimantara!" ancam Retno. "Karina tidak akan menceraikanku, begitupun sebaliknya." Kaivan menghampiri Karina d
Adimas masih tertegun seolah tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini, ia tatap semua orang satu persatu sampai akhirnya ia yakin jika ini nyata adanya. Tetapi apa yang ia lihat sekarang seperti sebuah kemustahilan, bagaimana bisa seseorang yang tidak memiliki harta sepeserpun bisa menduduki kursi tersebut. "Apa anda akan terus diam disana dengan tatapan linglung seperti orang bodoh?" tegurnya. "Bagaimana bisa kamu ada disini Karina? kamu pasti sudah melakukan cara kotor untuk bisa duduk di kursi itu kan," tawa Adimas mengejek. "Bapak Adimas, silahkan duduk di kursi anda. Para pemegang saham yang lain tidak ada waktu untuk mendengar ocehan tidak jelas anda," titah Karina. Setelah melihat kekesalan di wajah semua orang, Adimas akhirnya duduk di kursi yang sudah di sediakan untuknya dan menahan rasa penasaran di hatinya. Karina menandahkan tangannya, lalu sebuah map yang berisi beberapa laporan keuangan perusahaan diserahkan ke tangannya. Karina membaca laporan itu sej
"Nyonya masih belum mau membuka pintu kamarnya, tuan muda." lapornya pada Kaivan. Sejak kembali dari rumah orangtuanya, Karina terus mengurung diri dan menolak apapun yang ia tawarkan sampai saat ini. Tetapi Kaivan tidak bisa bersabar lagi untuk menunggunya keluar dari kamar, lagipula bukan tugasnya untuk membujuknya dan masih banyak hal yang lebih penting yang harus ia lakukan. "Karina, buka pintunya." titahnya yang masih berusaha keras untuk menahan diri, tetapi Karina tetap tidak menggubrisnya. Kaivan mendengkus kesal dan kesabarannya benar-benar sudah habis, ia menendang handle pintu sampai rusak dan menerobos masuk ke kamar Karina dengan ekspresi wajah yang teramat kesal. Kaivan menariknya keluar dari kamar dan membawanya ke meja makan, meskipun banyak hidangan mewah dan lezat di hadapannya Karina tetap tidak berselera sedikitpun. "Makanlah, aku tidak ingin ada yang mati disini karena kelaparan." titahnya. "Aku tidak lapar," "Dengarkan aku Karina, aku tidak punya