Matahari belum sepenuhnya muncul di langit, tetapi kediaman Guntara sudah didatangi oleh seorang wanita paruh baya yang mengamuk di depan pagar. Ia menggucang-guncang pagar dan melempar semua benda ke pagar hingga meimbulkan kebisingan, di belakangnya juga ada seorang pria dengan perawakan seperti preman dan pria itu adalah anak buahnya. Ia adalah Rista, seorang rentenir sekaligus teman satu geng arisan Imah.
"Bu Imah, keluar! bayar hutangmu! Jangan berlagak sok kaya tapi hutang menumpuk!" teriak sambil terus menendangi pagar. Dari balik gorden wajah Imah terlihat pucat pasi bahkan ia tidak berani mengeluarkan suaranya, para tetangga juga mulai keluar dari rumah mereka dan melihat Rista mengamuk di depan rumah. Rista tidak ragu membeberkan hutang Imah yang hampir mencapai tiga ratus juta kepada para tetangganya, Rista juga membeberkan aib Imah soal ia yang memiliki simpanan pria muda di luar sana. Imah mengepalkan tangannya karena terlalu geram pada Rista, ia ingin sekali merobek mulut Rista yang terlalu cerewet tetapi ia tidak memiliki keberanian bahkan untuk sekedar menujukkan wajahnya dari jendela. "Bu, ini ada apa? kenapa bu Rista membuat keributan dirumah ini?" tanya Adimas dengan raut wajah kesal, ini baru jam tujuh pagi dan tidurnya terganggu karena teriakan Rista. "Nak, tolong ibu. Bu Rista menagih hutang ibu yang sudah lewat tempo, bisa kan kamu bayarkan dulu?" pinta Imah sambil memegang tangan Adimas. "Berapa hutang ibu?" "Dua ratus sembilan puluh lima juta," jawabnya dengan nada ketakutan. Semua orang sontak terkejut setengah mati mendengar nominal yang Imah ucapkan, bukannya dibantu Imah justru malah dimaki juga oleh kedua anak perempuannya karena berhutang begitu banyak. Mereka juga memaksa Imah untuk jujur soal hutang tersebut, selama ini mereka selalu memberikannya uang lebih dari cukup. Apapun yang Imah inginkan pasti mereka berikan, Adimas bahkan sampai tidak menafkahi Karina dengan layak demi menuruti permintaan Imah. Setelah mendengar alasan Imah tentu mereka tidak habis pikir dengan kebodohan Imah, bisa-bisanya ia diporoti oleh pria yang usianya sama dengan Anindya . Rista sekarang semakin tidak terkendali di luar sana, bahkan ia sampai mengundang ketua RT untuk membantunya menemui Imah. "Windy, Anindya. Kalian punya uang tabungan kan untuk membantu mas membayar hutang ibu? tabungan mas tidak cukup untuk membayar lunas bu Rista," "Apa? mas gila ya! aku tidak mau menggunakan uangku untuk membayar hutang ibu! suruh ibu pikir sendiri bagaimana cara membayarnya!" bentak Anindya lalu pergi, ia tidak mau perduli mau diapakan ibunya oleh Rista. "Win.." "Maaf mas, uang itu mau Windy pakai untuk menikah dengan Aryo." Kini hanya tinggal Imah, Adimas dan Alya yang masih berdiam di ruang tamu. Adimas baru ingat jika kemarin Alya mengambil uang tabungan Karina sebanyak enam puluh juta, uang itu bisa ia gunakan untuk membantunya membayar setengah hutang Imah. "Al, mana uang tabungan Karina yang kamu ambil tempo hari lalu? aku membutuhkan uang itu." ujarnya sambil menandahkan satu tangannya di hadapan Alya. Alya terlihat gelisah, "Mas, uangnya sudah habis." "Apa? itu uang yang sangat banyak Al, bagaimana bisa kamu menghabiskannya hanya dalam waktu dua hari!" "Aku membelanjakan uang itu untuk keperluan pribadiku dan kebutuhan calon anak kita mas, itu justru kurang!" Alya mencebik kesal. Adimas mengacak rambutnya karena terlalu frustasi, ia juga tidak mungkin mengeluarkan semua uang tabungannya untuk membayar hutang ibunya. Mobil yang ia gunakan juga mobil dinas milik kantor, hanya rumah ini yang bisa Adimas jadikan jaminan tetapi Adimas tidak akan rela jika rumah ini diambil oleh Rista. Rista kini sudah berhasil membobol pagar rumah, ia masuk bersama dua orang polisi dan setelah ia berhasil menemukan Imah ia menyeret Imah keluar dan mempermalukannya. Keadaan begitu kacau, tetapi polisi berhasil mengamankan Imah masuk ke dalam mobil dan memberikan Adimas surat tugas penangkapan Imah atas tuduhan penipuan. "Adimas, ibu tidak mau dipenjara." ucap Imah dengan air mata berlinang, kedua tangannya kini sudah diborgol. "Bu, tunggu Adimas ya. Adimas akan mencoba mencari jalan keluar untuk membebaskan ibu," Imah sukses menjadi bahan gosipan semua orang di perumahan ini dan berita penangkapannya juga langsung tersebar luas ke luar komplek dalam waktu cepat, nama baik keuarga Guntara hancur dalam waktu kurang dari satu hari akibat ulahnya. ******** "Ibu Imah sudah dipenjara sekarang, tuan muda." "Bagus, jangan biarkan wanita itu keluar dengan mudah." Kaivan menyesap kembali teh chamomilenya sambil menikmati pemandangan indah di hadapannya, bukan hal yang sulit untuknya menghancurkan hidup seseorang dalam sekejap tanpa mengotori tangannya. "Bagaimana bisa kamu tau soal hutang ibu mertuaku yang aku sendiri bahkan tidak tau?" tanya Karina penasaran. "Kamu bisa mendapatkan dan mengetahui apapun yang kamu inginkan selama kamu memiliki uang, Karina." "Apa lagi yang kamu tau soal keluarga Guntara?" "Banyak, persiapkan saja dirimu untuk membalas perbuatan mereka." sahutnya dengan satu sudut bibir terangkat. Sejujurnya Karina merasa agak takut dengan Kaivan, tetapi ia sudah sampai sejauh ini demi membalas perbuatan Adimas dan keluarganya termasuk juga Alya. Ia tidak boleh lemah, setiap memar dan luka hati yang ia rasakan harus mereka bayar. Mereka pantas sengsara, tidak ada satupun dari mereka yang boleh bahagia setelah memperlakukannya seburuk ini. ********** "Mas, tidur yuk. Aku ngantuk, mau dikelonin sama mas." pinta Alya manja sambil bergelayut di lengan Adimas. Sejak Karina pergi dan menghilang tanpa kabar, juga ditahannya Imah karena hutangnya pada bu Rista, sikap Adimas kini berubah sangat dingin padanya. Alya tidak diperhatikan seperti biasanya, bahkan Adimas lebih sering berada di luar rumah untuk mencari pinjaman uang dan baru akan kembali saat tengah malam. Sejujurnya Alya merasa agak keberatan jika Adimas menggunakan uang tabungannya untuk membayar hutang Imah, karena jika tabungan Adimas terkuras habis maka Alya tidak akan bisa berfoya-foya lagi. Adimas juga lupa soal janjinya yang ingin memberikan Alya kalung berlian, bahkan honeymoon mereka batal karena masalah yang datang tidak kunjung selesai. "Mas, kamu denger gak sih!" bentak Alya kesal karena diabaikan oleh Adimas. "Kalau kamu ngantuk, tidur duluan saja sana Al! aku lagi pusing, jangan buat aku tambah pusing!" bentak Adimas balik lebih keras. Bola mata Alya langsung berkaca-kaca saat dibentak oleh Adimas, setelah melihat istri mudanya itu menangis Adimas langsung tersadar dari amarahnya dan memeluknya erat sambil meminta maaf. Adimas hanya merasa sangat kelelahan, ditambah dengan masalah Karina dan Imah yang sangat membebaninya. Setelah berhasil menenangkan Alya, Adimas lalu menggiring Alya ke dalam kamar dan menuruti keinginnya. Namun saat mereka baru melakukan pemanasan, tiba-tiba terdengar suara benturan dari halaman rumah seperti pagar yang ditabrak juga suara deru mesin mobil. Adimas berlari keluar untuk melihat siapa yang sudah membuat keributan di rumahnya, saat pintu utama terbuka Adimas langsung disergap oleh dua orang pria bertubuh kekar yang tidak ia kenal. "Tanda tangani surat ini, sekarang!" titah salah satu pria yang berdiri di hadapannya, sedangkan yang satunya lagi memegangi kedua tangannya agar ia tidak melakukan perlawanan."Tidak! aku tidak mau menandatangani apapun yang tidak aku ketahui isinya!" "Tanda tangani saja! atau kamu ingin semua yang kamu miliki hancur dalam waktu semalam?" ancamnya yang berhasil membuat Adimas benar-benar bungkam. Adimas akhirnya mengambil surat itu dan membaca isinya dengan teliti, ia baru membaca setengah dari isinya tetapi ia langsung melempar surat tersebut ke lantai. "Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan Karina! suruh dia kembali ke hadapanku sekarang!" "Baiklah, jika kamu tidak ingin menceraikan Karina maka ibumu akan membusuk di penjara dan besok pagi semua yang kamu miliki akan lenyap dari genggamanmu." Adimas ditempatkan pada posisi yang sulit, ia tidak ingin kehilangan Karina tetapi ia juga tidak ingin ibunya dipenjara lebih lama lagi dan kehilangan segalanya. Adimas melirik ke sekitarnya, berharap ada yang datang membantunya tetapi tidak ada satupun orang yang bisa ia mintai bantuan. Tidak ada yang perduli padanya karena sikap keluarga Guntara
Beberapa hari diasingkan oleh Kaivan di apartemen mewah ini, sejujurnya Karina agak merasa bosan. Semua yang ia inginkan serba ada dan ia selalu dilayani dengan sangat baik oleh pelayan disini, Karina bahkan tidak diizinkan untuk mencuci piring yang habis ia gunakan. Karina tidak terbiasa dengan perlakuan istimewa seperti ini, meskipun ia cukup senang karena merasa diratukan untuk yang pertama kali di dalam hidupnya tetapi rasanya masih tetap aneh untuknya. "Apa ada hal lain yang anda butuhkan nyonya?" tanya pelayan sambil membawakan jus buah untuk Karina. "Tidak ada, tapi setelah ini bisakah aku melakukan apapun sendiri? aku merasa tidak nyaman dilayani seperti ini." "Maaf nyonya, tetapi tuan muda membayar saya untuk melayani anda. Sebaiknya anda cukup fokus saja pada pemulihan diri anda, nyonya Karina." "Tapi-" "Ikuti saja apa katanya, jangan membantah." ucap Kaivan tiba-tiba, ia lalu menyuruh pelayan itu kembali mengerjakan pekerjaanya di dapur. Dua hari Kaivan men
Baru dipenjara selama satu minggu, Imah kini sudah terlihat agak kurus dan tidak terawat karena ia hanya tidur beralaskan kain lap dan makan makanan sisa dari tahanan lainnya. Sebenarnya Imah tidak akan diperlakukan seburuk ini jika ia tidak memulai masalah lebih dulu, sikap Imah yang angkuh membuat tahanan lain geram padanya. Psikis dan fisik Imah benar-benar mereka tekan habis-habisan, bahkan saat melihat Adimas datang menjenguknya Imah langsung menangis terisak dan memeluknya erat. "Adimas, ibu mau pulang. Ibu janji akan berubah dan tidak berulah lagi," pintanya sambil menangis terisak, Adimas bisa melihat dengan jelas penderitaan yang Imah alami di dalam sel dari tangisannya. Adimas membawa dokumen yang ia temukan di lemari penyimpanan minuman beberapa waktu lalu, ia tunjukkan kepada Imah dokumen tersebut dan menjelaskannya sampai Imah akhirnya mengerti. Cukup sulit jalan Adimas untuk mengubah dokumen ini menjadi uang, tetapi Adimas sedang sangat mengusahakannya. "Aku ing
Di sebuah villa pribadi milik Kaivan, Karina kini tengah mempersiapkan diri sebelum proses pernikahan dimulai. Gaun cantik itu sudah melekat indah di tubuhnya, dipadukan dengan make up tipis nan elegan yang membuat kecantikan Karina semakin terpancar. Halaman villa yang tadinya hanya sebuah taman kosong kini sudah diubah menjadi tempat resepsi pernikahan, meskipun tidak mewah tetapi Kaivan tetap membuat dekorasinya terlihat berkelas. Di kursi pelaminan, Kaivan sudah menunggunya dengan mengenakan setelan tuxedo putih yang senada dengan gaun miliknya. Di belakangnya ada lima belas orang yang menjadi saksi pernikahan mereka, mereka tidak lain para pekerja di villa ini dan juga anak buah Kaivan. Karena Karina sebatang kara jadi tidak ada siapapun dari pihak Karina yang datang ke pernikahannya, sedangkan Kaivan memang tidak ingin ada yang datang ke pernikahannya termasuk orangtuanya. Karina tidak diberitahu alasannya, yang jelas ketika mereka sudah sah sebagai suami istri Kaivan pasti ak
"Tersenyum, aku tidak suka melihat mu cemberut. Itu membuatmu bertambah jelek dan semakin tidak enak dilihat," titahnya sambil membukakan pintu mobil untuk Karina. Karina langsung tersenyum lebar sampai menampilkan deretan giginya, jika saja Karina bisa mengamuk ia pasti sudah melampiaskan amarahnya pada pria menyebalkan di hadapannya ini. Tiga jam yang lalu.. "Kai, tolong buka pintunya aku ingin bicara." pinta Karina di depan pintu kamar Kaivan, sudah hampir satu jam ia berdiri disini namun pria itu tidak kunjung keluar dari kamarnya. Setelah merasakan perasaan takut dan gelisah semalaman karena ancaman Kaivan, Karina akhirnya menyerah karena ia tidak akan mungkin sanggup mengembalikan uang sebanyak itu dalam waktu singkat. Kaivan benar-benar membuatnya tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui perjanjian kontrak itu. "Kai, aku setuju menikah kontrak denganmu. Tolong buka pintu-" Ucapan Karina mendadak terhenti setelah pintu kamar Kaivan terbuka lebar, Kaivan muncu
"Nyonya masih belum mau membuka pintu kamarnya, tuan muda." lapornya pada Kaivan. Sejak kembali dari rumah orangtuanya, Karina terus mengurung diri dan menolak apapun yang ia tawarkan sampai saat ini. Tetapi Kaivan tidak bisa bersabar lagi untuk menunggunya keluar dari kamar, lagipula bukan tugasnya untuk membujuknya dan masih banyak hal yang lebih penting yang harus ia lakukan. "Karina, buka pintunya." titahnya yang masih berusaha keras untuk menahan diri, tetapi Karina tetap tidak menggubrisnya. Kaivan mendengkus kesal dan kesabarannya benar-benar sudah habis, ia menendang handle pintu sampai rusak dan menerobos masuk ke kamar Karina dengan ekspresi wajah yang teramat kesal. Kaivan menariknya keluar dari kamar dan membawanya ke meja makan, meskipun banyak hidangan mewah dan lezat di hadapannya Karina tetap tidak berselera sedikitpun. "Makanlah, aku tidak ingin ada yang mati disini karena kelaparan." titahnya. "Aku tidak lapar," "Dengarkan aku Karina, aku tidak punya
Adimas masih tertegun seolah tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini, ia tatap semua orang satu persatu sampai akhirnya ia yakin jika ini nyata adanya. Tetapi apa yang ia lihat sekarang seperti sebuah kemustahilan, bagaimana bisa seseorang yang tidak memiliki harta sepeserpun bisa menduduki kursi tersebut. "Apa anda akan terus diam disana dengan tatapan linglung seperti orang bodoh?" tegurnya. "Bagaimana bisa kamu ada disini Karina? kamu pasti sudah melakukan cara kotor untuk bisa duduk di kursi itu kan," tawa Adimas mengejek. "Bapak Adimas, silahkan duduk di kursi anda. Para pemegang saham yang lain tidak ada waktu untuk mendengar ocehan tidak jelas anda," titah Karina. Setelah melihat kekesalan di wajah semua orang, Adimas akhirnya duduk di kursi yang sudah di sediakan untuknya dan menahan rasa penasaran di hatinya. Karina menandahkan tangannya, lalu sebuah map yang berisi beberapa laporan keuangan perusahaan diserahkan ke tangannya. Karina membaca laporan itu sej
"Kita kembali sekarang," titah Kaivan sambil melempar kopernya. "Tapi, bagaimana dengan nona Agatha, tuan muda?" "Biarkan saja dia disini," Kaivan sudah lelah melihat kelakuan Agatha yang masih saja belum berubah, mungkin memang sebaiknya mereka berpisah untuk sementara dan saling mengintrospeksi diri. Mungkin selama ini juga caranya salah menghadapi Agatha, hingga Agatha selalu menganggap remeh perasaannya dan berbuat semaunya karena kesalahannya selalu di maafkan. Kaivan terlalu larut dalam pikirannya soal Agatha, tanpa sadar mereka kini sudah sampai di rumah sakit tempat dimana Karina dan Randy di rawat. Kaivan baru tiba di lantai tempat dimana ruangan Karina berada, namun telinganya sudah mendengar keributan dari dalam ruang rawat Karina dan suara cacian Retno. "Saya tidak mau tau, ceraikan Kaivan atau kamu akan menyesal karena sudah berurusan dengan keluarga Bimantara!" ancam Retno. "Karina tidak akan menceraikanku, begitupun sebaliknya." Kaivan menghampiri Karina d
Beberapa hari berlalu, Anindya masih belum juga menunjukkan perubahan meskipun sudah mendapatkan penanganan dari dokter kejiwaan. Setiap hari yang ia lakukan hanya diam, menangis dan berbicara sendiri di kamar rawatnya. Anindya masih belum bisa menerima kenyataan jika ia dicampakkan oleh Damar, ia masih terus bermimpi untuk menjadi nyonya Wibowo. Bertahun-tahun mengejar dan memoroti uang para pria kaya, hanya Damar yang benar-benar ia cintai dan ia inginkan selain uangnya. Anindya tidak hanya memandang Damar sebagai mesin pencetak uangnya, tetapi ia juga memandang Damar sebagai cinta terakhirnya. "Bu.." panggil Anindya. Imah segera bangkit menghampiri putrinya lalu ia usap lembut pucuk kepala Anindya, meskipun sejujurnya Imah masih merasa kecewa dengan apa yang putrinya lakukan selama ini dibelakangnya. "Bu, temani aku pergi ke butik ya hari ini." "Ke butik? kamu mau apa ke butik Nin?" tanya Imah balik. "Loh, ibu gimana sih? sebentar lagi aku kan mau menikah dengan mas
Kaivan terjatuh di pelukan Agatha setelah pintu terbuka, tangannya memeluk erat pinggang Agatha dengan tarikan nafas berat seperti sedang menahan emosi di dadanya. Agatha balik memeluknya, jika Kaivan sudah seperti ini pasti ada masalah berat yang sedang ia hadapi. Agatha menggiringnya masuk ke dalam, ia biarkan Kaivan menenangkan dulu badai di dalam kepalanya dan tidak bertanya sepatah katapun. "Agatha, jika aku kehilangan segalanya, apakah kamu bersedia untuk tetap di sisiku dalam keadaan apapun?" tanya Kaivan tiba-tiba setelah sekian lama diam. "Apa maksudmu Kai?" "Jika aku menceraikan Karina dan lebih memilih bersamamu, oma akan menghapusku dari daftar pewaris kekayaan keluarga Bimantara." Dihapus dari pewaris kekayaan keluarga Bimantara? Agatha jelas tidak menginginkan itu, Agatha tidak siap hidup miskin meskipun itu bersama Kaivan, pria yang ia cintai. Memangnya Kaivan pikir apa yang membuatnya bertahan di hubungan ini ketika keluarga Kaivan tidak menyukainya, bahkan
"Dan akhirnya nama Alya juga kalung itu diberikan kepadamu, awalnya ibu tidak berpikir macam-macam saat bibimu memberikannya kepada ibu, sampai akhirnya Yudhana datang mencari putrinya yang bernama Alya." sambung Rahmi sebagai penutup kisah hidup adik iparnya. Alya akhirnya mengerti, kisah mereka cukup rumit dan Yudhana datang tanpa rasa malu setelah membuang istri dan anaknya begitu saja. "Biarkan aku menjadi Alya bu, putri dari Yudhana Prabha Renjana. Biarkan aku menipunya sebagai balasan dari kesalahannya di masa lalu kepada bibi Kalila, juga agar kita bisa mendapatkan kekayaannya." Alya tersenyum sinis dengan kedua tangan menyilang di dada. Bagi Alya, kekayaan Yudhana yang akan ia nikmati tidak sebanding dengan rasa sakit hati dan penderitaan bibinya. Lagipula Karina juga sudah menikah dengan Kaivan, pria konglomerat itu pasti sudah cukup memberikan banyak uang padanya, jadi Karina tidak akan membutuhkan kekayaan ayah kandungnya lagi. ******* Agatha masih kesal setelah
"Sudah mas katakan sejak awal, dia itu pria brengsek! sekarang dia malah meninggalkan mu dalam keadaan hamil!" bentak Lingga. Lingga berkacak pinggang sambil terus mengatur amarahnya yang meledak-ledak di dalam dadanya, ia tidak menyangka bahwa kekhawatirannya soal hubungan Kalila dan Yudhana benar-benar terjadi. Mereka nekat menikah secara siri karena orangtua Yudhana tidak merestui hubungan mereka, Lingga juga terpaksa menikahkan mereka karena adik perempuannya itu sampai berlutut dan memohon di bawah kakinya demi dinikahkan dengan Yudhana. Kalila tidak sedang hamil, hanya saja saat itu Kalila terlalu bodoh soal cinta dan Yudhana adalah cinta pertamanya. "Ayo, mas temani kamu menemui Yudhana." "Tidak perlu mas, aku sudah mencobanya dan Yudhana tetap tidak mau menemuiku." Lingga semakin frustasi mendengar jawaban Kalila, ia tidak bisa membiarkan Yudhana pergi begitu saja tanpa beban setelah mencampakkan adiknya. "Mas Lingga, lebih baik aku kembali ke kontrakan saja. Ak
Setelah membuat keributan di perusahaan Jaya Reksana, Adimas kini tengah mencoba menerobos masuk ke kediaman keluarga Wibowo. Adimas menabrak pagar setinggi dua meter itu tanpa ragu, tidak perduli seberapa hancur mobilnya yang terpenting ia bisa memberikan pelajaran pada orang yang sudah merusak adiknya. Adimas turun sambil membawa sebuah senjata tajam, ia mengancam siapapun yang berani mendekatinya dan menghalangi jalannya. "Nyonya, kakak dari pelakor itu datang dan mengamuk di luar!" lapor salah satu art Renata. Renata yang sedang menikmati perawatan kukunya mendecih kesal atas keributan yang Adimas buat, dengan sangat terpaksa ia keluar dari ruangan pribadinya dengan didampingi beberapa pengawal, mereka takut Adimas akan mencelakai Renata jika Renata menghadapi Adimas seorang diri. "Akhirnya kamu keluar juga," ujar Adimas dengan tawa sinis penuh dendam. Renata tidak menujukkan ekspresi apapun di depan Adimas, tidak ada rasa takut atau merasa bersalah di matanya. Renata
Kaivan terbangun di pagi hari setelah telinganya mendengar suara berisik dari luar kamar, suara seorang wanita yang sedang marah-marah karena Kaivan tidak datang ke kamarnya semalam. Kaivan akhirnya lebih memilih melanjutkan kembali tidurnya daripada menemui Agatha karena tubuhnya masih terasa lemas, Kaivan tidak menyangka bahwa dirinya bisa seliar itu tadi malam tidak seperti biasanya. Saat bersama Agatha Kaivan masih bisa mengontrol dirinya tetapi semalam ia seperti tidak mengenali dirinya sendiri, entah karena efek obat atau memang Karina berbeda dari Agatha. Kaivan bangkit dari tempat tidur setelah suara Agatha tidak terdengar lagi diluar sana, ia malas menemui Agatha dalam keadaan seperti ini karena Agatha pasti hanya akan semakin marah jika tau apa yang sudah ia lakukan dengan Karina semalam. Pintu kamar terbuka, Karina muncul dari balik pintu sambil membawa sebuah baki berisi roti isi daging dan susu untuk Kaivan. Wajahnya nampak murung, Kaivan bisa menebak jika mood Karina p
"Aku tidak mau tau mas! istrimu mempermalukan aku dan keluargaku dihadapan orang banyak! kamu harus menceraikannya sebagai kompensasi atas harga diriku yang dia hancurkan!" amuk Anindya di apartemen Damar. Damar menghela nafas berat, menceraikan Renata bukan hal yang bisa ia lakukan dengan mudah. Anindya tidak tahu saja jika Damar tanpa Renata hanya seorang pria kantoran biasa yang gajinya pas-pasan, jika bukan karena pengaruh keluarga Renata mana mungkin ia bisa menyandang status sebagai bos besar perusahaan konstruksi. "Mas! ceraikan Renata!" bentaknya membuat Damar semaking jengkel. Damar bangkit dari sofa dengan kedua tangan diselipkan ke saku celana, "Bukankah sejak awal sudah aku katakan bahwa jangan pernah menuntut lebih dari hubungan ini? kamu sudah mendapatkan uang yang kamu inginkan, jadi jangan melunjak." "Mas!" "Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikan Renata, sadarlah kalau aku mengencanimu hanya untuk mencari sepuluh persen yang tidak ada di Renat
"Suruh adikmu keluar dari sana, dasar keluarga tidak beradab!" Adimas bangkit dari kursinya, telinganya panas mendengar hinaan wanita di hadapannya. "Jaga ucapan anda nyonya!" "Kenapa anda kesal? apa yang saya katakan adalah sebuah fakta. Adikmu itu pelakor, kamu tukang selingkuh dan ibumu suka bermain-main dengan pria muda. Benar-benar keluarga yang luar biasa, luar biasa hina!" tawanya sinis. Wajah Adimas memerah dengan urat yang menegang di kepalanya, emosinya sudah memuncak dan tidak bisa ia tahan lagi. Sedangkan Imah, ia kini sudah tidak mampu lagi menampakkan wajahnya di hadapan semua orang yang kini tengah mencibir keluarganya. Adimas menarik paksa Anindya keluar dari kolong meja, ia harus memastikan jika ucapan wanita ini tidak benar. "Nin, apa benar yang wanita ini katakan kalau kamu adalah pelakor?" Bukannya menjawab, Anindya justru malah ingin kabur tapi sayangnya Adimas sudah lebih dulu menggenggam tangannya erat. "Adimas, sebaiknya kita pergi saja. Kita
Oma Gia kembali ke tempat dimana Karina dan Randy berada, langkahnya lesu dengan pikiran yang kacau karena ucapan Agatha terus berputar di dalam kepalanya. Ternyata sangat sulit untuknya memisahkan Kaivan dan Agatha, sekarang oma Gia malah mempertanyakan keputusannya untuk tetap mempertahankan Karina di sisi Kaivan atau sebaiknya melepaskannya saja. Oma Gia hanya takut Karina akan tersiksa jika terus berada di sisi Kaivan dan melihat apa yang Kaivan dan Agatha lakukan, tetapi di sisi lain ia juga berat melepas wanita sebaik Karina. "Ran, oma mau bicara." ujarnya menyela Randy yang tengah sibuk mencoba cincin, sepertinya ia lebih antusias daripada Kaivan soal pernikahan ini. Randy menyusul oma Gia keluar dan meminta Karina untuk tetap memilih cincin saja, melihat ekspresi wajah oma yang murung Randy sepertinya bisa menduga jika oma kini tengah memikirkan sesuatu. "Ran, tolong antar oma ke tempat ini." pintanya sambil memberikan sebuah alamat ke tangan Randy. "Oma mau apa ke t