Beberapa hari berlalu, Anindya masih belum juga menunjukkan perubahan meskipun sudah mendapatkan penanganan dari dokter kejiwaan. Setiap hari yang ia lakukan hanya diam, menangis dan berbicara sendiri di kamar rawatnya. Anindya masih belum bisa menerima kenyataan jika ia dicampakkan oleh Damar, ia masih terus bermimpi untuk menjadi nyonya Wibowo. Bertahun-tahun mengejar dan memoroti uang para pria kaya, hanya Damar yang benar-benar ia cintai dan ia inginkan selain uangnya. Anindya tidak hanya memandang Damar sebagai mesin pencetak uangnya, tetapi ia juga memandang Damar sebagai cinta terakhirnya. "Bu.." panggil Anindya. Imah segera bangkit menghampiri putrinya lalu ia usap lembut pucuk kepala Anindya, meskipun sejujurnya Imah masih merasa kecewa dengan apa yang putrinya lakukan selama ini dibelakangnya. "Bu, temani aku pergi ke butik ya hari ini." "Ke butik? kamu mau apa ke butik Nin?" tanya Imah balik. "Loh, ibu gimana sih? sebentar lagi aku kan mau menikah dengan mas
"Gimana hasilnya?" tanya Adimas antusias. Karina menggeleng lesu sambil menyerahkan benda kecil di tangannya, setelah berharap untuk yang kesekian kalinya hasil dari testpack itu ternyata masih belum menunjukkan garis dua. Segala cara sudah Karina lakukan, mulai dari urut, meminum ramuan, bahkan sampai promil tetapi tetap tidak membuahkan hasil. Adimas membuang testpack itu ke sembarang arah, ia benar-benar kecewa padahal ia sudah berharap jika Karina telat datang bulan karena hamil. "Rin, izinkan mas untuk menikah lagi. Mas sudah tidak bisa bersabar lagi menunggu kamu hamil," pintanya dengan raut wajah frustasi. "Mas, usia pernikahan kita baru sebentar. Lagipula kita bisa mengadopsi anak jika mas memang tidak bisa menunggu," "Mas tidak mau anak adopsi Rin, mas ingin anak dari benih mas sendiri." "Tapi mas-" Ponsel Adimas tiba-tiba berdering menampilkan nomor yang tidak dikenal, Adimas terlihat antusias saat melihatnya bahkan ia langsung keluar dari kamar untuk menjawa
Karina kembali ke rumah dengan langkah gontai, pikirannya melebur tanpa arah karena terlalu banyak hal menyedihkan yang ia rasakan. Pertama ia menemukan bukti perselingkuhan Adimas meskipun ia belum mengetahui dengan jelas siapa wanita itu, dan hal yang paling menyakitkan hatinya adalah ia dinyatakan mandul oleh dokter. Dunia Karina serasa hancur seketika, mirisnya ia bahkan tidak punya siapapun untuk sekedar bersandar melimpahkan kesedihannya karena ia seorang yatim piatu. "Darimana saja kamu Rin! pergi seenaknya saja tanpa meninggalkan uang dan makanan, kamu mau sakit magh ibu kumat ya. kamu mau ibu cepet mati, begitu!" bentak Imah tanpa henti, ia bahkan tidak bertanya mengapa mata Karina sembab. "Maaf bu, Karina ada urusan mendadak. Karina buat makanan dulu ya buat ibu," Tidak ingin berdebat dengan Imah, Karina akhirnya memasak makanan untuk ibu mertuanya yang cerewet itu. Pikiran Karina benar-benar tidak bisa fokus, ia masak sambil sesekali melamun dan sesekali melirik ke
"Kamar nomor sebelas atas nama Karina," Resepsionis itu memberikan kunci kamar yang sudah Karina booking lewat online dan beruntungnya masih ada tersisa satu kamar, tetapi Karina diam-diam meminta bertukar kamar dengan orang lain yang kamarnya bersebelahan dengan kamar Adimas, agar ia bisa memantau Adimas lebih dekat. Dari jendela kamar, Karina bisa melihat para pekerja sudah mulai sibuk mendekorasi taman villa. Adimas sepertinya mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk pesta pernikahan ini, terlihat dari dekorasinya yang cukup mewah, sedangkan bersamanya Adimas hanya menyediakan pesta pernikahan kecil-kecilan dengan alasan mereka harus menabung. Karina memperhatikan kesibukan para pekerja sambil menunggu Adimas datang, setelah hampir satu jam menunggu Karina akhirnya melihat mobil Adimas tiba di parkiran villa. Adimas turun dan membukakan pintu untuk wanita itu, mereka bahkan terlihat sangat mesra seperti pasangan yang tengah di mabuk asmara. Karina langsung menekan tombol hija
Karina tercengang sampai akhirnya ia tertawa terbahak-bahak, "Sepertinya kamu sudah benar-benar mabuk, bicaramu melantur." "Aku serius dan aku tidak mabuk, menikahlah denganku." pintanya, ekspresi wajahnya begitu serius menatap Karina. Tawa Karina perlahan memudar, ia akhirnya tau jika ucapan pria di hadapannya ini tidak main-main. Meski begitu, Karina tetap tidak bisa menerima permintaannya. Mereka baru saja bertemu beberapa kali bahkan Karina tidak tau siapa namanya, bagaimana jika pria di hadapannya ini adalah pria jahat. "Maaf, aku harus pergi. Terimakasih atas bantuanmu sebelumnya," Karina bangkit dari kursi dan hendak pergi tetapi tiba-tiba tangannya ditarik oleh pria itu. "Pikirkan lagi tawaranku dan simpan ini, jika kamu berubah pikiran hubungi aku." ucapnya sambil menyerahkan sebuah kartu nama di telapak tangan Karina. 'KAIVAN R. BIMANTARA' itulah yang tertulis di kartu nama berlapis emas di tangannya. Pria itu akhirnya pergi dari hadapannya, setelah merasa sed
Di pagi hari Adimas datang menemuinya dengan membawa baki berisi makanan lengkap, Karina menerima baki tersebut dan memakan isinya hingga habis tidak tersisa karena ia memang benar-benar sudah sangat kelaparan. Karina begitu diam dan patuh hari ini, padahal Adimas mengira jika Karina akan memberontak lagi dan membuatnya kesal. "Rin, bantu-bantu ibu yuk di dapur. Ibu bilang dia kangen masakan kamu," bujuk Adimas sambil mengelus lembut rambut Karina. "Baik mas," sahutnya dengan seulas senyum. Di dalam hatinya Karina hanya bisa tertawa mendengar kebohongan Adimas, sejak kapan nenek sihir itu bisa merindukannya? bertatap mata saja enggan. Tetapi Karina lebih memilih menuruti ucapan Adimas, karena semuanya harus berjalan sesuai dengan rencananya dan Adimas tidak boleh mengurungnya lagi di tempat ini. Akhirnya Karina bisa terbebas dari gudang pengap itu, saat ia ke dapur keadaan begitu sepi dengan cucian piring kotor yang menumpuk dan bahan masakan yang masih utuh tergeletak di ata
Matahari belum sepenuhnya muncul di langit, tetapi kediaman Guntara sudah didatangi oleh seorang wanita paruh baya yang mengamuk di depan pagar. Ia menggucang-guncang pagar dan melempar semua benda ke pagar hingga meimbulkan kebisingan, di belakangnya juga ada seorang pria dengan perawakan seperti preman dan pria itu adalah anak buahnya. Ia adalah Rista, seorang rentenir sekaligus teman satu geng arisan Imah. "Bu Imah, keluar! bayar hutangmu! Jangan berlagak sok kaya tapi hutang menumpuk!" teriak sambil terus menendangi pagar. Dari balik gorden wajah Imah terlihat pucat pasi bahkan ia tidak berani mengeluarkan suaranya, para tetangga juga mulai keluar dari rumah mereka dan melihat Rista mengamuk di depan rumah. Rista tidak ragu membeberkan hutang Imah yang hampir mencapai tiga ratus juta kepada para tetangganya, Rista juga membeberkan aib Imah soal ia yang memiliki simpanan pria muda di luar sana. Imah mengepalkan tangannya karena terlalu geram pada Rista, ia ingin sekali merobek
"Tidak! aku tidak mau menandatangani apapun yang tidak aku ketahui isinya!" "Tanda tangani saja! atau kamu ingin semua yang kamu miliki hancur dalam waktu semalam?" ancamnya yang berhasil membuat Adimas benar-benar bungkam. Adimas akhirnya mengambil surat itu dan membaca isinya dengan teliti, ia baru membaca setengah dari isinya tetapi ia langsung melempar surat tersebut ke lantai. "Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan Karina! suruh dia kembali ke hadapanku sekarang!" "Baiklah, jika kamu tidak ingin menceraikan Karina maka ibumu akan membusuk di penjara dan besok pagi semua yang kamu miliki akan lenyap dari genggamanmu." Adimas ditempatkan pada posisi yang sulit, ia tidak ingin kehilangan Karina tetapi ia juga tidak ingin ibunya dipenjara lebih lama lagi dan kehilangan segalanya. Adimas melirik ke sekitarnya, berharap ada yang datang membantunya tetapi tidak ada satupun orang yang bisa ia mintai bantuan. Tidak ada yang perduli padanya karena sikap keluarga Guntara
Beberapa hari berlalu, Anindya masih belum juga menunjukkan perubahan meskipun sudah mendapatkan penanganan dari dokter kejiwaan. Setiap hari yang ia lakukan hanya diam, menangis dan berbicara sendiri di kamar rawatnya. Anindya masih belum bisa menerima kenyataan jika ia dicampakkan oleh Damar, ia masih terus bermimpi untuk menjadi nyonya Wibowo. Bertahun-tahun mengejar dan memoroti uang para pria kaya, hanya Damar yang benar-benar ia cintai dan ia inginkan selain uangnya. Anindya tidak hanya memandang Damar sebagai mesin pencetak uangnya, tetapi ia juga memandang Damar sebagai cinta terakhirnya. "Bu.." panggil Anindya. Imah segera bangkit menghampiri putrinya lalu ia usap lembut pucuk kepala Anindya, meskipun sejujurnya Imah masih merasa kecewa dengan apa yang putrinya lakukan selama ini dibelakangnya. "Bu, temani aku pergi ke butik ya hari ini." "Ke butik? kamu mau apa ke butik Nin?" tanya Imah balik. "Loh, ibu gimana sih? sebentar lagi aku kan mau menikah dengan mas
Kaivan terjatuh di pelukan Agatha setelah pintu terbuka, tangannya memeluk erat pinggang Agatha dengan tarikan nafas berat seperti sedang menahan emosi di dadanya. Agatha balik memeluknya, jika Kaivan sudah seperti ini pasti ada masalah berat yang sedang ia hadapi. Agatha menggiringnya masuk ke dalam, ia biarkan Kaivan menenangkan dulu badai di dalam kepalanya dan tidak bertanya sepatah katapun. "Agatha, jika aku kehilangan segalanya, apakah kamu bersedia untuk tetap di sisiku dalam keadaan apapun?" tanya Kaivan tiba-tiba setelah sekian lama diam. "Apa maksudmu Kai?" "Jika aku menceraikan Karina dan lebih memilih bersamamu, oma akan menghapusku dari daftar pewaris kekayaan keluarga Bimantara." Dihapus dari pewaris kekayaan keluarga Bimantara? Agatha jelas tidak menginginkan itu, Agatha tidak siap hidup miskin meskipun itu bersama Kaivan, pria yang ia cintai. Memangnya Kaivan pikir apa yang membuatnya bertahan di hubungan ini ketika keluarga Kaivan tidak menyukainya, bahkan
"Dan akhirnya nama Alya juga kalung itu diberikan kepadamu, awalnya ibu tidak berpikir macam-macam saat bibimu memberikannya kepada ibu, sampai akhirnya Yudhana datang mencari putrinya yang bernama Alya." sambung Rahmi sebagai penutup kisah hidup adik iparnya. Alya akhirnya mengerti, kisah mereka cukup rumit dan Yudhana datang tanpa rasa malu setelah membuang istri dan anaknya begitu saja. "Biarkan aku menjadi Alya bu, putri dari Yudhana Prabha Renjana. Biarkan aku menipunya sebagai balasan dari kesalahannya di masa lalu kepada bibi Kalila, juga agar kita bisa mendapatkan kekayaannya." Alya tersenyum sinis dengan kedua tangan menyilang di dada. Bagi Alya, kekayaan Yudhana yang akan ia nikmati tidak sebanding dengan rasa sakit hati dan penderitaan bibinya. Lagipula Karina juga sudah menikah dengan Kaivan, pria konglomerat itu pasti sudah cukup memberikan banyak uang padanya, jadi Karina tidak akan membutuhkan kekayaan ayah kandungnya lagi. ******* Agatha masih kesal setelah
"Sudah mas katakan sejak awal, dia itu pria brengsek! sekarang dia malah meninggalkan mu dalam keadaan hamil!" bentak Lingga. Lingga berkacak pinggang sambil terus mengatur amarahnya yang meledak-ledak di dalam dadanya, ia tidak menyangka bahwa kekhawatirannya soal hubungan Kalila dan Yudhana benar-benar terjadi. Mereka nekat menikah secara siri karena orangtua Yudhana tidak merestui hubungan mereka, Lingga juga terpaksa menikahkan mereka karena adik perempuannya itu sampai berlutut dan memohon di bawah kakinya demi dinikahkan dengan Yudhana. Kalila tidak sedang hamil, hanya saja saat itu Kalila terlalu bodoh soal cinta dan Yudhana adalah cinta pertamanya. "Ayo, mas temani kamu menemui Yudhana." "Tidak perlu mas, aku sudah mencobanya dan Yudhana tetap tidak mau menemuiku." Lingga semakin frustasi mendengar jawaban Kalila, ia tidak bisa membiarkan Yudhana pergi begitu saja tanpa beban setelah mencampakkan adiknya. "Mas Lingga, lebih baik aku kembali ke kontrakan saja. Ak
Setelah membuat keributan di perusahaan Jaya Reksana, Adimas kini tengah mencoba menerobos masuk ke kediaman keluarga Wibowo. Adimas menabrak pagar setinggi dua meter itu tanpa ragu, tidak perduli seberapa hancur mobilnya yang terpenting ia bisa memberikan pelajaran pada orang yang sudah merusak adiknya. Adimas turun sambil membawa sebuah senjata tajam, ia mengancam siapapun yang berani mendekatinya dan menghalangi jalannya. "Nyonya, kakak dari pelakor itu datang dan mengamuk di luar!" lapor salah satu art Renata. Renata yang sedang menikmati perawatan kukunya mendecih kesal atas keributan yang Adimas buat, dengan sangat terpaksa ia keluar dari ruangan pribadinya dengan didampingi beberapa pengawal, mereka takut Adimas akan mencelakai Renata jika Renata menghadapi Adimas seorang diri. "Akhirnya kamu keluar juga," ujar Adimas dengan tawa sinis penuh dendam. Renata tidak menujukkan ekspresi apapun di depan Adimas, tidak ada rasa takut atau merasa bersalah di matanya. Renata
Kaivan terbangun di pagi hari setelah telinganya mendengar suara berisik dari luar kamar, suara seorang wanita yang sedang marah-marah karena Kaivan tidak datang ke kamarnya semalam. Kaivan akhirnya lebih memilih melanjutkan kembali tidurnya daripada menemui Agatha karena tubuhnya masih terasa lemas, Kaivan tidak menyangka bahwa dirinya bisa seliar itu tadi malam tidak seperti biasanya. Saat bersama Agatha Kaivan masih bisa mengontrol dirinya tetapi semalam ia seperti tidak mengenali dirinya sendiri, entah karena efek obat atau memang Karina berbeda dari Agatha. Kaivan bangkit dari tempat tidur setelah suara Agatha tidak terdengar lagi diluar sana, ia malas menemui Agatha dalam keadaan seperti ini karena Agatha pasti hanya akan semakin marah jika tau apa yang sudah ia lakukan dengan Karina semalam. Pintu kamar terbuka, Karina muncul dari balik pintu sambil membawa sebuah baki berisi roti isi daging dan susu untuk Kaivan. Wajahnya nampak murung, Kaivan bisa menebak jika mood Karina p
"Aku tidak mau tau mas! istrimu mempermalukan aku dan keluargaku dihadapan orang banyak! kamu harus menceraikannya sebagai kompensasi atas harga diriku yang dia hancurkan!" amuk Anindya di apartemen Damar. Damar menghela nafas berat, menceraikan Renata bukan hal yang bisa ia lakukan dengan mudah. Anindya tidak tahu saja jika Damar tanpa Renata hanya seorang pria kantoran biasa yang gajinya pas-pasan, jika bukan karena pengaruh keluarga Renata mana mungkin ia bisa menyandang status sebagai bos besar perusahaan konstruksi. "Mas! ceraikan Renata!" bentaknya membuat Damar semaking jengkel. Damar bangkit dari sofa dengan kedua tangan diselipkan ke saku celana, "Bukankah sejak awal sudah aku katakan bahwa jangan pernah menuntut lebih dari hubungan ini? kamu sudah mendapatkan uang yang kamu inginkan, jadi jangan melunjak." "Mas!" "Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikan Renata, sadarlah kalau aku mengencanimu hanya untuk mencari sepuluh persen yang tidak ada di Renat
"Suruh adikmu keluar dari sana, dasar keluarga tidak beradab!" Adimas bangkit dari kursinya, telinganya panas mendengar hinaan wanita di hadapannya. "Jaga ucapan anda nyonya!" "Kenapa anda kesal? apa yang saya katakan adalah sebuah fakta. Adikmu itu pelakor, kamu tukang selingkuh dan ibumu suka bermain-main dengan pria muda. Benar-benar keluarga yang luar biasa, luar biasa hina!" tawanya sinis. Wajah Adimas memerah dengan urat yang menegang di kepalanya, emosinya sudah memuncak dan tidak bisa ia tahan lagi. Sedangkan Imah, ia kini sudah tidak mampu lagi menampakkan wajahnya di hadapan semua orang yang kini tengah mencibir keluarganya. Adimas menarik paksa Anindya keluar dari kolong meja, ia harus memastikan jika ucapan wanita ini tidak benar. "Nin, apa benar yang wanita ini katakan kalau kamu adalah pelakor?" Bukannya menjawab, Anindya justru malah ingin kabur tapi sayangnya Adimas sudah lebih dulu menggenggam tangannya erat. "Adimas, sebaiknya kita pergi saja. Kita
Oma Gia kembali ke tempat dimana Karina dan Randy berada, langkahnya lesu dengan pikiran yang kacau karena ucapan Agatha terus berputar di dalam kepalanya. Ternyata sangat sulit untuknya memisahkan Kaivan dan Agatha, sekarang oma Gia malah mempertanyakan keputusannya untuk tetap mempertahankan Karina di sisi Kaivan atau sebaiknya melepaskannya saja. Oma Gia hanya takut Karina akan tersiksa jika terus berada di sisi Kaivan dan melihat apa yang Kaivan dan Agatha lakukan, tetapi di sisi lain ia juga berat melepas wanita sebaik Karina. "Ran, oma mau bicara." ujarnya menyela Randy yang tengah sibuk mencoba cincin, sepertinya ia lebih antusias daripada Kaivan soal pernikahan ini. Randy menyusul oma Gia keluar dan meminta Karina untuk tetap memilih cincin saja, melihat ekspresi wajah oma yang murung Randy sepertinya bisa menduga jika oma kini tengah memikirkan sesuatu. "Ran, tolong antar oma ke tempat ini." pintanya sambil memberikan sebuah alamat ke tangan Randy. "Oma mau apa ke t