"Tersenyum, aku tidak suka melihat mu cemberut. Itu membuatmu bertambah jelek dan semakin tidak enak dilihat," titahnya sambil membukakan pintu mobil untuk Karina. Karina langsung tersenyum lebar sampai menampilkan deretan giginya, jika saja Karina bisa mengamuk ia pasti sudah melampiaskan amarahnya pada pria menyebalkan di hadapannya ini. Tiga jam yang lalu.. "Kai, tolong buka pintunya aku ingin bicara." pinta Karina di depan pintu kamar Kaivan, sudah hampir satu jam ia berdiri disini namun pria itu tidak kunjung keluar dari kamarnya. Setelah merasakan perasaan takut dan gelisah semalaman karena ancaman Kaivan, Karina akhirnya menyerah karena ia tidak akan mungkin sanggup mengembalikan uang sebanyak itu dalam waktu singkat. Kaivan benar-benar membuatnya tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui perjanjian kontrak itu. "Kai, aku setuju menikah kontrak denganmu. Tolong buka pintu-" Ucapan Karina mendadak terhenti setelah pintu kamar Kaivan terbuka lebar, Kaivan muncu
"Nyonya masih belum mau membuka pintu kamarnya, tuan muda." lapornya pada Kaivan. Sejak kembali dari rumah orangtuanya, Karina terus mengurung diri dan menolak apapun yang ia tawarkan sampai saat ini. Tetapi Kaivan tidak bisa bersabar lagi untuk menunggunya keluar dari kamar, lagipula bukan tugasnya untuk membujuknya dan masih banyak hal yang lebih penting yang harus ia lakukan. "Karina, buka pintunya." titahnya yang masih berusaha keras untuk menahan diri, tetapi Karina tetap tidak menggubrisnya. Kaivan mendengkus kesal dan kesabarannya benar-benar sudah habis, ia menendang handle pintu sampai rusak dan menerobos masuk ke kamar Karina dengan ekspresi wajah yang teramat kesal. Kaivan menariknya keluar dari kamar dan membawanya ke meja makan, meskipun banyak hidangan mewah dan lezat di hadapannya Karina tetap tidak berselera sedikitpun. "Makanlah, aku tidak ingin ada yang mati disini karena kelaparan." titahnya. "Aku tidak lapar," "Dengarkan aku Karina, aku tidak punya
Adimas masih tertegun seolah tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini, ia tatap semua orang satu persatu sampai akhirnya ia yakin jika ini nyata adanya. Tetapi apa yang ia lihat sekarang seperti sebuah kemustahilan, bagaimana bisa seseorang yang tidak memiliki harta sepeserpun bisa menduduki kursi tersebut. "Apa anda akan terus diam disana dengan tatapan linglung seperti orang bodoh?" tegurnya. "Bagaimana bisa kamu ada disini Karina? kamu pasti sudah melakukan cara kotor untuk bisa duduk di kursi itu kan," tawa Adimas mengejek. "Bapak Adimas, silahkan duduk di kursi anda. Para pemegang saham yang lain tidak ada waktu untuk mendengar ocehan tidak jelas anda," titah Karina. Setelah melihat kekesalan di wajah semua orang, Adimas akhirnya duduk di kursi yang sudah di sediakan untuknya dan menahan rasa penasaran di hatinya. Karina menandahkan tangannya, lalu sebuah map yang berisi beberapa laporan keuangan perusahaan diserahkan ke tangannya. Karina membaca laporan itu sej
"Kita kembali sekarang," titah Kaivan sambil melempar kopernya. "Tapi, bagaimana dengan nona Agatha, tuan muda?" "Biarkan saja dia disini," Kaivan sudah lelah melihat kelakuan Agatha yang masih saja belum berubah, mungkin memang sebaiknya mereka berpisah untuk sementara dan saling mengintrospeksi diri. Mungkin selama ini juga caranya salah menghadapi Agatha, hingga Agatha selalu menganggap remeh perasaannya dan berbuat semaunya karena kesalahannya selalu di maafkan. Kaivan terlalu larut dalam pikirannya soal Agatha, tanpa sadar mereka kini sudah sampai di rumah sakit tempat dimana Karina dan Randy di rawat. Kaivan baru tiba di lantai tempat dimana ruangan Karina berada, namun telinganya sudah mendengar keributan dari dalam ruang rawat Karina dan suara cacian Retno. "Saya tidak mau tau, ceraikan Kaivan atau kamu akan menyesal karena sudah berurusan dengan keluarga Bimantara!" ancam Retno. "Karina tidak akan menceraikanku, begitupun sebaliknya." Kaivan menghampiri Karina d
Di halaman rumah tahanan, kebebasan Adimas disambut oleh Alya dan kedua adiknya dengan wajah penuh air mata. Mereka datang dengan beberapa tas dan satu buah koper berisi pakaian, tidak ada barang berharga lain yang bisa mereka bawa karena semua sudah disita untuk membayar hutang Adimas. "Ada apa ini? kenapa kalian seperti orang yang baru terusir dari rumah?" Anindya menatap tajam Adimas karena kesal rumah mereka disita, sedangkan Windy hanya bisa diam karena ia tidak tau harus bagaimana menyampaikan kabar buruk ini kepada kakaknya. "Rumah kita sudah disita untuk membayar hutangmu pada investor mas," jawab Alya ketus, susah payah ia menjadi pelakor pada akhirnya ia hanya menjadi gembel seperti ini. Adimas mengacak rambutnya dengan helaan nafas frustasi, lancang sekali mereka menyita aset miliknya tanpa persetujuannya. Tetapi Adimas juga tidak bisa melakukan perlawanan apapun karena mustahil untuknya melawan mereka, semua hasil kerja kerasnya lenyap dalam satu malam bahkan t
Setelah membuat kehebohan satu panti, oma Gia kini malah merajuk karena ternyata penyebab Karina muntah-muntah adalah asam lambungnya yang kumat. Padahal oma Gia sudah berharap jika Karina hamil, setidaknya di sisa usianya yang akan segera berakhir ini ia bisa melihat cicitnya lahir. "Oma, udah ya marahnya." bujuk Kaivan, jika oma Gia sudah marah akan sulit untuk Kaivan membujuknya. Sambil menguyah sandwichnya, Karina juga merasa kebingungan mencari cara untuk membujuk oma Gia. Sebenarnya ia dan Kaivan tidak bersalah karena oma Gia lah yang berekspektasi terlalu tinggi, tetapi Karina juga tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya jika ia tidak bisa mengandung. Meskipun ia bisa mengandung ia juga tidak akan mungkin mengandung anak Kaivan, karena sekali lagi pernikahan ini hanya sebatas pernikahan kontrak. "Kai, oma mau menggendong cicit oma sebelum meninggal. Oma harap kalian bisa memberikan oma cicit secepatnya," tuntutnya. Karina mendadak kehilangan selera makannya mendengar
"Kai, aku khawatir sama oma. Apa tidak sebaiknya kita bawa saja oma ke apartemenku?" "Kita sudah sepakat jika oma tinggal di rumah utama," "Tapi Kai, kamu bisa lihat sendiri bagaimana ibumu mencecar oma bahkan terlihat jelas sekali jika ia membenci oma." Kaivan tidak buta, ia juga melihat bagaimana tatapan ibunya saat menatap oma. Tetapi ia tetap tidak bisa membawa oma tinggal bersamanya untuk saat ini, terlalu beresiko membawa oma tinggal bersamanya ketika ia masih menjalani pernikahan dengan Karina. Mereka saling diam sepanjang jalan karena pemikiran yang tidak sejalan, sampai tiba-tiba mobil Kaivan berhenti mendadak karena sebuah mobil menghalangi jalannya. Seorang wanita cantik keluar dari mobil tersebut, langkahnya tergesa-gesa dan ia memaksa Kaivan keluar dari mobilnya. "Temui dia dulu, aku tunggu disini." titah Karina. Kaivan menuruti ucapan Karina meskipun sebenarnya ia malas untuk menemuinya, seperti biasa ketika melakukan kesalahan maka air mata yang akan menj
"Ayo silahkan cicipi masakan spesial buatan oma," Oma Gia menyodorkan beberapa hidangan yang ia bawa ke hadapan mereka, meskipun sekarang jantung mereka sedang berdegup tidak beraturan tetapi keroncongan di perut mereka mampu mengalahkan semuanya. Sejak dulu masakan oma Gia adalah makanan yang paling Kaivan sukai, itu sebabnya ia tidak mau menunggu lebih lama lagi untuk menyantap semuanya. "Kai, sepertinya kamu habis keramasan ya? pasti semalam kalian habis..." ucap oma Gia sambil menaik turunkan kedua alisnya. Ucapan oma Gia membuat Kaivan tersedak, Karina segera menuangkan minum untuk Kaivan meskipun harus sambil menyembunyikan wajahnya yang terlihat memerah. Oma Gia terkikik pelan melihat kegugupan di wajah kedua pasangan muda ini, bahkan mereka terlihat salah tingkah saat hendak memungut benda yang jatuh ke bawah. "Oh iya, oma punya sesuatu buat kalian." Tangan oma Gia menadah ke arah Randy yang berdiri di sebelahnya, lalu dua botol kecil diserahkan ke tangan oma Gia
"Bisakah anda jujur saja? apa anda tidak lelah berjam-jam diinterogasi di ruangan ini?" "Harus berapa ratus kali saya katakan jika saya tidak tau apapun! saya tidak pernah merasa menandatangani surat kuasa itu!" elak Karina untuk yang kesekian kalinya. Polisi itu terlihat menarik nafas panjang, ia merasa lelah menginterogasi Karina tetapi Karina juga enggan mengakui hal yang tidak pernah ia lakukan. Jam sudah menunjukkan hampir pukul tiga sore, sejak pagi Karina berada disini dan tidak membuahkan hasil apapun. Polisi itu akhirnya menyerah menginterogasinya, namun setelahnya Karina justru malah dibawa ke sel tahanan. Mereka tetap menganggap Karina bersalah dan bersekongkol dengan Adimas untuk mencuri aset keluarga Renjana, bahkan Yudhana siap mengeluarkan uang lebih banyak untuk menahan Karina lebih lama lagi disana. Karina hanya bisa pasrah, ia tidak memiliki kekuatan apapun untuk melawan Yudhana. Ia tidak memiliki bukti yg kuat untuk melawan tuduhan Yudhana, karena tanda tan
Sesuai dengan ucapannya kemarin, Adimas dan keluarganya datang tanpa rasa malu ke rumah Yudhana sambil membawa beberapa koper milik mereka. Dalam khayalan Adimas, ia sudah bisa membayangkan betapa bahagianya ia menjadi menantu Yudhana Prabha Renjana dan dihormati oleh semua orang. Ia tidak perlu lagi bekerja keras untuk menjadi orang kaya, karena tanpa bekerjapun ia bisa tetap hidup mewah dari kekayaan Yudhana. Adimas menekan klakson mobilnya, tetapi tidak ada satupun orang yang membukakan pintu pagar untuknya. Adimas masih berpikir positif jika mereka mungkin masih tertidur karena ini masih jam setengah enam pagi, tetapi setelah sekian lama menunggu Adimas akhirnya tidak bisa bersabar lagi. Adimas menekan klakson mobilnya berkali-kali, sampai membuat kebisingan yang mengganggu orang-orang disekitar. Pintu pagar akhirnya terbuka, Adimas langsung mengemudikan mobilnya menuju ke halaman dan turun dengan percaya dirinya dan senyuman lebar. "Lihat bu, rumah mewah ini akan menjadi te
"Nyonya Karina, maaf. Anda kedatangan tamu dan beliau menunggu anda di lobby," "Bawa saja beliau ke ruangan saya, saya masih belum bisa meninggalkan pekerjaan saya terlalu lama." Resepsionis itu kembali ke lobby untuk menjemput tamu Karina, sedangkan Karina mengecek ulang jadwal meeting dan pertemuan yang sudah dibuat untuknya, tetapi tidak ada janji temu dengan siapapun hari ini. Sepuluh menit berlalu, resepsionis itu datang bersama dengan seseorang yang pernah Karina temui di acara resepsi. Pria itu tidak menunjukkan keramahannya sedikitpun kepada Karina, bahkan tatapannya terkesan tajam dan penuh rasa kesal tidak seperti saat mereka pertama kali bertemu. "Silahkan duduk, bapak.." "Saya Yudhana Prabha Renjana, kita sudah pernah bertemu sebelumnya." jawabnya. "Anda benar, tolong tunggu sebentar. Saya akan memesankan minum untuk anda," "Tidak perlu! saya hanya ingin bicara beberapa menit," sahutnya dengan nada nyaris membentak. Karina duduk di hadapannya dengan per
"Kalian tidak sedang mencoba membohongi oma lagi, kan?" tanya oma Gia penuh curiga. Kaivan tertawa canggung, ternyata oma tidak semudah itu percaya padanya. "Tidak oma, aku hanya sudah sadar jika oma jauh lebih penting daripada segalanya. Dan jika bersama Karina membuat oma bahagia, maka Kai akan melakukannya." "Jika sekali lagi kalian membohongi oma, maka kalian akan melihat pemakaman oma. Bukan panti jompo ini lagi," ancamnya. "Iya oma, tenang saja. Kaivan akan menjadi cucu yang baik sekarang," Setelah berhasil membujuk oma untuk kembali ke kediaman keluarga Bimantara, Kaivan dan Karina segera bergegas pergi menemui teman Karina yang berprofesi sebagai agen perumahan. Karina ingin secepatnya tinggal bersama oma, ia ingin segera menebus rasa bersalahnya kepada oma dan merawatnya dengan baik. Hampir seharian mereka mencari rumah yang cocok, Karina akhirnya menemukan rumah impian yang ia inginkan. Sebuah rumah sederhana dengan tanah halaman belakang yang cukup luas, ia ingin
Beberapa hari berlalu, Anindya masih belum juga menunjukkan perubahan meskipun sudah mendapatkan penanganan dari dokter kejiwaan. Setiap hari yang ia lakukan hanya diam, menangis dan berbicara sendiri di kamar rawatnya. Anindya masih belum bisa menerima kenyataan jika ia dicampakkan oleh Damar, ia masih terus bermimpi untuk menjadi nyonya Wibowo. Bertahun-tahun mengejar dan memoroti uang para pria kaya, hanya Damar yang benar-benar ia cintai dan ia inginkan selain uangnya. Anindya tidak hanya memandang Damar sebagai mesin pencetak uangnya, tetapi ia juga memandang Damar sebagai cinta terakhirnya. "Bu.." panggil Anindya. Imah segera bangkit menghampiri putrinya lalu ia usap lembut pucuk kepala Anindya, meskipun sejujurnya Imah masih merasa kecewa dengan apa yang putrinya lakukan selama ini dibelakangnya. "Bu, temani aku pergi ke butik ya hari ini." "Ke butik? kamu mau apa ke butik Nin?" tanya Imah balik. "Loh, ibu gimana sih? sebentar lagi aku kan mau menikah dengan mas
Kaivan terjatuh di pelukan Agatha setelah pintu terbuka, tangannya memeluk erat pinggang Agatha dengan tarikan nafas berat seperti sedang menahan emosi di dadanya. Agatha balik memeluknya, jika Kaivan sudah seperti ini pasti ada masalah berat yang sedang ia hadapi. Agatha menggiringnya masuk ke dalam, ia biarkan Kaivan menenangkan dulu badai di dalam kepalanya dan tidak bertanya sepatah katapun. "Agatha, jika aku kehilangan segalanya, apakah kamu bersedia untuk tetap di sisiku dalam keadaan apapun?" tanya Kaivan tiba-tiba setelah sekian lama diam. "Apa maksudmu Kai?" "Jika aku menceraikan Karina dan lebih memilih bersamamu, oma akan menghapusku dari daftar pewaris kekayaan keluarga Bimantara." Dihapus dari pewaris kekayaan keluarga Bimantara? Agatha jelas tidak menginginkan itu, Agatha tidak siap hidup miskin meskipun itu bersama Kaivan, pria yang ia cintai. Memangnya Kaivan pikir apa yang membuatnya bertahan di hubungan ini ketika keluarga Kaivan tidak menyukainya, bahkan
"Dan akhirnya nama Alya juga kalung itu diberikan kepadamu, awalnya ibu tidak berpikir macam-macam saat bibimu memberikannya kepada ibu, sampai akhirnya Yudhana datang mencari putrinya yang bernama Alya." sambung Rahmi sebagai penutup kisah hidup adik iparnya. Alya akhirnya mengerti, kisah mereka cukup rumit dan Yudhana datang tanpa rasa malu setelah membuang istri dan anaknya begitu saja. "Biarkan aku menjadi Alya bu, putri dari Yudhana Prabha Renjana. Biarkan aku menipunya sebagai balasan dari kesalahannya di masa lalu kepada bibi Kalila, juga agar kita bisa mendapatkan kekayaannya." Alya tersenyum sinis dengan kedua tangan menyilang di dada. Bagi Alya, kekayaan Yudhana yang akan ia nikmati tidak sebanding dengan rasa sakit hati dan penderitaan bibinya. Lagipula Karina juga sudah menikah dengan Kaivan, pria konglomerat itu pasti sudah cukup memberikan banyak uang padanya, jadi Karina tidak akan membutuhkan kekayaan ayah kandungnya lagi. ******* Agatha masih kesal setelah
"Sudah mas katakan sejak awal, dia itu pria brengsek! sekarang dia malah meninggalkan mu dalam keadaan hamil!" bentak Lingga. Lingga berkacak pinggang sambil terus mengatur amarahnya yang meledak-ledak di dalam dadanya, ia tidak menyangka bahwa kekhawatirannya soal hubungan Kalila dan Yudhana benar-benar terjadi. Mereka nekat menikah secara siri karena orangtua Yudhana tidak merestui hubungan mereka, Lingga juga terpaksa menikahkan mereka karena adik perempuannya itu sampai berlutut dan memohon di bawah kakinya demi dinikahkan dengan Yudhana. Kalila tidak sedang hamil, hanya saja saat itu Kalila terlalu bodoh soal cinta dan Yudhana adalah cinta pertamanya. "Ayo, mas temani kamu menemui Yudhana." "Tidak perlu mas, aku sudah mencobanya dan Yudhana tetap tidak mau menemuiku." Lingga semakin frustasi mendengar jawaban Kalila, ia tidak bisa membiarkan Yudhana pergi begitu saja tanpa beban setelah mencampakkan adiknya. "Mas Lingga, lebih baik aku kembali ke kontrakan saja. Ak
Setelah membuat keributan di perusahaan Jaya Reksana, Adimas kini tengah mencoba menerobos masuk ke kediaman keluarga Wibowo. Adimas menabrak pagar setinggi dua meter itu tanpa ragu, tidak perduli seberapa hancur mobilnya yang terpenting ia bisa memberikan pelajaran pada orang yang sudah merusak adiknya. Adimas turun sambil membawa sebuah senjata tajam, ia mengancam siapapun yang berani mendekatinya dan menghalangi jalannya. "Nyonya, kakak dari pelakor itu datang dan mengamuk di luar!" lapor salah satu art Renata. Renata yang sedang menikmati perawatan kukunya mendecih kesal atas keributan yang Adimas buat, dengan sangat terpaksa ia keluar dari ruangan pribadinya dengan didampingi beberapa pengawal, mereka takut Adimas akan mencelakai Renata jika Renata menghadapi Adimas seorang diri. "Akhirnya kamu keluar juga," ujar Adimas dengan tawa sinis penuh dendam. Renata tidak menujukkan ekspresi apapun di depan Adimas, tidak ada rasa takut atau merasa bersalah di matanya. Renata