"Kamar nomor sebelas atas nama Karina,"
Resepsionis itu memberikan kunci kamar yang sudah Karina booking lewat online dan beruntungnya masih ada tersisa satu kamar, tetapi Karina diam-diam meminta bertukar kamar dengan orang lain yang kamarnya bersebelahan dengan kamar Adimas, agar ia bisa memantau Adimas lebih dekat. Dari jendela kamar, Karina bisa melihat para pekerja sudah mulai sibuk mendekorasi taman villa. Adimas sepertinya mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk pesta pernikahan ini, terlihat dari dekorasinya yang cukup mewah, sedangkan bersamanya Adimas hanya menyediakan pesta pernikahan kecil-kecilan dengan alasan mereka harus menabung. Karina memperhatikan kesibukan para pekerja sambil menunggu Adimas datang, setelah hampir satu jam menunggu Karina akhirnya melihat mobil Adimas tiba di parkiran villa. Adimas turun dan membukakan pintu untuk wanita itu, mereka bahkan terlihat sangat mesra seperti pasangan yang tengah di mabuk asmara. Karina langsung menekan tombol hijau diponselnya, dengan mata yang terus menuju ke arah Adimas sampai Adimas benar-benar menghilang dari pandangnya. Panggilan pertamanya tidak di angkat, dan akhirnya setelah terganggu dengan panggilan telepon Karina yang tidak kunjung berhenti Adimas mau menjawabnya juga. "Halo Rin, ada apa kamu menghubungiku terus? aku sedang meeting dengan klien." tanyanya, suaranya mulai agak terdengar terengah-engah. Karina tersenyum sinis, "Aku cuma mau bilang, aku harus pergi survei bersama teman-teman kantor dan keluar kota untuk beberapa hari. Aku takut kamu mencariku," "Baiklah, sudah ya Rin. Aku sibuk, gak enak kalau klien ku nunggu lama." Panggilan telepon terputus dan berganti dengan suara desahan wanita di kamar sebelah, diikuti dengan suara lainnya dan pastinya Karina tau jelas apa yang sedang mereka lakukan sekarang disana. Karina menahan sakit di hatinya sambil terus mendengarkan apa yang suaminya lakukan di kamar sebelah dengan wanita lain, setelah satu jam lamanya mereka bergelut di atas ranjang dan sekarang mereka sedang bergegas pergi untuk melihat proses dekorasi. Karina juga pergi keluar untuk memesan makanan untuk pemilik kamar ini, sebagai tanda terimakasih karena mau bertukar kamar tetapi orang itu sudah pergi. ****** Hari pernikahan Adimas akhirnya tiba, Di kursi pelaminan, Adimas kini tengah duduk bersanding dengan wanita selingkuhannya dan ia sudah siap untuk mengucapkan ijab qabul di hadapan penghulu. Suasana begitu khidmat sampai akhirnya suara sahutan kata sah terdengar dari para saksi, ketegangan itu kini sudah berubah menjadi suasana haru dengan sahnya mereka menjadi suami istri. Tetapi suasana haru itu sepertinya tidak berlangsung lama, setelah Karina tiba-tiba muncul di tengah para tamu undangan wajah sepasang pegantin baru itu terlihat pucat seperti habis melihat hantu. "Selamat atas pernikahannya suamiku, Adimas Guntara." ucap Karina lantang, perlahan semua orang mulai berbisik membicarakan mereka. "Rin, aku bisa jelasin ini." Adimas turun dari pelaminan dan mencoba membujuknya tetapi Karina bahkan enggan untuk didekati. "Santai saja mas, tidak perlu menjelaskan apapun karena alasanmu juga tidak ada gunanya. Oh iya, aku punya kado spesial untuk pernikahan kalian," Karina berbalik menatap pengantin wanita yang kini tertunduk malu setelah mendapat tatapan sinis dari orang-orang. "Rin, tolong jangan buat masalah disini. Kita bisa bicara baik-baik di rumah," Karina tidak mengindahkan ucapan Adimas, ia menekan remote kecil yang ada di tangannya dan seketika tampilan layar berubah. Layar yang tadinya menampilkan foto dan video pre-wedding berubah menjadi video berisi bukti perselingkuhan Adimas, semua aib mereka Karina beberkan di video itu bahkan Karina tidak ragu menampilkan foto telanjang mereka. "Mbak! tolong stop mbak! matikan videonya!" pintanya memohon sambil menangis terisak. "Kenapa, Alya? apa kamu malu aibmu aku bongkar, adikku sayang?" tanya Karina dengan tawa sinis. "Ternyata ibuku benar, menolong anjing liar itu harus hati-hati jika tidak mereka akan menggigitmu dan membuatmu terluka." Alya menggeleng dengan air mata membasahi pipinya, sampai akhirnya ia jatuh pingsan karena syok dan dibawa pergi dari pelaminan. Suasana mulai mendadak tidak kondusif, ditambah para tamu undangan yang mulai menghujat Adimas dan Alya. "Kamu keterlaluan Rin! padahal kita bisa bicara baik-baik tapi kamu malah membuat semuanya berantakan! kamu mempermalukanku di hadapan banyak orang terutama klienku!" bentak Adimas. Plak! Sebuah tamparan kencang mendarat di pipi Karina, "Dasar perempuan tidak waras! jika sampai terjadi sesuatu pada anakku kamu akan menerima akibatnya!" Karina memegangi pipinya yang terasa nyeri dan panas sambil menatap nyalang wanita paruh baya di hadapannya, sedetik kemudian Karina balas tamparan itu tidak kalah kerasnya sampai wanita itu jatuh terhuyung. "Seharusnya bibi ajari Alya untuk tidak mengobral harga dirinya dan menjadi wanita murahan! dia sudah keterlaluan dan hal ini pantas dia dapatkan!" tunjuknya tepat di wajah. "Berani-beraninya kamu menghina anakku! kalau kamu tidak mandul Adimas sudah pasti tidak akan merayu Alya sampai hamil! itu semua salahmu Karina!" Bagai tersambar petir di siang bolong, Karina kini bertambah syok setelah mengetahui jika Alya kini tengah mengandung. Karina mengalihkan tatapannya ke arah Adimas seolah meminta penjelasan atas ucapan bibinya, tetapi Adimas hanya diam saja dan Karina anggap ucapan bibinya benar. Karina sudah tidak bisa berpikir dengan jernih lagi, ia juga tidak perduli seberapa kacau keadaan yang sudah ia buat disana. Tidak heran mengapa ibu mertuanya sangat ingin Adimas menikahi Alya, ternyata adik sepupunya itu sedang mengandung anak dari suaminya. ***** Karina duduk di meja bar sambil memandangi gelas birnya yang masih penuh dengan tatapan kosong, Karina terus memikirkan bagaimana hubungannya dengan Adimas kedepannya setelah pengkhianatan Adimas terbongkar. Karina tidak sudi lagi menjadi istrinya, tetapi Karina juga belum siap untuk bercerai. Menjadi janda karena mandul adalah hal yang cukup memalukan untuknya, ia juga berpikir pria mana yang mau menerima wanita yang tidak bisa mengandung sepertinya. "Bagaimana misi mu? sepertinya gagal jika dilihat dari keputusasaan mu," tanya seorang pria dengan suaranya yang terdengar agak berat. Karina refleks menoleh, ternyata yang kini ada di sebelahnya adalah pria yang bertukar kamar dengannya. Entah sejak kapan pria itu ada disini, Karina tidak menyadarinya karena sejak tadi ia hanya fokus pada pikirannya yang kalut. "Ya, gagal." sahut Karina singkat, sesekali ia terlihat menghapus air mata yang menggenang di sudut matanya. "Jadi suamimu tetap memilih selingkuhannya? apa alasannya? menurutku kamu lebih cantik." Karina tertawa sinis, "Untuk apa cantik jika aku tidak bisa hamil," "Apa maksudmu?" "Aku mandul, itu sebabnya suamiku lebih memilih selingkuhannya yang kini sedang mengandung anaknya." Suasana mendadak canggung tanpa adanya obrolan, hanya terdengar suara ketukan jemari di meja bar dan suara lain dari pengunjung bar. Punggung Karina samar-samar mulai terlihat bergetar, juga bibirnya yang terus digigit agar isak tangisnya tidak keluar dari mulutnya. Sesak di dadanya begitu menyakitkan, bagaimana mungkin dua orang yang sangat ia sayangi tega menusuknya dari belakang. "Menangis saja, tidak perlu ditahan. Aku tau itu menyakitkan," Tangis Karina akhirnya pecah, seiring dengan tangisannya Karina juga refleks mengeluarkan isi hatinya pada pria asing di hadapannya ini. Pria itu mendengarkan Karina tanpa menyela sedikitpun ucapannya, ia biarkan Karina meluapkan semuanya yang membebani hatinya sampai ia merasa lega. "Aku ingin sekali membalas perbuatan mereka, aku ingin mereka mendapatkan karma!" ujar Karina menggebu-gebu dengan isak tangis dan tatapan mata penuh luka. "Aku bisa membantumu membalas perbuatan mereka," "Benarkah? bagaimana caranya?" "Menikahlah denganku, kamu bisa membuat suami dan selingkuhannya itu bertekuk lutut di bawah kakimu dengan menggunakan harta dan kekuasaanku."Karina tercengang sampai akhirnya ia tertawa terbahak-bahak, "Sepertinya kamu sudah benar-benar mabuk, bicaramu melantur." "Aku serius dan aku tidak mabuk, menikahlah denganku." pintanya, ekspresi wajahnya begitu serius menatap Karina. Tawa Karina perlahan memudar, ia akhirnya tau jika ucapan pria di hadapannya ini tidak main-main. Meski begitu, Karina tetap tidak bisa menerima permintaannya. Mereka baru saja bertemu beberapa kali bahkan Karina tidak tau siapa namanya, bagaimana jika pria di hadapannya ini adalah pria jahat. "Maaf, aku harus pergi. Terimakasih atas bantuanmu sebelumnya," Karina bangkit dari kursi dan hendak pergi tetapi tiba-tiba tangannya ditarik oleh pria itu. "Pikirkan lagi tawaranku dan simpan ini, jika kamu berubah pikiran hubungi aku." ucapnya sambil menyerahkan sebuah kartu nama di telapak tangan Karina. 'KAIVAN R. BIMANTARA' itulah yang tertulis di kartu nama berlapis emas di tangannya. Pria itu akhirnya pergi dari hadapannya, setelah merasa se
Di pagi hari Adimas datang menemuinya dengan membawa baki berisi makanan lengkap, Karina menerima baki tersebut dan memakan isinya hingga habis tidak tersisa karena ia memang benar-benar sudah sangat kelaparan. Karina begitu diam dan patuh hari ini, padahal Adimas mengira jika Karina akan memberontak lagi dan membuatnya kesal. "Rin, bantu-bantu ibu yuk di dapur. Ibu bilang dia kangen masakan kamu," bujuk Adimas sambil mengelus lembut rambut Karina. "Baik mas," sahutnya dengan seulas senyum. Di dalam hatinya Karina hanya bisa tertawa mendengar kebohongan Adimas, sejak kapan nenek sihir itu bisa merindukannya? bertatap mata saja enggan. Tetapi Karina lebih memilih menuruti ucapan Adimas, karena semuanya harus berjalan sesuai dengan rencananya dan Adimas tidak boleh mengurungnya lagi di tempat ini. Akhirnya Karina bisa terbebas dari gudang pengap itu, saat ia ke dapur keadaan begitu sepi dengan cucian piring kotor yang menumpuk dan bahan masakan yang masih utuh tergeletak di ata
Matahari belum sepenuhnya muncul di langit, tetapi kediamam Guntara sudah didatangi oleh seorang wanita paruh baya yang mengamuk di depan pagar. Ia menggucang-guncang pagar dan melempar semua benda ke pagar hingga meimbulkan kebisingan, di belakangnya juga ada seorang pria dengan perawakan seperti preman dan pria itu adalah anak buahnya. Ia adalah Rista, seorang rentenir sekaligus teman satu geng arisan Imah. "Bu Imah, keluar! bayar hutangmu! Jangan berlagak sok kaya tapi hutang menumpuk!" teriak sambil terus menendangi pagar. Dari balik gorden wajah Imah terlihat pucat pasi bahkan ia tidak berani mengeluarkan suaranya, para tetangga juga mulai keluar dari rumah mereka dan melihat Rista mengamuk di depan rumah. Rista tidak ragu membeberkan hutang Imah yang hampir mencapai tiga ratus juta kepada para tetangganya, Rista juga membeberkan aib Imah soal ia yang memiliki simpanan pria muda di luar sana. Imah mengepalkan tangannya karena terlalu geram pada Rista, ia ingin sekali merobek
"Tidak! aku tidak mau menandatangani apapun yang tidak aku ketahui isinya!" "Tanda tangani saja! atau kamu ingin semua yang kamu miliki hancur dalam waktu semalam?" ancamnya yang berhasil membuat Adimas benar-benar bungkam. Adimas akhirnya mengambil surat itu dan membaca isinya dengan teliti, ia baru membaca setengah dari isinya tetapi ia langsung melempar surat tersebut ke lantai. "Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan Karina! suruh dia kembali ke hadapanku sekarang!" "Baiklah, jika kamu tidak ingin menceraikan Karina maka ibumu akan membusuk di penjara dan besok pagi semua yang kamu miliki akan lenyap dari genggamanmu." Adimas ditempatkan pada posisi yang sulit, ia tidak ingin kehilangan Karina tetapi ia juga tidak ingin ibunya dipenjara lebih lama lagi dan kehilangan segalanya. Adimas melirik ke sekitarnya, berharap ada yang datang membantunya tetapi tidak ada satupun orang yang bisa ia mintai bantuan. Tidak ada yang perduli padanya karena sikap keluarga Guntara
Beberapa hari diasingkan oleh Kaivan di apartemen mewah ini, sejujurnya Karina agak merasa bosan. Semua yang ia inginkan serba ada dan ia selalu dilayani dengan sangat baik oleh pelayan disini, Karina bahkan tidak diizinkan untuk mencuci piring yang habis ia gunakan. Karina tidak terbiasa dengan perlakuan istimewa seperti ini, meskipun ia cukup senang karena merasa diratukan untuk yang pertama kali di dalam hidupnya tetapi rasanya masih tetap aneh untuknya. "Apa ada hal lain yang anda butuhkan nyonya?" tanya pelayan sambil membawakan jus buah untuk Karina. "Tidak ada, tapi setelah ini bisakah aku melakukan apapun sendiri? aku merasa tidak nyaman dilayani seperti ini." "Maaf nyonya, tetapi tuan muda membayar saya untuk melayani anda. Sebaiknya anda cukup fokus saja pada pemulihan diri anda, nyonya Karina." "Tapi-" "Ikuti saja apa katanya, jangan membantah." ucap Kaivan tiba-tiba, ia lalu menyuruh pelayan itu kembali mengerjakan pekerjaanya di dapur. Dua hari Kaivan men
"Gimana hasilnya?" tanya Adimas antusias. Karina menggeleng lesu sambil menyerahkan benda kecil di tangannya, setelah berharap untuk yang kesekian kalinya hasil dari testpack itu ternyata masih belum menunjukkan garis dua. Segala cara sudah Karina lakukan, mulai dari urut, meminum ramuan, bahkan sampai promil tetapi tetap tidak membuahkan hasil. Adimas membuang testpack itu ke sembarang arah, ia benar-benar kecewa padahal ia sudah berharap jika Karina telat datang bulan karena hamil. "Rin, izinkan mas untuk menikah lagi. Mas sudah tidak bisa bersabar lagi menunggu kamu hamil," pintanya dengan raut wajah frustasi. "Mas, usia pernikahan kita baru sebentar. Lagipula kita bisa mengadopsi anak jika mas memang tidak bisa menunggu," "Mas tidak mau anak adopsi Rin, mas ingin anak dari benih mas sendiri." "Tapi mas-" Ponsel Adimas tiba-tiba berdering menampilkan nomor yang tidak dikenal, Adimas terlihat antusias saat melihatnya bahkan ia langsung keluar dari kamar untuk menjawa
Karina kembali ke rumah dengan langkah gontai, pikirannya melebur tanpa arah karena terlalu banyak hal menyedihkan yang ia rasakan. Pertama ia menemukan bukti perselingkuhan Adimas meskipun ia belum mengetahui dengan jelas siapa wanita itu, dan hal yang paling menyakitkan hatinya adalah ia dinyatakan mandul oleh dokter. Dunia Karina serasa hancur seketika, mirisnya ia bahkan tidak punya siapapun untuk sekedar bersandar melimpahkan kesedihannya karena ia seorang yatim piatu. "Darimana saja kamu Rin! pergi seenaknya saja tanpa meninggalkan uang dan makanan, kamu mau sakit magh ibu kumat ya. kamu mau ibu cepet mati, begitu!" bentak Imah tanpa henti, ia bahkan tidak bertanya mengapa mata Karina sembab. "Maaf bu, Karina ada urusan mendadak. Karina buat makanan dulu ya buat ibu," Tidak ingin berdebat dengan Imah, Karina akhirnya memasak makanan untuk ibu mertuanya yang cerewet itu. Pikiran Karina benar-benar tidak bisa fokus, ia masak sambil sesekali melamun dan sesekali melirik ke
Beberapa hari diasingkan oleh Kaivan di apartemen mewah ini, sejujurnya Karina agak merasa bosan. Semua yang ia inginkan serba ada dan ia selalu dilayani dengan sangat baik oleh pelayan disini, Karina bahkan tidak diizinkan untuk mencuci piring yang habis ia gunakan. Karina tidak terbiasa dengan perlakuan istimewa seperti ini, meskipun ia cukup senang karena merasa diratukan untuk yang pertama kali di dalam hidupnya tetapi rasanya masih tetap aneh untuknya. "Apa ada hal lain yang anda butuhkan nyonya?" tanya pelayan sambil membawakan jus buah untuk Karina. "Tidak ada, tapi setelah ini bisakah aku melakukan apapun sendiri? aku merasa tidak nyaman dilayani seperti ini." "Maaf nyonya, tetapi tuan muda membayar saya untuk melayani anda. Sebaiknya anda cukup fokus saja pada pemulihan diri anda, nyonya Karina." "Tapi-" "Ikuti saja apa katanya, jangan membantah." ucap Kaivan tiba-tiba, ia lalu menyuruh pelayan itu kembali mengerjakan pekerjaanya di dapur. Dua hari Kaivan men
"Tidak! aku tidak mau menandatangani apapun yang tidak aku ketahui isinya!" "Tanda tangani saja! atau kamu ingin semua yang kamu miliki hancur dalam waktu semalam?" ancamnya yang berhasil membuat Adimas benar-benar bungkam. Adimas akhirnya mengambil surat itu dan membaca isinya dengan teliti, ia baru membaca setengah dari isinya tetapi ia langsung melempar surat tersebut ke lantai. "Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan Karina! suruh dia kembali ke hadapanku sekarang!" "Baiklah, jika kamu tidak ingin menceraikan Karina maka ibumu akan membusuk di penjara dan besok pagi semua yang kamu miliki akan lenyap dari genggamanmu." Adimas ditempatkan pada posisi yang sulit, ia tidak ingin kehilangan Karina tetapi ia juga tidak ingin ibunya dipenjara lebih lama lagi dan kehilangan segalanya. Adimas melirik ke sekitarnya, berharap ada yang datang membantunya tetapi tidak ada satupun orang yang bisa ia mintai bantuan. Tidak ada yang perduli padanya karena sikap keluarga Guntara
Matahari belum sepenuhnya muncul di langit, tetapi kediamam Guntara sudah didatangi oleh seorang wanita paruh baya yang mengamuk di depan pagar. Ia menggucang-guncang pagar dan melempar semua benda ke pagar hingga meimbulkan kebisingan, di belakangnya juga ada seorang pria dengan perawakan seperti preman dan pria itu adalah anak buahnya. Ia adalah Rista, seorang rentenir sekaligus teman satu geng arisan Imah. "Bu Imah, keluar! bayar hutangmu! Jangan berlagak sok kaya tapi hutang menumpuk!" teriak sambil terus menendangi pagar. Dari balik gorden wajah Imah terlihat pucat pasi bahkan ia tidak berani mengeluarkan suaranya, para tetangga juga mulai keluar dari rumah mereka dan melihat Rista mengamuk di depan rumah. Rista tidak ragu membeberkan hutang Imah yang hampir mencapai tiga ratus juta kepada para tetangganya, Rista juga membeberkan aib Imah soal ia yang memiliki simpanan pria muda di luar sana. Imah mengepalkan tangannya karena terlalu geram pada Rista, ia ingin sekali merobek
Di pagi hari Adimas datang menemuinya dengan membawa baki berisi makanan lengkap, Karina menerima baki tersebut dan memakan isinya hingga habis tidak tersisa karena ia memang benar-benar sudah sangat kelaparan. Karina begitu diam dan patuh hari ini, padahal Adimas mengira jika Karina akan memberontak lagi dan membuatnya kesal. "Rin, bantu-bantu ibu yuk di dapur. Ibu bilang dia kangen masakan kamu," bujuk Adimas sambil mengelus lembut rambut Karina. "Baik mas," sahutnya dengan seulas senyum. Di dalam hatinya Karina hanya bisa tertawa mendengar kebohongan Adimas, sejak kapan nenek sihir itu bisa merindukannya? bertatap mata saja enggan. Tetapi Karina lebih memilih menuruti ucapan Adimas, karena semuanya harus berjalan sesuai dengan rencananya dan Adimas tidak boleh mengurungnya lagi di tempat ini. Akhirnya Karina bisa terbebas dari gudang pengap itu, saat ia ke dapur keadaan begitu sepi dengan cucian piring kotor yang menumpuk dan bahan masakan yang masih utuh tergeletak di ata
Karina tercengang sampai akhirnya ia tertawa terbahak-bahak, "Sepertinya kamu sudah benar-benar mabuk, bicaramu melantur." "Aku serius dan aku tidak mabuk, menikahlah denganku." pintanya, ekspresi wajahnya begitu serius menatap Karina. Tawa Karina perlahan memudar, ia akhirnya tau jika ucapan pria di hadapannya ini tidak main-main. Meski begitu, Karina tetap tidak bisa menerima permintaannya. Mereka baru saja bertemu beberapa kali bahkan Karina tidak tau siapa namanya, bagaimana jika pria di hadapannya ini adalah pria jahat. "Maaf, aku harus pergi. Terimakasih atas bantuanmu sebelumnya," Karina bangkit dari kursi dan hendak pergi tetapi tiba-tiba tangannya ditarik oleh pria itu. "Pikirkan lagi tawaranku dan simpan ini, jika kamu berubah pikiran hubungi aku." ucapnya sambil menyerahkan sebuah kartu nama di telapak tangan Karina. 'KAIVAN R. BIMANTARA' itulah yang tertulis di kartu nama berlapis emas di tangannya. Pria itu akhirnya pergi dari hadapannya, setelah merasa se
"Kamar nomor sebelas atas nama Karina," Resepsionis itu memberikan kunci kamar yang sudah Karina booking lewat online dan beruntungnya masih ada tersisa satu kamar, tetapi Karina diam-diam meminta bertukar kamar dengan orang lain yang kamarnya bersebelahan dengan kamar Adimas, agar ia bisa memantau Adimas lebih dekat. Dari jendela kamar, Karina bisa melihat para pekerja sudah mulai sibuk mendekorasi taman villa. Adimas sepertinya mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk pesta pernikahan ini, terlihat dari dekorasinya yang cukup mewah, sedangkan bersamanya Adimas hanya menyediakan pesta pernikahan kecil-kecilan dengan alasan mereka harus menabung. Karina memperhatikan kesibukan para pekerja sambil menunggu Adimas datang, setelah hampir satu jam menunggu Karina akhirnya melihat mobil Adimas tiba di parkiran villa. Adimas turun dan membukakan pintu untuk wanita itu, mereka bahkan terlihat sangat mesra seperti pasangan yang tengah di mabuk asmara. Karina langsung menekan tombol hija
Karina kembali ke rumah dengan langkah gontai, pikirannya melebur tanpa arah karena terlalu banyak hal menyedihkan yang ia rasakan. Pertama ia menemukan bukti perselingkuhan Adimas meskipun ia belum mengetahui dengan jelas siapa wanita itu, dan hal yang paling menyakitkan hatinya adalah ia dinyatakan mandul oleh dokter. Dunia Karina serasa hancur seketika, mirisnya ia bahkan tidak punya siapapun untuk sekedar bersandar melimpahkan kesedihannya karena ia seorang yatim piatu. "Darimana saja kamu Rin! pergi seenaknya saja tanpa meninggalkan uang dan makanan, kamu mau sakit magh ibu kumat ya. kamu mau ibu cepet mati, begitu!" bentak Imah tanpa henti, ia bahkan tidak bertanya mengapa mata Karina sembab. "Maaf bu, Karina ada urusan mendadak. Karina buat makanan dulu ya buat ibu," Tidak ingin berdebat dengan Imah, Karina akhirnya memasak makanan untuk ibu mertuanya yang cerewet itu. Pikiran Karina benar-benar tidak bisa fokus, ia masak sambil sesekali melamun dan sesekali melirik ke
"Gimana hasilnya?" tanya Adimas antusias. Karina menggeleng lesu sambil menyerahkan benda kecil di tangannya, setelah berharap untuk yang kesekian kalinya hasil dari testpack itu ternyata masih belum menunjukkan garis dua. Segala cara sudah Karina lakukan, mulai dari urut, meminum ramuan, bahkan sampai promil tetapi tetap tidak membuahkan hasil. Adimas membuang testpack itu ke sembarang arah, ia benar-benar kecewa padahal ia sudah berharap jika Karina telat datang bulan karena hamil. "Rin, izinkan mas untuk menikah lagi. Mas sudah tidak bisa bersabar lagi menunggu kamu hamil," pintanya dengan raut wajah frustasi. "Mas, usia pernikahan kita baru sebentar. Lagipula kita bisa mengadopsi anak jika mas memang tidak bisa menunggu," "Mas tidak mau anak adopsi Rin, mas ingin anak dari benih mas sendiri." "Tapi mas-" Ponsel Adimas tiba-tiba berdering menampilkan nomor yang tidak dikenal, Adimas terlihat antusias saat melihatnya bahkan ia langsung keluar dari kamar untuk menjawa