"Kamar nomor sebelas atas nama Karina,"
Resepsionis itu memberikan kunci kamar yang sudah Karina booking lewat online dan beruntungnya masih ada tersisa satu kamar, tetapi Karina diam-diam meminta bertukar kamar dengan orang lain yang kamarnya bersebelahan dengan kamar Adimas, agar ia bisa memantau Adimas lebih dekat. Dari jendela kamar, Karina bisa melihat para pekerja sudah mulai sibuk mendekorasi taman villa. Adimas sepertinya mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk pesta pernikahan ini, terlihat dari dekorasinya yang cukup mewah, sedangkan bersamanya Adimas hanya menyediakan pesta pernikahan kecil-kecilan dengan alasan mereka harus menabung. Karina memperhatikan kesibukan para pekerja sambil menunggu Adimas datang, setelah hampir satu jam menunggu Karina akhirnya melihat mobil Adimas tiba di parkiran villa. Adimas turun dan membukakan pintu untuk wanita itu, mereka bahkan terlihat sangat mesra seperti pasangan yang tengah di mabuk asmara. Karina langsung menekan tombol hijau diponselnya, dengan mata yang terus menuju ke arah Adimas sampai Adimas benar-benar menghilang dari pandangnya. Panggilan pertamanya tidak di angkat, dan akhirnya setelah terganggu dengan panggilan telepon Karina yang tidak kunjung berhenti Adimas mau menjawabnya juga. "Halo Rin, ada apa kamu menghubungiku terus? aku sedang meeting dengan klien." tanyanya, suaranya mulai agak terdengar terengah-engah. Karina tersenyum sinis, "Aku cuma mau bilang, aku harus pergi survei bersama teman-teman kantor dan keluar kota untuk beberapa hari. Aku takut kamu mencariku," "Baiklah, sudah ya Rin. Aku sibuk, gak enak kalau klien ku nunggu lama." Panggilan telepon terputus dan berganti dengan suara desahan wanita di kamar sebelah, diikuti dengan suara lainnya dan pastinya Karina tau jelas apa yang sedang mereka lakukan sekarang disana. Karina menahan sakit di hatinya sambil terus mendengarkan apa yang suaminya lakukan di kamar sebelah dengan wanita lain, setelah satu jam lamanya mereka bergelut di atas ranjang dan sekarang mereka sedang bergegas pergi untuk melihat proses dekorasi. Karina juga pergi keluar untuk memesan makanan untuk pemilik kamar ini, sebagai tanda terimakasih karena mau bertukar kamar tetapi orang itu sudah pergi. ****** Hari pernikahan Adimas akhirnya tiba, Di kursi pelaminan, Adimas kini tengah duduk bersanding dengan wanita selingkuhannya dan ia sudah siap untuk mengucapkan ijab qabul di hadapan penghulu. Suasana begitu khidmat sampai akhirnya suara sahutan kata sah terdengar dari para saksi, ketegangan itu kini sudah berubah menjadi suasana haru dengan sahnya mereka menjadi suami istri. Tetapi suasana haru itu sepertinya tidak berlangsung lama, setelah Karina tiba-tiba muncul di tengah para tamu undangan wajah sepasang pegantin baru itu terlihat pucat seperti habis melihat hantu. "Selamat atas pernikahannya suamiku, Adimas Guntara." ucap Karina lantang, perlahan semua orang mulai berbisik membicarakan mereka. "Rin, aku bisa jelasin ini." Adimas turun dari pelaminan dan mencoba membujuknya tetapi Karina bahkan enggan untuk didekati. "Santai saja mas, tidak perlu menjelaskan apapun karena alasanmu juga tidak ada gunanya. Oh iya, aku punya kado spesial untuk pernikahan kalian," Karina berbalik menatap pengantin wanita yang kini tertunduk malu setelah mendapat tatapan sinis dari orang-orang. "Rin, tolong jangan buat masalah disini. Kita bisa bicara baik-baik di rumah," Karina tidak mengindahkan ucapan Adimas, ia menekan remote kecil yang ada di tangannya dan seketika tampilan layar berubah. Layar yang tadinya menampilkan foto dan video pre-wedding berubah menjadi video berisi bukti perselingkuhan Adimas, semua aib mereka Karina beberkan di video itu bahkan Karina tidak ragu menampilkan foto telanjang mereka. "Mbak! tolong stop mbak! matikan videonya!" pintanya memohon sambil menangis terisak. "Kenapa, Alya? apa kamu malu aibmu aku bongkar, adikku sayang?" tanya Karina dengan tawa sinis. "Ternyata ibuku benar, menolong anjing liar itu harus hati-hati jika tidak mereka akan menggigitmu dan membuatmu terluka." Alya menggeleng dengan air mata membasahi pipinya, sampai akhirnya ia jatuh pingsan karena syok dan dibawa pergi dari pelaminan. Suasana mulai mendadak tidak kondusif, ditambah para tamu undangan yang mulai menghujat Adimas dan Alya. "Kamu keterlaluan Rin! padahal kita bisa bicara baik-baik tapi kamu malah membuat semuanya berantakan! kamu mempermalukanku di hadapan banyak orang terutama klienku!" bentak Adimas. Plak! Sebuah tamparan kencang mendarat di pipi Karina, "Dasar perempuan tidak waras! jika sampai terjadi sesuatu pada anakku kamu akan menerima akibatnya!" Karina memegangi pipinya yang terasa nyeri dan panas sambil menatap nyalang wanita paruh baya di hadapannya, sedetik kemudian Karina balas tamparan itu tidak kalah kerasnya sampai wanita itu jatuh terhuyung. "Seharusnya bibi ajari Alya untuk tidak mengobral harga dirinya dan menjadi wanita murahan! dia sudah keterlaluan dan hal ini pantas dia dapatkan!" tunjuknya tepat di wajah. "Berani-beraninya kamu menghina anakku! kalau kamu tidak mandul Adimas sudah pasti tidak akan merayu Alya sampai hamil! itu semua salahmu Karina!" Bagai tersambar petir di siang bolong, Karina kini bertambah syok setelah mengetahui jika Alya kini tengah mengandung. Karina mengalihkan tatapannya ke arah Adimas seolah meminta penjelasan atas ucapan bibinya, tetapi Adimas hanya diam saja dan Karina anggap ucapan bibinya benar. Karina sudah tidak bisa berpikir dengan jernih lagi, ia juga tidak perduli seberapa kacau keadaan yang sudah ia buat disana. Tidak heran mengapa ibu mertuanya sangat ingin Adimas menikahi Alya, ternyata adik sepupunya itu sedang mengandung anak dari suaminya. ***** Karina duduk di meja bar sambil memandangi gelas birnya yang masih penuh dengan tatapan kosong, Karina terus memikirkan bagaimana hubungannya dengan Adimas kedepannya setelah pengkhianatan Adimas terbongkar. Karina tidak sudi lagi menjadi istrinya, tetapi Karina juga belum siap untuk bercerai. Menjadi janda karena mandul adalah hal yang cukup memalukan untuknya, ia juga berpikir pria mana yang mau menerima wanita yang tidak bisa mengandung sepertinya. "Bagaimana misi mu? sepertinya gagal jika dilihat dari keputusasaan mu," tanya seorang pria dengan suaranya yang terdengar agak berat. Karina refleks menoleh, ternyata yang kini ada di sebelahnya adalah pria yang bertukar kamar dengannya. Entah sejak kapan pria itu ada disini, Karina tidak menyadarinya karena sejak tadi ia hanya fokus pada pikirannya yang kalut. "Ya, gagal." sahut Karina singkat, sesekali ia terlihat menghapus air mata yang menggenang di sudut matanya. "Jadi suamimu tetap memilih selingkuhannya? apa alasannya? menurutku kamu lebih cantik." Karina tertawa sinis, "Untuk apa cantik jika aku tidak bisa hamil," "Apa maksudmu?" "Aku mandul, itu sebabnya suamiku lebih memilih selingkuhannya yang kini sedang mengandung anaknya." Suasana mendadak canggung tanpa adanya obrolan, hanya terdengar suara ketukan jemari di meja bar dan suara lain dari pengunjung bar. Punggung Karina samar-samar mulai terlihat bergetar, juga bibirnya yang terus digigit agar isak tangisnya tidak keluar dari mulutnya. Sesak di dadanya begitu menyakitkan, bagaimana mungkin dua orang yang sangat ia sayangi tega menusuknya dari belakang. "Menangis saja, tidak perlu ditahan. Aku tau itu menyakitkan," Tangis Karina akhirnya pecah, seiring dengan tangisannya Karina juga refleks mengeluarkan isi hatinya pada pria asing di hadapannya ini. Pria itu mendengarkan Karina tanpa menyela sedikitpun ucapannya, ia biarkan Karina meluapkan semuanya yang membebani hatinya sampai ia merasa lega. "Aku ingin sekali membalas perbuatan mereka, aku ingin mereka mendapatkan karma!" ujar Karina menggebu-gebu dengan isak tangis dan tatapan mata penuh luka. "Aku bisa membantumu membalas perbuatan mereka," "Benarkah? bagaimana caranya?" "Menikahlah denganku, kamu bisa membuat suami dan selingkuhannya itu bertekuk lutut di bawah kakimu dengan menggunakan harta dan kekuasaanku."Karina tercengang sampai akhirnya ia tertawa terbahak-bahak, "Sepertinya kamu sudah benar-benar mabuk, bicaramu melantur." "Aku serius dan aku tidak mabuk, menikahlah denganku." pintanya, ekspresi wajahnya begitu serius menatap Karina. Tawa Karina perlahan memudar, ia akhirnya tau jika ucapan pria di hadapannya ini tidak main-main. Meski begitu, Karina tetap tidak bisa menerima permintaannya. Mereka baru saja bertemu beberapa kali bahkan Karina tidak tau siapa namanya, bagaimana jika pria di hadapannya ini adalah pria jahat. "Maaf, aku harus pergi. Terimakasih atas bantuanmu sebelumnya," Karina bangkit dari kursi dan hendak pergi tetapi tiba-tiba tangannya ditarik oleh pria itu. "Pikirkan lagi tawaranku dan simpan ini, jika kamu berubah pikiran hubungi aku." ucapnya sambil menyerahkan sebuah kartu nama di telapak tangan Karina. 'KAIVAN R. BIMANTARA' itulah yang tertulis di kartu nama berlapis emas di tangannya. Pria itu akhirnya pergi dari hadapannya, setelah merasa sed
Di pagi hari Adimas datang menemuinya dengan membawa baki berisi makanan lengkap, Karina menerima baki tersebut dan memakan isinya hingga habis tidak tersisa karena ia memang benar-benar sudah sangat kelaparan. Karina begitu diam dan patuh hari ini, padahal Adimas mengira jika Karina akan memberontak lagi dan membuatnya kesal. "Rin, bantu-bantu ibu yuk di dapur. Ibu bilang dia kangen masakan kamu," bujuk Adimas sambil mengelus lembut rambut Karina. "Baik mas," sahutnya dengan seulas senyum. Di dalam hatinya Karina hanya bisa tertawa mendengar kebohongan Adimas, sejak kapan nenek sihir itu bisa merindukannya? bertatap mata saja enggan. Tetapi Karina lebih memilih menuruti ucapan Adimas, karena semuanya harus berjalan sesuai dengan rencananya dan Adimas tidak boleh mengurungnya lagi di tempat ini. Akhirnya Karina bisa terbebas dari gudang pengap itu, saat ia ke dapur keadaan begitu sepi dengan cucian piring kotor yang menumpuk dan bahan masakan yang masih utuh tergeletak di ata
Matahari belum sepenuhnya muncul di langit, tetapi kediaman Guntara sudah didatangi oleh seorang wanita paruh baya yang mengamuk di depan pagar. Ia menggucang-guncang pagar dan melempar semua benda ke pagar hingga meimbulkan kebisingan, di belakangnya juga ada seorang pria dengan perawakan seperti preman dan pria itu adalah anak buahnya. Ia adalah Rista, seorang rentenir sekaligus teman satu geng arisan Imah. "Bu Imah, keluar! bayar hutangmu! Jangan berlagak sok kaya tapi hutang menumpuk!" teriak sambil terus menendangi pagar. Dari balik gorden wajah Imah terlihat pucat pasi bahkan ia tidak berani mengeluarkan suaranya, para tetangga juga mulai keluar dari rumah mereka dan melihat Rista mengamuk di depan rumah. Rista tidak ragu membeberkan hutang Imah yang hampir mencapai tiga ratus juta kepada para tetangganya, Rista juga membeberkan aib Imah soal ia yang memiliki simpanan pria muda di luar sana. Imah mengepalkan tangannya karena terlalu geram pada Rista, ia ingin sekali merobek
"Tidak! aku tidak mau menandatangani apapun yang tidak aku ketahui isinya!" "Tanda tangani saja! atau kamu ingin semua yang kamu miliki hancur dalam waktu semalam?" ancamnya yang berhasil membuat Adimas benar-benar bungkam. Adimas akhirnya mengambil surat itu dan membaca isinya dengan teliti, ia baru membaca setengah dari isinya tetapi ia langsung melempar surat tersebut ke lantai. "Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan Karina! suruh dia kembali ke hadapanku sekarang!" "Baiklah, jika kamu tidak ingin menceraikan Karina maka ibumu akan membusuk di penjara dan besok pagi semua yang kamu miliki akan lenyap dari genggamanmu." Adimas ditempatkan pada posisi yang sulit, ia tidak ingin kehilangan Karina tetapi ia juga tidak ingin ibunya dipenjara lebih lama lagi dan kehilangan segalanya. Adimas melirik ke sekitarnya, berharap ada yang datang membantunya tetapi tidak ada satupun orang yang bisa ia mintai bantuan. Tidak ada yang perduli padanya karena sikap keluarga Guntara
Beberapa hari diasingkan oleh Kaivan di apartemen mewah ini, sejujurnya Karina agak merasa bosan. Semua yang ia inginkan serba ada dan ia selalu dilayani dengan sangat baik oleh pelayan disini, Karina bahkan tidak diizinkan untuk mencuci piring yang habis ia gunakan. Karina tidak terbiasa dengan perlakuan istimewa seperti ini, meskipun ia cukup senang karena merasa diratukan untuk yang pertama kali di dalam hidupnya tetapi rasanya masih tetap aneh untuknya. "Apa ada hal lain yang anda butuhkan nyonya?" tanya pelayan sambil membawakan jus buah untuk Karina. "Tidak ada, tapi setelah ini bisakah aku melakukan apapun sendiri? aku merasa tidak nyaman dilayani seperti ini." "Maaf nyonya, tetapi tuan muda membayar saya untuk melayani anda. Sebaiknya anda cukup fokus saja pada pemulihan diri anda, nyonya Karina." "Tapi-" "Ikuti saja apa katanya, jangan membantah." ucap Kaivan tiba-tiba, ia lalu menyuruh pelayan itu kembali mengerjakan pekerjaanya di dapur. Dua hari Kaivan men
Baru dipenjara selama satu minggu, Imah kini sudah terlihat agak kurus dan tidak terawat karena ia hanya tidur beralaskan kain lap dan makan makanan sisa dari tahanan lainnya. Sebenarnya Imah tidak akan diperlakukan seburuk ini jika ia tidak memulai masalah lebih dulu, sikap Imah yang angkuh membuat tahanan lain geram padanya. Psikis dan fisik Imah benar-benar mereka tekan habis-habisan, bahkan saat melihat Adimas datang menjenguknya Imah langsung menangis terisak dan memeluknya erat. "Adimas, ibu mau pulang. Ibu janji akan berubah dan tidak berulah lagi," pintanya sambil menangis terisak, Adimas bisa melihat dengan jelas penderitaan yang Imah alami di dalam sel dari tangisannya. Adimas membawa dokumen yang ia temukan di lemari penyimpanan minuman beberapa waktu lalu, ia tunjukkan kepada Imah dokumen tersebut dan menjelaskannya sampai Imah akhirnya mengerti. Cukup sulit jalan Adimas untuk mengubah dokumen ini menjadi uang, tetapi Adimas sedang sangat mengusahakannya. "Aku ing
Di sebuah villa pribadi milik Kaivan, Karina kini tengah mempersiapkan diri sebelum proses pernikahan dimulai. Gaun cantik itu sudah melekat indah di tubuhnya, dipadukan dengan make up tipis nan elegan yang membuat kecantikan Karina semakin terpancar. Halaman villa yang tadinya hanya sebuah taman kosong kini sudah diubah menjadi tempat resepsi pernikahan, meskipun tidak mewah tetapi Kaivan tetap membuat dekorasinya terlihat berkelas. Di kursi pelaminan, Kaivan sudah menunggunya dengan mengenakan setelan tuxedo putih yang senada dengan gaun miliknya. Di belakangnya ada lima belas orang yang menjadi saksi pernikahan mereka, mereka tidak lain para pekerja di villa ini dan juga anak buah Kaivan. Karena Karina sebatang kara jadi tidak ada siapapun dari pihak Karina yang datang ke pernikahannya, sedangkan Kaivan memang tidak ingin ada yang datang ke pernikahannya termasuk orangtuanya. Karina tidak diberitahu alasannya, yang jelas ketika mereka sudah sah sebagai suami istri Kaivan pasti ak
"Tersenyum, aku tidak suka melihat mu cemberut. Itu membuatmu bertambah jelek dan semakin tidak enak dilihat," titahnya sambil membukakan pintu mobil untuk Karina. Karina langsung tersenyum lebar sampai menampilkan deretan giginya, jika saja Karina bisa mengamuk ia pasti sudah melampiaskan amarahnya pada pria menyebalkan di hadapannya ini. Tiga jam yang lalu.. "Kai, tolong buka pintunya aku ingin bicara." pinta Karina di depan pintu kamar Kaivan, sudah hampir satu jam ia berdiri disini namun pria itu tidak kunjung keluar dari kamarnya. Setelah merasakan perasaan takut dan gelisah semalaman karena ancaman Kaivan, Karina akhirnya menyerah karena ia tidak akan mungkin sanggup mengembalikan uang sebanyak itu dalam waktu singkat. Kaivan benar-benar membuatnya tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui perjanjian kontrak itu. "Kai, aku setuju menikah kontrak denganmu. Tolong buka pintu-" Ucapan Karina mendadak terhenti setelah pintu kamar Kaivan terbuka lebar, Kaivan muncu
"Bisakah anda jujur saja? apa anda tidak lelah berjam-jam diinterogasi di ruangan ini?" "Harus berapa ratus kali saya katakan jika saya tidak tau apapun! saya tidak pernah merasa menandatangani surat kuasa itu!" elak Karina untuk yang kesekian kalinya. Polisi itu terlihat menarik nafas panjang, ia merasa lelah menginterogasi Karina tetapi Karina juga enggan mengakui hal yang tidak pernah ia lakukan. Jam sudah menunjukkan hampir pukul tiga sore, sejak pagi Karina berada disini dan tidak membuahkan hasil apapun. Polisi itu akhirnya menyerah menginterogasinya, namun setelahnya Karina justru malah dibawa ke sel tahanan. Mereka tetap menganggap Karina bersalah dan bersekongkol dengan Adimas untuk mencuri aset keluarga Renjana, bahkan Yudhana siap mengeluarkan uang lebih banyak untuk menahan Karina lebih lama lagi disana. Karina hanya bisa pasrah, ia tidak memiliki kekuatan apapun untuk melawan Yudhana. Ia tidak memiliki bukti yg kuat untuk melawan tuduhan Yudhana, karena tanda tan
Sesuai dengan ucapannya kemarin, Adimas dan keluarganya datang tanpa rasa malu ke rumah Yudhana sambil membawa beberapa koper milik mereka. Dalam khayalan Adimas, ia sudah bisa membayangkan betapa bahagianya ia menjadi menantu Yudhana Prabha Renjana dan dihormati oleh semua orang. Ia tidak perlu lagi bekerja keras untuk menjadi orang kaya, karena tanpa bekerjapun ia bisa tetap hidup mewah dari kekayaan Yudhana. Adimas menekan klakson mobilnya, tetapi tidak ada satupun orang yang membukakan pintu pagar untuknya. Adimas masih berpikir positif jika mereka mungkin masih tertidur karena ini masih jam setengah enam pagi, tetapi setelah sekian lama menunggu Adimas akhirnya tidak bisa bersabar lagi. Adimas menekan klakson mobilnya berkali-kali, sampai membuat kebisingan yang mengganggu orang-orang disekitar. Pintu pagar akhirnya terbuka, Adimas langsung mengemudikan mobilnya menuju ke halaman dan turun dengan percaya dirinya dan senyuman lebar. "Lihat bu, rumah mewah ini akan menjadi te
"Nyonya Karina, maaf. Anda kedatangan tamu dan beliau menunggu anda di lobby," "Bawa saja beliau ke ruangan saya, saya masih belum bisa meninggalkan pekerjaan saya terlalu lama." Resepsionis itu kembali ke lobby untuk menjemput tamu Karina, sedangkan Karina mengecek ulang jadwal meeting dan pertemuan yang sudah dibuat untuknya, tetapi tidak ada janji temu dengan siapapun hari ini. Sepuluh menit berlalu, resepsionis itu datang bersama dengan seseorang yang pernah Karina temui di acara resepsi. Pria itu tidak menunjukkan keramahannya sedikitpun kepada Karina, bahkan tatapannya terkesan tajam dan penuh rasa kesal tidak seperti saat mereka pertama kali bertemu. "Silahkan duduk, bapak.." "Saya Yudhana Prabha Renjana, kita sudah pernah bertemu sebelumnya." jawabnya. "Anda benar, tolong tunggu sebentar. Saya akan memesankan minum untuk anda," "Tidak perlu! saya hanya ingin bicara beberapa menit," sahutnya dengan nada nyaris membentak. Karina duduk di hadapannya dengan per
"Kalian tidak sedang mencoba membohongi oma lagi, kan?" tanya oma Gia penuh curiga. Kaivan tertawa canggung, ternyata oma tidak semudah itu percaya padanya. "Tidak oma, aku hanya sudah sadar jika oma jauh lebih penting daripada segalanya. Dan jika bersama Karina membuat oma bahagia, maka Kai akan melakukannya." "Jika sekali lagi kalian membohongi oma, maka kalian akan melihat pemakaman oma. Bukan panti jompo ini lagi," ancamnya. "Iya oma, tenang saja. Kaivan akan menjadi cucu yang baik sekarang," Setelah berhasil membujuk oma untuk kembali ke kediaman keluarga Bimantara, Kaivan dan Karina segera bergegas pergi menemui teman Karina yang berprofesi sebagai agen perumahan. Karina ingin secepatnya tinggal bersama oma, ia ingin segera menebus rasa bersalahnya kepada oma dan merawatnya dengan baik. Hampir seharian mereka mencari rumah yang cocok, Karina akhirnya menemukan rumah impian yang ia inginkan. Sebuah rumah sederhana dengan tanah halaman belakang yang cukup luas, ia ingin
Beberapa hari berlalu, Anindya masih belum juga menunjukkan perubahan meskipun sudah mendapatkan penanganan dari dokter kejiwaan. Setiap hari yang ia lakukan hanya diam, menangis dan berbicara sendiri di kamar rawatnya. Anindya masih belum bisa menerima kenyataan jika ia dicampakkan oleh Damar, ia masih terus bermimpi untuk menjadi nyonya Wibowo. Bertahun-tahun mengejar dan memoroti uang para pria kaya, hanya Damar yang benar-benar ia cintai dan ia inginkan selain uangnya. Anindya tidak hanya memandang Damar sebagai mesin pencetak uangnya, tetapi ia juga memandang Damar sebagai cinta terakhirnya. "Bu.." panggil Anindya. Imah segera bangkit menghampiri putrinya lalu ia usap lembut pucuk kepala Anindya, meskipun sejujurnya Imah masih merasa kecewa dengan apa yang putrinya lakukan selama ini dibelakangnya. "Bu, temani aku pergi ke butik ya hari ini." "Ke butik? kamu mau apa ke butik Nin?" tanya Imah balik. "Loh, ibu gimana sih? sebentar lagi aku kan mau menikah dengan mas
Kaivan terjatuh di pelukan Agatha setelah pintu terbuka, tangannya memeluk erat pinggang Agatha dengan tarikan nafas berat seperti sedang menahan emosi di dadanya. Agatha balik memeluknya, jika Kaivan sudah seperti ini pasti ada masalah berat yang sedang ia hadapi. Agatha menggiringnya masuk ke dalam, ia biarkan Kaivan menenangkan dulu badai di dalam kepalanya dan tidak bertanya sepatah katapun. "Agatha, jika aku kehilangan segalanya, apakah kamu bersedia untuk tetap di sisiku dalam keadaan apapun?" tanya Kaivan tiba-tiba setelah sekian lama diam. "Apa maksudmu Kai?" "Jika aku menceraikan Karina dan lebih memilih bersamamu, oma akan menghapusku dari daftar pewaris kekayaan keluarga Bimantara." Dihapus dari pewaris kekayaan keluarga Bimantara? Agatha jelas tidak menginginkan itu, Agatha tidak siap hidup miskin meskipun itu bersama Kaivan, pria yang ia cintai. Memangnya Kaivan pikir apa yang membuatnya bertahan di hubungan ini ketika keluarga Kaivan tidak menyukainya, bahkan
"Dan akhirnya nama Alya juga kalung itu diberikan kepadamu, awalnya ibu tidak berpikir macam-macam saat bibimu memberikannya kepada ibu, sampai akhirnya Yudhana datang mencari putrinya yang bernama Alya." sambung Rahmi sebagai penutup kisah hidup adik iparnya. Alya akhirnya mengerti, kisah mereka cukup rumit dan Yudhana datang tanpa rasa malu setelah membuang istri dan anaknya begitu saja. "Biarkan aku menjadi Alya bu, putri dari Yudhana Prabha Renjana. Biarkan aku menipunya sebagai balasan dari kesalahannya di masa lalu kepada bibi Kalila, juga agar kita bisa mendapatkan kekayaannya." Alya tersenyum sinis dengan kedua tangan menyilang di dada. Bagi Alya, kekayaan Yudhana yang akan ia nikmati tidak sebanding dengan rasa sakit hati dan penderitaan bibinya. Lagipula Karina juga sudah menikah dengan Kaivan, pria konglomerat itu pasti sudah cukup memberikan banyak uang padanya, jadi Karina tidak akan membutuhkan kekayaan ayah kandungnya lagi. ******* Agatha masih kesal setelah
"Sudah mas katakan sejak awal, dia itu pria brengsek! sekarang dia malah meninggalkan mu dalam keadaan hamil!" bentak Lingga. Lingga berkacak pinggang sambil terus mengatur amarahnya yang meledak-ledak di dalam dadanya, ia tidak menyangka bahwa kekhawatirannya soal hubungan Kalila dan Yudhana benar-benar terjadi. Mereka nekat menikah secara siri karena orangtua Yudhana tidak merestui hubungan mereka, Lingga juga terpaksa menikahkan mereka karena adik perempuannya itu sampai berlutut dan memohon di bawah kakinya demi dinikahkan dengan Yudhana. Kalila tidak sedang hamil, hanya saja saat itu Kalila terlalu bodoh soal cinta dan Yudhana adalah cinta pertamanya. "Ayo, mas temani kamu menemui Yudhana." "Tidak perlu mas, aku sudah mencobanya dan Yudhana tetap tidak mau menemuiku." Lingga semakin frustasi mendengar jawaban Kalila, ia tidak bisa membiarkan Yudhana pergi begitu saja tanpa beban setelah mencampakkan adiknya. "Mas Lingga, lebih baik aku kembali ke kontrakan saja. Ak
Setelah membuat keributan di perusahaan Jaya Reksana, Adimas kini tengah mencoba menerobos masuk ke kediaman keluarga Wibowo. Adimas menabrak pagar setinggi dua meter itu tanpa ragu, tidak perduli seberapa hancur mobilnya yang terpenting ia bisa memberikan pelajaran pada orang yang sudah merusak adiknya. Adimas turun sambil membawa sebuah senjata tajam, ia mengancam siapapun yang berani mendekatinya dan menghalangi jalannya. "Nyonya, kakak dari pelakor itu datang dan mengamuk di luar!" lapor salah satu art Renata. Renata yang sedang menikmati perawatan kukunya mendecih kesal atas keributan yang Adimas buat, dengan sangat terpaksa ia keluar dari ruangan pribadinya dengan didampingi beberapa pengawal, mereka takut Adimas akan mencelakai Renata jika Renata menghadapi Adimas seorang diri. "Akhirnya kamu keluar juga," ujar Adimas dengan tawa sinis penuh dendam. Renata tidak menujukkan ekspresi apapun di depan Adimas, tidak ada rasa takut atau merasa bersalah di matanya. Renata