Semua sudah duduk di meja makan untuk sarapan. Keyla yang sedari pagi buta sudah bangun terus melirik Arial yang baru bergabung dengannya dan papa.
“Apa?” tanya Arial sinis. Keyla tak menjawab. Ia membawa dua telur rebus dan menaruhnya dekat piring Arial yang terisi beberapa Pancake dan potongan buah Strawberry serta Blueberry, “Bukain.” “Kamu banyak banget sih makan telur rebusnya. Nanti kentut terus tahu, bau!” Papa tertawa. “Cuma dimintain tolong bukain kulit telur aja susah banget.” “Bukan susah, tapi kamu ‘kan udah makan satu telur rebus dan Pancake. Kamu gak kenyang?” “Aku masih menstruasi. Dokter kandungan macem Beruang kutub ini mana ngerti sih kalau lagi menstruasi itu bawaannya laper terus?” “Bawa-bawa profesi terus ngeledek lagi, gak tahu malu banget sih!” “Makannya bukain!” “Iya-iya, Beruang kecil!” Keyla mendorong tubuh Arial, “Ih, nyebelin banget sihSelama berkumpul dengan tim Pengacara rumah sakit dan Pengacara yang disewa secara pribadi oleh Arial, Keyla terus diam dan membuang mukanya. Ia hanya menjawab pertanyaan pendek yang diajukan padanya. Tadi sebelum Arial menjawab pertanyaan Keyla, tim Pengacara rumah sakit datang. Arial merasa lega karena tidak perlu membahas itu lagi, apalagi disana ada Cika dan Indira. Ia merasa kurang nyaman membahas hal semacam itu didepan orang asing. “Kalau menurut saya yang paling mudah mengungkap siapa dalang dalam postingan itu di web, kita harus menyewa IT, pak. Dengan begitu kita akan tahu alamat IP pengguna ponsel. Dan tentu saja kita akan tahu itu milik siapa.” salah satu Pengacara memberi saran. “Apakah hal tersebut sudah pasti akan ketahuan siapa pelakunya?” tanya papa. “Iya, pa. Karena dari postingan bapak dengan Keyla, saya yakin si pengunggah ini adalah perempuan. Kenapa? Karena dari caption yang dibubuhkan itu mengarah pada bahasa sehari-
Keyla mencuci tangannya di westafle ruangan papa. Ia yang baru selesai menangis enggan menatap cermin dihadapannya. Ceklek. “Key, aku mau ngomong.” Keyla mematikan keran, dan menatap Arial di cermin, “Soal apa?” “Soal... Sarah.” Keyla membalikkan badannya, “Itu ‘kan hak kakak.” “Aku cium dia berharap setelah itu dia bisa terima cinta aku. Ternyata sama aja, ditolak.” “Terus kenapa kakak minta maaf sama aku?” “Aku... ngerasa bersalah.” Keyla menatap Arial yang menunduk, “Aku gak masalah. Tadi pagi aku cuma kaget. Yang penting papa gak tahu, jadi semuanya aman.” Arial masuk ke dalam toilet. Ia memegang kedua bahu Keyla, “Kita mulai semuanya dari awal, oke? Aku akan lupain Sarah dan kamu lupain Qairo. Bukan karena tante Puri gak suka, tapi buat aku.” Keyla menatap Arial serius. “Gak ada salahnya kita mencoba ‘kan?” Keyla tak menjawab. Ia melepa
Setelah tidak ada lagi yang bicara, Keyla membalikkan badan meninggalkan Qairo. Ia memainkan ponselnya dan membatalkan makan siangnya dengan Cika. Ucapan Qairo membuatnya tidak semangat makan. Ia kembali masuk ke ruangan papa. Disana ia melihat papa sedang duduk dan bicara dengan Arial di sofa. “Key, udah makan siangnya?” “Cika gak bisa makan siang bareng, pa, dia sibuk.” bohong Keyla. “Oh ya sudah, makan disini aja. Sebentar lagi makanan datang.” Keyla mengangguk dan duduk disamping papa. Ia membuka topi dan menyimpan tas selempangnya di meja. Papa dan Arial tidak menangkap ada yang berbeda dari Keyla. Mereka pikir Keyla murung hanya karena tidak jadi makan siang bersama Cika. “Key, papa tadi bicara sama kak Arial. Kita... lagi berunding untuk menyelesaikan kasus yang sedang terjadi soal rekaman suara itu.” Keyla menatap papa, “Gimana pa, cara menyelesaikannya?” “Tapi kamu mau ‘kan?” “Mau apa?” “Menyelesaikan masalah itu.” Keyla mengangguk, “Aku udah memutuska
Arial menutup laci di meja ruangannya setelah menyimpan kotak cincin pernikahannya dengan Keyla. Di jari manis tangan kirinya tersemat cincin silver polos yang baru ia kenakan lagi setelah malam selepas akad dua bulan lalu. ‘Mungkin sudah saatnya’, batinnya. Papa memintanya segera ke ruangannya karena tim Pengacara datang bersama satu orang profesional IT yang akan mengungkap siapa dalang dibalik tersebarnya foto dan rekaman suara itu. Dengan langkah besar Arial berjalan. “Setelah tahu siapa pelakunya gue akan apain tuh orang ya? Gue gak terima Keyla jadi bahan bulan-bulanan satu rumah sakit.” katanya bermonolog. Arial membuka pintu ruangan papa. Ia pikir ia akan disambut oleh tim Pengacara dan profesional IT. Nyatanya di dalam ruangan papa hanya ada tante Puri yang sedang berdiri menunjuk Keyla sinis. Tante Puri membuang nafasnya sambil melirik Arial, “Aku tuh yakin banget, Pras, yang unggah foto dan rekaman suara itu adalah Keyla sendir
Arial dan Keyla menghentikan prosesi ciuman itu. Mereka menatap tante Puri yang berdiri di lawang pintu dengan terkejut. “Tante Puri?” kata mereka kompak. Tante Puri masih melotot, “Kalian—” Arial duduk disamping Keyla yang malu karena ketahuan sedang melakukan pemanasan, “Ada apa tante kesini? Bukannya tante lagi rapat di aula?” Dengan nafas tertahan tante Puri menunjuk keberadaan tas tangannya di meja papa, “Tante mau ambil tas.” Tante Puri berjalan cepat mengambil tas sambil melirik Keyla, “Ck, belum selesai masalah rekaman suara itu, sekarang kamu lagi merekam aksi kalian buat di unggah lagi di web?” Keyla menatap tante Puri tanpa bicara. Hatinya sedikit kebal karena nyatanya ia hanya terkejut dan tidak merasa sakit hati seperti biasa. Arial bangkit dari sofa, “Saya mau bicara sebentar sama tante.” Arial keluar lebih dulu, disusul tante Puri yang menutup pintu dengan kencang. Arial terus berj
Keyla berdiri tidak tenang menatap jendela besar diruangan papa. Arial dan papa ada disana, duduk bergeming menunggu keputusan lanjutan dari komisi disiplin dan petinggi lain mengenai status praktik klinis yang dilakukan Keyla disini dan diskors yang sedang di jalani Arial. Kemarin saat rapat, Kepala Panitia Ko-As membacakan permintaan banyak pasien dan staf poli obgyn untuk memindahkan praktik klinis Keyla dari sini. Hal tersebut masih jadi bahan pertimbangan banyak pihak. Mengenai Arial yang bisa kembali praktek hari ini pun masih jadi perbicangan serius. “Kamu lagi mikirin apa, Key?” Keyla menoleh, menatap papa yang duduk begitu tenang, “Aku takut Jasmine gak akan kesini. Dia pasti sembunyi, pa. Dia gak akan berani dateng sampe... aku gak tahu sampe kapan.” “Kamu tenang aja, Key.” tutur Arial datar. Keyla menatap Arial kesal, “Kakak gak kenal sama Jasmine. Dia mana mungkin menyerahkan diri gitu aja. Dia pasti langsung cari ta
Jasmine menuruti permintaan Keyla demi masih bisa melakukan praktik klinis di rumah sakit ini. Semua petinggi rumah sakit, bersama Kepala Bagian Obgyn, Konsulen, dan Panitia Ko-as sudah berunding dan mengambil kesimpulan Keyla dan Arial adalah korban. Esok hari mereka sudah diperbolehkan melakukan aktivitas masing-masing. Sedangkan untuk Jasmine statusnya ditentukan oleh Keyla. Papa dan Arial tidak ikut campur. Mereka tidak pernah tahu apa yang Keyla rasakan sehingga benar-benar membiarkan Keyla mengambil keputusannya sendiri. “Key, hari ini kamu masih jaga di ruang bersalin?” tanya Arial begitu mobil berhenti di parkiran basement. “Heem.” “Kamu tenang aja, orang-orang gak akan ada yang berani macem-macem sama kamu. Kemaren klarifikasi permintaan maaf Jasmine udah di unggah secara luas.” Keyla mengangguk, “Ya udah aku turun duluan ya, kak.” tangannya sudah membuka pintu mobil, tapi ditahan Arial, “Kenapa?” Arial mend
“Kak!” Keyla siap menyecar Arial. “Kami permisi, dok.” salah satu dari dokter residen berpamitan. Mereka langsung balik badan dan menghilang dari hadapan Keyla dan Arial. Keyla menutup mata dan menusap dahinya yang tiba-tiba terasa berputar. Seharusnya saat Arial akan menciumnya ia menghindar atau pergi begitu saja. Ia yakin Arial tidak akan mengejarnya juga. Sekarang semua tinggal penyesalan. Ia juga tinggal menunggu waktu orang-orang kembali menghujatnya. Tak ada sepatah kata pun yang Keyla ucapkan saat pergi meninggalkan Arial. Ia sungguh marah sehingga enggan berbicara dengan suami kontraknya. “Key, cepat atau lambat orang-orang pasti tahu kita suami istri.” gumam Arial. Keyla langsung duduk berjaga di depan ruang perawatan. Disana ia berjaga dengan anak ko-as lain. “Kamu udah bawa kopi di Ponek?” tanya teman lelaki Keyla. “Belum. Nanti aja.” “Ambil sekarang, nanti keburu dihabisin loh. Soaln
Keyla berjalan cepat dari dalam rumah melewati papa dan tante Puri.“Key, kamu mau kemana?” kejar papa.Keyla berlari keluar gerbang tanpa menggubris panggilan papa. Ia menghampiri Qairo, “Kak, tolong lupain masalah apapun yang lagi kakak hadepin. Anterin aku ke rumah kak Sarah sekarang!”“Sarah? Kamu mau apa kesana?”“Udah, ayo cepet.”Keyla masuk ke dalam mobil Qairo. Papa dan tante Puri menyusul. “Key, ada apa?”Keyla menangis dalam, “Jasmine bilang aku harus kesana untuk tahu sesuatu.”“Jasmine? Key, orang yang posting di web rumah sakit tentang kita udah pasti dia. Kamu ngapain percaya sama dia?”Keyla memutar suara voice note whatsapp dari Jasmine, “Key, gue tahu lo marah sama gue, lo benci sama gue atas semua yang gue lakuin ke elo. Tapi gue mohon sekarang lo ke rumah dokter Sarah untuk tahu kelakuan dokter Arial yang sebenarnya.”“Key, Jasmine paling cuma mau cari masalah baru. Dia gak bener-bener akan buktiin omongannya.”“Udah, kak, ngebut aja. Kita harus sampe k
Sudah jam sembilan malam tapi Arial tak kunjung pulang. Keyla sudah menanyakan pada kepala suster, apakah Arial ada panggilan darurat, kepala suster mengatakan tidak. Arial katanya sudah pulang setelah ujian anak ko-as selesai. Itu berarti sudah dari sore ‘kan? “Key, mungkin Arial masih di jalan. Atau dia makan dulu sama Rocky.” Papa berusaha menenangkan hati menantunya yang khawatir. “Iya, pa. Mungkin.” Mbok Darmi menghampiri Keyla dan papa yang berdiri di samping kolam renang, “Permisi, pak. Ada bu Puri dan den Qairo di depan. Katanya mau ketemu bapak.” “Qairo?” “Kak Qai? Pa, aku ikut ya?” “Jangan sayang, nanti dulu. Nanti begitu papa sudah bicara dengan Qairo dan tante Puri, mbok akan panggil kamu disini ya. Papa... ada pembicaraan khusus sama tante Puri. Satu minggu ini tante Puri terus bilang ada hal penting yang mau dikasih tahu, tapi dia gak bicara terus.” “Oh, iya, pa.” Papa masuk ke dalam rumah disusul mbok Darmi. “Pur, Qairo?” “Pras.” Papa terkejut meli
Keyla mengejar Qairo. Ia ingin menjelaskan bahwa kejadian malam itu tidak seperti dugaannya. Syukur-Syukur Qairo sudah melihat postingan klarifikasi Yoga yang menyebutkan jika ia adalah dalang dari semuanya. Ia juga menjelaskan bahwa Qairo dan Keyla tidak melakukan apapun. “Kak Qai kok malah pergi sih?” Keyla balik badan untuk mempersiapkan ujiannya. Ia tidak punya banyak waktu dan harus menunggu gilirannya berhadapan dengan dokter konsulen stase kandungan. Saat berjalan ke arah poli kandungan, Keyla mendadak terdiam. “Key?” “Kak Rocky?” “Kamu ngapain disini? Bukannya hari ini kamu ada ujian?” “Aku... mendadak mual, kak.” “Mual? Kamu masuk angin?” “Kayaknya sih.” “Ya udah ke ruangan aku dulu yuk, aku ada minuman pereda masuk angin.” Keyla mengangguk. Ia berjalan beriringan dengan Rocky. Qairo yang sembunyi di balik meja jaga UGD, mengikuti Keyla. Sepanjang jalan ia berpikir kenapa Keyla mual tiba-tiba, “Apa jangan-jangan Keyla ... hamil?” Qairo semakin frust
Bu Fatma menggeleng. Tante Puri diam sejenak, “Sebentar. Sewaktu menyimpan Karenina, saya pakaikan dia kalung Mutiara. Jadi...” beliau menutup mulutnya tak percaya, “Karenina itu... Keyla, bu?” Bu Fatma mengangguk. Tante Puri menangis bahagia begitu mengetahui bahwa Karenina Adriana, anaknya, adik Qairo adalah Keyla, anak panti asuhan yang dulu dibencinya dan sempat diancam akan di akhiri hidupnya. Dunia ternyata begitu sempit untuk berjarak dengan darah dagingnya sendiri. “Saya baru tahu semalam begitu mendapati foto ini di laci. Dibelakang foto itu ada coretan nama Karenina Adriani dan diganti Keyla Natania. Itu adalah tulisan ibu panti sebelumnya.” Tante Puri membalikkan fotonya, beliau mendapati apa yang dimaksud bu Fatma, “Bu, anak saya... Keyla? Ya ampun, saya senang sekali mendengarnya.” Bu Fatma ikut menangis, “Keyla pasti senang sekali jika tahu ibu kandungnya adalah ibu.” Mereka berpelukkan, “Tolong temani saya mengatakan hal ini pada Keyla, bu.” Bu Fatma
Tante Puri mengedarkan lagi matanya ke arah taman yang tak jauh dari panti asuhan Kasih Ibu berada. Waktu kecil Qairo sering kesini untuk main. Barangkali ia datang kesini. “Qai, kamu kemana sih?” Bu Fatma yang masih merasakan kakinya kaku setelah terkena stroke kemarin, selalu rutin jalan-jalan ke arah sini. Beliau tidak sengaja melihat tante Puri yang ditemani supirnya berdiri di salah satu spot taman. “Kenapa ya bu Puri ada disini? Aku samperin aja ah.” Bu Fatma berjalan bersusah payah menaiki tangga taman, “Bu Puri.” “Bu Fatma?” tante Puri membantu bu Fatma untuk naik tangga, “Saya bantu. Kita duduk di kursi ya, bu, ayo.” Mereka duduk di kursi besi taman. Begitu mereka duduk, supir bu Puri pergi menjauhi untuk memberikan pri “Bu Puri lagi apa disini?” “Saya lagi cari Qairo, bu.” “Loh, memang nak Qairo kemana?” Bu Puri membuang nafas pelan. Bu Fatma tentu tidak akan tahu kasus Keyla dan Qairo yang tersebar luas di web rumah sakit, “Itu... ada foto dan video Qai
“Aku ada panggilan darurat dari rumah sakit. Kamu sama papa makan duluan aja. Kalo sempet aku pasti pulang.” “Ya udah. Nanti pulangnya hati-hati ya, mas.” “I-iya.” “Kok tegang gitu?” “Aku cuma belum biasa. Ya udah aku tutup ya.” “Oke, mas Arial. Love you.” Arial melirik Sarah, “Love you too.” Sarah menunduk begitu Arial membalas ucapan cinta dari Keyla. Ia tak seharusnya ada disini. Ia seharusnya menolak ajakan Arial tadi dan pergi saja ke rumah sakit. Ia akan mengunci diri di ruang pribadinya. “Sar, maaf.” “Buat?” “Aku gak bilang kalo Keyla istri aku.” Sarah tersenyum. “Kok senyum?” “Gak papa.” “Aku bener-bener brengsek.” Sarah tak menjawab. Arial menggeser posisi duduknya jadi menghadap Sarah, “Awalnya pernikahan aku sama Keyla cuma kontrak. Kita gak bener-bener mau menikah. Tapi papa—maksa.” “Om Pras sayang banget sama Keyla. Beliau selalu muji Keyla dibanyak kesempatan. Aku ngerti sekarang, kenapa om Pras ngelakuin itu. Karena Keyla bukan cuma a
Malam ini juga, Arial datang ke rumah Sarah untuk memutuskan hubungan mereka. Ia yakin pacarnya itu tahu kalau ia dan Keyla sebenarnya sudah menikah. Ia sudah menyiapkan mental dan jawaban ketika Sarah marah. Ia juga siap minta maaf pada Sarah dan kedua orang tuanya, karena itu memang murni kesalahannya. Sarah hari ini tidak datang ke rumah sakit. Ia cuti dadakan entah dengan keperluan apa. Arial yang tidak ada jadwal jaga malam memanfaatkan waktu ini untuk memenuhi janjinya pada Keyla. Arial baru sampai depan rumah Sarah yang besar. Ketika sampai teras, terdengar suara teriakan. “Itu suara apa?” “Kamu gak perlu repot-repot mikirin Arial yang udah nikah sama si anak panti asuhan itu. Ini bukan urusan kamu.” suara papih menggema sampai keluar. “Papimu bener. Kamu pura-pura gak tahu aja. Kamu lebih berhak menjadi istrinya dari pada si Keyla itu.” suara mami tak kalah menggema. “Tapi mi, pi, aku gak mungkin rebut Arial.” “Kalo perlu, rebut! Papi dan mami gak mau tahu, kamu
Arial dan Keyla baru saja memposting pernyataan bahwa mereka adalah suami istri yang disebarkan luas ke semua grup chat poli. Semua staf rumah sakit harus tahu agar tidak ada lagi berita aneh yang akan menyudutkan Keyla. Kini mereka baru sampai rumah sakit. Rocky yang menunggu di depan lift hanya menampilkan wajah cemberut. “Ky, lo kok gak masuk? Bentar lagi jam praktek lo ‘kan?” Rocky menatap tangan Arial dan Keyla yang bertaut. Kenapa selama ini ia tidak peka ya, bahwa mereka adalah suami istri? “Udah jangan cemberut terus. Perempuan masih banyak.” Rocky menatap Arial kesal, “Diem lo.” “Biar lo gak cemburu, gue sama Keyla duluan ya. Gue tunggu hadiah pernikahan dari lo.” Arial berjalan melewati Rocky. “Kak, duluan ya.” Rocky hanya mengangguk pelan. Patah hatinya cukup parah setelah tahu kalau perempuan yang ia impikan jadi istrinya adalah istri sahabatnya, “Al, gue mau ngomong sama lo nanti. Harus pokoknya.” “Gampang.” Arial dan Keyla melewati banyak orang di lo
Arial tak mendapati papa ada di meja makan. Di cari di kamarnya pun tidak ada. “Den Arial cari bapak?” tanya mbok Darmi. “Iya, mbok. Papa mana ya?” “Bapak di depan, den. Bapak katanya mau menginap di rumah ibu Mira di Bogor.” “Kenapa tiba-tiba?” “Semalaman bapak gak tidur dan menangis dipinggir kolam, den, ditemani pak Udin. Menurut mbok memang lebih baik bapak menenangkan diri dulu di rumah bu Mira.” “Papa masih di depan ‘kan, mbok?” “Masih, den.” Arial berjalan cepat menuju depan rumah. Papa sedang memantau pak Udin yang sedang memasukkan beberapa koper ke dalam bagasi. “Pa,” “Rial?” “Pa, aku mau bicara sebentar.” Papa melirik ke dalam rumah, “Keyla mana?” Arial berusaha menahan senyumnya, “Masih tidur.” “Papa mau pergi sebelum Keyla bangun. Papa—butuh waktu untuk menerima semua ini.” “Keyla bangunnya pasti akan telat, pa. Jadi aku mohon kita bicara dulu.” Papa menatap bagasi mobil yang sudah ditutup dan pak Udin yang masuk ke dalam mobil. “Pak Udin