Keyla menangis dalam pelukkan Arial diruang tunggu. Disana ada Gina yang langsung kesini begitu mendengar kabar terkini bu Fatma. Gina kesini diantar orang tua barunya. “Key, sebentar, ada telpon.” Keyla terduduk tegap. Arial merogoh ponselnya dari saku celana jaganya, “Halo? Tanda vital pasien bagaimana? Oke, saya kesana sekarang.” Ia melirik Keyla yang menangis dalam diam, “Key,” “Kakak pergi aja, ada Gina disini. Bentar lagi papa juga kesini.” Arial mengangguk, ia melirik Gina, “Gin, titip kak Key ya.” “Iya, kak.” Arial berdiri. Ia berjalan pelan beberapa langkah lalu membalikkan badan untuk merengkuh tubuh tak berdaya Keyla, “Ibu pasti baik-baik aja.” Tangis Keyla pecah lagi. Ucapan Arial tak lagi bisa menenangkannya karena Sarah menjelaskan dari hasil CT Scan terbaru, terjadi perdarahan hebat pada beberapa bagian Otak bu Fatma yang cukup parah sehingga membuatnya koma. Meski tidak boleh pesimis, entah, rasanya Keyla tidak bisa lagi berharap lebih kesehatan bu Fatma
Sore hari selepas semua kegiatan hari ini selesai, Keyla menunggu Arial di samping mobilnya. Ia sudah minta tolong pada suaminya itu untuk mengantarnya mengambil kalung yang tadi siang sudah dikirimkan oleh pengawal papa ke toko perhiasan untuk membetulkan rantai kalungnya agar tidak terbuka lagi pengaitnya. “Key, yuk.” Keyla bergerak memeluk Arial. “Kenapa?” “Aku capek.” Arial tak bertanya. Padahal hari ini di poli tidak terlalu sibuk. Panggilan di ponek pun hanya beberapa saja. Tidak ada pasien persalinan pervaginam maupun caesar, sehingga ia bingung kenapa Keyla mengeluh lelah. Apa karena kondisi bu Fatma masih belum stabil? Arial balik memeluk Keyla dengan erat, “Nanti mau ke salon dulu buat di massage?” Keyla menggeleng, “Aku cuma mau begini.” “Kalo begini terus sampe pagi, kalungnya gak akan bisa keambil sekarang.” Keyla melepaskan pelukannya, “Ya udah ayo.” Arial membuka ‘kan pintu mobil untuk Keyla, juga memakaikan sabuk pengamannya. Hal itu membuat Qairo yang senga
Jasmine menguap lebar-lebar saat duduk di meja jaga poli anak saat jam shiftnya akan berakhir. Setelah ini ia akan mandi, makan dan mengunjungi bu Fatma di ICU. “Wah, kalo emang bener orang tua kandung Keyla orang kaya, dia beruntung banget ya. Orang tua angkatnya ‘kan kaya banget, bonus jadi adiknya dokter Arial lagi.” kata teman kelompok ko-as Jasmine yang duduk disebelahnya. “Heem, meskipun dia pasti menderita selama di panti asuhan, seenggaknya masa depan dia terjamin, mau PPDS ya tinggal masuk, gak usah mikirin biaya dari mana kayak kita.” balas teman kelompoknya yang lain. Jasmine melirik mereka, “Kalian ngomongin Keyla?” “Iya, Min. Nasib Keyla mujur banget ya. Tadi aku denger Keyla lagi cerita sama Cika di kantin, katanya dia diminta ibu pantinya untuk pake kalung dan minta bantuan papa angkatnya buat cari orang tua aslinya. Terus ibu panti bilang orang tuanya pasti orang ada, soalnya kalung Mutiara yang Keyla pake udah ada dari dia bayi. Dulu waktu naro Keyla di panti juga
Jasmine dan Keyla baru saja turun dari bis. Mereka harus berjalan kaki melewati perumahan menuju panti. Jalanan sedikit sepi karena ini sudah jam sembilan malam. Hanya ada beberapa warga dan ojek online yang sedang mangkal. “Key, lo udah makan belum?” “Udah. Kamu belum ya?” “Iya nih, gue laper banget. Gue mau beli Pecel Lele dulu, lo mau gak?” “Boleh deh.” “Ya udah, yuk.” Jasmine merangkul Keyla dan berjalan menuju jalan penjual Pecel Lele langganan mereka. Keyla berusaha protes ketika Jasmine membawanya ke belokkan lain, “Min, pedagang Pecel ‘kan di sana, kok kita kesini?” “Lo sih udah lama gak disini, pecel Lele disitu berkasus, katanya pake pesugihan, jadi kita ke pedangang pecel lain, ada disini deket.” “Oh gitu. Tapi kan kesini jalannya sepi? Itu juga gelap banget.” “Udah tenang aja, gue tahu lo pasti masih takut gelap, tapi ‘kan ada gue disini.” Keyla diam. Jasmine benar juga. Ia tak masalah berada ditempat gelap jika ada orang lain disana. “Min, mana yang
Mobil Arial melaju ke arah panti asuhan. Rocky yang membawanya. Ia yang ikut khawatir masih bisa berpikir dengan baik, tidak seperti Arial yang sudah kalut karena tidak kunjung mendapat respon dari panggilan telponnya. Qairo yang diajak untuk ikut bersama mereka memutuskan untuk membawa mobil sendiri. Terserah, Arial tidak peduli. “Ini kemana lagi arahnya?” “Depan belok kanan.” “Oke.” Rocky mengikuti perintah untuk belok kanan. Ketika mobil baru belok, banyak orang yang berkumpul di satu titik tempat bawah pepohonan yang gelap. Ada beberapa motor berhenti. “Ky, itu ada apa ya rame-rame?” “Tahu, tabrakan kali.” Arial diam. Pikirannya sudah kalut sekali. Saat mobil berhenti karena banyak orang berlalu-lalang, Rocky membuka jendela mobilnya, “Pak, ada apa ya di depan? Kok rame banget?” “Ada anak cewek di jambret, mas. Hape sama apa ya tadi, kalungnya gitu di ambil.” “Oh.” Arial mencondongkan badannya, “Pak, korban jambretnya kisaran usia berapa?” “Dua puluhan
Arial melirik dua pengawalnya, ia mengangguk. Salah satu pengawal pergi keluar, dan yang satunya lagi berdiri dibelakang Arial. “Saya mau menawarkan kerja sama dengan kalian.” Bos preman itu tertawa menatap tiga anak buahnya, “Kerja sama apa? Gaya amat.” “Saya tahu harga kalung itu. Sekitar seratus lima puluh juta harga sekarang. Dan saya akan berikan kalian uang seratus tujuh puluh juta. Gimana? Deal?” Bos preman itu tampak menimbang. Ia memainkan kalung itu dan menatap satu per satu anak buahnya, “Gimana nih? Terima gak?” “Terserah bos aja.” “Ambil aja bos, jadi kita gak usah ke toko perhiasan buat jual.” “Iya, bener, bos, ambil aja lah.” Bos preman itu menghampiri Arial, “Tambah lagi gimana?” “Oke, seratus delapan puluh juta.” Bos preman tertawa, “Gue tahu lo orang kaya, gue juga tahu lo butuh banget kalung ini, demi cewek cengeng itu ‘kan? Jadi tambahin lagi lah.” “Oke, dua ratus juta.” Bos preman mendekati Arial lagi, ia membisikkan sesuatu pada telingan
Hari ini Arial cuti dari semua kegiatan hariannya sampai kondisinya kembali fit. Semalam, ia langsung di pindahkan ke ruang perawatan biasa di ruang VIP dan, Keyla menemaninya. Ia tidur satu ranjang dengan suaminya itu, dan tak menghiraukan kebingungan semua orang yang merasa heran kenapa ia melakukan itu. Pagi ini, dengan bawel Keyla meminta Arial untuk makan. Keadaan perutnya yang masih sakit dan mual efek ditonjok beberapa kali membuatnya enggan makan. “Kan aku udah bilang aku belum bisa makan, Key. Perut aku sakit.” “Kalo gak makan nanti lemes, kalo udah lemes gimana? Siapa yang repot? Aku juga, kak.” Arial tertawa bersusah payah. Kedua ujung bibirnya robek sedikit, “Udah sana siap-siap. Kamu jadi asisten dokter Karina ‘kan hari ini?” “Aku bakal pergi kalo kakak udah makan dan minum obat. Titik.” “Key, ngeyel banget sih. Udah dibilangin aku gak bisa makan.” Keyla manyun, “Gak mau berjuang banget sih buat aku.” “Aku babak belur begini berjuang buat kamu loh.” Keyl
Setelah mengatakan bahwa mereka putus, Keyla langsung pergi begitu saja. Ia sengaja bersikap begitu agar Qairo semakin menjauhinya. Ia tidak peduli lagi. Beberapa menit lalu, saat Qairo mengajaknya putus, perasaannya lega luar biasa. Ia tidak perlu susah-susah menyusun kalimat untuk mengakhiri hubungan mereka yang terasa semakin hari semakin tidak jelas. Begitu sampai depan ruang ICU, karena ini masih jam besuk, Keyla yang akan bicara dengan dokter jaga langsung ditarik Jasmine. “Min, kita mau kemana? Aku mau liat kondisi ibu sebelum jaga di poli.” “Ikut gue dulu.” Jasmine diam dilorong yang sepi, “Lo gak papa, Key?” Keyla tak menjawab. Jasmine melihat baret di pipi dan lehernya, “Key, soal semalem, soriiii banget. Gue pergi karena panik banget. Gue berniat nyari bantuan tapi gue juga ketakutan. Jadinya gue pulang aja ke panti.” Keyla membuang nafasnya pelan. Ia kesal sekali dengan Jasmine, tentu saja. Tapi ia berusaha memahami kondisinya, “Iya, gak papa, Min.” “Gue ben