Mobil Arial melaju ke arah panti asuhan. Rocky yang membawanya. Ia yang ikut khawatir masih bisa berpikir dengan baik, tidak seperti Arial yang sudah kalut karena tidak kunjung mendapat respon dari panggilan telponnya. Qairo yang diajak untuk ikut bersama mereka memutuskan untuk membawa mobil sendiri. Terserah, Arial tidak peduli. “Ini kemana lagi arahnya?” “Depan belok kanan.” “Oke.” Rocky mengikuti perintah untuk belok kanan. Ketika mobil baru belok, banyak orang yang berkumpul di satu titik tempat bawah pepohonan yang gelap. Ada beberapa motor berhenti. “Ky, itu ada apa ya rame-rame?” “Tahu, tabrakan kali.” Arial diam. Pikirannya sudah kalut sekali. Saat mobil berhenti karena banyak orang berlalu-lalang, Rocky membuka jendela mobilnya, “Pak, ada apa ya di depan? Kok rame banget?” “Ada anak cewek di jambret, mas. Hape sama apa ya tadi, kalungnya gitu di ambil.” “Oh.” Arial mencondongkan badannya, “Pak, korban jambretnya kisaran usia berapa?” “Dua puluhan
Arial melirik dua pengawalnya, ia mengangguk. Salah satu pengawal pergi keluar, dan yang satunya lagi berdiri dibelakang Arial. “Saya mau menawarkan kerja sama dengan kalian.” Bos preman itu tertawa menatap tiga anak buahnya, “Kerja sama apa? Gaya amat.” “Saya tahu harga kalung itu. Sekitar seratus lima puluh juta harga sekarang. Dan saya akan berikan kalian uang seratus tujuh puluh juta. Gimana? Deal?” Bos preman itu tampak menimbang. Ia memainkan kalung itu dan menatap satu per satu anak buahnya, “Gimana nih? Terima gak?” “Terserah bos aja.” “Ambil aja bos, jadi kita gak usah ke toko perhiasan buat jual.” “Iya, bener, bos, ambil aja lah.” Bos preman itu menghampiri Arial, “Tambah lagi gimana?” “Oke, seratus delapan puluh juta.” Bos preman tertawa, “Gue tahu lo orang kaya, gue juga tahu lo butuh banget kalung ini, demi cewek cengeng itu ‘kan? Jadi tambahin lagi lah.” “Oke, dua ratus juta.” Bos preman mendekati Arial lagi, ia membisikkan sesuatu pada telingan
Hari ini Arial cuti dari semua kegiatan hariannya sampai kondisinya kembali fit. Semalam, ia langsung di pindahkan ke ruang perawatan biasa di ruang VIP dan, Keyla menemaninya. Ia tidur satu ranjang dengan suaminya itu, dan tak menghiraukan kebingungan semua orang yang merasa heran kenapa ia melakukan itu. Pagi ini, dengan bawel Keyla meminta Arial untuk makan. Keadaan perutnya yang masih sakit dan mual efek ditonjok beberapa kali membuatnya enggan makan. “Kan aku udah bilang aku belum bisa makan, Key. Perut aku sakit.” “Kalo gak makan nanti lemes, kalo udah lemes gimana? Siapa yang repot? Aku juga, kak.” Arial tertawa bersusah payah. Kedua ujung bibirnya robek sedikit, “Udah sana siap-siap. Kamu jadi asisten dokter Karina ‘kan hari ini?” “Aku bakal pergi kalo kakak udah makan dan minum obat. Titik.” “Key, ngeyel banget sih. Udah dibilangin aku gak bisa makan.” Keyla manyun, “Gak mau berjuang banget sih buat aku.” “Aku babak belur begini berjuang buat kamu loh.” Keyl
Setelah mengatakan bahwa mereka putus, Keyla langsung pergi begitu saja. Ia sengaja bersikap begitu agar Qairo semakin menjauhinya. Ia tidak peduli lagi. Beberapa menit lalu, saat Qairo mengajaknya putus, perasaannya lega luar biasa. Ia tidak perlu susah-susah menyusun kalimat untuk mengakhiri hubungan mereka yang terasa semakin hari semakin tidak jelas. Begitu sampai depan ruang ICU, karena ini masih jam besuk, Keyla yang akan bicara dengan dokter jaga langsung ditarik Jasmine. “Min, kita mau kemana? Aku mau liat kondisi ibu sebelum jaga di poli.” “Ikut gue dulu.” Jasmine diam dilorong yang sepi, “Lo gak papa, Key?” Keyla tak menjawab. Jasmine melihat baret di pipi dan lehernya, “Key, soal semalem, soriiii banget. Gue pergi karena panik banget. Gue berniat nyari bantuan tapi gue juga ketakutan. Jadinya gue pulang aja ke panti.” Keyla membuang nafasnya pelan. Ia kesal sekali dengan Jasmine, tentu saja. Tapi ia berusaha memahami kondisinya, “Iya, gak papa, Min.” “Gue ben
Semalam Arial mengusirnya dari ruangan. Sifat ketusnya, tatapan matanya, nada suaranya kembali seperti ketika Keyla memutuskan untuk pergi dari rumah karena mendapat tuduhan tidak enak. Ia menangis semalaman karena merasa hidupnya yang baru bahagia kembali merana. Tidak ada tempat untuknya mengadu. Pagi ini, ia yang tidak sempat bertemu Cika semalam untuk memberikan kado ulang tahun padanya, mencarinya ke poli Kesehatan Anak. Ia berusaha menyamarkan matanya yang sembab agar tidak perlu ada yang bertanya. “Key?” Cika yang baru mandi menghampirinya yang berdiri diluar ruang piket. “Cik, selamat ulang tahun ya. Doa dan harapan terbaik kamu semoga menjadi nyata. Bahagia selalu sahabat akuuuu.” Keyla memeluk Cika erat. “Makasih ya, Key. Semoga doa yang sama juga kembali ke kamu.” Pelukkan mereka terlepas. “Aku ada sedikit hadiah kecil buat kamu. Hadiah ini gak akan pernah bisa gantiin semua hadiah kamu ke aku sih, hehe. Smoga kamu suka.” Keyla memberikan paper bag berwarna pink
Keyla menyibukkan dirinya di ponek dan ruang perawatan. Ia tidak akan menengok Arial lagi karena kondisinya belum senormal biasanya. Maka dari itu lebih baik ia menghindar, sebelum papa mulai curiga dan bertanya kenapa ia tidak ada diruangan menemani suaminya. “Sus, untuk pasien yang pembukaan empat nanti persalinannya sama siapa?” “Oh bu Anita, itu pasien dokter Arial. Beliau maksa pengen lahiran sama dokter Arial. Sudah saya jelaskan beberapa kali kalau dokter Arial sedang cuti karena berantem dengan preman, beliau keukeuh gak mau ganti dokter utama sampe dokter Rocky nyamperin.” “Jadinya sama dokter Rocky?” “Betul.” “Kira-kira pasien akan melahirkan jam berapa?” “Ini persalinan keduanya, waktu persalinan pertamanya kontraksinya cepet. Yang sekarang juga mungkin sekitar dua jam lagi.” Keyla mengangguk, “Kalau begitu saya masih sempet makan malem dulu ya, sus?” “Kamu belum makan?” Keyla menggeleng. “Ya ampun, ya udah sana makan dulu.” “Tapi tadi pasiennya bilang
“Tapi, pa—” Papa meminta Arial pergi tanpa kata. Tak ada pilihan, Arial membalikkan badannya perlahan dan pergi. Setelah Arial pergi, papa menatap Sarah, “Langsung aja, Sar, om gak akan basa-basi. Tolong kamu jangan ganggu Arial lagi.” Sarah tak menjawab. “Saat Arial dan kamu bertengkar, hubungan Arial dan Keyla baik-baik saja. Arial tidak pernah lalai menjaga Keyla, dan tidak pernah ada hal-hal yang terjadi diluar kendali. Tapi setelah kalian baikkan, selalu ada saja masalah yang mereka hadapi.” Sarah menatap papa, “Om, maaf, aku sama sekali gak pernah minta Arial untuk melalaikan Keyla saat bersama aku.” “Iya, tentu aja om tahu itu. Tapi—Sar, om masih akan mengusahakan agar Qairo mau menerima perjodohan ini. Kamu tenang aja. Om juga udah izin ke mami papimu. Mereka seneng banget dengernya. Mereka setuju kamu dijodohkan dengan Qairo.” “Tapi enggak sama Qairo, om. Sampe kapanpun dia gak akan mau sama aku.” Papa diam. “Qairo mencintai perempuan lain, om. Aku gak ak
Keyla duduk bersila diantara Qairo dan Rocky yang sibuk memakan ciki-cikian dibelakang rumah. Papa sudah berangkat ke Singapore sejak kemarin malam. Arial yang baru sembuh pun memilih untuk menyelesaikan pekerjaannya di rumah sakit setelah mulai membuka praktik rawat jalan setengah hari. “Key, cobain deh, ini enak banget.” Rocky menawari ciki yang sedang dipegangnya. Keyla mencobanya. Moodnya yang tidak terlalu bagus membuatnya sedikit malas mencicipinya, tapi ia tidak mau membuat keadaan menjadi keruh, “Hm, enak, kak.” “Iya ‘kan? Nih masih banyak. Kamu ambil aja.” Rocky memberikan Keyla beberapa bungkus snack berukuran besar. “Gak usah banyak-banyak, kak, udah satu aja.” “Gak papa, buat kamu semua ciki di dunia ini aku kasih ke kamu.” Keyla tertawa. Qairo menikmati tawa Keyla yang baru terlihat lagi. Luka dipipi dan lehernya sudah mula memudar karena rutin memakai salep. Ia senang Keyla yang sejak menjadi korban penjambretan selalu murung kini kembali ceria. “Qai, kit