Setelah mengatakan bahwa mereka putus, Keyla langsung pergi begitu saja. Ia sengaja bersikap begitu agar Qairo semakin menjauhinya. Ia tidak peduli lagi. Beberapa menit lalu, saat Qairo mengajaknya putus, perasaannya lega luar biasa. Ia tidak perlu susah-susah menyusun kalimat untuk mengakhiri hubungan mereka yang terasa semakin hari semakin tidak jelas. Begitu sampai depan ruang ICU, karena ini masih jam besuk, Keyla yang akan bicara dengan dokter jaga langsung ditarik Jasmine. “Min, kita mau kemana? Aku mau liat kondisi ibu sebelum jaga di poli.” “Ikut gue dulu.” Jasmine diam dilorong yang sepi, “Lo gak papa, Key?” Keyla tak menjawab. Jasmine melihat baret di pipi dan lehernya, “Key, soal semalem, soriiii banget. Gue pergi karena panik banget. Gue berniat nyari bantuan tapi gue juga ketakutan. Jadinya gue pulang aja ke panti.” Keyla membuang nafasnya pelan. Ia kesal sekali dengan Jasmine, tentu saja. Tapi ia berusaha memahami kondisinya, “Iya, gak papa, Min.” “Gue ben
Semalam Arial mengusirnya dari ruangan. Sifat ketusnya, tatapan matanya, nada suaranya kembali seperti ketika Keyla memutuskan untuk pergi dari rumah karena mendapat tuduhan tidak enak. Ia menangis semalaman karena merasa hidupnya yang baru bahagia kembali merana. Tidak ada tempat untuknya mengadu. Pagi ini, ia yang tidak sempat bertemu Cika semalam untuk memberikan kado ulang tahun padanya, mencarinya ke poli Kesehatan Anak. Ia berusaha menyamarkan matanya yang sembab agar tidak perlu ada yang bertanya. “Key?” Cika yang baru mandi menghampirinya yang berdiri diluar ruang piket. “Cik, selamat ulang tahun ya. Doa dan harapan terbaik kamu semoga menjadi nyata. Bahagia selalu sahabat akuuuu.” Keyla memeluk Cika erat. “Makasih ya, Key. Semoga doa yang sama juga kembali ke kamu.” Pelukkan mereka terlepas. “Aku ada sedikit hadiah kecil buat kamu. Hadiah ini gak akan pernah bisa gantiin semua hadiah kamu ke aku sih, hehe. Smoga kamu suka.” Keyla memberikan paper bag berwarna pink
Keyla menyibukkan dirinya di ponek dan ruang perawatan. Ia tidak akan menengok Arial lagi karena kondisinya belum senormal biasanya. Maka dari itu lebih baik ia menghindar, sebelum papa mulai curiga dan bertanya kenapa ia tidak ada diruangan menemani suaminya. “Sus, untuk pasien yang pembukaan empat nanti persalinannya sama siapa?” “Oh bu Anita, itu pasien dokter Arial. Beliau maksa pengen lahiran sama dokter Arial. Sudah saya jelaskan beberapa kali kalau dokter Arial sedang cuti karena berantem dengan preman, beliau keukeuh gak mau ganti dokter utama sampe dokter Rocky nyamperin.” “Jadinya sama dokter Rocky?” “Betul.” “Kira-kira pasien akan melahirkan jam berapa?” “Ini persalinan keduanya, waktu persalinan pertamanya kontraksinya cepet. Yang sekarang juga mungkin sekitar dua jam lagi.” Keyla mengangguk, “Kalau begitu saya masih sempet makan malem dulu ya, sus?” “Kamu belum makan?” Keyla menggeleng. “Ya ampun, ya udah sana makan dulu.” “Tapi tadi pasiennya bilang
“Tapi, pa—” Papa meminta Arial pergi tanpa kata. Tak ada pilihan, Arial membalikkan badannya perlahan dan pergi. Setelah Arial pergi, papa menatap Sarah, “Langsung aja, Sar, om gak akan basa-basi. Tolong kamu jangan ganggu Arial lagi.” Sarah tak menjawab. “Saat Arial dan kamu bertengkar, hubungan Arial dan Keyla baik-baik saja. Arial tidak pernah lalai menjaga Keyla, dan tidak pernah ada hal-hal yang terjadi diluar kendali. Tapi setelah kalian baikkan, selalu ada saja masalah yang mereka hadapi.” Sarah menatap papa, “Om, maaf, aku sama sekali gak pernah minta Arial untuk melalaikan Keyla saat bersama aku.” “Iya, tentu aja om tahu itu. Tapi—Sar, om masih akan mengusahakan agar Qairo mau menerima perjodohan ini. Kamu tenang aja. Om juga udah izin ke mami papimu. Mereka seneng banget dengernya. Mereka setuju kamu dijodohkan dengan Qairo.” “Tapi enggak sama Qairo, om. Sampe kapanpun dia gak akan mau sama aku.” Papa diam. “Qairo mencintai perempuan lain, om. Aku gak ak
Keyla duduk bersila diantara Qairo dan Rocky yang sibuk memakan ciki-cikian dibelakang rumah. Papa sudah berangkat ke Singapore sejak kemarin malam. Arial yang baru sembuh pun memilih untuk menyelesaikan pekerjaannya di rumah sakit setelah mulai membuka praktik rawat jalan setengah hari. “Key, cobain deh, ini enak banget.” Rocky menawari ciki yang sedang dipegangnya. Keyla mencobanya. Moodnya yang tidak terlalu bagus membuatnya sedikit malas mencicipinya, tapi ia tidak mau membuat keadaan menjadi keruh, “Hm, enak, kak.” “Iya ‘kan? Nih masih banyak. Kamu ambil aja.” Rocky memberikan Keyla beberapa bungkus snack berukuran besar. “Gak usah banyak-banyak, kak, udah satu aja.” “Gak papa, buat kamu semua ciki di dunia ini aku kasih ke kamu.” Keyla tertawa. Qairo menikmati tawa Keyla yang baru terlihat lagi. Luka dipipi dan lehernya sudah mula memudar karena rutin memakai salep. Ia senang Keyla yang sejak menjadi korban penjambretan selalu murung kini kembali ceria. “Qai, kit
"Kita pergi dulu. Kalo kalian masih mau disini ya gak papa.” Arial menutup pintu mobil setelah Keyla duduk dengan nyaman di kursi penumpang depan. “Ah, ngapain, kita balik sekarang. Gue mau tidur seharian, ini nih kalo dokter Qairo paling langsung ke rumah sakit.” Rocky melirik Qairo, “Mau deketin Sarah lo?” “Gue juga langsung pulang kok.” “Karena ada Sarah di rumah sakit?” “Apaan sih lo.” Qairo masuk ke dalam rumah untuk membawa barang-barangnya. “Gue duluan, Ky.” “Iya, hati-hati.” Dalam perjalanan menuju Bogor, saat Keyla tengah mengecek jadwalnya besok untuk jaga di Ponek, Arial mengambil sesuatu dari saku celananya. Ia membuka telapak tangannya dan menunjukkan itu pada Keyla. Keyla menengok. Ia yang sedang menggenggam ponselnya langsung menyimpan dan melotot kaget menatap kalung Mutiara yang dua hari lalu diambil preman yang paling ia benci sedunia. “Kak?” “Ambil.” Keyla mengambilnya. Ia menatap kalung itu sambil menangis, “Kok kalungnya ada di kakak?” “A
“Tante Puri?” “Kalian... kapan nikah?” tanya tante Puri berusaha tenang. “Eh, Pur.” Tante Mira melenggang dari dalam rumah. Beliau langsung menghampiri tante Puri dan mencium pipi kanan-kirinya, “Apa kabar, jeng?” “Ba-baik, Mir. Mir, Arial... keponakan kamu?” Tante Mira melirik Arial yang berdiri tegang sebelah Keyla, “Iya, dia anak kakak sepupuku. Kamu kenal sama Arial?” “Aku temenan sama Pras. Dia jadi Direktur di rumah sakit ku.” Tante Mira melongo, “Kamu... pemilik saham Health Center? Pur, kenapa kamu gak bilang? Aku pikir rumah sakit kamu itu bukan Health Center.” “Arial sama Keyla—benar suami istri?” Tante Mira melirik Keyla dan Arial yang menunduk karena ketahuan. Tante Mira sudah tahu semuanya dari papa, kalau Arial belum mau orang-orang tahu status pernikahannya. Tante Puri juga pasti salah satu orang yang tidak tahu mengenai mereka yang sudah menikah. Tante Mira diam saja. Beliau tidak mau ikut campur pada urusan keponakannya. “Pur, aku udah masak banyak
Arial membuka pintu ruang kerja papa disaat istirahat jam makan siang. Ia sudah istirahat lebih dulu dibanding Keyla yang masih sibuk di Ponek. Sebentar lagi pasti ia kesini kalau sempat. “Pa, gimana hasil pemeriksaannya?” Papa yang sedang menandatangani beberapa berkas tersenyum kecil, “Baik, semua baik.” “Mana? Aku mau liat.” “Gak usah. Gak ada apa-apa kok.” Arial tak mengindahkan ucapan papa, ia membuka laci dan menemukan berkas bernama rumah sakit International Singapore Hospital Plus didepannya. “Arial, gak usah dilihat lah.” Arial tetap membuka berkas itu dan melihat hasil rontgent, ECG, EEG, EKG dan hasil tes lain. Ia menatapnya serius dan menatap papa, “Pa? Ada yang mau jelasin?” Papa membuka kaca matanya. Beliau bangkit dari kursi kerjanya dan berdiri menatap jendela besar yang menghadap jalanan depan gedung rumah sakit. Arial menutup matanya. Ia menunduk menutup jilid berkas dan mendekati papa, “Papa gak perlu kerja lagi, aku yang akan urus surat pengundura
Keyla berjalan cepat dari dalam rumah melewati papa dan tante Puri.“Key, kamu mau kemana?” kejar papa.Keyla berlari keluar gerbang tanpa menggubris panggilan papa. Ia menghampiri Qairo, “Kak, tolong lupain masalah apapun yang lagi kakak hadepin. Anterin aku ke rumah kak Sarah sekarang!”“Sarah? Kamu mau apa kesana?”“Udah, ayo cepet.”Keyla masuk ke dalam mobil Qairo. Papa dan tante Puri menyusul. “Key, ada apa?”Keyla menangis dalam, “Jasmine bilang aku harus kesana untuk tahu sesuatu.”“Jasmine? Key, orang yang posting di web rumah sakit tentang kita udah pasti dia. Kamu ngapain percaya sama dia?”Keyla memutar suara voice note whatsapp dari Jasmine, “Key, gue tahu lo marah sama gue, lo benci sama gue atas semua yang gue lakuin ke elo. Tapi gue mohon sekarang lo ke rumah dokter Sarah untuk tahu kelakuan dokter Arial yang sebenarnya.”“Key, Jasmine paling cuma mau cari masalah baru. Dia gak bener-bener akan buktiin omongannya.”“Udah, kak, ngebut aja. Kita harus sampe k
Sudah jam sembilan malam tapi Arial tak kunjung pulang. Keyla sudah menanyakan pada kepala suster, apakah Arial ada panggilan darurat, kepala suster mengatakan tidak. Arial katanya sudah pulang setelah ujian anak ko-as selesai. Itu berarti sudah dari sore ‘kan? “Key, mungkin Arial masih di jalan. Atau dia makan dulu sama Rocky.” Papa berusaha menenangkan hati menantunya yang khawatir. “Iya, pa. Mungkin.” Mbok Darmi menghampiri Keyla dan papa yang berdiri di samping kolam renang, “Permisi, pak. Ada bu Puri dan den Qairo di depan. Katanya mau ketemu bapak.” “Qairo?” “Kak Qai? Pa, aku ikut ya?” “Jangan sayang, nanti dulu. Nanti begitu papa sudah bicara dengan Qairo dan tante Puri, mbok akan panggil kamu disini ya. Papa... ada pembicaraan khusus sama tante Puri. Satu minggu ini tante Puri terus bilang ada hal penting yang mau dikasih tahu, tapi dia gak bicara terus.” “Oh, iya, pa.” Papa masuk ke dalam rumah disusul mbok Darmi. “Pur, Qairo?” “Pras.” Papa terkejut meli
Keyla mengejar Qairo. Ia ingin menjelaskan bahwa kejadian malam itu tidak seperti dugaannya. Syukur-Syukur Qairo sudah melihat postingan klarifikasi Yoga yang menyebutkan jika ia adalah dalang dari semuanya. Ia juga menjelaskan bahwa Qairo dan Keyla tidak melakukan apapun. “Kak Qai kok malah pergi sih?” Keyla balik badan untuk mempersiapkan ujiannya. Ia tidak punya banyak waktu dan harus menunggu gilirannya berhadapan dengan dokter konsulen stase kandungan. Saat berjalan ke arah poli kandungan, Keyla mendadak terdiam. “Key?” “Kak Rocky?” “Kamu ngapain disini? Bukannya hari ini kamu ada ujian?” “Aku... mendadak mual, kak.” “Mual? Kamu masuk angin?” “Kayaknya sih.” “Ya udah ke ruangan aku dulu yuk, aku ada minuman pereda masuk angin.” Keyla mengangguk. Ia berjalan beriringan dengan Rocky. Qairo yang sembunyi di balik meja jaga UGD, mengikuti Keyla. Sepanjang jalan ia berpikir kenapa Keyla mual tiba-tiba, “Apa jangan-jangan Keyla ... hamil?” Qairo semakin frust
Bu Fatma menggeleng. Tante Puri diam sejenak, “Sebentar. Sewaktu menyimpan Karenina, saya pakaikan dia kalung Mutiara. Jadi...” beliau menutup mulutnya tak percaya, “Karenina itu... Keyla, bu?” Bu Fatma mengangguk. Tante Puri menangis bahagia begitu mengetahui bahwa Karenina Adriana, anaknya, adik Qairo adalah Keyla, anak panti asuhan yang dulu dibencinya dan sempat diancam akan di akhiri hidupnya. Dunia ternyata begitu sempit untuk berjarak dengan darah dagingnya sendiri. “Saya baru tahu semalam begitu mendapati foto ini di laci. Dibelakang foto itu ada coretan nama Karenina Adriani dan diganti Keyla Natania. Itu adalah tulisan ibu panti sebelumnya.” Tante Puri membalikkan fotonya, beliau mendapati apa yang dimaksud bu Fatma, “Bu, anak saya... Keyla? Ya ampun, saya senang sekali mendengarnya.” Bu Fatma ikut menangis, “Keyla pasti senang sekali jika tahu ibu kandungnya adalah ibu.” Mereka berpelukkan, “Tolong temani saya mengatakan hal ini pada Keyla, bu.” Bu Fatma
Tante Puri mengedarkan lagi matanya ke arah taman yang tak jauh dari panti asuhan Kasih Ibu berada. Waktu kecil Qairo sering kesini untuk main. Barangkali ia datang kesini. “Qai, kamu kemana sih?” Bu Fatma yang masih merasakan kakinya kaku setelah terkena stroke kemarin, selalu rutin jalan-jalan ke arah sini. Beliau tidak sengaja melihat tante Puri yang ditemani supirnya berdiri di salah satu spot taman. “Kenapa ya bu Puri ada disini? Aku samperin aja ah.” Bu Fatma berjalan bersusah payah menaiki tangga taman, “Bu Puri.” “Bu Fatma?” tante Puri membantu bu Fatma untuk naik tangga, “Saya bantu. Kita duduk di kursi ya, bu, ayo.” Mereka duduk di kursi besi taman. Begitu mereka duduk, supir bu Puri pergi menjauhi untuk memberikan pri “Bu Puri lagi apa disini?” “Saya lagi cari Qairo, bu.” “Loh, memang nak Qairo kemana?” Bu Puri membuang nafas pelan. Bu Fatma tentu tidak akan tahu kasus Keyla dan Qairo yang tersebar luas di web rumah sakit, “Itu... ada foto dan video Qai
“Aku ada panggilan darurat dari rumah sakit. Kamu sama papa makan duluan aja. Kalo sempet aku pasti pulang.” “Ya udah. Nanti pulangnya hati-hati ya, mas.” “I-iya.” “Kok tegang gitu?” “Aku cuma belum biasa. Ya udah aku tutup ya.” “Oke, mas Arial. Love you.” Arial melirik Sarah, “Love you too.” Sarah menunduk begitu Arial membalas ucapan cinta dari Keyla. Ia tak seharusnya ada disini. Ia seharusnya menolak ajakan Arial tadi dan pergi saja ke rumah sakit. Ia akan mengunci diri di ruang pribadinya. “Sar, maaf.” “Buat?” “Aku gak bilang kalo Keyla istri aku.” Sarah tersenyum. “Kok senyum?” “Gak papa.” “Aku bener-bener brengsek.” Sarah tak menjawab. Arial menggeser posisi duduknya jadi menghadap Sarah, “Awalnya pernikahan aku sama Keyla cuma kontrak. Kita gak bener-bener mau menikah. Tapi papa—maksa.” “Om Pras sayang banget sama Keyla. Beliau selalu muji Keyla dibanyak kesempatan. Aku ngerti sekarang, kenapa om Pras ngelakuin itu. Karena Keyla bukan cuma a
Malam ini juga, Arial datang ke rumah Sarah untuk memutuskan hubungan mereka. Ia yakin pacarnya itu tahu kalau ia dan Keyla sebenarnya sudah menikah. Ia sudah menyiapkan mental dan jawaban ketika Sarah marah. Ia juga siap minta maaf pada Sarah dan kedua orang tuanya, karena itu memang murni kesalahannya. Sarah hari ini tidak datang ke rumah sakit. Ia cuti dadakan entah dengan keperluan apa. Arial yang tidak ada jadwal jaga malam memanfaatkan waktu ini untuk memenuhi janjinya pada Keyla. Arial baru sampai depan rumah Sarah yang besar. Ketika sampai teras, terdengar suara teriakan. “Itu suara apa?” “Kamu gak perlu repot-repot mikirin Arial yang udah nikah sama si anak panti asuhan itu. Ini bukan urusan kamu.” suara papih menggema sampai keluar. “Papimu bener. Kamu pura-pura gak tahu aja. Kamu lebih berhak menjadi istrinya dari pada si Keyla itu.” suara mami tak kalah menggema. “Tapi mi, pi, aku gak mungkin rebut Arial.” “Kalo perlu, rebut! Papi dan mami gak mau tahu, kamu
Arial dan Keyla baru saja memposting pernyataan bahwa mereka adalah suami istri yang disebarkan luas ke semua grup chat poli. Semua staf rumah sakit harus tahu agar tidak ada lagi berita aneh yang akan menyudutkan Keyla. Kini mereka baru sampai rumah sakit. Rocky yang menunggu di depan lift hanya menampilkan wajah cemberut. “Ky, lo kok gak masuk? Bentar lagi jam praktek lo ‘kan?” Rocky menatap tangan Arial dan Keyla yang bertaut. Kenapa selama ini ia tidak peka ya, bahwa mereka adalah suami istri? “Udah jangan cemberut terus. Perempuan masih banyak.” Rocky menatap Arial kesal, “Diem lo.” “Biar lo gak cemburu, gue sama Keyla duluan ya. Gue tunggu hadiah pernikahan dari lo.” Arial berjalan melewati Rocky. “Kak, duluan ya.” Rocky hanya mengangguk pelan. Patah hatinya cukup parah setelah tahu kalau perempuan yang ia impikan jadi istrinya adalah istri sahabatnya, “Al, gue mau ngomong sama lo nanti. Harus pokoknya.” “Gampang.” Arial dan Keyla melewati banyak orang di lo
Arial tak mendapati papa ada di meja makan. Di cari di kamarnya pun tidak ada. “Den Arial cari bapak?” tanya mbok Darmi. “Iya, mbok. Papa mana ya?” “Bapak di depan, den. Bapak katanya mau menginap di rumah ibu Mira di Bogor.” “Kenapa tiba-tiba?” “Semalaman bapak gak tidur dan menangis dipinggir kolam, den, ditemani pak Udin. Menurut mbok memang lebih baik bapak menenangkan diri dulu di rumah bu Mira.” “Papa masih di depan ‘kan, mbok?” “Masih, den.” Arial berjalan cepat menuju depan rumah. Papa sedang memantau pak Udin yang sedang memasukkan beberapa koper ke dalam bagasi. “Pa,” “Rial?” “Pa, aku mau bicara sebentar.” Papa melirik ke dalam rumah, “Keyla mana?” Arial berusaha menahan senyumnya, “Masih tidur.” “Papa mau pergi sebelum Keyla bangun. Papa—butuh waktu untuk menerima semua ini.” “Keyla bangunnya pasti akan telat, pa. Jadi aku mohon kita bicara dulu.” Papa menatap bagasi mobil yang sudah ditutup dan pak Udin yang masuk ke dalam mobil. “Pak Udin