Sore hari selepas semua kegiatan hari ini selesai, Keyla menunggu Arial di samping mobilnya. Ia sudah minta tolong pada suaminya itu untuk mengantarnya mengambil kalung yang tadi siang sudah dikirimkan oleh pengawal papa ke toko perhiasan untuk membetulkan rantai kalungnya agar tidak terbuka lagi pengaitnya. “Key, yuk.” Keyla bergerak memeluk Arial. “Kenapa?” “Aku capek.” Arial tak bertanya. Padahal hari ini di poli tidak terlalu sibuk. Panggilan di ponek pun hanya beberapa saja. Tidak ada pasien persalinan pervaginam maupun caesar, sehingga ia bingung kenapa Keyla mengeluh lelah. Apa karena kondisi bu Fatma masih belum stabil? Arial balik memeluk Keyla dengan erat, “Nanti mau ke salon dulu buat di massage?” Keyla menggeleng, “Aku cuma mau begini.” “Kalo begini terus sampe pagi, kalungnya gak akan bisa keambil sekarang.” Keyla melepaskan pelukannya, “Ya udah ayo.” Arial membuka ‘kan pintu mobil untuk Keyla, juga memakaikan sabuk pengamannya. Hal itu membuat Qairo yang senga
Jasmine menguap lebar-lebar saat duduk di meja jaga poli anak saat jam shiftnya akan berakhir. Setelah ini ia akan mandi, makan dan mengunjungi bu Fatma di ICU. “Wah, kalo emang bener orang tua kandung Keyla orang kaya, dia beruntung banget ya. Orang tua angkatnya ‘kan kaya banget, bonus jadi adiknya dokter Arial lagi.” kata teman kelompok ko-as Jasmine yang duduk disebelahnya. “Heem, meskipun dia pasti menderita selama di panti asuhan, seenggaknya masa depan dia terjamin, mau PPDS ya tinggal masuk, gak usah mikirin biaya dari mana kayak kita.” balas teman kelompoknya yang lain. Jasmine melirik mereka, “Kalian ngomongin Keyla?” “Iya, Min. Nasib Keyla mujur banget ya. Tadi aku denger Keyla lagi cerita sama Cika di kantin, katanya dia diminta ibu pantinya untuk pake kalung dan minta bantuan papa angkatnya buat cari orang tua aslinya. Terus ibu panti bilang orang tuanya pasti orang ada, soalnya kalung Mutiara yang Keyla pake udah ada dari dia bayi. Dulu waktu naro Keyla di panti juga
Jasmine dan Keyla baru saja turun dari bis. Mereka harus berjalan kaki melewati perumahan menuju panti. Jalanan sedikit sepi karena ini sudah jam sembilan malam. Hanya ada beberapa warga dan ojek online yang sedang mangkal. “Key, lo udah makan belum?” “Udah. Kamu belum ya?” “Iya nih, gue laper banget. Gue mau beli Pecel Lele dulu, lo mau gak?” “Boleh deh.” “Ya udah, yuk.” Jasmine merangkul Keyla dan berjalan menuju jalan penjual Pecel Lele langganan mereka. Keyla berusaha protes ketika Jasmine membawanya ke belokkan lain, “Min, pedagang Pecel ‘kan di sana, kok kita kesini?” “Lo sih udah lama gak disini, pecel Lele disitu berkasus, katanya pake pesugihan, jadi kita ke pedangang pecel lain, ada disini deket.” “Oh gitu. Tapi kan kesini jalannya sepi? Itu juga gelap banget.” “Udah tenang aja, gue tahu lo pasti masih takut gelap, tapi ‘kan ada gue disini.” Keyla diam. Jasmine benar juga. Ia tak masalah berada ditempat gelap jika ada orang lain disana. “Min, mana yang
Mobil Arial melaju ke arah panti asuhan. Rocky yang membawanya. Ia yang ikut khawatir masih bisa berpikir dengan baik, tidak seperti Arial yang sudah kalut karena tidak kunjung mendapat respon dari panggilan telponnya. Qairo yang diajak untuk ikut bersama mereka memutuskan untuk membawa mobil sendiri. Terserah, Arial tidak peduli. “Ini kemana lagi arahnya?” “Depan belok kanan.” “Oke.” Rocky mengikuti perintah untuk belok kanan. Ketika mobil baru belok, banyak orang yang berkumpul di satu titik tempat bawah pepohonan yang gelap. Ada beberapa motor berhenti. “Ky, itu ada apa ya rame-rame?” “Tahu, tabrakan kali.” Arial diam. Pikirannya sudah kalut sekali. Saat mobil berhenti karena banyak orang berlalu-lalang, Rocky membuka jendela mobilnya, “Pak, ada apa ya di depan? Kok rame banget?” “Ada anak cewek di jambret, mas. Hape sama apa ya tadi, kalungnya gitu di ambil.” “Oh.” Arial mencondongkan badannya, “Pak, korban jambretnya kisaran usia berapa?” “Dua puluhan
Arial melirik dua pengawalnya, ia mengangguk. Salah satu pengawal pergi keluar, dan yang satunya lagi berdiri dibelakang Arial. “Saya mau menawarkan kerja sama dengan kalian.” Bos preman itu tertawa menatap tiga anak buahnya, “Kerja sama apa? Gaya amat.” “Saya tahu harga kalung itu. Sekitar seratus lima puluh juta harga sekarang. Dan saya akan berikan kalian uang seratus tujuh puluh juta. Gimana? Deal?” Bos preman itu tampak menimbang. Ia memainkan kalung itu dan menatap satu per satu anak buahnya, “Gimana nih? Terima gak?” “Terserah bos aja.” “Ambil aja bos, jadi kita gak usah ke toko perhiasan buat jual.” “Iya, bener, bos, ambil aja lah.” Bos preman itu menghampiri Arial, “Tambah lagi gimana?” “Oke, seratus delapan puluh juta.” Bos preman tertawa, “Gue tahu lo orang kaya, gue juga tahu lo butuh banget kalung ini, demi cewek cengeng itu ‘kan? Jadi tambahin lagi lah.” “Oke, dua ratus juta.” Bos preman mendekati Arial lagi, ia membisikkan sesuatu pada telingan
Hari ini Arial cuti dari semua kegiatan hariannya sampai kondisinya kembali fit. Semalam, ia langsung di pindahkan ke ruang perawatan biasa di ruang VIP dan, Keyla menemaninya. Ia tidur satu ranjang dengan suaminya itu, dan tak menghiraukan kebingungan semua orang yang merasa heran kenapa ia melakukan itu. Pagi ini, dengan bawel Keyla meminta Arial untuk makan. Keadaan perutnya yang masih sakit dan mual efek ditonjok beberapa kali membuatnya enggan makan. “Kan aku udah bilang aku belum bisa makan, Key. Perut aku sakit.” “Kalo gak makan nanti lemes, kalo udah lemes gimana? Siapa yang repot? Aku juga, kak.” Arial tertawa bersusah payah. Kedua ujung bibirnya robek sedikit, “Udah sana siap-siap. Kamu jadi asisten dokter Karina ‘kan hari ini?” “Aku bakal pergi kalo kakak udah makan dan minum obat. Titik.” “Key, ngeyel banget sih. Udah dibilangin aku gak bisa makan.” Keyla manyun, “Gak mau berjuang banget sih buat aku.” “Aku babak belur begini berjuang buat kamu loh.” Keyl
Setelah mengatakan bahwa mereka putus, Keyla langsung pergi begitu saja. Ia sengaja bersikap begitu agar Qairo semakin menjauhinya. Ia tidak peduli lagi. Beberapa menit lalu, saat Qairo mengajaknya putus, perasaannya lega luar biasa. Ia tidak perlu susah-susah menyusun kalimat untuk mengakhiri hubungan mereka yang terasa semakin hari semakin tidak jelas. Begitu sampai depan ruang ICU, karena ini masih jam besuk, Keyla yang akan bicara dengan dokter jaga langsung ditarik Jasmine. “Min, kita mau kemana? Aku mau liat kondisi ibu sebelum jaga di poli.” “Ikut gue dulu.” Jasmine diam dilorong yang sepi, “Lo gak papa, Key?” Keyla tak menjawab. Jasmine melihat baret di pipi dan lehernya, “Key, soal semalem, soriiii banget. Gue pergi karena panik banget. Gue berniat nyari bantuan tapi gue juga ketakutan. Jadinya gue pulang aja ke panti.” Keyla membuang nafasnya pelan. Ia kesal sekali dengan Jasmine, tentu saja. Tapi ia berusaha memahami kondisinya, “Iya, gak papa, Min.” “Gue ben
Semalam Arial mengusirnya dari ruangan. Sifat ketusnya, tatapan matanya, nada suaranya kembali seperti ketika Keyla memutuskan untuk pergi dari rumah karena mendapat tuduhan tidak enak. Ia menangis semalaman karena merasa hidupnya yang baru bahagia kembali merana. Tidak ada tempat untuknya mengadu. Pagi ini, ia yang tidak sempat bertemu Cika semalam untuk memberikan kado ulang tahun padanya, mencarinya ke poli Kesehatan Anak. Ia berusaha menyamarkan matanya yang sembab agar tidak perlu ada yang bertanya. “Key?” Cika yang baru mandi menghampirinya yang berdiri diluar ruang piket. “Cik, selamat ulang tahun ya. Doa dan harapan terbaik kamu semoga menjadi nyata. Bahagia selalu sahabat akuuuu.” Keyla memeluk Cika erat. “Makasih ya, Key. Semoga doa yang sama juga kembali ke kamu.” Pelukkan mereka terlepas. “Aku ada sedikit hadiah kecil buat kamu. Hadiah ini gak akan pernah bisa gantiin semua hadiah kamu ke aku sih, hehe. Smoga kamu suka.” Keyla memberikan paper bag berwarna pink
Keyla berjalan cepat dari dalam rumah melewati papa dan tante Puri.“Key, kamu mau kemana?” kejar papa.Keyla berlari keluar gerbang tanpa menggubris panggilan papa. Ia menghampiri Qairo, “Kak, tolong lupain masalah apapun yang lagi kakak hadepin. Anterin aku ke rumah kak Sarah sekarang!”“Sarah? Kamu mau apa kesana?”“Udah, ayo cepet.”Keyla masuk ke dalam mobil Qairo. Papa dan tante Puri menyusul. “Key, ada apa?”Keyla menangis dalam, “Jasmine bilang aku harus kesana untuk tahu sesuatu.”“Jasmine? Key, orang yang posting di web rumah sakit tentang kita udah pasti dia. Kamu ngapain percaya sama dia?”Keyla memutar suara voice note whatsapp dari Jasmine, “Key, gue tahu lo marah sama gue, lo benci sama gue atas semua yang gue lakuin ke elo. Tapi gue mohon sekarang lo ke rumah dokter Sarah untuk tahu kelakuan dokter Arial yang sebenarnya.”“Key, Jasmine paling cuma mau cari masalah baru. Dia gak bener-bener akan buktiin omongannya.”“Udah, kak, ngebut aja. Kita harus sampe k
Sudah jam sembilan malam tapi Arial tak kunjung pulang. Keyla sudah menanyakan pada kepala suster, apakah Arial ada panggilan darurat, kepala suster mengatakan tidak. Arial katanya sudah pulang setelah ujian anak ko-as selesai. Itu berarti sudah dari sore ‘kan? “Key, mungkin Arial masih di jalan. Atau dia makan dulu sama Rocky.” Papa berusaha menenangkan hati menantunya yang khawatir. “Iya, pa. Mungkin.” Mbok Darmi menghampiri Keyla dan papa yang berdiri di samping kolam renang, “Permisi, pak. Ada bu Puri dan den Qairo di depan. Katanya mau ketemu bapak.” “Qairo?” “Kak Qai? Pa, aku ikut ya?” “Jangan sayang, nanti dulu. Nanti begitu papa sudah bicara dengan Qairo dan tante Puri, mbok akan panggil kamu disini ya. Papa... ada pembicaraan khusus sama tante Puri. Satu minggu ini tante Puri terus bilang ada hal penting yang mau dikasih tahu, tapi dia gak bicara terus.” “Oh, iya, pa.” Papa masuk ke dalam rumah disusul mbok Darmi. “Pur, Qairo?” “Pras.” Papa terkejut meli
Keyla mengejar Qairo. Ia ingin menjelaskan bahwa kejadian malam itu tidak seperti dugaannya. Syukur-Syukur Qairo sudah melihat postingan klarifikasi Yoga yang menyebutkan jika ia adalah dalang dari semuanya. Ia juga menjelaskan bahwa Qairo dan Keyla tidak melakukan apapun. “Kak Qai kok malah pergi sih?” Keyla balik badan untuk mempersiapkan ujiannya. Ia tidak punya banyak waktu dan harus menunggu gilirannya berhadapan dengan dokter konsulen stase kandungan. Saat berjalan ke arah poli kandungan, Keyla mendadak terdiam. “Key?” “Kak Rocky?” “Kamu ngapain disini? Bukannya hari ini kamu ada ujian?” “Aku... mendadak mual, kak.” “Mual? Kamu masuk angin?” “Kayaknya sih.” “Ya udah ke ruangan aku dulu yuk, aku ada minuman pereda masuk angin.” Keyla mengangguk. Ia berjalan beriringan dengan Rocky. Qairo yang sembunyi di balik meja jaga UGD, mengikuti Keyla. Sepanjang jalan ia berpikir kenapa Keyla mual tiba-tiba, “Apa jangan-jangan Keyla ... hamil?” Qairo semakin frust
Bu Fatma menggeleng. Tante Puri diam sejenak, “Sebentar. Sewaktu menyimpan Karenina, saya pakaikan dia kalung Mutiara. Jadi...” beliau menutup mulutnya tak percaya, “Karenina itu... Keyla, bu?” Bu Fatma mengangguk. Tante Puri menangis bahagia begitu mengetahui bahwa Karenina Adriana, anaknya, adik Qairo adalah Keyla, anak panti asuhan yang dulu dibencinya dan sempat diancam akan di akhiri hidupnya. Dunia ternyata begitu sempit untuk berjarak dengan darah dagingnya sendiri. “Saya baru tahu semalam begitu mendapati foto ini di laci. Dibelakang foto itu ada coretan nama Karenina Adriani dan diganti Keyla Natania. Itu adalah tulisan ibu panti sebelumnya.” Tante Puri membalikkan fotonya, beliau mendapati apa yang dimaksud bu Fatma, “Bu, anak saya... Keyla? Ya ampun, saya senang sekali mendengarnya.” Bu Fatma ikut menangis, “Keyla pasti senang sekali jika tahu ibu kandungnya adalah ibu.” Mereka berpelukkan, “Tolong temani saya mengatakan hal ini pada Keyla, bu.” Bu Fatma
Tante Puri mengedarkan lagi matanya ke arah taman yang tak jauh dari panti asuhan Kasih Ibu berada. Waktu kecil Qairo sering kesini untuk main. Barangkali ia datang kesini. “Qai, kamu kemana sih?” Bu Fatma yang masih merasakan kakinya kaku setelah terkena stroke kemarin, selalu rutin jalan-jalan ke arah sini. Beliau tidak sengaja melihat tante Puri yang ditemani supirnya berdiri di salah satu spot taman. “Kenapa ya bu Puri ada disini? Aku samperin aja ah.” Bu Fatma berjalan bersusah payah menaiki tangga taman, “Bu Puri.” “Bu Fatma?” tante Puri membantu bu Fatma untuk naik tangga, “Saya bantu. Kita duduk di kursi ya, bu, ayo.” Mereka duduk di kursi besi taman. Begitu mereka duduk, supir bu Puri pergi menjauhi untuk memberikan pri “Bu Puri lagi apa disini?” “Saya lagi cari Qairo, bu.” “Loh, memang nak Qairo kemana?” Bu Puri membuang nafas pelan. Bu Fatma tentu tidak akan tahu kasus Keyla dan Qairo yang tersebar luas di web rumah sakit, “Itu... ada foto dan video Qai
“Aku ada panggilan darurat dari rumah sakit. Kamu sama papa makan duluan aja. Kalo sempet aku pasti pulang.” “Ya udah. Nanti pulangnya hati-hati ya, mas.” “I-iya.” “Kok tegang gitu?” “Aku cuma belum biasa. Ya udah aku tutup ya.” “Oke, mas Arial. Love you.” Arial melirik Sarah, “Love you too.” Sarah menunduk begitu Arial membalas ucapan cinta dari Keyla. Ia tak seharusnya ada disini. Ia seharusnya menolak ajakan Arial tadi dan pergi saja ke rumah sakit. Ia akan mengunci diri di ruang pribadinya. “Sar, maaf.” “Buat?” “Aku gak bilang kalo Keyla istri aku.” Sarah tersenyum. “Kok senyum?” “Gak papa.” “Aku bener-bener brengsek.” Sarah tak menjawab. Arial menggeser posisi duduknya jadi menghadap Sarah, “Awalnya pernikahan aku sama Keyla cuma kontrak. Kita gak bener-bener mau menikah. Tapi papa—maksa.” “Om Pras sayang banget sama Keyla. Beliau selalu muji Keyla dibanyak kesempatan. Aku ngerti sekarang, kenapa om Pras ngelakuin itu. Karena Keyla bukan cuma a
Malam ini juga, Arial datang ke rumah Sarah untuk memutuskan hubungan mereka. Ia yakin pacarnya itu tahu kalau ia dan Keyla sebenarnya sudah menikah. Ia sudah menyiapkan mental dan jawaban ketika Sarah marah. Ia juga siap minta maaf pada Sarah dan kedua orang tuanya, karena itu memang murni kesalahannya. Sarah hari ini tidak datang ke rumah sakit. Ia cuti dadakan entah dengan keperluan apa. Arial yang tidak ada jadwal jaga malam memanfaatkan waktu ini untuk memenuhi janjinya pada Keyla. Arial baru sampai depan rumah Sarah yang besar. Ketika sampai teras, terdengar suara teriakan. “Itu suara apa?” “Kamu gak perlu repot-repot mikirin Arial yang udah nikah sama si anak panti asuhan itu. Ini bukan urusan kamu.” suara papih menggema sampai keluar. “Papimu bener. Kamu pura-pura gak tahu aja. Kamu lebih berhak menjadi istrinya dari pada si Keyla itu.” suara mami tak kalah menggema. “Tapi mi, pi, aku gak mungkin rebut Arial.” “Kalo perlu, rebut! Papi dan mami gak mau tahu, kamu
Arial dan Keyla baru saja memposting pernyataan bahwa mereka adalah suami istri yang disebarkan luas ke semua grup chat poli. Semua staf rumah sakit harus tahu agar tidak ada lagi berita aneh yang akan menyudutkan Keyla. Kini mereka baru sampai rumah sakit. Rocky yang menunggu di depan lift hanya menampilkan wajah cemberut. “Ky, lo kok gak masuk? Bentar lagi jam praktek lo ‘kan?” Rocky menatap tangan Arial dan Keyla yang bertaut. Kenapa selama ini ia tidak peka ya, bahwa mereka adalah suami istri? “Udah jangan cemberut terus. Perempuan masih banyak.” Rocky menatap Arial kesal, “Diem lo.” “Biar lo gak cemburu, gue sama Keyla duluan ya. Gue tunggu hadiah pernikahan dari lo.” Arial berjalan melewati Rocky. “Kak, duluan ya.” Rocky hanya mengangguk pelan. Patah hatinya cukup parah setelah tahu kalau perempuan yang ia impikan jadi istrinya adalah istri sahabatnya, “Al, gue mau ngomong sama lo nanti. Harus pokoknya.” “Gampang.” Arial dan Keyla melewati banyak orang di lo
Arial tak mendapati papa ada di meja makan. Di cari di kamarnya pun tidak ada. “Den Arial cari bapak?” tanya mbok Darmi. “Iya, mbok. Papa mana ya?” “Bapak di depan, den. Bapak katanya mau menginap di rumah ibu Mira di Bogor.” “Kenapa tiba-tiba?” “Semalaman bapak gak tidur dan menangis dipinggir kolam, den, ditemani pak Udin. Menurut mbok memang lebih baik bapak menenangkan diri dulu di rumah bu Mira.” “Papa masih di depan ‘kan, mbok?” “Masih, den.” Arial berjalan cepat menuju depan rumah. Papa sedang memantau pak Udin yang sedang memasukkan beberapa koper ke dalam bagasi. “Pa,” “Rial?” “Pa, aku mau bicara sebentar.” Papa melirik ke dalam rumah, “Keyla mana?” Arial berusaha menahan senyumnya, “Masih tidur.” “Papa mau pergi sebelum Keyla bangun. Papa—butuh waktu untuk menerima semua ini.” “Keyla bangunnya pasti akan telat, pa. Jadi aku mohon kita bicara dulu.” Papa menatap bagasi mobil yang sudah ditutup dan pak Udin yang masuk ke dalam mobil. “Pak Udin