Share

Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan
Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan
Author: Rilla

Bagian 1

Author: Rilla
last update Last Updated: 2024-10-17 00:22:05

"Kami sudah bicara dengan pihak administrasi rumah sakit mbak. Kalau dalam waktu satu Minggu ke depan mbak tidak melunasi tunggakan biaya perawatan, kami terpaksa menghentikan semua hal yang berkaitan dengan perawatan ayah mbak."

Amora menatap kertas tagihan rumah sakit di tangannya dengan tatapan kosong. Angka-angka besar yang tertera di sana seolah menekan dadanya hingga sulit bernapas. Ia bahkan masih bisa mengingat dengan jelas apa yang petugas administrasi itu katakan padanya. 

Ayahnya masih terbaring koma, bergantung pada alat-alat medis yang biayanya terus membengkak setiap hari. Sudah tidak ada lagi yang bisa dijual, tidak ada keluarga yang bisa diandalkan, dan penghasilannya sebagai karyawan pemasaran bahkan tidak cukup untuk membayar seperempat dari total tagihan itu.

Ingin meminjam pada kantornya, sangat tidak mungkin. karena dirinya juga baru saja bekerja sejak dua bulan yang lalu. kantor mana yang mau meminjamkan uang sebanyak ini pada karyawan yang baru bekerja dua bulan.

Amora menggigit bibir, pikirannya kacau, bingung harus mencari pinjaman dari mana lagi. Waktu terus berjalan, dan ancaman penghentian pengobatan ayahnya semakin mendekat.

Amora menjambak rambutnya. Entah sudah yang keberapa kali ia melakukan itu. Bahkan helaian rambutnya yang tercabut masih melilit di jemarinya.

Ia kembali meremas kertas tagihan itu dengan tangan gemetar, kepalanya tertunduk dalam kebingungan. Namun, di tengah kegalauannya, sebuah nama melintas di benaknya—Dirga. Bosnya di kantor, pria yang dulu pernah menjadi sosok yang diam-diam ia kagumi semasa SMA.

Sekarang, Dirga adalah CEO sukses dengan kekuasaan dan kekayaan yang tak terbatas. Tapi, Amora tahu betul seperti apa Dirga—dingin, tak tersentuh, dan selalu menjaga jarak dari semua orang, termasuk dirinya.

Tapi ia tak ada pilihan lain. Hanya Dirga yang bisa ia andalkan saat ini. Dan dalam doanya ia berharap, Dirga mau membantunya.

__

Amora berdiri di depan pintu apartemen Dirga, jantungnya berdegup kencang. Wajahnya sudah tidak asing, tetapi hatinya tetap bergemuruh. Dirga—pria yang dulu menjadi pusat perhatiannya saat SMA, meski perasaannya tak pernah dibalas. Kini, mereka bertemu lagi, namun dalam situasi yang sangat berbeda. Dirga bukan hanya pria yang dulu ia kagumi, tetapi juga bosnya di kantor, meskipun untuk saat ini, mereka berdua bukan berada dalam konteks pekerjaan.

Pintu terbuka, dan Dirga muncul. Tak ada senyuman, hanya tatapan datar yang langsung menyapu Amora. Dia mengenakan pakaian santai, tetapi aura dinginnya tetap terasa.

"Ada apa?" Tanya Dirga datar.

Amora menelan ludah, merasa seolah ada jarak yang tak bisa ia jembatani meski mereka pernah mengenal satu sama lain.

"Maaf, aku tahu ini mungkin tidak tepat, tapi... aku butuh bantuanmu," ujarnya, berusaha menyembunyikan kecemasannya.

Dirga mengerutkan kening, tetapi tidak ada perubahan signifikan pada ekspresinya. "Bantuan?" tanyanya singkat, seolah tidak terlalu tertarik dengan penjelasan lebih lanjut.

Amora merasakan ketegangan di udara. "Ayahku koma di rumah sakit... dan aku... aku tidak bisa membayar biaya pengobatannya. Mereka bilang, jika tidak segera dilunasi, mereka akan menghentikan perawatan." Suaranya mulai tercekat. "Aku tidak tahu harus pergi ke siapa lagi, Dirga. Aku... aku butuh bantuanmu."

Dirga tetap terdiam sejenak, menilai Amora dengan tatapan kosong, Amora merasakan panas di wajahnya, tidak tahu harus menjelaskan apa lagi. "Aku... tidak tahu siapa lagi yang bisa aku minta tolong. Aku hanya... butuh bantuanmu sekarang."

Dirga menghela napas pelan, lalu melangkah mundur, membuka pintu sedikit lebih lebar. "Masuk." Titahnya.

Amora melangkah masuk ke dalam apartemen Dirga, terkesan dengan kemewahan yang mengelilinginya. Ruangan luas, dengan lantai marmer mengkilap dan lampu gantung kristal yang memberikan kesan dingin dan elegan. Setiap detilnya terasa begitu terjaga, sama seperti Dirga—pria yang kini menjadi bosnya, namun di sini, mereka hanya dua orang yang terikat kenangan masa lalu yang jauh berbeda.

Dirga melangkah lebih dulu dan mengisyaratkan Amora untuk duduk di sofa kulit hitam yang terletak di tengah ruang tamu. Amora duduk dengan gugup, menahan perasaan cemas yang semakin menggerogoti dirinya.

Dirga duduk di sofa yang ada di seberang meja yang masih berhadapan dengan Amora, tatapannya tajam dan dingin, seperti seorang bos yang tidak terpengaruh oleh apa pun. "Jadi, kamu datang ke sini untuk meminta bantuan?" suaranya terdengar datar, tanpa sedikit pun ekspresi.

Amora menunduk, mencoba mengumpulkan keberanian. Amora mengangguk takut. "Aku sungguh tak tahu lagi harus meminta bantuan siapa Dirga." Ucapnya.

Dirga mendengus, ekspresinya tak berubah. "Kamu pikir aku akan membantu hanya karena kita pernah satu sekolah?" katanya dengan nada meremehkan. "Aku menerima kamu bekerja bukan karena kita kenal dulu, Amora. Jangan coba memanfaatkan momen ini."

Amora merasa tubuhnya kaku, setiap kata Dirga seolah menusuk, membuatnya merasa kecil. "Aku hanya... butuh bantuan, Aku tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini jika ayahku meninggal Dirga." Ucapnya lirih, suaranya tenggelam dalam keheningan yang berat.

"Dan Kamu pikir aku peduli dengan kondisimu saat ini? Sekarang Kamu bawahanku Amora, bukan teman satu sekolah lagi."

Jawaban Dirga membuat Amora semakin terpuruk. Hidup sendiri tanpa ayahnya saat ini menjadi momok paling menakutkan baginya. Ia tak mau itu terjadi dalam hidupnya.

Amora kembali menatap Dirga. Namun saat ia ingin buka suara Kembali, geraknya dihentikan karena ponsel Dirga yang tiba-tiba berbunyi.

Dirga langsung berdiri dari duduknya dan beranjak sedikit menjauh dari Amora.

Amora melirik ke arah Dirga. Kenangan bagaimana ia dulu menyukai Dirga secara diam-diam kembali terkenang di memorinya. Dan menerima kenyataan jika sekarang posisi Dirga adalah bosnya di kantor membuat Amora merasa kecil. Perasaan yang dulu ia punya untuk Dirga seketika memilih untuk bersembunyi dan mengunci diri di sudut hatinya yang paling dalam. Semuanya akan terasa sulit jika perasaan itu saat ini masih ada.

Amora menghela nafas panjang. Ia mencoba meyakinkan dirinya jika keberadaannya di sini hanya demi pengobatan ayahnya.

Dirga kembali ke ruang tamu setelah menerima telepon, langkahnya tenang namun berwibawa. Dia duduk di sofa di hadapan Amora, menyilangkan kaki dengan sikap santai, namun tatapannya tetap tajam dan tak terbaca. Suasana ruangan itu terasa semakin dingin, seolah memantulkan sikap Dirga yang tak terjangkau.

Amora menatapnya dengan penuh harap, meski ketegangan menggantung di udara. Napasnya sedikit tertahan ketika Dirga membuka mulut untuk berbicara.

"Aku akan membayar semua tunggakan biaya rumah sakit ayahmu," kata Dirga dengan nada datar, tanpa sedikit pun menunjukkan emosi.

Mata Amora melebar. Seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Benarkah?  Dirga, ini bukan sebuah lelucon kan? Ini, Dirga, terima kasih banyak, aku—"

"Tapi," potong Dirga cepat, suaranya lebih rendah namun tetap penuh otoritas, "ada satu syarat."

Amora terdiam, merasa sesuatu yang besar akan segera terjadi. Jantungnya berdegup lebih kencang. "Syarat apa?" tanyanya dengan suara bergetar.

Dirga menatap lurus ke arahnya, matanya seperti berlian yang dingin dan tajam. "menikahlah denganku dan lahirkan seorang anak untukku."

*****

Related chapters

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 2

    "Me--menikah?"Kalimat itu jatuh seperti petir yang menyambar di tengah keheningan. Amora membeku di tempatnya, pikirannya berputar tanpa kendali. "Melahirkan seorang anak?" bisiknya, seolah berharap ia salah dengar. "Kamu... kamu tidak serius, kan?" tanyanya dengan suara gemetar, mencoba mencari tanda-tanda bahwa ini hanyalah gurauan yang kejam."Tak ada yang bercanda dari ucapanku Amora. Dan Setelah anak itu lahir," lanjut Dirga dengan nada rendah, "pernikahan kita akan berakhir. Aku hanya membutuhkan seorang keturunan, tidak lebih."Kata-kata itu menghantam Amora seperti badai. Napasnya tercekat, dan ia hanya bisa menatap Dirga dengan ekspresi terkejut sekaligus terluka. Pria itu tidak sedikit pun memalingkan wajahnya atau menunjukkan keraguan. Ia seperti batu karang yang tidak bisa digoyahkan oleh badai emosi apa pun.Amora masih terpaku, pikirannya berkecamuk dengan berbagai emosi yang bercampur aduk. Namun, Dirga tidak memberinya waktu lama untuk mencerna semuanya."Jika kau se

    Last Updated : 2024-10-17
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 3

    Amora berdiri di depan cermin besar di kamar apartemen baru yang kini disebut sebagai "rumah." Ia baru saja 'sah' menjadi istri seorang Dirgantara. bahkan Gaun putih sederhana yang ia kenakan tadi masih membalut tubuhnya dengan sangat indah. Jika pernikahan ini karena cinta, Sudah bisa dipastikan dirinya akan menjadi pengantin wanita paling bahagia di dunia ini. tapi nyatanya, Ia harus menelan pil pahit karena semuanya hanyalah sebuah perjanjian. Pernikahan yang sangat Amora impikan, hanyalah sebuah perjanjian. Amora semakin dibuat lirih saat ia menatap jari manisnya yang tak melingkar apapun. Seharusnya ada cincin di sini. tapi justru yang ia lihat hanyalah jemarinya saja tanpa cincin pengikat."Hahaha, Apa yang kau harapkan Amora! semuanya hanya perjanjian. Hamil lah dan lahirkan anaknya setelah itu kau harus siap dibuang seperti sampah." Ujarnya pada dirinya sendiri sembari menatap ke depan cermin."Oh, kau masih di depan cermin? keluarlah! Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."

    Last Updated : 2024-10-17
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 4

    Jam menunjukkan pukul tiga subuh. Dirga masih terjaga setelah pergulatan panjangnya dengan Amora yang baru selesai satu jam yang lalu. Ia tak menyangka keberanian Amora membuat mereka berakhir di atas ranjang yang sama. Entah berapa kali ia melepaskan calon anaknya di Rahim Amora. Dan ia berharap jika itu bisa cepat menghasilkan. Dirga memejamkan matanya. Ia bersandar di sandaran tempat tidur. Hanya sebentar, ia kembali membuka matanya dan menatap Amora yang kini sudah terlelap dengan tubuh telanjang yang hanya ditutupi selimut tebal. Tatapan Dirga terlihat kosong. Ia kembali teringat satu bulan yang lalu, kakeknya memberikan ancaman padanya.Satu bulan yang lalu, "Dirga, jangan bermimpi menjadi penerus utama keluarga ini jika kau belum memiliki keturunan. Warisan ini bukan untuk pria yang tak bisa melanjutkan garis keluarga." Dirga mengepalkan tangannya, merasa terdesak oleh tuntutan keluarga yang tak pernah memberinya ruang untuk memilih. Itulah alasan ia membuat keputusan dingin

    Last Updated : 2024-10-17
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 5

    Dirga duduk di ruang kerja di kantornya, mencoba fokus pada dokumen yang terbuka di hadapannya. Namun, pikirannya terus kembali pada wajah Amora yang basah oleh air mata yang ia lihat tadi malam saat ia hendak kembali ke apartemen lama dan hendak melihat keadaan Amora untuk sebentar.Ia tak pernah peduli sebelumnya-air mata orang lain adalah urusan mereka, bukan urusannya. Tapi kali ini berbeda. Ada sesuatu yang aneh mengusik hatinya, seperti duri kecil yang menyakitkan meski tak terlihat. Dirga menepis pikirannya, menganggap itu hanya rasa bersalah yang seharusnya tak perlu ia rasakan. "Dia tahu konsekuensinya," gumamnya pelan, tapi suara itu terdengar lebih seperti pembelaan daripada keyakinan.Namun semakin lama Dirga mencoba fokus, semua semakin membuatnya sakit kepala. Dirga memijat pelipisnya, mencoba menghalau rasa lelah yang tak biasa. Pikirannya terus mengembara, kembali ke apartemen tempat Amora berada. Sudah satu bulan mereka menikah, dan meskipun hubungan mereka didasark

    Last Updated : 2024-10-17
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 6

    "Hamil?" Dirga menyipitkan matanya, tak menyembunyikan keterkejutannya. Apa benar Amora Hamil? Kalau benar, itu artinya ia akan segera mendapatkan keturunan. Ada rasa lega di hati Dirga. Karena sebentar lagi ia akan punya anak dan menjadi pewaris utama untuk Abraham Company.Tanpa bicara banyak lagi dengan Susi, Dirga kembali masuk ke dalam, ia mendorong pintu kamar Amora tanpa banyak basa-basi, langkahnya terhenti saat telinganya menangkap suara samar-samar seseorang yang muntah dari arah kamar mandi.Dahinya berkerut, dan tanpa berpikir panjang, ia berjalan cepat menuju kamar mandi yang pintunya sedikit terbuka."Amora?" panggilnya, suaranya tegas namun tak sepenuhnya dingin.Saat pintu terdorong lebih lebar, Dirga menemukan pemandangan yang membuat langkahnya terhenti. Amora berlutut di depan wastafel, tubuhnya tampak gemetar, satu tangan bertumpu di wastafel untuk menahan tubuhnya yang jelas lemas."Amora!" Dirga langsung menghampiri, menunduk di sampingnya. "Apa yang terjadi?"A

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 7 (21+)

    Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari dan Amora belum juga bisa tertidur. Sejak tadi otaknya berkelana membayangkan Dirga. Bukan membayangkan sesuatu yang baik, namun membayangkan sesuatu yang panas dan menggairahkan. Amora bahkan sampai menggigit bibir bawahnya. tak ada yang bisa ia lakukan untuk mewujudkan bayangannya tersebut.Amora melirik ponselnya. Ia mengambil ponsel tersebut dan langsung berkelana di dunia maya mencari perasaan apa yang saat ini ia rasakan dan setalah ia tahu, tubuhnya seketika menegang. "Jika tak kamu dapatkan, maka kamu akan selalu uring-uringan?" gumam Amora sembari membaca tulisan yang tertera pada artikel yang ia temukan.lagi-lagi Amora menggigit bibir bawahnya. Namun detik berikutnya ia menggeleng kuat. "Nggak mungkin. pasti ini cuma keinginan semu semata." Ucapnya mencoba membantah. Agar ia tak berlarut dalam situasi aneh seperti ini, Amora pun memutuskan untuk keluar dari kamar. Walaupun AC di kamarnya sangat dingin namun entah kenapa ia merasa k

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 8 : Munculnya Pesaing

    Amora terbangun dengan tubuh terasa lebih ringan dan segar. Ia membuka matanya perlahan, membiarkan cahaya matahari pagi menyapanya dari sela tirai kamar yang tertutup dan ditiup angin. Saat ia menyibak selimut, seketika wajahnya memanas. Tubuhnya... kosong. Tak sehelai benang pun melekat di kulitnya.Ia terdiam beberapa saat, mencoba mencerna situasi. Ketika ingatan tentang kejadian semalam kembali menghampiri, wajahnya seketika memerah. Dirga. Ia dan Dirga... Amora menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menutupi rasa malunya meski ia hanya seorang diri di kamar itu.Ia teringat betapa ia tak bisa menahan dirinya tadi, rasa manja yang muncul tiba-tiba saat ia ngidam untuk dipeluk oleh Dirga. Ia bahkan mengingat dengan jelas bagaimana ia meminta Dirga untuk memeluknya dan keributan kecil perihal es krim miliknya yang dibuang Dirga. Otaknya kembali mengingat bagaimana Dirga akhirnya menuruti keinginannya dan memeluknya erat, Amora tak bisa menahan senyum kecil yang muncul di

    Last Updated : 2024-12-01
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    9. Rencana Tinggal Bersama

    Dirga baru saja sampai di apartemen yang Amora tempati. Setelah semalaman suntuk ia tak bisa tidur karena memikirkan pesan yang Rega kirimkan padanya, pagi-pagi buta Ia memutuskan untuk pergi ke apartemen Amora. Saat ia masuk ke dalam, ruangan Masih gelap gulita, bahkan bi Susi belum bangun dari tidur. Dirga menatap jam yang ada di pergelangan tangannya dan masih menunjukkan pukul 04.00 subuh. Ia melihat pintu ruangan Amora. Tanpa pikir panjang ia melangkah mendekati pintu tersebut dan membukanya. Amora masih tertidur pulas, itulah yang ia lihat di hadapannya saat ini. Dirga mendekat secara perlahan, dan entah kenapa ia merasa tenang melihat Amora yang seperti ini, daripada harus melihat Amora yang selalu mual dan muntah di kamar mandi.Dirga melihat sisi kosong yang ada di samping Amora. Ia pun memutuskan untuk berbaring di sana dan tak lama Ia pun tertidur. Sinar mentari pagi mulai menyapa di balik gorden yang ada di kamar Amora. Wa

    Last Updated : 2024-12-05

Latest chapter

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    82. Ciuman Tanpa Henti

    Silva mendorong Ryan yang tak mau menghentikan ciuman tersebut. Ia dibuat sesak nafas karena ulah Ryan."Ryan!" Teriaknya."Apa?""Kamu, apaan sih!""Apa?""Kamu mau bunuh aku?""Nggak. Aku cuma sedikit kesal."Silva menautkan alisnya, "kesal? Kenapa?""Karena Dirga yang lebih dulu melakukannya. Berarti Dirga itu ciuman pertamamu kan." Ucap Ryan yang cukup nampak cemburu,Silva menatap Ryan dengan tatapan tajam, seolah mencoba memahami apa yang baru saja keluar dari mulutnya. "Ryan, kamu nggak waras ya? Kita lagi ngomongin apa, kenapa tiba-tiba kamu jadi cemburu sama Dirga?"Ryan mendengus pelan, lalu menyandarkan punggungnya ke sofa. "Aku nggak cemburu," jawabnya, meskipun nada suaranya terdengar jelas bertentangan dengan pernyataan itu.Silva mendekat, menyilangkan tangan di depan dadanya. "Oh, jadi kamu nggak cemburu? Terus kenapa kamu marah-marah soal Dirga? Ciuman pertama, segala macam... Itu hal yang udah lewat, Ryan."Ryan memalingkan wajah, matanya menatap kosong ke arah jende

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    81. Ciuman Cemburu

    Silva duduk di sofa ruang tamunya dengan tangan yang saling menggenggam erat. Wajahnya tampak tegang saat Ryan berdiri di depannya, tatapannya penuh dengan campuran amarah dan kebingungan. Ryan baru saja selesai berbicara, meyakinkan Silva untuk membiarkannya ikut campur dalam masalahnya dengan Adrian. Tapi Silva menggeleng pelan, menunduk, dan menarik napas panjang sebelum akhirnya mengangkat wajahnya.“Ryan, aku nggak mau kamu terlibat,” ucapnya, suaranya rendah tapi penuh ketegasan. “Ini masalahku, bukan masalahmu. Aku nggak ingin kamu terseret ke dalam kekacauan ini. Adrian bukan orang yang mudah dihadapi, dan aku nggak mau kamu celaka karenanya.”Ryan mendengus kesal, melipat tangannya di dada. “Silva, aku nggak peduli siapa Adrian atau seberapa berbahayanya dia. Aku peduli sama kamu, dan aku nggak akan tinggal diam kalau dia terus memperlakukanmu seperti ini. Dan harusnya kamu yang nggak usah berurusan dengan pria itu."“Tapi aku peduli sama kamu, Ryan!” Silva membalas dengan n

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    80. teman biasa?

    Ryan tersentak ketika ponselnya bergetar di atas meja. Namun, dering itu hanya berlangsung sebentar. Ia segera melirik layar ponselnya, dan alisnya langsung bertaut saat melihat nama Silva muncul di sana. Tanpa berpikir panjang, Ryan segera menekan tombol panggil untuk menghubungi Silva kembali.Panggilan itu tersambung setelah beberapa nada. Namun, suara di seberang terdengar lemah, hampir tidak terdengar. "Silva? Kamu di mana? Kenapa telepon aku? Terjadi sesuatu?" Ryan langsung bertanya dengan nada cemas.Silva menghela napas panjang sebelum menjawab. Suaranya terdengar bergetar. "Aku… aku ada di apartemen. Aku butuh bicara sama kamu, Ryan," katanya singkat."Apartemenmu?" Ryan memeriksa jam di dinding. Sudah hampir tengah malam. "Apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja?""Tolong datang, Ryan. Aku nggak tahu harus ngomong sama siapa lagi," suara Silva terdengar putus asa. Itu cukup bagi Ryan untuk langsung bangkit dari tempat duduknya dan mengambil kunci mobil."Baik, tunggu di sana.

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    79. Tak ingin dihantui lagi

    Silva berdiri di depan apartemen mewah milik Adrian, menggenggam tas tangannya erat-erat seolah-olah itu adalah satu-satunya yang bisa memberikan keberanian. Ia menatap pintu besar di depannya, merasakan gemuruh di dadanya yang semakin kuat. Keputusannya untuk datang ke sini tanpa memberi tahu Ryan terasa seperti beban yang berat, namun ia tahu bahwa ini adalah sesuatu yang harus ia selesaikan sendiri.Langkahnya terasa berat ketika ia mendekati pintu dan menekan bel. Hanya beberapa detik kemudian, suara Adrian terdengar dari interkom, dingin namun penuh kendali. "Silva. Aku tidak menyangka kamu akan datang. Naiklah."Pintu otomatis terbuka, dan Silva melangkah masuk ke dalam gedung. Lift membawanya ke lantai tertinggi, tempat Adrian tinggal. Setiap lantai yang terlewati membuat jantungnya berdetak semakin cepat. Ia bertanya-tanya apakah keputusannya ini benar, namun ia menepis keraguan itu. Ia tidak ingin terus dibayangi oleh masa lalu.Ketika pintu lift terbuka, Adrian sudah berdiri

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    78

    Ryan duduk di sofa ruang tamu apartemen Silva, tangannya menggenggam sebuah map cokelat yang terlihat cukup tebal. Raut wajahnya tegang, mencerminkan keseriusan yang jarang Silva lihat sebelumnya. Sementara itu, Silva duduk di sampingnya dengan gelisah, jemarinya saling meremas tanpa sadar. Suasana di ruangan itu mendadak terasa sunyi, hanya terdengar suara kipas angin yang berputar pelan.Dengan gerakan perlahan, Ryan membuka map tersebut dan menarik napas panjang sebelum menyerahkannya kepada Silva. "Baca ini," katanya singkat, nadanya dingin namun tegas.Silva menatap map itu dengan keraguan. Tangannya sedikit gemetar saat menerimanya. Ia membuka map tersebut dan mulai membaca lembar demi lembar dokumen yang ada di dalamnya. Pandangannya segera berubah, dari kebingungan menjadi ketakutan."Ryan... bagaimana kamu bisa mendapatkan semua ini?" tanya Silva dengan suara bergetar. Ia menatap Ryan, berharap ada jawaban yang membuatnya merasa lebih tenang. Namun Ryan hanya diam, menatapnya

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    77. mencoba mencari tahu

    Ryan duduk di sofa ruang tamu apartemen Silva, tangannya memegang secangkir kopi yang sudah mulai dingin. Pandangannya tertuju pada Silva yang sedang membereskan beberapa buku di rak. Ia juga menatap senyum tipis yang selalu terbit dari bibir Silva. Dan entah kenapa ia menyukai senyum tersebut.“Sepertinya hidupmu sekarang jauh lebih tenang, ya?” Ryan membuka pembicaraan dengan nada santai. Silva menoleh, senyumnya kecil tapi tulus. “Iya, sejak Tante Nina berhenti menghubungiku, aku merasa seperti bisa bernapas lagi,” jawabnya sambil meletakkan buku terakhir di rak.“Syukurlah,” ujar Ryan sambil mengangguk. “Aku senang melihat kamu mulai pulih. Tapi... apa kamu yakin dia benar-benar sudah berhenti? Maksudku, Tante Nina bukan tipe orang yang menyerah begitu saja.” Silva terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Ryan. “Aku nggak tahu, Ryan. Tapi sampai sekarang dia nggak lagi menghubungiku, dan itu sudah lebih dari cukup buatku. Setidaknya untuk sementara waktu aku bisa bernafas lega tanp

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    76. Makanan Buatan Mama Mertua

    Detik berlalu begitu lama menurut Amora. Padahal setelah panggilan itu tertutup baru lewat 2 menit saja. Namun ia sudah merasa seperti 2 jam menunggu mertuanya keluar dari kamar. Ia benar-benar Tak sabar bisa masak bersama dengan ibu mertuanya itu. Impian semua menantu bukan? Bisa akrab dengan ibu mertua. Karena memang faktanya yang selalu menjadi banyak masalah dan momok menakutkan bagi menantu dalam rumah tangga adalah mertua perempuan.Dan saat ia sudah bisa berhasil membujuk mertua perempuannya untuk melihat dirinya secara baik-baik terlebih dahulu, membuat Amora cukup bangga dengan usahanya. Tapi yakin ini baru di awal saja karena masih ada beberapa rintangan lagi yang tentunya harus ia jalani. Pintu kamar tiba-tiba terbuka memunculkan Nina dengan pakaian santainya. Ia menatap Amora sekilas selalu melenggang menuju dapur. "Ngapain kamu masih duduk di sana, sini masak sama saya." Ucap Nina dengan ketus namun suaminya paham jika istrinya itu sebenarnya sudah menganggap Amora sebag

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    75. Nina Mulai Luluh

    Malam semakin larut, dan hawa dingin mulai menyelimuti taman rumah Dirga. Kiara menarik jaketnya lebih rapat sambil menguap kecil. Rasa kantuk mulai menyerangnya. Ia menguap beberapa kali membuat Dion tertawa gemas. “Sepertinya ada yang sudah tak bisa menahan kantuknya lagi." Goda Dion.Kiara tersenyum malu, "aku Ngantuk, masuk yuk." Jawabnya sambil berdiri. Dion mengangguk setuju. Kiara melangkah lebih dulu berjalan menuju pintu masuk rumah dan Dion mengekori dari belakang. Mereka saling bertukar pandang dan tersenyum sebelum berpisah di lorong menuju kamar mereka masing-masing.Sementara itu di kamar Dirga, pasangan suami istri itu belum tertidur. Keduanya masih asik berbicara hal-hal kecil dengan suasana yang nyaman. "Mas nggak pernah ke rumah mami lagi?" Tanya Amora sembari memainkan jemari suaminya.Dirga menghela nafas panjang. "Mas belum sempat. Lagian untuk saat ini berjumpa dengan Mami hanya akan menambah emosi Mas saja. Jadi lebih baik seperti ini dulu." "Tapi mas, bagai

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    74. Memulai dengan lebih baik

    Ryan berdiri di dapur apartemen Silva, memandang sekeliling dengan sedikit kebingungannya. Dapur itu tidak terlalu besar, namun cukup nyaman dan rapi. Bau masakan ringan mulai tercium dari kompor, tanda bahwa suasana sudah kembali tenang setelah kejadian yang cukup membuat hati mereka berdua berdebar. Silva, yang tadi sempat canggung dan bingung, kini sudah mulai tersenyum sedikit saat berjalan mendekat dengan tangan membawa bahan-bahan untuk makan malam."Jadi, apa yang harus kita masak?" tanya Silva sambil membuka lemari es, memilih beberapa bahan yang akan dijadikan hidangan malam itu. Ryan, yang masih agak terkejut dengan kejadian sebelumnya, akhirnya tersenyum tipis. "Bagaimana kalau pasta?" jawabnya, berharap agar pilihannya itu tidak membuat suasana menjadi canggung lagi. Silva mengangguk, lalu mulai mengeluarkan peralatan masak dengan cekatan. "Pasta ya? Aku setuju. Tapi kamu bantu, kan?" tanyanya dengan sedikit gurauan, mencoba membuat suasana semakin ringan.

DMCA.com Protection Status