Share

Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan
Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan
Penulis: Rilla

Bagian 1

Penulis: Rilla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-17 00:22:05

"Kami sudah bicara dengan pihak administrasi rumah sakit mbak. Kalau dalam waktu satu Minggu ke depan mbak tidak melunasi tunggakan biaya perawatan, kami terpaksa menghentikan semua hal yang berkaitan dengan perawatan ayah mbak."

Amora menatap kertas tagihan rumah sakit di tangannya dengan tatapan kosong. Angka-angka besar yang tertera di sana seolah menekan dadanya hingga sulit bernapas. Ia bahkan masih bisa mengingat dengan jelas apa yang petugas administrasi itu katakan padanya. 

Ayahnya masih terbaring koma, bergantung pada alat-alat medis yang biayanya terus membengkak setiap hari. Sudah tidak ada lagi yang bisa dijual, tidak ada keluarga yang bisa diandalkan, dan penghasilannya sebagai karyawan pemasaran bahkan tidak cukup untuk membayar seperempat dari total tagihan itu.

Ingin meminjam pada kantornya, sangat tidak mungkin. karena dirinya juga baru saja bekerja sejak dua bulan yang lalu. kantor mana yang mau meminjamkan uang sebanyak ini pada karyawan yang baru bekerja dua bulan.

Amora menggigit bibir, pikirannya kacau, bingung harus mencari pinjaman dari mana lagi. Waktu terus berjalan, dan ancaman penghentian pengobatan ayahnya semakin mendekat.

Amora menjambak rambutnya. Entah sudah yang keberapa kali ia melakukan itu. Bahkan helaian rambutnya yang tercabut masih melilit di jemarinya.

Ia kembali meremas kertas tagihan itu dengan tangan gemetar, kepalanya tertunduk dalam kebingungan. Namun, di tengah kegalauannya, sebuah nama melintas di benaknya—Dirga. Bosnya di kantor, pria yang dulu pernah menjadi sosok yang diam-diam ia kagumi semasa SMA.

Sekarang, Dirga adalah CEO sukses dengan kekuasaan dan kekayaan yang tak terbatas. Tapi, Amora tahu betul seperti apa Dirga—dingin, tak tersentuh, dan selalu menjaga jarak dari semua orang, termasuk dirinya.

Tapi ia tak ada pilihan lain. Hanya Dirga yang bisa ia andalkan saat ini. Dan dalam doanya ia berharap, Dirga mau membantunya.

__

Amora berdiri di depan pintu apartemen Dirga, jantungnya berdegup kencang. Wajahnya sudah tidak asing, tetapi hatinya tetap bergemuruh. Dirga—pria yang dulu menjadi pusat perhatiannya saat SMA, meski perasaannya tak pernah dibalas. Kini, mereka bertemu lagi, namun dalam situasi yang sangat berbeda. Dirga bukan hanya pria yang dulu ia kagumi, tetapi juga bosnya di kantor, meskipun untuk saat ini, mereka berdua bukan berada dalam konteks pekerjaan.

Pintu terbuka, dan Dirga muncul. Tak ada senyuman, hanya tatapan datar yang langsung menyapu Amora. Dia mengenakan pakaian santai, tetapi aura dinginnya tetap terasa.

"Ada apa?" Tanya Dirga datar.

Amora menelan ludah, merasa seolah ada jarak yang tak bisa ia jembatani meski mereka pernah mengenal satu sama lain.

"Maaf, aku tahu ini mungkin tidak tepat, tapi... aku butuh bantuanmu," ujarnya, berusaha menyembunyikan kecemasannya.

Dirga mengerutkan kening, tetapi tidak ada perubahan signifikan pada ekspresinya. "Bantuan?" tanyanya singkat, seolah tidak terlalu tertarik dengan penjelasan lebih lanjut.

Amora merasakan ketegangan di udara. "Ayahku koma di rumah sakit... dan aku... aku tidak bisa membayar biaya pengobatannya. Mereka bilang, jika tidak segera dilunasi, mereka akan menghentikan perawatan." Suaranya mulai tercekat. "Aku tidak tahu harus pergi ke siapa lagi, Dirga. Aku... aku butuh bantuanmu."

Dirga tetap terdiam sejenak, menilai Amora dengan tatapan kosong, Amora merasakan panas di wajahnya, tidak tahu harus menjelaskan apa lagi. "Aku... tidak tahu siapa lagi yang bisa aku minta tolong. Aku hanya... butuh bantuanmu sekarang."

Dirga menghela napas pelan, lalu melangkah mundur, membuka pintu sedikit lebih lebar. "Masuk." Titahnya.

Amora melangkah masuk ke dalam apartemen Dirga, terkesan dengan kemewahan yang mengelilinginya. Ruangan luas, dengan lantai marmer mengkilap dan lampu gantung kristal yang memberikan kesan dingin dan elegan. Setiap detilnya terasa begitu terjaga, sama seperti Dirga—pria yang kini menjadi bosnya, namun di sini, mereka hanya dua orang yang terikat kenangan masa lalu yang jauh berbeda.

Dirga melangkah lebih dulu dan mengisyaratkan Amora untuk duduk di sofa kulit hitam yang terletak di tengah ruang tamu. Amora duduk dengan gugup, menahan perasaan cemas yang semakin menggerogoti dirinya.

Dirga duduk di sofa yang ada di seberang meja yang masih berhadapan dengan Amora, tatapannya tajam dan dingin, seperti seorang bos yang tidak terpengaruh oleh apa pun. "Jadi, kamu datang ke sini untuk meminta bantuan?" suaranya terdengar datar, tanpa sedikit pun ekspresi.

Amora menunduk, mencoba mengumpulkan keberanian. Amora mengangguk takut. "Aku sungguh tak tahu lagi harus meminta bantuan siapa Dirga." Ucapnya.

Dirga mendengus, ekspresinya tak berubah. "Kamu pikir aku akan membantu hanya karena kita pernah satu sekolah?" katanya dengan nada meremehkan. "Aku menerima kamu bekerja bukan karena kita kenal dulu, Amora. Jangan coba memanfaatkan momen ini."

Amora merasa tubuhnya kaku, setiap kata Dirga seolah menusuk, membuatnya merasa kecil. "Aku hanya... butuh bantuan, Aku tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini jika ayahku meninggal Dirga." Ucapnya lirih, suaranya tenggelam dalam keheningan yang berat.

"Dan Kamu pikir aku peduli dengan kondisimu saat ini? Sekarang Kamu bawahanku Amora, bukan teman satu sekolah lagi."

Jawaban Dirga membuat Amora semakin terpuruk. Hidup sendiri tanpa ayahnya saat ini menjadi momok paling menakutkan baginya. Ia tak mau itu terjadi dalam hidupnya.

Amora kembali menatap Dirga. Namun saat ia ingin buka suara Kembali, geraknya dihentikan karena ponsel Dirga yang tiba-tiba berbunyi.

Dirga langsung berdiri dari duduknya dan beranjak sedikit menjauh dari Amora.

Amora melirik ke arah Dirga. Kenangan bagaimana ia dulu menyukai Dirga secara diam-diam kembali terkenang di memorinya. Dan menerima kenyataan jika sekarang posisi Dirga adalah bosnya di kantor membuat Amora merasa kecil. Perasaan yang dulu ia punya untuk Dirga seketika memilih untuk bersembunyi dan mengunci diri di sudut hatinya yang paling dalam. Semuanya akan terasa sulit jika perasaan itu saat ini masih ada.

Amora menghela nafas panjang. Ia mencoba meyakinkan dirinya jika keberadaannya di sini hanya demi pengobatan ayahnya.

Dirga kembali ke ruang tamu setelah menerima telepon, langkahnya tenang namun berwibawa. Dia duduk di sofa di hadapan Amora, menyilangkan kaki dengan sikap santai, namun tatapannya tetap tajam dan tak terbaca. Suasana ruangan itu terasa semakin dingin, seolah memantulkan sikap Dirga yang tak terjangkau.

Amora menatapnya dengan penuh harap, meski ketegangan menggantung di udara. Napasnya sedikit tertahan ketika Dirga membuka mulut untuk berbicara.

"Aku akan membayar semua tunggakan biaya rumah sakit ayahmu," kata Dirga dengan nada datar, tanpa sedikit pun menunjukkan emosi.

Mata Amora melebar. Seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Benarkah?  Dirga, ini bukan sebuah lelucon kan? Ini, Dirga, terima kasih banyak, aku—"

"Tapi," potong Dirga cepat, suaranya lebih rendah namun tetap penuh otoritas, "ada satu syarat."

Amora terdiam, merasa sesuatu yang besar akan segera terjadi. Jantungnya berdegup lebih kencang. "Syarat apa?" tanyanya dengan suara bergetar.

Dirga menatap lurus ke arahnya, matanya seperti berlian yang dingin dan tajam. "menikahlah denganku dan lahirkan seorang anak untukku."

*****

Bab terkait

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 2

    "Me--menikah?"Kalimat itu jatuh seperti petir yang menyambar di tengah keheningan. Amora membeku di tempatnya, pikirannya berputar tanpa kendali. "Melahirkan seorang anak?" bisiknya, seolah berharap ia salah dengar. "Kamu... kamu tidak serius, kan?" tanyanya dengan suara gemetar, mencoba mencari tanda-tanda bahwa ini hanyalah gurauan yang kejam."Tak ada yang bercanda dari ucapanku Amora. Dan Setelah anak itu lahir," lanjut Dirga dengan nada rendah, "pernikahan kita akan berakhir. Aku hanya membutuhkan seorang keturunan, tidak lebih."Kata-kata itu menghantam Amora seperti badai. Napasnya tercekat, dan ia hanya bisa menatap Dirga dengan ekspresi terkejut sekaligus terluka. Pria itu tidak sedikit pun memalingkan wajahnya atau menunjukkan keraguan. Ia seperti batu karang yang tidak bisa digoyahkan oleh badai emosi apa pun.Amora masih terpaku, pikirannya berkecamuk dengan berbagai emosi yang bercampur aduk. Namun, Dirga tidak memberinya waktu lama untuk mencerna semuanya."Jika kau se

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 3

    Amora berdiri di depan cermin besar di kamar apartemen baru yang kini disebut sebagai "rumah." Ia baru saja 'sah' menjadi istri seorang Dirgantara. bahkan Gaun putih sederhana yang ia kenakan tadi masih membalut tubuhnya dengan sangat indah. Jika pernikahan ini karena cinta, Sudah bisa dipastikan dirinya akan menjadi pengantin wanita paling bahagia di dunia ini. tapi nyatanya, Ia harus menelan pil pahit karena semuanya hanyalah sebuah perjanjian. Pernikahan yang sangat Amora impikan, hanyalah sebuah perjanjian. Amora semakin dibuat lirih saat ia menatap jari manisnya yang tak melingkar apapun. Seharusnya ada cincin di sini. tapi justru yang ia lihat hanyalah jemarinya saja tanpa cincin pengikat."Hahaha, Apa yang kau harapkan Amora! semuanya hanya perjanjian. Hamil lah dan lahirkan anaknya setelah itu kau harus siap dibuang seperti sampah." Ujarnya pada dirinya sendiri sembari menatap ke depan cermin."Oh, kau masih di depan cermin? keluarlah! Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 4

    Jam menunjukkan pukul tiga subuh. Dirga masih terjaga setelah pergulatan panjangnya dengan Amora yang baru selesai satu jam yang lalu. Ia tak menyangka keberanian Amora membuat mereka berakhir di atas ranjang yang sama. Entah berapa kali ia melepaskan calon anaknya di Rahim Amora. Dan ia berharap jika itu bisa cepat menghasilkan. Dirga memejamkan matanya. Ia bersandar di sandaran tempat tidur. Hanya sebentar, ia kembali membuka matanya dan menatap Amora yang kini sudah terlelap dengan tubuh telanjang yang hanya ditutupi selimut tebal. Tatapan Dirga terlihat kosong. Ia kembali teringat satu bulan yang lalu, kakeknya memberikan ancaman padanya.Satu bulan yang lalu, "Dirga, jangan bermimpi menjadi penerus utama keluarga ini jika kau belum memiliki keturunan. Warisan ini bukan untuk pria yang tak bisa melanjutkan garis keluarga." Dirga mengepalkan tangannya, merasa terdesak oleh tuntutan keluarga yang tak pernah memberinya ruang untuk memilih. Itulah alasan ia membuat keputusan dingin

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 5

    Dirga duduk di ruang kerja di kantornya, mencoba fokus pada dokumen yang terbuka di hadapannya. Namun, pikirannya terus kembali pada wajah Amora yang basah oleh air mata yang ia lihat tadi malam saat ia hendak kembali ke apartemen lama dan hendak melihat keadaan Amora untuk sebentar.Ia tak pernah peduli sebelumnya-air mata orang lain adalah urusan mereka, bukan urusannya. Tapi kali ini berbeda. Ada sesuatu yang aneh mengusik hatinya, seperti duri kecil yang menyakitkan meski tak terlihat. Dirga menepis pikirannya, menganggap itu hanya rasa bersalah yang seharusnya tak perlu ia rasakan. "Dia tahu konsekuensinya," gumamnya pelan, tapi suara itu terdengar lebih seperti pembelaan daripada keyakinan.Namun semakin lama Dirga mencoba fokus, semua semakin membuatnya sakit kepala. Dirga memijat pelipisnya, mencoba menghalau rasa lelah yang tak biasa. Pikirannya terus mengembara, kembali ke apartemen tempat Amora berada. Sudah satu bulan mereka menikah, dan meskipun hubungan mereka didasark

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 6

    "Hamil?" Dirga menyipitkan matanya, tak menyembunyikan keterkejutannya. Apa benar Amora Hamil? Kalau benar, itu artinya ia akan segera mendapatkan keturunan. Ada rasa lega di hati Dirga. Karena sebentar lagi ia akan punya anak dan menjadi pewaris utama untuk Abraham Company.Tanpa bicara banyak lagi dengan Susi, Dirga kembali masuk ke dalam, ia mendorong pintu kamar Amora tanpa banyak basa-basi, langkahnya terhenti saat telinganya menangkap suara samar-samar seseorang yang muntah dari arah kamar mandi.Dahinya berkerut, dan tanpa berpikir panjang, ia berjalan cepat menuju kamar mandi yang pintunya sedikit terbuka."Amora?" panggilnya, suaranya tegas namun tak sepenuhnya dingin.Saat pintu terdorong lebih lebar, Dirga menemukan pemandangan yang membuat langkahnya terhenti. Amora berlutut di depan wastafel, tubuhnya tampak gemetar, satu tangan bertumpu di wastafel untuk menahan tubuhnya yang jelas lemas."Amora!" Dirga langsung menghampiri, menunduk di sampingnya. "Apa yang terjadi?"A

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 7 (21+)

    Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari dan Amora belum juga bisa tertidur. Sejak tadi otaknya berkelana membayangkan Dirga. Bukan membayangkan sesuatu yang baik, namun membayangkan sesuatu yang panas dan menggairahkan. Amora bahkan sampai menggigit bibir bawahnya. tak ada yang bisa ia lakukan untuk mewujudkan bayangannya tersebut.Amora melirik ponselnya. Ia mengambil ponsel tersebut dan langsung berkelana di dunia maya mencari perasaan apa yang saat ini ia rasakan dan setalah ia tahu, tubuhnya seketika menegang. "Jika tak kamu dapatkan, maka kamu akan selalu uring-uringan?" gumam Amora sembari membaca tulisan yang tertera pada artikel yang ia temukan.lagi-lagi Amora menggigit bibir bawahnya. Namun detik berikutnya ia menggeleng kuat. "Nggak mungkin. pasti ini cuma keinginan semu semata." Ucapnya mencoba membantah. Agar ia tak berlarut dalam situasi aneh seperti ini, Amora pun memutuskan untuk keluar dari kamar. Walaupun AC di kamarnya sangat dingin namun entah kenapa ia merasa k

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 8 : Munculnya Pesaing

    Amora terbangun dengan tubuh terasa lebih ringan dan segar. Ia membuka matanya perlahan, membiarkan cahaya matahari pagi menyapanya dari sela tirai kamar yang tertutup dan ditiup angin. Saat ia menyibak selimut, seketika wajahnya memanas. Tubuhnya... kosong. Tak sehelai benang pun melekat di kulitnya.Ia terdiam beberapa saat, mencoba mencerna situasi. Ketika ingatan tentang kejadian semalam kembali menghampiri, wajahnya seketika memerah. Dirga. Ia dan Dirga... Amora menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menutupi rasa malunya meski ia hanya seorang diri di kamar itu.Ia teringat betapa ia tak bisa menahan dirinya tadi, rasa manja yang muncul tiba-tiba saat ia ngidam untuk dipeluk oleh Dirga. Ia bahkan mengingat dengan jelas bagaimana ia meminta Dirga untuk memeluknya dan keributan kecil perihal es krim miliknya yang dibuang Dirga. Otaknya kembali mengingat bagaimana Dirga akhirnya menuruti keinginannya dan memeluknya erat, Amora tak bisa menahan senyum kecil yang muncul di

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    9. Rencana Tinggal Bersama

    Dirga baru saja sampai di apartemen yang Amora tempati. Setelah semalaman suntuk ia tak bisa tidur karena memikirkan pesan yang Rega kirimkan padanya, pagi-pagi buta Ia memutuskan untuk pergi ke apartemen Amora. Saat ia masuk ke dalam, ruangan Masih gelap gulita, bahkan bi Susi belum bangun dari tidur. Dirga menatap jam yang ada di pergelangan tangannya dan masih menunjukkan pukul 04.00 subuh. Ia melihat pintu ruangan Amora. Tanpa pikir panjang ia melangkah mendekati pintu tersebut dan membukanya. Amora masih tertidur pulas, itulah yang ia lihat di hadapannya saat ini. Dirga mendekat secara perlahan, dan entah kenapa ia merasa tenang melihat Amora yang seperti ini, daripada harus melihat Amora yang selalu mual dan muntah di kamar mandi.Dirga melihat sisi kosong yang ada di samping Amora. Ia pun memutuskan untuk berbaring di sana dan tak lama Ia pun tertidur. Sinar mentari pagi mulai menyapa di balik gorden yang ada di kamar Amora. Wa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05

Bab terbaru

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    102 (Tamat)

    Kehamilan Silva berjalan lancar, meski seperti kebanyakan wanita hamil, ia juga mengalami morning sickness yang cukup parah. Setiap pagi, Ryan selalu membantu istrinya menghadapi mual dan muntah yang tidak bisa dihindari. Ia memastikan Silva tetap terhidrasi dengan memberikan air jahe hangat yang bisa membantu meredakan rasa mualnya. Namun, hal yang paling membuat Ryan pusing adalah ketika Silva mulai mengidam. Keinginan Silva seringkali datang tiba-tiba, dan bukan hal yang biasa. Mulai dari rujak pedas tengah malam hingga kue-kue tradisional yang sulit ditemukan, semua itu harus Ryan usahakan demi membahagiakan istrinya.Suatu malam, Silva tiba-tiba membangunkan Ryan yang sedang tertidur lelap. Dengan wajah memelas, ia berkata, "Sayang, aku pengen makan durian." Ryan yang setengah sadar hanya bisa mengernyitkan dahi. "Durian? Sekarang? Sayang, ini sudah hampir tengah malam," jawabnya sambil melirik jam di meja. Tapi melihat wajah Silva yang tampak begitu menginginkan hal itu, Ryan

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    101

    Dua bulan setelah pernikahan mereka, kehidupan Ryan dan Silva berjalan begitu tenang dan bahagia. Tidak ada lagi bayangan Adrian yang mengusik, dan masalah-masalah yang dulu sempat menghantui mereka kini hanya menjadi kenangan buruk yang semakin memantapkan hubungan mereka. Pagi itu, Silva bangun lebih awal dari biasanya. Ia merasakan sesuatu yang berbeda dalam tubuhnya—mual ringan dan rasa lelah yang tidak biasa. Selain itu, ia menyadari bahwa siklus bulanannya terlambat beberapa hari. Rasa penasaran langsung menggelitik pikirannya.Setelah memastikan Ryan masih tertidur lelap di kamar, Silva memutuskan untuk memeriksa hal itu sendiri. Ia mengambil tes kehamilan yang sudah ia simpan sejak satu bulan yang lalu. Tangannya sedikit gemetar saat mencelupkan alat itu ke dalam sampel yang ia ambil. Beberapa menit menunggu terasa seperti seabad baginya. Ketika hasil akhirnya keluar, dua garis merah muncul di alat itu, jelas dan nyata. Silva terdiam beberapa saat, mencoba mencerna kenyataan

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    100

    Pagi itu, Tuan Wijaya melangkah masuk ke ruang kerja Dirga dengan langkah yang terasa berat. Pria paruh baya itu membawa beban yang begitu besar di pundaknya. Wajahnya yang biasanya penuh dengan wibawa kini tampak suram. Dirga yang sedang memeriksa dokumen di mejanya itu dibuat terganggu dengan kehadiran sekretarisnya yang memberi kabar jika ada tamu yang ingin bertemu dengan Dirga di luar. Awalnya Dirga sedikit ragu namun akhirnya ia mengizinkan tamu tersebut untuk masuk.Saat suara ketukan pintu terdengar Dirga pun langsung mengangkat kepala ketika melihat tamunya. "Tuan Wijaya?" tanyanya, setengah terkejut. Tamu ini adalah seseorang yang jarang sekali mau menemui orang lain terlebih dahulu. "Silakan duduk," sambung Dirga sembari mengisyaratkan kursi di depannya. Tuan Wijaya tersenyum tipis, lebih seperti usaha untuk menyembunyikan rasa malunya.Setelah duduk, Tuan Wijaya langsung membuka pembicaraan tanpa basa-basi. "Dirga, aku datang ke sini bukan hanya sebagai pemimpin perusaha

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    99

    Adrian duduk di kursi kantornya dengan wajah yang penuh emosi. Berkas-berkas laporan keuangan yang berserakan di mejanya menjadi bukti nyata kehancuran yang tengah melanda perusahaannya. Sementara itu, Tuan Wijaya, ayah Adrian, tampak berdiri di depan jendela besar ruangan tersebut dengan wajah penuh kekhawatiran. “Adrian, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa para investor kita tiba-tiba menarik diri tanpa alasan yang jelas?” tanyanya dengan nada tajam. Adrian hanya menghela napas panjang sambil memijat pelipisnya. “Aku sedang mencoba mencari tahu, Ayah. Tapi ini semua terjadi begitu cepat. Aku yakin ini bukan kebetulan,” jawabnya dengan suara rendah namun penuh amarah.Adrian merasa ada sesuatu yang tidak beres. Perusahaan mereka, yang selama ini berdiri kokoh, kini berada di ambang kehancuran. Salah satu manajer keuangan masuk ke ruangan dengan raut wajah cemas, membawa kabar yang semakin memperburuk suasana. “Pak Adrian, maaf mengganggu. Kami baru saja menerima kabar bahwa bebera

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    98

    Malam itu, setelah semua tamu pulang dan suasana pesta perlahan mereda, Ryan dan Silva akhirnya masuk ke kamar yang telah disiapkan khusus untuk mereka. Kamar itu begitu hangat, dengan lilin-lilin yang menyala lembut dan bunga mawar yang tersebar di beberapa sudut ruangan. Silva berjalan pelan, matanya menyapu setiap sudut kamar dengan ragu-ragu. Gaun pengantinnya masih dikenakan, membuatnya terlihat seperti sosok putri di negeri dongeng. Sementara itu, Ryan berdiri di dekat pintu, memandangi istrinya dengan senyum kecil yang tidak bisa ia sembunyikan. "Kamu terlihat cantik sekali malam ini," bisik Ryan, membuat wajah Silva memerah.Silva memalingkan wajah, mencoba menyembunyikan rasa malunya. "Kamu terlalu sering memujiku hari ini," jawabnya pelan. Ryan melangkah mendekat, melepaskan jasnya dan menggantungnya di kursi dekat tempat tidur. "Aku hanya mengatakan apa yang aku lihat," balasnya sambil menatap Silva dengan lembut. Malam itu terasa begitu berbeda, ada kehangatan yang me

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    97

    Pagi itu, udara terasa segar di villa yang terletak di daerah pegunungan. Silva sedang duduk di depan meja rias dengan wajah yang dihiasi senyum tipis. Di belakangnya, seorang perias sedang sibuk menyempurnakan make-up-nya. Gaun pengantin berwarna putih dengan detail renda yang indah tergantung di dekat jendela, memantulkan sinar matahari pagi. Silva menatap pantulan dirinya di cermin, mencoba menenangkan debaran jantungnya. "Nona, Sepertinya kau terlihat sangat gugup. Cobalah untuk menenangkan diri. Sebuah pernikahan itu memang mendebarkan." Ucapnya.Silva tersenyum kikuk. "Aku tak tahu rasanya akan sungguh segugup ini. Supercar dari kebun kupu-kupu yang saat ini berterbangan dalam perutku." Jawabnya yang langsung membuat penata rias tersebut tertawa. "Dulu saat aku menikah, aku juga merasakan hal yang sama dengan apa yang gak nona rasakan. Jantungku bahkan berdegup tak karuan, tubuhku panas dingin dan keringat dingin keluar dari pori-pori wajahku. Tapi satu hal yang membuatku ban

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    96

    Begitu orang tua Adrian meninggalkan rumah, suasana di ruang tamu keluarga Silva terasa sangat tegang. Ayah Silva menyandarkan tubuhnya di sofa, mencoba menenangkan diri, sementara ibu Silva tampak mondar-mandir dengan ekspresi cemas. "Mereka benar-benar tidak menyerah, yah? Aku bahkan tidak tahu harus berkata apa tadi," ucap ibu Silva dengan nada bergetar. Ayah Silva menghela napas panjang, mencoba meredam amarah yang sejak tadi ia tahan. Kekhawatirannya terpusat pada Silva. Ia tak ingin Adrian nekat pada anaknya itu yang membuat Silva berada dalam masalah."Aku akan menelepon Ryan. Dia harus tahu tentang ini," katanya sambil mengambil ponselnya dari meja. Ibu Silva berhenti sejenak, menatap suaminya dengan mata penuh kekhawatiran. "Kamu yakin mas kita perlu melibatkan Ryan? Aku tidak ingin masalah ini semakin besar, apalagi Ryan dan anak kita akan segera menikah." ucapnya ragu. "Justru karena ini semakin serius, kita perlu memberitahunya, apalagi perihal Adrian ini Ryan juga sud

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    95

    Pagi itu, meja makan keluarga Adrian diisi suasana yang berbeda. Biasanya, sarapan mereka dipenuhi dengan obrolan ringan tentang pekerjaan atau rencana hari itu, tapi kali ini topiknya berpusat pada satu nama: Silva. Adrian duduk dengan raut wajah serius, tatapannya kosong saat menyendok sarapannya. Ibunya, yang duduk di sebelahnya, memecah keheningan. "Adrian, mungkin kita harus mencoba cara lain. Bagaimana kalau kita menemui orang tua Silva langsung?" ucapnya hati-hati, berharap tidak memancing emosi putranya. Adrian berhenti mengunyah, menatap ibunya dengan sedikit ketertarikan. "Ayah sama bunda yakin mereka tahu di mana Silva dan akan memberitahukan pada kita?" tanyanya dingin. Sang ayah, yang duduk di ujung meja, menimpali, "Kalau mereka tidak tahu, siapa lagi yang tahu? Lagipula, mereka pasti tidak akan bisa menutupinya terlalu lama. Lambat laun semua akan terbongkar." Ucap pria paruh baya tersebut.Adrian memandang kedua orang tuanya dengan penuh harap, seolah menemukan sece

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    94

    Ryan sedang sibuk mengurus semua dokumen dan administrasi yang dibutuhkan untuk mendaftarkan pernikahannya dengan Silva. Ia ingin memastikan semuanya berjalan lancar tanpa hambatan sedikit pun. Meski hari pernikahan itu akan dilaksanakan secara sederhana sesuai permintaan Silva, Ryan tak ingin mengurangi makna dari momen sakral tersebut. Dengan bantuan Dirga yang memastikan keamanan acara dan Amora yang mendampingi Silva dalam setiap persiapannya, Ryan merasa tenang. Ia sangat menghargai dukungan keluarga Dirga, terlebih hubungan Silva dan Amora yang semakin dekat membuat segala sesuatunya terasa lebih ringan.Di tempat lain, Silva baru saja tiba di sebuah butik bersama Amora. Mereka ditemani dua orang penjaga yang ditugaskan oleh Ryan untuk memastikan keamanan Silva. Amora, dengan gaya cerianya, segera menarik tangan Silva ke rak-rak gaun pengantin yang berjejer dengan desain menawan. "Kita harus pilih yang paling cantik! Ryan pasti bakal terpukau melihatmu," ujar Amora sambil terkek

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status