Share

Bagian 5

Author: Rilla
last update Last Updated: 2024-10-17 13:49:21

Dirga duduk di ruang kerja di kantornya, mencoba fokus pada dokumen yang terbuka di hadapannya. Namun, pikirannya terus kembali pada wajah Amora yang basah oleh air mata yang ia lihat tadi malam saat ia hendak kembali ke apartemen lama dan hendak melihat keadaan Amora untuk sebentar.

Ia tak pernah peduli sebelumnya-air mata orang lain adalah urusan mereka, bukan urusannya. Tapi kali ini berbeda. Ada sesuatu yang aneh mengusik hatinya, seperti duri kecil yang menyakitkan meski tak terlihat.

Dirga menepis pikirannya, menganggap itu hanya rasa bersalah yang seharusnya tak perlu ia rasakan. "Dia tahu konsekuensinya," gumamnya pelan, tapi suara itu terdengar lebih seperti pembelaan daripada keyakinan.

Namun semakin lama Dirga mencoba fokus, semua semakin membuatnya sakit kepala.

Dirga memijat pelipisnya, mencoba menghalau rasa lelah yang tak biasa. Pikirannya terus mengembara, kembali ke apartemen tempat Amora berada. Sudah satu bulan mereka menikah, dan meskipun hubungan mereka didasarkan pada perjanjian dingin, entah kenapa ia merasa semakin sulit mengabaikan kehadirannya.

Setiap kali mereka berhubungan badan, ada sensasi yang tak bisa ia abaikan-bukan sekadar fisik, tapi sesuatu yang lebih dalam, seolah benang tak kasatmata mulai menghubungkan mereka.

Dirga menggeleng, mencoba menepis pikiran itu. "Omong kosong," gumamnya, tapi hatinya justru terasa semakin gelisah.

Apa ini? Ia tak pernah membiarkan siapa pun mendekat, tapi Amora... Amora membuatnya merasa berbeda, meski ia tak ingin mengakuinya.

Ponsel Dirga tiba-tiba berdering. Dan nama Bik Susi tertera di sana. Langsung saja ia mengangkatnya, namun belum juga Dirga bicara, suara cemas Bik Susi terdengar dari sana.

"Tuan, Non Amora menangis lagi. Saya tak tahu Apa penyebabnya Tuan. Dia menyebut nama Tuan." Ucap Susi.

Dirga menautkan alisnya. "Panggil nama saya?"

"Iya Tuan. Saya juga sudah tanya, tapi non Amora nya nggak mau jawab Tuan. Dia terus saja panggil nama Tuan."

"Baiklah. Tunggu di sana. Saya ke sana sekarang." Panggilan itu ditutup oleh Dirga lebih dulu. Pria itu meraih jas kerjanya yang tadi sempat ia buka. Dirga keluar Dari ruang kerjanya, berpesan pada sekretarisnya untuk tak mengganggunya hari ini.

Setelahnya, Dirga keluar dari kantor dan langsung melajukan mobilnya menuju apartemen dimana Amora berada.

Cukup lama waktu yang Dirga pakai untuk sampai di apartemen tersebut, karena memang Dirga sengaja mencari apartemen yang sedikit jauh dari kota.

Saat ia sudah sampai di apartemen, Dirga langsung berjalan cepat menuju lantai di mana Amora berada. Saat Dirga membuka pintu apartemen, ia sedikit tersentak karena mendengar suara Amora yang berteriak.

Spontan tanpa disadari Dirga berlari kencang menuju kamar Amora. Di dalam sudah ada Bik Susi yang menemani.

"Non, non Amora Kenapa sih? bibi bingung ini mau apa Non."

Amora menggeleng kuat, "Amora mau Dirga buk. Dirganya di mana?" Rengeknya manja. Dirga tersentak dari tempat ia berdiri. Entah bagaimana rasa hatinya saat ini saat mendengar rengekan Amora sembari memanggil namanya.

"Iya Non. Bibi tahu kalau non itu lagi rindu sama Tuan Dirga. Tapi kan Tuan Dirga nya belum sampai non. Tadi bibi sudah telepon Tuan Dirga juga."

"Nggak mau. Amora mau sama Dirga. Tapi nggak mungkin datang ya buk ya."

"Non jangan ngomong gitu. Tuan Dirga pasti datang non."

Amora menggeleng. Ia duduk di sudut tempat tidurnya, bahunya terguncang oleh isakan yang tak kunjung reda. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, tapi hanya berhasil menarik ingusnya ke dalam dengan suara yang terdengar jelas. Matanya bengkak, dan wajahnya memerah karena terlalu lama menangis.

"Aku, aku itu cuma..." Amora menghembuskan nafasnya kasar sedikit bergetar. Ia tak berani melanjutkan ucapannya sampai terdengar deheman Dirga.

Amora langsung memutar kepalanya menghadap Dirga. Dan wajahnya bersemu merah seketika. Seperti ada yang membuatnya malu.

"Nah benar kan non? Tua Dirga nya datang." Goda bik Susi. Amora kembali mengangguk dengan wajah malu.

"Bibik keluarlah dulu." Kini Dirga yang memerintahkan.

"Baik Tuan," bik Susi menatap Amora, "Bibik keluar dulu ya Non. Jangan nangis lagi."

Amora mengangguk. Setelahnya bik Susi keluar dari kamar dan Dirga melangkah masuk. Pria itu menutup pintu dan menguncinya. Jantung Amora seketika berdegup tak tentu ritme. Ia gugup setengah mati entah karena apa sampai Dirga berhenti di hadapannya.

Amora melirik Dirga. Tatapan itu tak terbaca. Ada rasa di dalam dirinya yang timbul, rasa yang memaksanya untuk memeluk Dirga, tapi otaknya masih waras untuk melakukan itu.

"Aku dengar kau membuat kegaduhan di sini," ucap Dirga, nadanya datar tanpa emosi.

Amora menggigit bibirnya, mencoba mengendalikan diri. Namun, dadanya sesak, emosinya bercampur aduk. Rasanya ia ingin melompat berdiri, memeluk pria itu, berharap menemukan sedikit kehangatan di balik dinginnya sikap Dirga. Tapi, ia terlalu malu. Ia tahu posisi dirinya di mata Dirga-sekadar istri kontrak tanpa arti lebih.

"Aku... maaf kalau mengganggu," jawab Amora lirih, nyaris tak terdengar.

Dirga menatapnya lebih tajam, tapi tak ada gerakan mendekat. "Aku hanya ingin memastikan kau tidak membuat keributan yang lebih besar. Itu saja," katanya dingin.

Amora mendongak sejenak, matanya bertemu dengan tatapan Dirga. Namun, yang ia lihat hanya kehampaan. Dengan napas yang terasa berat, Amora menahan dorongan dalam dirinya.

Pelukan itu hanya khayalan. Tatapan hangat yang ia dambakan tak pernah ada. Dia tersenyum getir dalam hatinya-apa yang ia harapkan dari seorang Dirga?

Dirga menghela napas panjang, tampak mulai kehilangan kesabaran. "Kalau tidak ada yang ingin kau bicarakan, aku akan pergi," katanya sambil berbalik menuju pintu. Langkahnya terdengar tegas, gemanya menggema di ruangan yang sunyi.

Namun, tepat sebelum tangannya mencapai kenop pintu, Amora tiba-tiba berdiri dan melompat mendekatinya. Dalam sekejap, kedua lengannya melingkari pinggang Dirga dari belakang. Tubuhnya gemetar, tapi ia tidak peduli. Rasa malu dan harga dirinya seolah lenyap, tergantikan oleh dorongan hati yang begitu kuat.

Dirga membeku, matanya melebar karena terkejut. Untuk beberapa detik, ia hanya berdiri di sana, membiarkan sentuhan hangat yang begitu asing itu meresap ke dalam dirinya.

"Aku... aku hanya ingin memelukmu sebentar Dirga.," bisik Amora, suaranya bergetar. Tubuhnya masih menggigil, tapi pelukan itu semakin erat, seolah ia takut Dirga akan hilang jika ia melepaskan.

Dirga menunduk sedikit, mencoba menormalkan napasnya. Ada sesuatu yang aneh menyeruak dalam dirinya, sesuatu yang ia benci untuk akui-kehangatan yang tak pernah ia rencanakan untuk rasakan. Tapi, wajahnya tetap dingin, meski di dalam hatinya, semuanya terasa kacau.

Amora masih mengeratkan pelukannya. seolah menggantungkan semua kekuatan yang tersisa pada pria itu. Di balik dinginnya sikap Dirga, tubuhnya terasa kokoh, seakan mampu menopang semua luka yang selama ini ia pendam. Untuk pertama kalinya, Amora merasa ada tempat yang membuatnya ingin berhenti berlari dari rasa sakit. Tapi apa pilihannya tepat?

"Dirga," bisiknya pelan,

Dirga masih berdiri diam, tidak mengatakan apa pun. Ia bisa merasakan tekanan lembut dari pelukan Amora, napas wanita itu yang hangat menyentuh punggungnya. Ada sesuatu yang tidak ia pahami di sana-perasaan yang tak terdefinisi, tapi perlahan merayap masuk ke dalam pikirannya.

Namun, dengan nada datar yang hampir dingin, ia akhirnya berkata, "Kalau kau sudah cukup, lepaskan. Aku tidak punya waktu untuk ini." Suaranya mungkin terdengar tegas, tapi Dirga merasakan sesuatu yang berbeda dalam dirinya, seperti suara itu tidak sepenuhnya mencerminkan apa yang ia rasakan.

Amora perlahan melonggarkan pelukannya, tapi tidak sepenuhnya melepas. Tatapannya tertunduk, tapi sudut bibirnya melengkung samar, nyaris tidak terlihat. Meski nada Dirga tajam, ia tetap merasa sedikit lebih ringan-seperti, untuk sesaat, beban di pundaknya berkurang.

Setelah pelukan itu benar-benar terlepas, Dirga langsung keluar dari kamar dan menutup pintu kembali dengan cepat sampai-sampai menimbulkan bunyi yang cukup kuat.

Tak cukup dengan keterkejutan Dirga saat ia di dalam tadi, saat ia sudah berada di luar kamar Amora pun ia dibuat kaget dengan keberadaan asisten rumah tangganya yang muncul secara tiba-tiba.

"Tuan!" Ucap Susi.

"Bibik. Ya Tuhan jantungku." Desahnya. "Bibik kenapa muncul tiba-tiba."

"Non Amora gimana Tuan? Masih menangis?"

Dirga menatap Susi. Ia berdehem. "Sudah tak apa." Jawab Dirga tenang namun dari matanya bisa terlihat jika Dirga sedikit gugup.

"Syukurlah. Tapi begini Tuan. Non Amora itu terlihat aneh."

"Aneh maksudnya?"

"Apa jangan-jangan non Amora hamil Tuan?"

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 6

    "Hamil?" Dirga menyipitkan matanya, tak menyembunyikan keterkejutannya. Apa benar Amora Hamil? Kalau benar, itu artinya ia akan segera mendapatkan keturunan. Ada rasa lega di hati Dirga. Karena sebentar lagi ia akan punya anak dan menjadi pewaris utama untuk Abraham Company.Tanpa bicara banyak lagi dengan Susi, Dirga kembali masuk ke dalam, ia mendorong pintu kamar Amora tanpa banyak basa-basi, langkahnya terhenti saat telinganya menangkap suara samar-samar seseorang yang muntah dari arah kamar mandi.Dahinya berkerut, dan tanpa berpikir panjang, ia berjalan cepat menuju kamar mandi yang pintunya sedikit terbuka."Amora?" panggilnya, suaranya tegas namun tak sepenuhnya dingin.Saat pintu terdorong lebih lebar, Dirga menemukan pemandangan yang membuat langkahnya terhenti. Amora berlutut di depan wastafel, tubuhnya tampak gemetar, satu tangan bertumpu di wastafel untuk menahan tubuhnya yang jelas lemas."Amora!" Dirga langsung menghampiri, menunduk di sampingnya. "Apa yang terjadi?"A

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 7 (21+)

    Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari dan Amora belum juga bisa tertidur. Sejak tadi otaknya berkelana membayangkan Dirga. Bukan membayangkan sesuatu yang baik, namun membayangkan sesuatu yang panas dan menggairahkan. Amora bahkan sampai menggigit bibir bawahnya. tak ada yang bisa ia lakukan untuk mewujudkan bayangannya tersebut.Amora melirik ponselnya. Ia mengambil ponsel tersebut dan langsung berkelana di dunia maya mencari perasaan apa yang saat ini ia rasakan dan setalah ia tahu, tubuhnya seketika menegang. "Jika tak kamu dapatkan, maka kamu akan selalu uring-uringan?" gumam Amora sembari membaca tulisan yang tertera pada artikel yang ia temukan.lagi-lagi Amora menggigit bibir bawahnya. Namun detik berikutnya ia menggeleng kuat. "Nggak mungkin. pasti ini cuma keinginan semu semata." Ucapnya mencoba membantah. Agar ia tak berlarut dalam situasi aneh seperti ini, Amora pun memutuskan untuk keluar dari kamar. Walaupun AC di kamarnya sangat dingin namun entah kenapa ia merasa k

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 8 : Munculnya Pesaing

    Amora terbangun dengan tubuh terasa lebih ringan dan segar. Ia membuka matanya perlahan, membiarkan cahaya matahari pagi menyapanya dari sela tirai kamar yang tertutup dan ditiup angin. Saat ia menyibak selimut, seketika wajahnya memanas. Tubuhnya... kosong. Tak sehelai benang pun melekat di kulitnya.Ia terdiam beberapa saat, mencoba mencerna situasi. Ketika ingatan tentang kejadian semalam kembali menghampiri, wajahnya seketika memerah. Dirga. Ia dan Dirga... Amora menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menutupi rasa malunya meski ia hanya seorang diri di kamar itu.Ia teringat betapa ia tak bisa menahan dirinya tadi, rasa manja yang muncul tiba-tiba saat ia ngidam untuk dipeluk oleh Dirga. Ia bahkan mengingat dengan jelas bagaimana ia meminta Dirga untuk memeluknya dan keributan kecil perihal es krim miliknya yang dibuang Dirga. Otaknya kembali mengingat bagaimana Dirga akhirnya menuruti keinginannya dan memeluknya erat, Amora tak bisa menahan senyum kecil yang muncul di

    Last Updated : 2024-12-01
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    9. Rencana Tinggal Bersama

    Dirga baru saja sampai di apartemen yang Amora tempati. Setelah semalaman suntuk ia tak bisa tidur karena memikirkan pesan yang Rega kirimkan padanya, pagi-pagi buta Ia memutuskan untuk pergi ke apartemen Amora. Saat ia masuk ke dalam, ruangan Masih gelap gulita, bahkan bi Susi belum bangun dari tidur. Dirga menatap jam yang ada di pergelangan tangannya dan masih menunjukkan pukul 04.00 subuh. Ia melihat pintu ruangan Amora. Tanpa pikir panjang ia melangkah mendekati pintu tersebut dan membukanya. Amora masih tertidur pulas, itulah yang ia lihat di hadapannya saat ini. Dirga mendekat secara perlahan, dan entah kenapa ia merasa tenang melihat Amora yang seperti ini, daripada harus melihat Amora yang selalu mual dan muntah di kamar mandi.Dirga melihat sisi kosong yang ada di samping Amora. Ia pun memutuskan untuk berbaring di sana dan tak lama Ia pun tertidur. Sinar mentari pagi mulai menyapa di balik gorden yang ada di kamar Amora. Wa

    Last Updated : 2024-12-05
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    10. Pengakuan cinta tak langsung

    Seperti apa yang Dirga katakan tadi, pria itu memboyong Amora dan juga bik Susi untuk pindah ke apartemen utama miliknya. Namun karena kamar di apartemennya itu hanya ada dua, jadi mau tidak mau Amora tidur di kamarnya, sementara kamar tamu akan diisi oleh Bik Susi. Dan ini pertama kalinya ia masuk ke dalam kamar Dirga yang ada di apartemen utama. Karena sejak mereka menikah, Dirga langsung membawanya ke apartemen kedua.Dengan perasaan canggung, Amora mendorong kopernya masuk ke dalam kamar Dirga. Dan untuk persekian detik, ia merasa kagum dengan kamar tersebut. Semua interiornya terlihat sangat mahal dan elegan. Dan itu merupakan ciri khas dari Dirga sendiri. Amora menatap ranjang yang cukup besar. Bisa diisi oleh 4 orang dewasa tanpa harus sempit-sempitan. Di sudut kamar ada lemari khusus miniatur anime jepang yang bertema bajak laut dengan topi jeraminya. Amora tersenyum tipis melihat koleksi Dirga tersebut."Sampai anak itu lahir, kamu tidu

    Last Updated : 2024-12-05
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    11. Cemburu?

    Dirga melangkah menuju dapur. Ia menatap dari tempatnya berdiri Amora yang sedang menyantap makanan yang tadi Bik Susi buatkan untuk wanita itu.Dirga mengambil sebotol minuman dingin dan membawanya ke ruang TV dan memilih duduk di samping Amora. Ia bisa melihat Amora terkejut dari sudut matanya. Namun Dirga mencoba bersikap senatural mungkin."Apa yang kamu makan?" Tanyanya."O? Ini? Spaghetti buatan bik Susi. Kamu mau?"Dirga menggeleng, "Habiskan saja itu.""Baiklah."Kecanggungan kembali terjadi. Kali ini tak hanya Amora saja yang merasakannya, Dirga pun juga ikut mati kata. Ia mengumpat dalam hatinya mencaci maki keadaan yang seperti ini."Ayahmu....""Dirga Ayahku,"Keduanya terdiam setelah sama-sama bicara dengan topik yang sama."Kenapa ayahmu?" Tanya Dirga akhirnya.Amora menatap Dirga, "Aku rindu ayahku. Apa aku boleh ke rumah sakit?" Ucapnya bertanya, namun tak ada respon dari Dirga, "Kalau tak boleh juga tak,""Habiskan makananmu, setelah itu bersiap. Kau pergi denganku."

    Last Updated : 2024-12-05
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    12. Sedikit pertengkaran

    Amora!!" Panggil Dirga lagi namun kali ini dengan nada suara yang sedikit ketus.Amora yang mulai tersadar dengan situasi ini, langsung berpamitan pada Rega dan juga Silva. Tentu saja dengan raut wajah bingung dari keduanya.Suasana dalam mobil mendadak sunyi. Sudah beberapa kali Amora melirik ke arah Dirga namun raut wajah pria itu tetap tajam.Amora tak tahu harus memulai seperti apa. Sebenarnya ia juga ada banyak hal yang berkecamuk di kepalanya. Dan salah satunya adalah Silva. Siapa Silva? Dan kenapa Dirga menjawab dengan jawaban ketus seperti tadi. Dan jika iya dengar dari jawaban Dirga, sepertinya Silva adalah mantan kekasih pria tersebut.Tak jauh-jauh dari pikiran Amora, Dirga juga memikirkan hal yang sama, namun orang yang berbeda. Dalam benar Dirga saat ini adalah perihal Rega dan Amora yang sudah bertukar nomor ponsel."Ga..." Panggilan Amora memecah kesunyian.Pria itu melirik sekilas lalu kembali menatap lurus, "hm?" Gumamnya."Kenapa mobilnya nggak jalan? Apa masih ada y

    Last Updated : 2024-12-05
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    13. Ending yang Panas (21+)

    "Nggak. Nggak ada ya salah. Nggak ada yang salah dengan kamu. Kamu, selalu benar." Amora mendengus. Hatinya benar-benar kesal. Tak mau berlama-lama berhadapan dengan Dirga, Amora pun memutuskan untuk melangkah ke kamar mandi. namun Baru beberapa langkah ia meninggalkan Dirga, tubuhnya kembali ditarik oleh Dirga dan detik berikutnya ia merasakan bibir Dirga bermain di atas bibirnya.Amora membola kaget. Ia mencoba menarik kembali kesadarannya dan saat ia dapatkan, Amora langsung memukul dada bidang Dirga dengan kuat berharap pria itu mau melepaskan ciuman tersebut. Namun bukan Dirga namanya bisa kalah begitu saja. Dirga justru menarik Amora lebih dalam dengan merangkul pinggang istrinya itu dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya menahan tengkuk Amora. Pemberontakan dan perlawanan Amora berikan, namun tetap tak bisa. sampai entah kenapa Amora tiba-tiba melunak dan justru mulai menikmati setiap lumatan yang Dirga berikan pada bibirnya. Tangan Amora yang tadi memberontak kini

    Last Updated : 2024-12-05

Latest chapter

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    102 (Tamat)

    Kehamilan Silva berjalan lancar, meski seperti kebanyakan wanita hamil, ia juga mengalami morning sickness yang cukup parah. Setiap pagi, Ryan selalu membantu istrinya menghadapi mual dan muntah yang tidak bisa dihindari. Ia memastikan Silva tetap terhidrasi dengan memberikan air jahe hangat yang bisa membantu meredakan rasa mualnya. Namun, hal yang paling membuat Ryan pusing adalah ketika Silva mulai mengidam. Keinginan Silva seringkali datang tiba-tiba, dan bukan hal yang biasa. Mulai dari rujak pedas tengah malam hingga kue-kue tradisional yang sulit ditemukan, semua itu harus Ryan usahakan demi membahagiakan istrinya.Suatu malam, Silva tiba-tiba membangunkan Ryan yang sedang tertidur lelap. Dengan wajah memelas, ia berkata, "Sayang, aku pengen makan durian." Ryan yang setengah sadar hanya bisa mengernyitkan dahi. "Durian? Sekarang? Sayang, ini sudah hampir tengah malam," jawabnya sambil melirik jam di meja. Tapi melihat wajah Silva yang tampak begitu menginginkan hal itu, Ryan

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    101

    Dua bulan setelah pernikahan mereka, kehidupan Ryan dan Silva berjalan begitu tenang dan bahagia. Tidak ada lagi bayangan Adrian yang mengusik, dan masalah-masalah yang dulu sempat menghantui mereka kini hanya menjadi kenangan buruk yang semakin memantapkan hubungan mereka. Pagi itu, Silva bangun lebih awal dari biasanya. Ia merasakan sesuatu yang berbeda dalam tubuhnya—mual ringan dan rasa lelah yang tidak biasa. Selain itu, ia menyadari bahwa siklus bulanannya terlambat beberapa hari. Rasa penasaran langsung menggelitik pikirannya.Setelah memastikan Ryan masih tertidur lelap di kamar, Silva memutuskan untuk memeriksa hal itu sendiri. Ia mengambil tes kehamilan yang sudah ia simpan sejak satu bulan yang lalu. Tangannya sedikit gemetar saat mencelupkan alat itu ke dalam sampel yang ia ambil. Beberapa menit menunggu terasa seperti seabad baginya. Ketika hasil akhirnya keluar, dua garis merah muncul di alat itu, jelas dan nyata. Silva terdiam beberapa saat, mencoba mencerna kenyataan

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    100

    Pagi itu, Tuan Wijaya melangkah masuk ke ruang kerja Dirga dengan langkah yang terasa berat. Pria paruh baya itu membawa beban yang begitu besar di pundaknya. Wajahnya yang biasanya penuh dengan wibawa kini tampak suram. Dirga yang sedang memeriksa dokumen di mejanya itu dibuat terganggu dengan kehadiran sekretarisnya yang memberi kabar jika ada tamu yang ingin bertemu dengan Dirga di luar. Awalnya Dirga sedikit ragu namun akhirnya ia mengizinkan tamu tersebut untuk masuk.Saat suara ketukan pintu terdengar Dirga pun langsung mengangkat kepala ketika melihat tamunya. "Tuan Wijaya?" tanyanya, setengah terkejut. Tamu ini adalah seseorang yang jarang sekali mau menemui orang lain terlebih dahulu. "Silakan duduk," sambung Dirga sembari mengisyaratkan kursi di depannya. Tuan Wijaya tersenyum tipis, lebih seperti usaha untuk menyembunyikan rasa malunya.Setelah duduk, Tuan Wijaya langsung membuka pembicaraan tanpa basa-basi. "Dirga, aku datang ke sini bukan hanya sebagai pemimpin perusaha

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    99

    Adrian duduk di kursi kantornya dengan wajah yang penuh emosi. Berkas-berkas laporan keuangan yang berserakan di mejanya menjadi bukti nyata kehancuran yang tengah melanda perusahaannya. Sementara itu, Tuan Wijaya, ayah Adrian, tampak berdiri di depan jendela besar ruangan tersebut dengan wajah penuh kekhawatiran. “Adrian, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa para investor kita tiba-tiba menarik diri tanpa alasan yang jelas?” tanyanya dengan nada tajam. Adrian hanya menghela napas panjang sambil memijat pelipisnya. “Aku sedang mencoba mencari tahu, Ayah. Tapi ini semua terjadi begitu cepat. Aku yakin ini bukan kebetulan,” jawabnya dengan suara rendah namun penuh amarah.Adrian merasa ada sesuatu yang tidak beres. Perusahaan mereka, yang selama ini berdiri kokoh, kini berada di ambang kehancuran. Salah satu manajer keuangan masuk ke ruangan dengan raut wajah cemas, membawa kabar yang semakin memperburuk suasana. “Pak Adrian, maaf mengganggu. Kami baru saja menerima kabar bahwa bebera

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    98

    Malam itu, setelah semua tamu pulang dan suasana pesta perlahan mereda, Ryan dan Silva akhirnya masuk ke kamar yang telah disiapkan khusus untuk mereka. Kamar itu begitu hangat, dengan lilin-lilin yang menyala lembut dan bunga mawar yang tersebar di beberapa sudut ruangan. Silva berjalan pelan, matanya menyapu setiap sudut kamar dengan ragu-ragu. Gaun pengantinnya masih dikenakan, membuatnya terlihat seperti sosok putri di negeri dongeng. Sementara itu, Ryan berdiri di dekat pintu, memandangi istrinya dengan senyum kecil yang tidak bisa ia sembunyikan. "Kamu terlihat cantik sekali malam ini," bisik Ryan, membuat wajah Silva memerah.Silva memalingkan wajah, mencoba menyembunyikan rasa malunya. "Kamu terlalu sering memujiku hari ini," jawabnya pelan. Ryan melangkah mendekat, melepaskan jasnya dan menggantungnya di kursi dekat tempat tidur. "Aku hanya mengatakan apa yang aku lihat," balasnya sambil menatap Silva dengan lembut. Malam itu terasa begitu berbeda, ada kehangatan yang me

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    97

    Pagi itu, udara terasa segar di villa yang terletak di daerah pegunungan. Silva sedang duduk di depan meja rias dengan wajah yang dihiasi senyum tipis. Di belakangnya, seorang perias sedang sibuk menyempurnakan make-up-nya. Gaun pengantin berwarna putih dengan detail renda yang indah tergantung di dekat jendela, memantulkan sinar matahari pagi. Silva menatap pantulan dirinya di cermin, mencoba menenangkan debaran jantungnya. "Nona, Sepertinya kau terlihat sangat gugup. Cobalah untuk menenangkan diri. Sebuah pernikahan itu memang mendebarkan." Ucapnya.Silva tersenyum kikuk. "Aku tak tahu rasanya akan sungguh segugup ini. Supercar dari kebun kupu-kupu yang saat ini berterbangan dalam perutku." Jawabnya yang langsung membuat penata rias tersebut tertawa. "Dulu saat aku menikah, aku juga merasakan hal yang sama dengan apa yang gak nona rasakan. Jantungku bahkan berdegup tak karuan, tubuhku panas dingin dan keringat dingin keluar dari pori-pori wajahku. Tapi satu hal yang membuatku ban

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    96

    Begitu orang tua Adrian meninggalkan rumah, suasana di ruang tamu keluarga Silva terasa sangat tegang. Ayah Silva menyandarkan tubuhnya di sofa, mencoba menenangkan diri, sementara ibu Silva tampak mondar-mandir dengan ekspresi cemas. "Mereka benar-benar tidak menyerah, yah? Aku bahkan tidak tahu harus berkata apa tadi," ucap ibu Silva dengan nada bergetar. Ayah Silva menghela napas panjang, mencoba meredam amarah yang sejak tadi ia tahan. Kekhawatirannya terpusat pada Silva. Ia tak ingin Adrian nekat pada anaknya itu yang membuat Silva berada dalam masalah."Aku akan menelepon Ryan. Dia harus tahu tentang ini," katanya sambil mengambil ponselnya dari meja. Ibu Silva berhenti sejenak, menatap suaminya dengan mata penuh kekhawatiran. "Kamu yakin mas kita perlu melibatkan Ryan? Aku tidak ingin masalah ini semakin besar, apalagi Ryan dan anak kita akan segera menikah." ucapnya ragu. "Justru karena ini semakin serius, kita perlu memberitahunya, apalagi perihal Adrian ini Ryan juga sud

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    95

    Pagi itu, meja makan keluarga Adrian diisi suasana yang berbeda. Biasanya, sarapan mereka dipenuhi dengan obrolan ringan tentang pekerjaan atau rencana hari itu, tapi kali ini topiknya berpusat pada satu nama: Silva. Adrian duduk dengan raut wajah serius, tatapannya kosong saat menyendok sarapannya. Ibunya, yang duduk di sebelahnya, memecah keheningan. "Adrian, mungkin kita harus mencoba cara lain. Bagaimana kalau kita menemui orang tua Silva langsung?" ucapnya hati-hati, berharap tidak memancing emosi putranya. Adrian berhenti mengunyah, menatap ibunya dengan sedikit ketertarikan. "Ayah sama bunda yakin mereka tahu di mana Silva dan akan memberitahukan pada kita?" tanyanya dingin. Sang ayah, yang duduk di ujung meja, menimpali, "Kalau mereka tidak tahu, siapa lagi yang tahu? Lagipula, mereka pasti tidak akan bisa menutupinya terlalu lama. Lambat laun semua akan terbongkar." Ucap pria paruh baya tersebut.Adrian memandang kedua orang tuanya dengan penuh harap, seolah menemukan sece

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    94

    Ryan sedang sibuk mengurus semua dokumen dan administrasi yang dibutuhkan untuk mendaftarkan pernikahannya dengan Silva. Ia ingin memastikan semuanya berjalan lancar tanpa hambatan sedikit pun. Meski hari pernikahan itu akan dilaksanakan secara sederhana sesuai permintaan Silva, Ryan tak ingin mengurangi makna dari momen sakral tersebut. Dengan bantuan Dirga yang memastikan keamanan acara dan Amora yang mendampingi Silva dalam setiap persiapannya, Ryan merasa tenang. Ia sangat menghargai dukungan keluarga Dirga, terlebih hubungan Silva dan Amora yang semakin dekat membuat segala sesuatunya terasa lebih ringan.Di tempat lain, Silva baru saja tiba di sebuah butik bersama Amora. Mereka ditemani dua orang penjaga yang ditugaskan oleh Ryan untuk memastikan keamanan Silva. Amora, dengan gaya cerianya, segera menarik tangan Silva ke rak-rak gaun pengantin yang berjejer dengan desain menawan. "Kita harus pilih yang paling cantik! Ryan pasti bakal terpukau melihatmu," ujar Amora sambil terkek

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status