Share

Bagian 5

Author: Rilla
last update Last Updated: 2024-10-17 13:49:21

Dirga duduk di ruang kerja di kantornya, mencoba fokus pada dokumen yang terbuka di hadapannya. Namun, pikirannya terus kembali pada wajah Amora yang basah oleh air mata yang ia lihat tadi malam saat ia hendak kembali ke apartemen lama dan hendak melihat keadaan Amora untuk sebentar.

Ia tak pernah peduli sebelumnya-air mata orang lain adalah urusan mereka, bukan urusannya. Tapi kali ini berbeda. Ada sesuatu yang aneh mengusik hatinya, seperti duri kecil yang menyakitkan meski tak terlihat.

Dirga menepis pikirannya, menganggap itu hanya rasa bersalah yang seharusnya tak perlu ia rasakan. "Dia tahu konsekuensinya," gumamnya pelan, tapi suara itu terdengar lebih seperti pembelaan daripada keyakinan.

Namun semakin lama Dirga mencoba fokus, semua semakin membuatnya sakit kepala.

Dirga memijat pelipisnya, mencoba menghalau rasa lelah yang tak biasa. Pikirannya terus mengembara, kembali ke apartemen tempat Amora berada. Sudah satu bulan mereka menikah, dan meskipun hubungan mereka didasarkan pada perjanjian dingin, entah kenapa ia merasa semakin sulit mengabaikan kehadirannya.

Setiap kali mereka berhubungan badan, ada sensasi yang tak bisa ia abaikan-bukan sekadar fisik, tapi sesuatu yang lebih dalam, seolah benang tak kasatmata mulai menghubungkan mereka.

Dirga menggeleng, mencoba menepis pikiran itu. "Omong kosong," gumamnya, tapi hatinya justru terasa semakin gelisah.

Apa ini? Ia tak pernah membiarkan siapa pun mendekat, tapi Amora... Amora membuatnya merasa berbeda, meski ia tak ingin mengakuinya.

Ponsel Dirga tiba-tiba berdering. Dan nama Bik Susi tertera di sana. Langsung saja ia mengangkatnya, namun belum juga Dirga bicara, suara cemas Bik Susi terdengar dari sana.

"Tuan, Non Amora menangis lagi. Saya tak tahu Apa penyebabnya Tuan. Dia menyebut nama Tuan." Ucap Susi.

Dirga menautkan alisnya. "Panggil nama saya?"

"Iya Tuan. Saya juga sudah tanya, tapi non Amora nya nggak mau jawab Tuan. Dia terus saja panggil nama Tuan."

"Baiklah. Tunggu di sana. Saya ke sana sekarang." Panggilan itu ditutup oleh Dirga lebih dulu. Pria itu meraih jas kerjanya yang tadi sempat ia buka. Dirga keluar Dari ruang kerjanya, berpesan pada sekretarisnya untuk tak mengganggunya hari ini.

Setelahnya, Dirga keluar dari kantor dan langsung melajukan mobilnya menuju apartemen dimana Amora berada.

Cukup lama waktu yang Dirga pakai untuk sampai di apartemen tersebut, karena memang Dirga sengaja mencari apartemen yang sedikit jauh dari kota.

Saat ia sudah sampai di apartemen, Dirga langsung berjalan cepat menuju lantai di mana Amora berada. Saat Dirga membuka pintu apartemen, ia sedikit tersentak karena mendengar suara Amora yang berteriak.

Spontan tanpa disadari Dirga berlari kencang menuju kamar Amora. Di dalam sudah ada Bik Susi yang menemani.

"Non, non Amora Kenapa sih? bibi bingung ini mau apa Non."

Amora menggeleng kuat, "Amora mau Dirga buk. Dirganya di mana?" Rengeknya manja. Dirga tersentak dari tempat ia berdiri. Entah bagaimana rasa hatinya saat ini saat mendengar rengekan Amora sembari memanggil namanya.

"Iya Non. Bibi tahu kalau non itu lagi rindu sama Tuan Dirga. Tapi kan Tuan Dirga nya belum sampai non. Tadi bibi sudah telepon Tuan Dirga juga."

"Nggak mau. Amora mau sama Dirga. Tapi nggak mungkin datang ya buk ya."

"Non jangan ngomong gitu. Tuan Dirga pasti datang non."

Amora menggeleng. Ia duduk di sudut tempat tidurnya, bahunya terguncang oleh isakan yang tak kunjung reda. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, tapi hanya berhasil menarik ingusnya ke dalam dengan suara yang terdengar jelas. Matanya bengkak, dan wajahnya memerah karena terlalu lama menangis.

"Aku, aku itu cuma..." Amora menghembuskan nafasnya kasar sedikit bergetar. Ia tak berani melanjutkan ucapannya sampai terdengar deheman Dirga.

Amora langsung memutar kepalanya menghadap Dirga. Dan wajahnya bersemu merah seketika. Seperti ada yang membuatnya malu.

"Nah benar kan non? Tua Dirga nya datang." Goda bik Susi. Amora kembali mengangguk dengan wajah malu.

"Bibik keluarlah dulu." Kini Dirga yang memerintahkan.

"Baik Tuan," bik Susi menatap Amora, "Bibik keluar dulu ya Non. Jangan nangis lagi."

Amora mengangguk. Setelahnya bik Susi keluar dari kamar dan Dirga melangkah masuk. Pria itu menutup pintu dan menguncinya. Jantung Amora seketika berdegup tak tentu ritme. Ia gugup setengah mati entah karena apa sampai Dirga berhenti di hadapannya.

Amora melirik Dirga. Tatapan itu tak terbaca. Ada rasa di dalam dirinya yang timbul, rasa yang memaksanya untuk memeluk Dirga, tapi otaknya masih waras untuk melakukan itu.

"Aku dengar kau membuat kegaduhan di sini," ucap Dirga, nadanya datar tanpa emosi.

Amora menggigit bibirnya, mencoba mengendalikan diri. Namun, dadanya sesak, emosinya bercampur aduk. Rasanya ia ingin melompat berdiri, memeluk pria itu, berharap menemukan sedikit kehangatan di balik dinginnya sikap Dirga. Tapi, ia terlalu malu. Ia tahu posisi dirinya di mata Dirga-sekadar istri kontrak tanpa arti lebih.

"Aku... maaf kalau mengganggu," jawab Amora lirih, nyaris tak terdengar.

Dirga menatapnya lebih tajam, tapi tak ada gerakan mendekat. "Aku hanya ingin memastikan kau tidak membuat keributan yang lebih besar. Itu saja," katanya dingin.

Amora mendongak sejenak, matanya bertemu dengan tatapan Dirga. Namun, yang ia lihat hanya kehampaan. Dengan napas yang terasa berat, Amora menahan dorongan dalam dirinya.

Pelukan itu hanya khayalan. Tatapan hangat yang ia dambakan tak pernah ada. Dia tersenyum getir dalam hatinya-apa yang ia harapkan dari seorang Dirga?

Dirga menghela napas panjang, tampak mulai kehilangan kesabaran. "Kalau tidak ada yang ingin kau bicarakan, aku akan pergi," katanya sambil berbalik menuju pintu. Langkahnya terdengar tegas, gemanya menggema di ruangan yang sunyi.

Namun, tepat sebelum tangannya mencapai kenop pintu, Amora tiba-tiba berdiri dan melompat mendekatinya. Dalam sekejap, kedua lengannya melingkari pinggang Dirga dari belakang. Tubuhnya gemetar, tapi ia tidak peduli. Rasa malu dan harga dirinya seolah lenyap, tergantikan oleh dorongan hati yang begitu kuat.

Dirga membeku, matanya melebar karena terkejut. Untuk beberapa detik, ia hanya berdiri di sana, membiarkan sentuhan hangat yang begitu asing itu meresap ke dalam dirinya.

"Aku... aku hanya ingin memelukmu sebentar Dirga.," bisik Amora, suaranya bergetar. Tubuhnya masih menggigil, tapi pelukan itu semakin erat, seolah ia takut Dirga akan hilang jika ia melepaskan.

Dirga menunduk sedikit, mencoba menormalkan napasnya. Ada sesuatu yang aneh menyeruak dalam dirinya, sesuatu yang ia benci untuk akui-kehangatan yang tak pernah ia rencanakan untuk rasakan. Tapi, wajahnya tetap dingin, meski di dalam hatinya, semuanya terasa kacau.

Amora masih mengeratkan pelukannya. seolah menggantungkan semua kekuatan yang tersisa pada pria itu. Di balik dinginnya sikap Dirga, tubuhnya terasa kokoh, seakan mampu menopang semua luka yang selama ini ia pendam. Untuk pertama kalinya, Amora merasa ada tempat yang membuatnya ingin berhenti berlari dari rasa sakit. Tapi apa pilihannya tepat?

"Dirga," bisiknya pelan,

Dirga masih berdiri diam, tidak mengatakan apa pun. Ia bisa merasakan tekanan lembut dari pelukan Amora, napas wanita itu yang hangat menyentuh punggungnya. Ada sesuatu yang tidak ia pahami di sana-perasaan yang tak terdefinisi, tapi perlahan merayap masuk ke dalam pikirannya.

Namun, dengan nada datar yang hampir dingin, ia akhirnya berkata, "Kalau kau sudah cukup, lepaskan. Aku tidak punya waktu untuk ini." Suaranya mungkin terdengar tegas, tapi Dirga merasakan sesuatu yang berbeda dalam dirinya, seperti suara itu tidak sepenuhnya mencerminkan apa yang ia rasakan.

Amora perlahan melonggarkan pelukannya, tapi tidak sepenuhnya melepas. Tatapannya tertunduk, tapi sudut bibirnya melengkung samar, nyaris tidak terlihat. Meski nada Dirga tajam, ia tetap merasa sedikit lebih ringan-seperti, untuk sesaat, beban di pundaknya berkurang.

Setelah pelukan itu benar-benar terlepas, Dirga langsung keluar dari kamar dan menutup pintu kembali dengan cepat sampai-sampai menimbulkan bunyi yang cukup kuat.

Tak cukup dengan keterkejutan Dirga saat ia di dalam tadi, saat ia sudah berada di luar kamar Amora pun ia dibuat kaget dengan keberadaan asisten rumah tangganya yang muncul secara tiba-tiba.

"Tuan!" Ucap Susi.

"Bibik. Ya Tuhan jantungku." Desahnya. "Bibik kenapa muncul tiba-tiba."

"Non Amora gimana Tuan? Masih menangis?"

Dirga menatap Susi. Ia berdehem. "Sudah tak apa." Jawab Dirga tenang namun dari matanya bisa terlihat jika Dirga sedikit gugup.

"Syukurlah. Tapi begini Tuan. Non Amora itu terlihat aneh."

"Aneh maksudnya?"

"Apa jangan-jangan non Amora hamil Tuan?"

*****

Related chapters

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 6

    "Hamil?" Dirga menyipitkan matanya, tak menyembunyikan keterkejutannya. Apa benar Amora Hamil? Kalau benar, itu artinya ia akan segera mendapatkan keturunan. Ada rasa lega di hati Dirga. Karena sebentar lagi ia akan punya anak dan menjadi pewaris utama untuk Abraham Company.Tanpa bicara banyak lagi dengan Susi, Dirga kembali masuk ke dalam, ia mendorong pintu kamar Amora tanpa banyak basa-basi, langkahnya terhenti saat telinganya menangkap suara samar-samar seseorang yang muntah dari arah kamar mandi.Dahinya berkerut, dan tanpa berpikir panjang, ia berjalan cepat menuju kamar mandi yang pintunya sedikit terbuka."Amora?" panggilnya, suaranya tegas namun tak sepenuhnya dingin.Saat pintu terdorong lebih lebar, Dirga menemukan pemandangan yang membuat langkahnya terhenti. Amora berlutut di depan wastafel, tubuhnya tampak gemetar, satu tangan bertumpu di wastafel untuk menahan tubuhnya yang jelas lemas."Amora!" Dirga langsung menghampiri, menunduk di sampingnya. "Apa yang terjadi?"A

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 7 (21+)

    Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari dan Amora belum juga bisa tertidur. Sejak tadi otaknya berkelana membayangkan Dirga. Bukan membayangkan sesuatu yang baik, namun membayangkan sesuatu yang panas dan menggairahkan. Amora bahkan sampai menggigit bibir bawahnya. tak ada yang bisa ia lakukan untuk mewujudkan bayangannya tersebut.Amora melirik ponselnya. Ia mengambil ponsel tersebut dan langsung berkelana di dunia maya mencari perasaan apa yang saat ini ia rasakan dan setalah ia tahu, tubuhnya seketika menegang. "Jika tak kamu dapatkan, maka kamu akan selalu uring-uringan?" gumam Amora sembari membaca tulisan yang tertera pada artikel yang ia temukan.lagi-lagi Amora menggigit bibir bawahnya. Namun detik berikutnya ia menggeleng kuat. "Nggak mungkin. pasti ini cuma keinginan semu semata." Ucapnya mencoba membantah. Agar ia tak berlarut dalam situasi aneh seperti ini, Amora pun memutuskan untuk keluar dari kamar. Walaupun AC di kamarnya sangat dingin namun entah kenapa ia merasa k

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 8 : Munculnya Pesaing

    Amora terbangun dengan tubuh terasa lebih ringan dan segar. Ia membuka matanya perlahan, membiarkan cahaya matahari pagi menyapanya dari sela tirai kamar yang tertutup dan ditiup angin. Saat ia menyibak selimut, seketika wajahnya memanas. Tubuhnya... kosong. Tak sehelai benang pun melekat di kulitnya.Ia terdiam beberapa saat, mencoba mencerna situasi. Ketika ingatan tentang kejadian semalam kembali menghampiri, wajahnya seketika memerah. Dirga. Ia dan Dirga... Amora menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menutupi rasa malunya meski ia hanya seorang diri di kamar itu.Ia teringat betapa ia tak bisa menahan dirinya tadi, rasa manja yang muncul tiba-tiba saat ia ngidam untuk dipeluk oleh Dirga. Ia bahkan mengingat dengan jelas bagaimana ia meminta Dirga untuk memeluknya dan keributan kecil perihal es krim miliknya yang dibuang Dirga. Otaknya kembali mengingat bagaimana Dirga akhirnya menuruti keinginannya dan memeluknya erat, Amora tak bisa menahan senyum kecil yang muncul di

    Last Updated : 2024-12-01
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    9. Rencana Tinggal Bersama

    Dirga baru saja sampai di apartemen yang Amora tempati. Setelah semalaman suntuk ia tak bisa tidur karena memikirkan pesan yang Rega kirimkan padanya, pagi-pagi buta Ia memutuskan untuk pergi ke apartemen Amora. Saat ia masuk ke dalam, ruangan Masih gelap gulita, bahkan bi Susi belum bangun dari tidur. Dirga menatap jam yang ada di pergelangan tangannya dan masih menunjukkan pukul 04.00 subuh. Ia melihat pintu ruangan Amora. Tanpa pikir panjang ia melangkah mendekati pintu tersebut dan membukanya. Amora masih tertidur pulas, itulah yang ia lihat di hadapannya saat ini. Dirga mendekat secara perlahan, dan entah kenapa ia merasa tenang melihat Amora yang seperti ini, daripada harus melihat Amora yang selalu mual dan muntah di kamar mandi.Dirga melihat sisi kosong yang ada di samping Amora. Ia pun memutuskan untuk berbaring di sana dan tak lama Ia pun tertidur. Sinar mentari pagi mulai menyapa di balik gorden yang ada di kamar Amora. Wa

    Last Updated : 2024-12-05
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    10. Pengakuan cinta tak langsung

    Seperti apa yang Dirga katakan tadi, pria itu memboyong Amora dan juga bik Susi untuk pindah ke apartemen utama miliknya. Namun karena kamar di apartemennya itu hanya ada dua, jadi mau tidak mau Amora tidur di kamarnya, sementara kamar tamu akan diisi oleh Bik Susi. Dan ini pertama kalinya ia masuk ke dalam kamar Dirga yang ada di apartemen utama. Karena sejak mereka menikah, Dirga langsung membawanya ke apartemen kedua.Dengan perasaan canggung, Amora mendorong kopernya masuk ke dalam kamar Dirga. Dan untuk persekian detik, ia merasa kagum dengan kamar tersebut. Semua interiornya terlihat sangat mahal dan elegan. Dan itu merupakan ciri khas dari Dirga sendiri. Amora menatap ranjang yang cukup besar. Bisa diisi oleh 4 orang dewasa tanpa harus sempit-sempitan. Di sudut kamar ada lemari khusus miniatur anime jepang yang bertema bajak laut dengan topi jeraminya. Amora tersenyum tipis melihat koleksi Dirga tersebut."Sampai anak itu lahir, kamu tidu

    Last Updated : 2024-12-05
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    11. Cemburu?

    Dirga melangkah menuju dapur. Ia menatap dari tempatnya berdiri Amora yang sedang menyantap makanan yang tadi Bik Susi buatkan untuk wanita itu.Dirga mengambil sebotol minuman dingin dan membawanya ke ruang TV dan memilih duduk di samping Amora. Ia bisa melihat Amora terkejut dari sudut matanya. Namun Dirga mencoba bersikap senatural mungkin."Apa yang kamu makan?" Tanyanya."O? Ini? Spaghetti buatan bik Susi. Kamu mau?"Dirga menggeleng, "Habiskan saja itu.""Baiklah."Kecanggungan kembali terjadi. Kali ini tak hanya Amora saja yang merasakannya, Dirga pun juga ikut mati kata. Ia mengumpat dalam hatinya mencaci maki keadaan yang seperti ini."Ayahmu....""Dirga Ayahku,"Keduanya terdiam setelah sama-sama bicara dengan topik yang sama."Kenapa ayahmu?" Tanya Dirga akhirnya.Amora menatap Dirga, "Aku rindu ayahku. Apa aku boleh ke rumah sakit?" Ucapnya bertanya, namun tak ada respon dari Dirga, "Kalau tak boleh juga tak,""Habiskan makananmu, setelah itu bersiap. Kau pergi denganku."

    Last Updated : 2024-12-05
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    12. Sedikit pertengkaran

    Amora!!" Panggil Dirga lagi namun kali ini dengan nada suara yang sedikit ketus.Amora yang mulai tersadar dengan situasi ini, langsung berpamitan pada Rega dan juga Silva. Tentu saja dengan raut wajah bingung dari keduanya.Suasana dalam mobil mendadak sunyi. Sudah beberapa kali Amora melirik ke arah Dirga namun raut wajah pria itu tetap tajam.Amora tak tahu harus memulai seperti apa. Sebenarnya ia juga ada banyak hal yang berkecamuk di kepalanya. Dan salah satunya adalah Silva. Siapa Silva? Dan kenapa Dirga menjawab dengan jawaban ketus seperti tadi. Dan jika iya dengar dari jawaban Dirga, sepertinya Silva adalah mantan kekasih pria tersebut.Tak jauh-jauh dari pikiran Amora, Dirga juga memikirkan hal yang sama, namun orang yang berbeda. Dalam benar Dirga saat ini adalah perihal Rega dan Amora yang sudah bertukar nomor ponsel."Ga..." Panggilan Amora memecah kesunyian.Pria itu melirik sekilas lalu kembali menatap lurus, "hm?" Gumamnya."Kenapa mobilnya nggak jalan? Apa masih ada y

    Last Updated : 2024-12-05
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    13. Ending yang Panas (21+)

    "Nggak. Nggak ada ya salah. Nggak ada yang salah dengan kamu. Kamu, selalu benar." Amora mendengus. Hatinya benar-benar kesal. Tak mau berlama-lama berhadapan dengan Dirga, Amora pun memutuskan untuk melangkah ke kamar mandi. namun Baru beberapa langkah ia meninggalkan Dirga, tubuhnya kembali ditarik oleh Dirga dan detik berikutnya ia merasakan bibir Dirga bermain di atas bibirnya.Amora membola kaget. Ia mencoba menarik kembali kesadarannya dan saat ia dapatkan, Amora langsung memukul dada bidang Dirga dengan kuat berharap pria itu mau melepaskan ciuman tersebut. Namun bukan Dirga namanya bisa kalah begitu saja. Dirga justru menarik Amora lebih dalam dengan merangkul pinggang istrinya itu dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya menahan tengkuk Amora. Pemberontakan dan perlawanan Amora berikan, namun tetap tak bisa. sampai entah kenapa Amora tiba-tiba melunak dan justru mulai menikmati setiap lumatan yang Dirga berikan pada bibirnya. Tangan Amora yang tadi memberontak kini

    Last Updated : 2024-12-05

Latest chapter

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    88

    Malam itu terasa begitu tenang di kediaman kakek Dirga. Angin pegunungan berhembus sejuk, membawa aroma dedaunan basah yang menenangkan. Di balkon kamar Silva, ia bersandar di dada Ryan, menikmati momen langka tanpa rasa cemas. "Anginnya enak banget di sini, ya," ucap Silva sambil menatap langit yang dipenuhi bintang-bintang. Ryan melingkarkan lengannya di pinggang Silva, mempererat pelukan mereka. "Iya, tenang banget. Kalau begini, aku harap waktu berhenti saja," balas Ryan dengan suara pelan. Ia menundukkan kepalanya, menatap wajah Silva yang terlihat damai dalam dekapan. Silva tersenyum kecil, kemudian mendongak menatap Ryan. "Kalau waktu berhenti, masalah kita juga nggak akan selesai, Ryan." Ia tertawa kecil, mencoba menyisipkan humor di tengah kenyamanan mereka. Ryan ikut tersenyum. "Masalah itu selalu ada, Sayang. Tapi yang penting, kita hadapi bareng-bareng. Aku nggak akan biarin kamu hadapi semuanya sendirian." Ucapan itu terdengar tulus, membuat Silva merasakan hangat di

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    87

    Dirga menyandarkan tubuhnya di kursi mobil sambil melirik Ryan yang duduk di sebelahnya sambil menyetir mobil. Mereka sedang dalam perjalanan ke apartemen Ryan untuk menjemput Silva. Setelah mempertimbangkan berbagai opsi, Dirga memutuskan bahwa Silva akan lebih aman jika tinggal di kediaman kakeknya. Dan Dirga sendiri sudah berbicara pada kakeknya untuk meminjamkan salah satu rumah milik kakek Dirga agar Silva bisa tinggal di sana, namun harus tetap memberikan pantauan yang aman.Dirga juga sudah menceritakan semuanya pada kakeknya tentang hubungan Ryan dan Silva dan Silva yang saat ini sudah berubah dan tidak seperti Silva yang dulu lagi. Karena itulah, kakeknya Dirga setuju dengan permintaan Dirga itu.“Kamu tahu, Ryan,” Dirga membuka pembicaraan, “Silva sebenarnya menolak pindah dari apartemenmu bukan karena dia keras kepala.”Ryan, yang sedang fokus menyetir, melirik Dirga sekilas. “Terus apa alasannya?” tanyanya dengan nada penasaran.Dirga tersenyum tipis, matanya menatap kel

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    86

    Dirga duduk mematung di ruang tamu apartemen Ryan, matanya membelalak saat Silva tiba-tiba muncul dari salah satu kamar. “Silva?” tanyanya dengan nada penuh keterkejutan. Silva tampak canggung, melangkah pelan keluar dari kamar tamu dengan kepala tertunduk. Dirga mengalihkan pandangannya ke Ryan, meminta penjelasan.Ryan mengangkat tangannya, mencoba menenangkan Dirga. “Dirga, biar aku jelaskan. Silva sudah tinggal di sini selama dua hari. Dia membutuhkan tempat aman, dan aku tidak bisa membiarkannya sendirian.” ucap Ryan yang tentu saja berbohong semua karena memang Ryan yang memaksa Silva untuk tinggal bersamanya. Silva bahkan mendengus kesal mendengar ucapan Ryan tadi.Dirga menghela napas panjang. “Kamu tahu, Ryan, aku nggak suka dilibatkan dalam hal yang aku nggak tahu sebelumnya." Ucapnya. "Aku tahu Dirga. Tapi aku juga tak bisa membiarkan Silva sendirian. Apalagi dengan situasi seperti ini. Lelaki gila mana yang membiarkan kekasihnya dikejar oleh pria lain dan untuk dijadikan

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    85.

    Hari itu adalah pagi yang sibuk di kantor Abraham Company. Dirga sedang memeriksa beberapa dokumen penting di ruangannya ketika seorang karyawan mengetuk pintu dan mengabarkan bahwa ada tamu tak diundang yang ingin menemuinya. Dirga mengerutkan kening, penasaran siapa yang datang tanpa janji terlebih dahulu.“Siapa?” tanya Dirga singkat, tetap fokus pada dokumennya.“Pak Adrian dari Angkasa Group,” jawab karyawan itu dengan sedikit ragu.Mendengar nama itu, Dirga langsung mendongak. Adrian? Dirga tahu siapa pria itu, CEO dari salah satu perusahaan besar yang cukup terkenal. Tapi ia tidak pernah punya urusan dengan Adrian, apalagi menjalin hubungan kerja sama.“Suruh dia masuk,” kata Dirga akhirnya, penasaran dengan maksud kedatangan pria tersebut.Tak lama kemudian, pintu ruangannya terbuka, dan Adrian melangkah masuk dengan percaya diri. Penampilannya rapi dan karismatik, tetapi ada aura tegang yang jelas terlihat dari sorot matanya. Dirga berdiri untuk menyambut, tetapi tetap menjag

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    84. Kemarahan Adrian

    Adrian menghempaskan pintu apartemen Silva dengan keras. Matanya langsung menyapu setiap sudut ruangan, mencari keberadaan gadis yang selama ini membuatnya merasa punya kendali penuh. Namun, apartemen itu kosong. Sunyi. Hanya ada bayangan dirinya yang terpantul di kaca besar ruang tamu.Ia melangkah cepat ke kamar Silva, membuka pintu lemari dengan kasar. Hatinya langsung bergejolak melihat ruang yang hampir kosong. Beberapa gantungan pakaian masih ada di sana, tapi mayoritas pakaian dan koper Silva sudah menghilang. Adrian mengepalkan tinjunya, merasakan amarah yang mulai membara dalam dadanya.“Silva! Apa-apaan ini?!” gumamnya dengan nada geram. Ia berbalik ke meja rias, mencari tanda-tanda lain. Semua barang yang biasa Silva gunakan juga tidak ada di tempatnya. Adrian merasa seperti ditinggalkan tanpa peringatan, dan itu memukul egonya dengan keras.Tidak ingin berlama-lama dalam ketidakpastian, Adrian berjalan ke ruang tamu dan mengeluarkan ponselnya. Ia langsung menekan nomor Sil

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    83.

    Merajuk. Itulah yang Silva lakukan. Setelah beberapa kali Ryan menciumnya ia memilih untuk tak menyapa Ryan walaupun pria itu selalu membujuknya."Va, Jangan marah." Bujuknya pada Silva. Namun lagi-lagi Silva tak mengindahkan. Baginya mendiamkan Ryan bisa memberikan sedikit jera untuk pria tersebut agar tak asal tempel bibir.Ryan melangkah mendekati Silva lalu memeluk gadis tersebut. "Jangan marah, hm..." Pintanya gemas.Silva menghela nafas berat, Ia melipat tangan ke dada lalu menatap Ryan, "Kamu mikir nggak sih yang kamu lakuin barusan?" ucapnya. Ryan dengan entengnya mengangguk, "Mikir kok. kenapa emangnya?""Hah? Kenapa? Kamu masih nanya kenapa? Ryan, Kamu itu udah kelewatan. Kamu pikir kamu tadi ngapain? kenapa bisa leluasa seperti itu?""Oooo, Aku pikir kenapa. gini lho," Ryan menarik pinggang Silva untuk duduk mendekat padanya namun Silva menolaknya. "Ngomong aja, nggak perlu tarik-tarik segala. Aku lagi kesel sama kamu. jadi jangan sok manis." ucapnya yang langsung membua

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    82. Ciuman Tanpa Henti

    Silva mendorong Ryan yang tak mau menghentikan ciuman tersebut. Ia dibuat sesak nafas karena ulah Ryan."Ryan!" Teriaknya."Apa?""Kamu, apaan sih!""Apa?""Kamu mau bunuh aku?""Nggak. Aku cuma sedikit kesal."Silva menautkan alisnya, "kesal? Kenapa?""Karena Dirga yang lebih dulu melakukannya. Berarti Dirga itu ciuman pertamamu kan." Ucap Ryan yang cukup nampak cemburu,Silva menatap Ryan dengan tatapan tajam, seolah mencoba memahami apa yang baru saja keluar dari mulutnya. "Ryan, kamu nggak waras ya? Kita lagi ngomongin apa, kenapa tiba-tiba kamu jadi cemburu sama Dirga?"Ryan mendengus pelan, lalu menyandarkan punggungnya ke sofa. "Aku nggak cemburu," jawabnya, meskipun nada suaranya terdengar jelas bertentangan dengan pernyataan itu.Silva mendekat, menyilangkan tangan di depan dadanya. "Oh, jadi kamu nggak cemburu? Terus kenapa kamu marah-marah soal Dirga? Ciuman pertama, segala macam... Itu hal yang udah lewat, Ryan."Ryan memalingkan wajah, matanya menatap kosong ke arah jende

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    81. Ciuman Cemburu

    Silva duduk di sofa ruang tamunya dengan tangan yang saling menggenggam erat. Wajahnya tampak tegang saat Ryan berdiri di depannya, tatapannya penuh dengan campuran amarah dan kebingungan. Ryan baru saja selesai berbicara, meyakinkan Silva untuk membiarkannya ikut campur dalam masalahnya dengan Adrian. Tapi Silva menggeleng pelan, menunduk, dan menarik napas panjang sebelum akhirnya mengangkat wajahnya.“Ryan, aku nggak mau kamu terlibat,” ucapnya, suaranya rendah tapi penuh ketegasan. “Ini masalahku, bukan masalahmu. Aku nggak ingin kamu terseret ke dalam kekacauan ini. Adrian bukan orang yang mudah dihadapi, dan aku nggak mau kamu celaka karenanya.”Ryan mendengus kesal, melipat tangannya di dada. “Silva, aku nggak peduli siapa Adrian atau seberapa berbahayanya dia. Aku peduli sama kamu, dan aku nggak akan tinggal diam kalau dia terus memperlakukanmu seperti ini. Dan harusnya kamu yang nggak usah berurusan dengan pria itu."“Tapi aku peduli sama kamu, Ryan!” Silva membalas dengan n

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    80. teman biasa?

    Ryan tersentak ketika ponselnya bergetar di atas meja. Namun, dering itu hanya berlangsung sebentar. Ia segera melirik layar ponselnya, dan alisnya langsung bertaut saat melihat nama Silva muncul di sana. Tanpa berpikir panjang, Ryan segera menekan tombol panggil untuk menghubungi Silva kembali.Panggilan itu tersambung setelah beberapa nada. Namun, suara di seberang terdengar lemah, hampir tidak terdengar. "Silva? Kamu di mana? Kenapa telepon aku? Terjadi sesuatu?" Ryan langsung bertanya dengan nada cemas.Silva menghela napas panjang sebelum menjawab. Suaranya terdengar bergetar. "Aku… aku ada di apartemen. Aku butuh bicara sama kamu, Ryan," katanya singkat."Apartemenmu?" Ryan memeriksa jam di dinding. Sudah hampir tengah malam. "Apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja?""Tolong datang, Ryan. Aku nggak tahu harus ngomong sama siapa lagi," suara Silva terdengar putus asa. Itu cukup bagi Ryan untuk langsung bangkit dari tempat duduknya dan mengambil kunci mobil."Baik, tunggu di sana.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status