Share

Bagian 4

Author: Rilla
last update Last Updated: 2024-10-17 11:00:30

Jam menunjukkan pukul tiga subuh. Dirga masih terjaga setelah pergulatan panjangnya dengan Amora yang baru selesai satu jam yang lalu. Ia tak menyangka keberanian Amora membuat mereka berakhir di atas ranjang yang sama. Entah berapa kali ia melepaskan calon anaknya di Rahim Amora. Dan ia berharap jika itu bisa cepat menghasilkan.

Dirga memejamkan matanya. Ia bersandar di sandaran tempat tidur. Hanya sebentar, ia kembali membuka matanya dan menatap Amora yang kini sudah terlelap dengan tubuh telanjang yang hanya ditutupi selimut tebal. Tatapan Dirga terlihat kosong. Ia kembali teringat satu bulan yang lalu, kakeknya memberikan ancaman padanya.

Satu bulan yang lalu,

"Dirga, jangan bermimpi menjadi penerus utama keluarga ini jika kau belum memiliki keturunan. Warisan ini bukan untuk pria yang tak bisa melanjutkan garis keluarga."

Dirga mengepalkan tangannya, merasa terdesak oleh tuntutan keluarga yang tak pernah memberinya ruang untuk memilih. Itulah alasan ia membuat keputusan dingin dan penuh perhitungan, menjadikan Amora alat untuk mencapai tujuannya.

Ia tidak peduli bagaimana Amora memandangnya, karena baginya, ini semua hanya langkah untuk mempertahankan kekuasaan yang sudah ia genggam.

Dirga menyibak selimutnya. Ia mengumpulkan kembali semua pakaian miliknya yang berserakan di lantai lalu mengenakan pakaian itu sebelum Dirga memutuskan untuk kembali ke apartemennya yang lama.

Ya. Dirga sudah memutuskan untuk tak tinggal bersama dengan Amora. Ini memang rencananya sejak awal. Ia menemui Amora hanya untuk melakukan proses mendapatkan keturunan. Setelah itu ia akan kembali ke apartemen lamanya dan menjalankan hidupnya seperti biasa.

Sementara untuk Amora, Ia sudah menyiapkan asisten rumah tangga yang bisa membantu apapun semua pekerjaan Amora. Namun Dirga tetap akan mengunjungi Amora sesekali.

Sebelum Dirga keluar dari kamar, ia kembali menatap Amora yang masih terlelap di balik selimut tebal.

Amora terbangun sedikit lebih siang. Ia merasakan semua tubuhnya terasa sakit. Ia tak lupa kejadian semalam di mana ia menyerahkan semuanya pada Dirga. Namun Ia juga tak lupa semua itu terjadi hanya karena sebuah perjanjian. Ia harus cepat hamil dan melahirkan anak Dirga, setelah itu menghilang dari kehidupan Dirga dan anak yang ia lahirkan.

Semuanya terdengar sangat mudah untuk dikerjakan. Sedia berharap di pertengahan nanti tak ada yang berubah.

"Kamu harus kuat Amora. Ini demi ayah." Ucapnya. Amora turun dari tempat tidur, secara perlahan ia melangkah menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya. Tak ada kebahagiaan, Tak ada cinta, tak ada rutinitas sebagai seorang istri yang ia lakukan, walaupun dimata agama pernikahannya sah.

Amora menatap dirinya di cermin. Lagi-lagi ia kembali menguatkan untuk bisa sabar sampai kontrak itu selesai.

Amora melangkah keluar dari kamarnya. Ia tak menemukan siapapun ada di apartemen tersebut kecuali seorang wanita paruh baya yang saat ini sedang berkutat di dapur.

"Ibuk?" Sapa Amora lebih dulu. Wanita paruh baya itu sedikit tersentak, namun ia langsung tersenyum ramah saat melihat Amora ada di depannya.

"Nona sudah bangun?" Tanyanya. Namun pertanyaan itu justru membuat Amora bingung. Kenapa tiba-tiba ada yang memanggilnya nona.

"Maaf sebelumnya saya lancang bertanya, ibu siapa ya?"

"Oh kenalkan non, saya Susi. Saya diperintahkan Tuan Dirga untuk menjaga nona selagi Tuan Dirga tidak ada di sini."

Pernyataan itu justru membuat Amora bingung "maksudnya?" Tanyanya.

"Tadi setelah saya datang, Tuan Dirga bilang kalau dia akan kembali ke apartemen lamanya. Dan akan datang ke sini sesekali. Jadi kalau non Amora butuh sesuatu, non bisa minta saya untuk membuatkan atau pergi keluar untuk membeli sesuatu." ucap Susi.

Kembali Amora dibuat tertampar dengan keadaannya saat ini. Jadi bisa dikatakan Dirga hanya butuh tubuhnya dan rahimnya saja. Bahkan untuk tinggal satu atap dengannya saja Dirga tidak mau.

Amora mengangguk pelan, "Terima kasih ya bu." Ucapnya.

Amora kembali berbalik badan dan melangkah menuju kamar namun geraknya dihentikan, "Nona mau makan apa? biar bi Susi siapkan.."

"Nggak usah Bu. Aku nggak laper."

"Tapi tadi pesan Tuan Dirga, setelah bangun tidur, non harus makan."

Amora tersenyum kecut. "Harus makan?"

"Iya non. Biar non bisa cepat hamil. Tuan Dirga juga belikan susu untuk Promil. Sepertinya Tuan Dirga sudah nggak sabar buat punya anak non. Tuan Dirga sayang banget sama non kayaknya."

Amora tersenyum kecut. "Cepat hamil? Anak?" Lirihnya.

"Ya sudah buk. Roti bakar pakai telur aja buk."

"Baik non."

Amora melangkah menuju ruang santai. Ia menyalakan televisi besar yang ada di sana. Walaupun tubuhnya ada di sana namun pikirannya melayang pada ayahnya.

Entah bagaimana kondisi ayahnya saat ini. padahal Ia masih sehat, masih bugar dan masih kuat untuk menjaga ayahnya namun, faktanya ia membiarkan orang lain menjaga ayahnya sendiri. Walaupun orang tersebut adalah suruhan dari Dirga dan juga seorang dokter, ia tak ada artinya lagi sebagai seorang anak.

Banyak hal yang harus ia korbankan di usianya yang masih menginjak 27 tahun ini. Ia harus merelakan rahimnya diisi oleh seorang bayi yang nanti bayinya akan ia tinggalkan, ia juga harus rela membuang impiannya tentang indahnya pernikahan dan menggantinya menjadi pernikahan di atas kertas. Dia juga harus rela jauh dari ayahnya.

Sementara di kantor, Bagian pemasaran dihebohkan dengan Amora yang berhenti bekerja. Padahal tim di kantor sangat tahu jika Amora sedang berjuang mengumpulkan uang untuk pengobatan ayahnya.

"Dapat kabar nggak sih kalian? Masa berhenti gitu aja. Ayahnya baik-baik aja kan?" Tanya Dini teman dekat Amora di kantor.

"Coba kamu tanya sama bos deh. Siapa tahu Amora lapor bos."

"Nggak ah. Nyari mati namanya. Udah tahu pak bos nggak mau ngurus yang begituan."

"Ya terus gimana dong? Kan aneh Amora tiba-tiba nggak masuk. Kita semua tahu kan kalau dia itu gila kerja. apalagi ayahnya kan lagi dirawat di rumah sakit. Nggak Mungkin dia tiba-tiba berhenti gitu aja."

Dini terdiam. Amora tak pernah bicara padanya. padahal Amora yang paling dekat dengannya di kantor. Iya juga takut menghadap Dirga hanya untuk bertanya perihal keberadaan Amora. Karena ia tahu bosnya itu tidak sedekat yang dibayangkan. Dirga termasuk salah satu bos yang sulit untuk tersenyum pada anak buahnya.

__

Waktu berlalu. Lima kali Dirga menemuinya, lima kali jualah Dirga menyentuhnya setelah itu Dirga akan kembali ke apartemen lamanya dan meninggalkan Amora sendirian.

Seperti sekarang. Mereka baru saja selesai berhubungan badan dengan kembali Dirga membuang calon anaknya di dalam rahim Amora.

Amora keluar dari kamar mandi dan lagi-lagi ia tak menemukan Dirga di kamar. Amora menghela nafas berat.

Ia menyentuh perutnya, "Kamu kapan ada di perutku. Kenapa belum ada juga. Padahal sudah satu bulan aku Dia dia menikah." Gumamnya.

Amora melangkah keluar kamar. Ia yang awalnya mengira jika Dirga akan menghilang lagi, ternyata ia salah. Pria itu kini berada di ruang santai apartemen tersebut. Amora melangkah mendekati Dirga yang tengah asik menonton. Sementara buk Susi berada di dapur menyiapkan makanan yang mungkin pesanan Dirga sendiri.

"Dirga," panggil Amora pelan. Dirga melirik sekilas pada Amora setelah itu ya kembali menatap ke arah televisi.

"Ada apa?" Jawabnya masih dengan nada dingin.

Amora tak langsung menjawab. Wanita itu melangkah semakin dekat dengan Dirga dan memberanikan dirinya untuk duduk di samping Dirga. Dan Amora pikir Dirga akan membentaknya Namun ternyata pria itu hanya diam saja.

"Bagaimana kabar ayahku?"

Dirga menghentikan jemarinya yang tengah sibuk memencet tombol yang ada pada remote TV. Dirga tak menjawab namun pria itu langsung mengeluarkan ponselnya dan menghubungi dokter Hans lewat video call. Selama panggilan itu tersambung dan Dirga menyerahkan ponsel tersebut pada Amora.

"Ayah.." bisiknya lirih. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Ayahmu tidak apa-apa. Kondisinya benar-benar stabil dan semakin baik." Jawab dokter Hans dari seberang sana.

Amora mengangguk lega. Ia lalu menatap Dirga sebentar lalu kembali menatap ayahnya.

"Ayah, aku akan segera menemui mu. Tunggulah sedikit lebih lama, Yah." Hanya dalam hatinya ia sanggup bicara seperti itu. Karena perjanjian itu membuatnya tak bisa leluasa berbicara.

"Terima kasih dokter." Ucap Amora tulus. Panggilan tersebut diputuskan sepihak oleh Dirga. Ia lalu menyerahkan ponsel Dirga kembali, "Makasi Dirga. Terima kasih sudah menjaga ayahku dengan baik." Dirga tertegun. Entah kenapa, kata "Ayahku" membuatnya sedikit tercubit.

Dirga mengambil ponsel tersebut dan menjawab ucapan terima kasih Amora dengan gumaman.

Amora kembali melangkah. Bahunya tampak bergetar memberi tanda jika wanita itu sedang menangis.

*****

Related chapters

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 5

    Dirga duduk di ruang kerja di kantornya, mencoba fokus pada dokumen yang terbuka di hadapannya. Namun, pikirannya terus kembali pada wajah Amora yang basah oleh air mata yang ia lihat tadi malam saat ia hendak kembali ke apartemen lama dan hendak melihat keadaan Amora untuk sebentar.Ia tak pernah peduli sebelumnya-air mata orang lain adalah urusan mereka, bukan urusannya. Tapi kali ini berbeda. Ada sesuatu yang aneh mengusik hatinya, seperti duri kecil yang menyakitkan meski tak terlihat. Dirga menepis pikirannya, menganggap itu hanya rasa bersalah yang seharusnya tak perlu ia rasakan. "Dia tahu konsekuensinya," gumamnya pelan, tapi suara itu terdengar lebih seperti pembelaan daripada keyakinan.Namun semakin lama Dirga mencoba fokus, semua semakin membuatnya sakit kepala. Dirga memijat pelipisnya, mencoba menghalau rasa lelah yang tak biasa. Pikirannya terus mengembara, kembali ke apartemen tempat Amora berada. Sudah satu bulan mereka menikah, dan meskipun hubungan mereka didasark

    Last Updated : 2024-10-17
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 6

    "Hamil?" Dirga menyipitkan matanya, tak menyembunyikan keterkejutannya. Apa benar Amora Hamil? Kalau benar, itu artinya ia akan segera mendapatkan keturunan. Ada rasa lega di hati Dirga. Karena sebentar lagi ia akan punya anak dan menjadi pewaris utama untuk Abraham Company.Tanpa bicara banyak lagi dengan Susi, Dirga kembali masuk ke dalam, ia mendorong pintu kamar Amora tanpa banyak basa-basi, langkahnya terhenti saat telinganya menangkap suara samar-samar seseorang yang muntah dari arah kamar mandi.Dahinya berkerut, dan tanpa berpikir panjang, ia berjalan cepat menuju kamar mandi yang pintunya sedikit terbuka."Amora?" panggilnya, suaranya tegas namun tak sepenuhnya dingin.Saat pintu terdorong lebih lebar, Dirga menemukan pemandangan yang membuat langkahnya terhenti. Amora berlutut di depan wastafel, tubuhnya tampak gemetar, satu tangan bertumpu di wastafel untuk menahan tubuhnya yang jelas lemas."Amora!" Dirga langsung menghampiri, menunduk di sampingnya. "Apa yang terjadi?"A

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 7 (21+)

    Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari dan Amora belum juga bisa tertidur. Sejak tadi otaknya berkelana membayangkan Dirga. Bukan membayangkan sesuatu yang baik, namun membayangkan sesuatu yang panas dan menggairahkan. Amora bahkan sampai menggigit bibir bawahnya. tak ada yang bisa ia lakukan untuk mewujudkan bayangannya tersebut.Amora melirik ponselnya. Ia mengambil ponsel tersebut dan langsung berkelana di dunia maya mencari perasaan apa yang saat ini ia rasakan dan setalah ia tahu, tubuhnya seketika menegang. "Jika tak kamu dapatkan, maka kamu akan selalu uring-uringan?" gumam Amora sembari membaca tulisan yang tertera pada artikel yang ia temukan.lagi-lagi Amora menggigit bibir bawahnya. Namun detik berikutnya ia menggeleng kuat. "Nggak mungkin. pasti ini cuma keinginan semu semata." Ucapnya mencoba membantah. Agar ia tak berlarut dalam situasi aneh seperti ini, Amora pun memutuskan untuk keluar dari kamar. Walaupun AC di kamarnya sangat dingin namun entah kenapa ia merasa k

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 8 : Munculnya Pesaing

    Amora terbangun dengan tubuh terasa lebih ringan dan segar. Ia membuka matanya perlahan, membiarkan cahaya matahari pagi menyapanya dari sela tirai kamar yang tertutup dan ditiup angin. Saat ia menyibak selimut, seketika wajahnya memanas. Tubuhnya... kosong. Tak sehelai benang pun melekat di kulitnya.Ia terdiam beberapa saat, mencoba mencerna situasi. Ketika ingatan tentang kejadian semalam kembali menghampiri, wajahnya seketika memerah. Dirga. Ia dan Dirga... Amora menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menutupi rasa malunya meski ia hanya seorang diri di kamar itu.Ia teringat betapa ia tak bisa menahan dirinya tadi, rasa manja yang muncul tiba-tiba saat ia ngidam untuk dipeluk oleh Dirga. Ia bahkan mengingat dengan jelas bagaimana ia meminta Dirga untuk memeluknya dan keributan kecil perihal es krim miliknya yang dibuang Dirga. Otaknya kembali mengingat bagaimana Dirga akhirnya menuruti keinginannya dan memeluknya erat, Amora tak bisa menahan senyum kecil yang muncul di

    Last Updated : 2024-12-01
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    9. Rencana Tinggal Bersama

    Dirga baru saja sampai di apartemen yang Amora tempati. Setelah semalaman suntuk ia tak bisa tidur karena memikirkan pesan yang Rega kirimkan padanya, pagi-pagi buta Ia memutuskan untuk pergi ke apartemen Amora. Saat ia masuk ke dalam, ruangan Masih gelap gulita, bahkan bi Susi belum bangun dari tidur. Dirga menatap jam yang ada di pergelangan tangannya dan masih menunjukkan pukul 04.00 subuh. Ia melihat pintu ruangan Amora. Tanpa pikir panjang ia melangkah mendekati pintu tersebut dan membukanya. Amora masih tertidur pulas, itulah yang ia lihat di hadapannya saat ini. Dirga mendekat secara perlahan, dan entah kenapa ia merasa tenang melihat Amora yang seperti ini, daripada harus melihat Amora yang selalu mual dan muntah di kamar mandi.Dirga melihat sisi kosong yang ada di samping Amora. Ia pun memutuskan untuk berbaring di sana dan tak lama Ia pun tertidur. Sinar mentari pagi mulai menyapa di balik gorden yang ada di kamar Amora. Wa

    Last Updated : 2024-12-05
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    10. Pengakuan cinta tak langsung

    Seperti apa yang Dirga katakan tadi, pria itu memboyong Amora dan juga bik Susi untuk pindah ke apartemen utama miliknya. Namun karena kamar di apartemennya itu hanya ada dua, jadi mau tidak mau Amora tidur di kamarnya, sementara kamar tamu akan diisi oleh Bik Susi. Dan ini pertama kalinya ia masuk ke dalam kamar Dirga yang ada di apartemen utama. Karena sejak mereka menikah, Dirga langsung membawanya ke apartemen kedua.Dengan perasaan canggung, Amora mendorong kopernya masuk ke dalam kamar Dirga. Dan untuk persekian detik, ia merasa kagum dengan kamar tersebut. Semua interiornya terlihat sangat mahal dan elegan. Dan itu merupakan ciri khas dari Dirga sendiri. Amora menatap ranjang yang cukup besar. Bisa diisi oleh 4 orang dewasa tanpa harus sempit-sempitan. Di sudut kamar ada lemari khusus miniatur anime jepang yang bertema bajak laut dengan topi jeraminya. Amora tersenyum tipis melihat koleksi Dirga tersebut."Sampai anak itu lahir, kamu tidu

    Last Updated : 2024-12-05
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    11. Cemburu?

    Dirga melangkah menuju dapur. Ia menatap dari tempatnya berdiri Amora yang sedang menyantap makanan yang tadi Bik Susi buatkan untuk wanita itu.Dirga mengambil sebotol minuman dingin dan membawanya ke ruang TV dan memilih duduk di samping Amora. Ia bisa melihat Amora terkejut dari sudut matanya. Namun Dirga mencoba bersikap senatural mungkin."Apa yang kamu makan?" Tanyanya."O? Ini? Spaghetti buatan bik Susi. Kamu mau?"Dirga menggeleng, "Habiskan saja itu.""Baiklah."Kecanggungan kembali terjadi. Kali ini tak hanya Amora saja yang merasakannya, Dirga pun juga ikut mati kata. Ia mengumpat dalam hatinya mencaci maki keadaan yang seperti ini."Ayahmu....""Dirga Ayahku,"Keduanya terdiam setelah sama-sama bicara dengan topik yang sama."Kenapa ayahmu?" Tanya Dirga akhirnya.Amora menatap Dirga, "Aku rindu ayahku. Apa aku boleh ke rumah sakit?" Ucapnya bertanya, namun tak ada respon dari Dirga, "Kalau tak boleh juga tak,""Habiskan makananmu, setelah itu bersiap. Kau pergi denganku."

    Last Updated : 2024-12-05
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    12. Sedikit pertengkaran

    Amora!!" Panggil Dirga lagi namun kali ini dengan nada suara yang sedikit ketus.Amora yang mulai tersadar dengan situasi ini, langsung berpamitan pada Rega dan juga Silva. Tentu saja dengan raut wajah bingung dari keduanya.Suasana dalam mobil mendadak sunyi. Sudah beberapa kali Amora melirik ke arah Dirga namun raut wajah pria itu tetap tajam.Amora tak tahu harus memulai seperti apa. Sebenarnya ia juga ada banyak hal yang berkecamuk di kepalanya. Dan salah satunya adalah Silva. Siapa Silva? Dan kenapa Dirga menjawab dengan jawaban ketus seperti tadi. Dan jika iya dengar dari jawaban Dirga, sepertinya Silva adalah mantan kekasih pria tersebut.Tak jauh-jauh dari pikiran Amora, Dirga juga memikirkan hal yang sama, namun orang yang berbeda. Dalam benar Dirga saat ini adalah perihal Rega dan Amora yang sudah bertukar nomor ponsel."Ga..." Panggilan Amora memecah kesunyian.Pria itu melirik sekilas lalu kembali menatap lurus, "hm?" Gumamnya."Kenapa mobilnya nggak jalan? Apa masih ada y

    Last Updated : 2024-12-05

Latest chapter

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    102 (Tamat)

    Kehamilan Silva berjalan lancar, meski seperti kebanyakan wanita hamil, ia juga mengalami morning sickness yang cukup parah. Setiap pagi, Ryan selalu membantu istrinya menghadapi mual dan muntah yang tidak bisa dihindari. Ia memastikan Silva tetap terhidrasi dengan memberikan air jahe hangat yang bisa membantu meredakan rasa mualnya. Namun, hal yang paling membuat Ryan pusing adalah ketika Silva mulai mengidam. Keinginan Silva seringkali datang tiba-tiba, dan bukan hal yang biasa. Mulai dari rujak pedas tengah malam hingga kue-kue tradisional yang sulit ditemukan, semua itu harus Ryan usahakan demi membahagiakan istrinya.Suatu malam, Silva tiba-tiba membangunkan Ryan yang sedang tertidur lelap. Dengan wajah memelas, ia berkata, "Sayang, aku pengen makan durian." Ryan yang setengah sadar hanya bisa mengernyitkan dahi. "Durian? Sekarang? Sayang, ini sudah hampir tengah malam," jawabnya sambil melirik jam di meja. Tapi melihat wajah Silva yang tampak begitu menginginkan hal itu, Ryan

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    101

    Dua bulan setelah pernikahan mereka, kehidupan Ryan dan Silva berjalan begitu tenang dan bahagia. Tidak ada lagi bayangan Adrian yang mengusik, dan masalah-masalah yang dulu sempat menghantui mereka kini hanya menjadi kenangan buruk yang semakin memantapkan hubungan mereka. Pagi itu, Silva bangun lebih awal dari biasanya. Ia merasakan sesuatu yang berbeda dalam tubuhnya—mual ringan dan rasa lelah yang tidak biasa. Selain itu, ia menyadari bahwa siklus bulanannya terlambat beberapa hari. Rasa penasaran langsung menggelitik pikirannya.Setelah memastikan Ryan masih tertidur lelap di kamar, Silva memutuskan untuk memeriksa hal itu sendiri. Ia mengambil tes kehamilan yang sudah ia simpan sejak satu bulan yang lalu. Tangannya sedikit gemetar saat mencelupkan alat itu ke dalam sampel yang ia ambil. Beberapa menit menunggu terasa seperti seabad baginya. Ketika hasil akhirnya keluar, dua garis merah muncul di alat itu, jelas dan nyata. Silva terdiam beberapa saat, mencoba mencerna kenyataan

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    100

    Pagi itu, Tuan Wijaya melangkah masuk ke ruang kerja Dirga dengan langkah yang terasa berat. Pria paruh baya itu membawa beban yang begitu besar di pundaknya. Wajahnya yang biasanya penuh dengan wibawa kini tampak suram. Dirga yang sedang memeriksa dokumen di mejanya itu dibuat terganggu dengan kehadiran sekretarisnya yang memberi kabar jika ada tamu yang ingin bertemu dengan Dirga di luar. Awalnya Dirga sedikit ragu namun akhirnya ia mengizinkan tamu tersebut untuk masuk.Saat suara ketukan pintu terdengar Dirga pun langsung mengangkat kepala ketika melihat tamunya. "Tuan Wijaya?" tanyanya, setengah terkejut. Tamu ini adalah seseorang yang jarang sekali mau menemui orang lain terlebih dahulu. "Silakan duduk," sambung Dirga sembari mengisyaratkan kursi di depannya. Tuan Wijaya tersenyum tipis, lebih seperti usaha untuk menyembunyikan rasa malunya.Setelah duduk, Tuan Wijaya langsung membuka pembicaraan tanpa basa-basi. "Dirga, aku datang ke sini bukan hanya sebagai pemimpin perusaha

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    99

    Adrian duduk di kursi kantornya dengan wajah yang penuh emosi. Berkas-berkas laporan keuangan yang berserakan di mejanya menjadi bukti nyata kehancuran yang tengah melanda perusahaannya. Sementara itu, Tuan Wijaya, ayah Adrian, tampak berdiri di depan jendela besar ruangan tersebut dengan wajah penuh kekhawatiran. “Adrian, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa para investor kita tiba-tiba menarik diri tanpa alasan yang jelas?” tanyanya dengan nada tajam. Adrian hanya menghela napas panjang sambil memijat pelipisnya. “Aku sedang mencoba mencari tahu, Ayah. Tapi ini semua terjadi begitu cepat. Aku yakin ini bukan kebetulan,” jawabnya dengan suara rendah namun penuh amarah.Adrian merasa ada sesuatu yang tidak beres. Perusahaan mereka, yang selama ini berdiri kokoh, kini berada di ambang kehancuran. Salah satu manajer keuangan masuk ke ruangan dengan raut wajah cemas, membawa kabar yang semakin memperburuk suasana. “Pak Adrian, maaf mengganggu. Kami baru saja menerima kabar bahwa bebera

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    98

    Malam itu, setelah semua tamu pulang dan suasana pesta perlahan mereda, Ryan dan Silva akhirnya masuk ke kamar yang telah disiapkan khusus untuk mereka. Kamar itu begitu hangat, dengan lilin-lilin yang menyala lembut dan bunga mawar yang tersebar di beberapa sudut ruangan. Silva berjalan pelan, matanya menyapu setiap sudut kamar dengan ragu-ragu. Gaun pengantinnya masih dikenakan, membuatnya terlihat seperti sosok putri di negeri dongeng. Sementara itu, Ryan berdiri di dekat pintu, memandangi istrinya dengan senyum kecil yang tidak bisa ia sembunyikan. "Kamu terlihat cantik sekali malam ini," bisik Ryan, membuat wajah Silva memerah.Silva memalingkan wajah, mencoba menyembunyikan rasa malunya. "Kamu terlalu sering memujiku hari ini," jawabnya pelan. Ryan melangkah mendekat, melepaskan jasnya dan menggantungnya di kursi dekat tempat tidur. "Aku hanya mengatakan apa yang aku lihat," balasnya sambil menatap Silva dengan lembut. Malam itu terasa begitu berbeda, ada kehangatan yang me

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    97

    Pagi itu, udara terasa segar di villa yang terletak di daerah pegunungan. Silva sedang duduk di depan meja rias dengan wajah yang dihiasi senyum tipis. Di belakangnya, seorang perias sedang sibuk menyempurnakan make-up-nya. Gaun pengantin berwarna putih dengan detail renda yang indah tergantung di dekat jendela, memantulkan sinar matahari pagi. Silva menatap pantulan dirinya di cermin, mencoba menenangkan debaran jantungnya. "Nona, Sepertinya kau terlihat sangat gugup. Cobalah untuk menenangkan diri. Sebuah pernikahan itu memang mendebarkan." Ucapnya.Silva tersenyum kikuk. "Aku tak tahu rasanya akan sungguh segugup ini. Supercar dari kebun kupu-kupu yang saat ini berterbangan dalam perutku." Jawabnya yang langsung membuat penata rias tersebut tertawa. "Dulu saat aku menikah, aku juga merasakan hal yang sama dengan apa yang gak nona rasakan. Jantungku bahkan berdegup tak karuan, tubuhku panas dingin dan keringat dingin keluar dari pori-pori wajahku. Tapi satu hal yang membuatku ban

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    96

    Begitu orang tua Adrian meninggalkan rumah, suasana di ruang tamu keluarga Silva terasa sangat tegang. Ayah Silva menyandarkan tubuhnya di sofa, mencoba menenangkan diri, sementara ibu Silva tampak mondar-mandir dengan ekspresi cemas. "Mereka benar-benar tidak menyerah, yah? Aku bahkan tidak tahu harus berkata apa tadi," ucap ibu Silva dengan nada bergetar. Ayah Silva menghela napas panjang, mencoba meredam amarah yang sejak tadi ia tahan. Kekhawatirannya terpusat pada Silva. Ia tak ingin Adrian nekat pada anaknya itu yang membuat Silva berada dalam masalah."Aku akan menelepon Ryan. Dia harus tahu tentang ini," katanya sambil mengambil ponselnya dari meja. Ibu Silva berhenti sejenak, menatap suaminya dengan mata penuh kekhawatiran. "Kamu yakin mas kita perlu melibatkan Ryan? Aku tidak ingin masalah ini semakin besar, apalagi Ryan dan anak kita akan segera menikah." ucapnya ragu. "Justru karena ini semakin serius, kita perlu memberitahunya, apalagi perihal Adrian ini Ryan juga sud

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    95

    Pagi itu, meja makan keluarga Adrian diisi suasana yang berbeda. Biasanya, sarapan mereka dipenuhi dengan obrolan ringan tentang pekerjaan atau rencana hari itu, tapi kali ini topiknya berpusat pada satu nama: Silva. Adrian duduk dengan raut wajah serius, tatapannya kosong saat menyendok sarapannya. Ibunya, yang duduk di sebelahnya, memecah keheningan. "Adrian, mungkin kita harus mencoba cara lain. Bagaimana kalau kita menemui orang tua Silva langsung?" ucapnya hati-hati, berharap tidak memancing emosi putranya. Adrian berhenti mengunyah, menatap ibunya dengan sedikit ketertarikan. "Ayah sama bunda yakin mereka tahu di mana Silva dan akan memberitahukan pada kita?" tanyanya dingin. Sang ayah, yang duduk di ujung meja, menimpali, "Kalau mereka tidak tahu, siapa lagi yang tahu? Lagipula, mereka pasti tidak akan bisa menutupinya terlalu lama. Lambat laun semua akan terbongkar." Ucap pria paruh baya tersebut.Adrian memandang kedua orang tuanya dengan penuh harap, seolah menemukan sece

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    94

    Ryan sedang sibuk mengurus semua dokumen dan administrasi yang dibutuhkan untuk mendaftarkan pernikahannya dengan Silva. Ia ingin memastikan semuanya berjalan lancar tanpa hambatan sedikit pun. Meski hari pernikahan itu akan dilaksanakan secara sederhana sesuai permintaan Silva, Ryan tak ingin mengurangi makna dari momen sakral tersebut. Dengan bantuan Dirga yang memastikan keamanan acara dan Amora yang mendampingi Silva dalam setiap persiapannya, Ryan merasa tenang. Ia sangat menghargai dukungan keluarga Dirga, terlebih hubungan Silva dan Amora yang semakin dekat membuat segala sesuatunya terasa lebih ringan.Di tempat lain, Silva baru saja tiba di sebuah butik bersama Amora. Mereka ditemani dua orang penjaga yang ditugaskan oleh Ryan untuk memastikan keamanan Silva. Amora, dengan gaya cerianya, segera menarik tangan Silva ke rak-rak gaun pengantin yang berjejer dengan desain menawan. "Kita harus pilih yang paling cantik! Ryan pasti bakal terpukau melihatmu," ujar Amora sambil terkek

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status