Share

Bagian 4

Author: Rilla
last update Last Updated: 2024-10-17 11:00:30

Jam menunjukkan pukul tiga subuh. Dirga masih terjaga setelah pergulatan panjangnya dengan Amora yang baru selesai satu jam yang lalu. Ia tak menyangka keberanian Amora membuat mereka berakhir di atas ranjang yang sama. Entah berapa kali ia melepaskan calon anaknya di Rahim Amora. Dan ia berharap jika itu bisa cepat menghasilkan.

Dirga memejamkan matanya. Ia bersandar di sandaran tempat tidur. Hanya sebentar, ia kembali membuka matanya dan menatap Amora yang kini sudah terlelap dengan tubuh telanjang yang hanya ditutupi selimut tebal. Tatapan Dirga terlihat kosong. Ia kembali teringat satu bulan yang lalu, kakeknya memberikan ancaman padanya.

Satu bulan yang lalu,

"Dirga, jangan bermimpi menjadi penerus utama keluarga ini jika kau belum memiliki keturunan. Warisan ini bukan untuk pria yang tak bisa melanjutkan garis keluarga."

Dirga mengepalkan tangannya, merasa terdesak oleh tuntutan keluarga yang tak pernah memberinya ruang untuk memilih. Itulah alasan ia membuat keputusan dingin dan penuh perhitungan, menjadikan Amora alat untuk mencapai tujuannya.

Ia tidak peduli bagaimana Amora memandangnya, karena baginya, ini semua hanya langkah untuk mempertahankan kekuasaan yang sudah ia genggam.

Dirga menyibak selimutnya. Ia mengumpulkan kembali semua pakaian miliknya yang berserakan di lantai lalu mengenakan pakaian itu sebelum Dirga memutuskan untuk kembali ke apartemennya yang lama.

Ya. Dirga sudah memutuskan untuk tak tinggal bersama dengan Amora. Ini memang rencananya sejak awal. Ia menemui Amora hanya untuk melakukan proses mendapatkan keturunan. Setelah itu ia akan kembali ke apartemen lamanya dan menjalankan hidupnya seperti biasa.

Sementara untuk Amora, Ia sudah menyiapkan asisten rumah tangga yang bisa membantu apapun semua pekerjaan Amora. Namun Dirga tetap akan mengunjungi Amora sesekali.

Sebelum Dirga keluar dari kamar, ia kembali menatap Amora yang masih terlelap di balik selimut tebal.

Amora terbangun sedikit lebih siang. Ia merasakan semua tubuhnya terasa sakit. Ia tak lupa kejadian semalam di mana ia menyerahkan semuanya pada Dirga. Namun Ia juga tak lupa semua itu terjadi hanya karena sebuah perjanjian. Ia harus cepat hamil dan melahirkan anak Dirga, setelah itu menghilang dari kehidupan Dirga dan anak yang ia lahirkan.

Semuanya terdengar sangat mudah untuk dikerjakan. Sedia berharap di pertengahan nanti tak ada yang berubah.

"Kamu harus kuat Amora. Ini demi ayah." Ucapnya. Amora turun dari tempat tidur, secara perlahan ia melangkah menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya. Tak ada kebahagiaan, Tak ada cinta, tak ada rutinitas sebagai seorang istri yang ia lakukan, walaupun dimata agama pernikahannya sah.

Amora menatap dirinya di cermin. Lagi-lagi ia kembali menguatkan untuk bisa sabar sampai kontrak itu selesai.

Amora melangkah keluar dari kamarnya. Ia tak menemukan siapapun ada di apartemen tersebut kecuali seorang wanita paruh baya yang saat ini sedang berkutat di dapur.

"Ibuk?" Sapa Amora lebih dulu. Wanita paruh baya itu sedikit tersentak, namun ia langsung tersenyum ramah saat melihat Amora ada di depannya.

"Nona sudah bangun?" Tanyanya. Namun pertanyaan itu justru membuat Amora bingung. Kenapa tiba-tiba ada yang memanggilnya nona.

"Maaf sebelumnya saya lancang bertanya, ibu siapa ya?"

"Oh kenalkan non, saya Susi. Saya diperintahkan Tuan Dirga untuk menjaga nona selagi Tuan Dirga tidak ada di sini."

Pernyataan itu justru membuat Amora bingung "maksudnya?" Tanyanya.

"Tadi setelah saya datang, Tuan Dirga bilang kalau dia akan kembali ke apartemen lamanya. Dan akan datang ke sini sesekali. Jadi kalau non Amora butuh sesuatu, non bisa minta saya untuk membuatkan atau pergi keluar untuk membeli sesuatu." ucap Susi.

Kembali Amora dibuat tertampar dengan keadaannya saat ini. Jadi bisa dikatakan Dirga hanya butuh tubuhnya dan rahimnya saja. Bahkan untuk tinggal satu atap dengannya saja Dirga tidak mau.

Amora mengangguk pelan, "Terima kasih ya bu." Ucapnya.

Amora kembali berbalik badan dan melangkah menuju kamar namun geraknya dihentikan, "Nona mau makan apa? biar bi Susi siapkan.."

"Nggak usah Bu. Aku nggak laper."

"Tapi tadi pesan Tuan Dirga, setelah bangun tidur, non harus makan."

Amora tersenyum kecut. "Harus makan?"

"Iya non. Biar non bisa cepat hamil. Tuan Dirga juga belikan susu untuk Promil. Sepertinya Tuan Dirga sudah nggak sabar buat punya anak non. Tuan Dirga sayang banget sama non kayaknya."

Amora tersenyum kecut. "Cepat hamil? Anak?" Lirihnya.

"Ya sudah buk. Roti bakar pakai telur aja buk."

"Baik non."

Amora melangkah menuju ruang santai. Ia menyalakan televisi besar yang ada di sana. Walaupun tubuhnya ada di sana namun pikirannya melayang pada ayahnya.

Entah bagaimana kondisi ayahnya saat ini. padahal Ia masih sehat, masih bugar dan masih kuat untuk menjaga ayahnya namun, faktanya ia membiarkan orang lain menjaga ayahnya sendiri. Walaupun orang tersebut adalah suruhan dari Dirga dan juga seorang dokter, ia tak ada artinya lagi sebagai seorang anak.

Banyak hal yang harus ia korbankan di usianya yang masih menginjak 27 tahun ini. Ia harus merelakan rahimnya diisi oleh seorang bayi yang nanti bayinya akan ia tinggalkan, ia juga harus rela membuang impiannya tentang indahnya pernikahan dan menggantinya menjadi pernikahan di atas kertas. Dia juga harus rela jauh dari ayahnya.

Sementara di kantor, Bagian pemasaran dihebohkan dengan Amora yang berhenti bekerja. Padahal tim di kantor sangat tahu jika Amora sedang berjuang mengumpulkan uang untuk pengobatan ayahnya.

"Dapat kabar nggak sih kalian? Masa berhenti gitu aja. Ayahnya baik-baik aja kan?" Tanya Dini teman dekat Amora di kantor.

"Coba kamu tanya sama bos deh. Siapa tahu Amora lapor bos."

"Nggak ah. Nyari mati namanya. Udah tahu pak bos nggak mau ngurus yang begituan."

"Ya terus gimana dong? Kan aneh Amora tiba-tiba nggak masuk. Kita semua tahu kan kalau dia itu gila kerja. apalagi ayahnya kan lagi dirawat di rumah sakit. Nggak Mungkin dia tiba-tiba berhenti gitu aja."

Dini terdiam. Amora tak pernah bicara padanya. padahal Amora yang paling dekat dengannya di kantor. Iya juga takut menghadap Dirga hanya untuk bertanya perihal keberadaan Amora. Karena ia tahu bosnya itu tidak sedekat yang dibayangkan. Dirga termasuk salah satu bos yang sulit untuk tersenyum pada anak buahnya.

__

Waktu berlalu. Lima kali Dirga menemuinya, lima kali jualah Dirga menyentuhnya setelah itu Dirga akan kembali ke apartemen lamanya dan meninggalkan Amora sendirian.

Seperti sekarang. Mereka baru saja selesai berhubungan badan dengan kembali Dirga membuang calon anaknya di dalam rahim Amora.

Amora keluar dari kamar mandi dan lagi-lagi ia tak menemukan Dirga di kamar. Amora menghela nafas berat.

Ia menyentuh perutnya, "Kamu kapan ada di perutku. Kenapa belum ada juga. Padahal sudah satu bulan aku Dia dia menikah." Gumamnya.

Amora melangkah keluar kamar. Ia yang awalnya mengira jika Dirga akan menghilang lagi, ternyata ia salah. Pria itu kini berada di ruang santai apartemen tersebut. Amora melangkah mendekati Dirga yang tengah asik menonton. Sementara buk Susi berada di dapur menyiapkan makanan yang mungkin pesanan Dirga sendiri.

"Dirga," panggil Amora pelan. Dirga melirik sekilas pada Amora setelah itu ya kembali menatap ke arah televisi.

"Ada apa?" Jawabnya masih dengan nada dingin.

Amora tak langsung menjawab. Wanita itu melangkah semakin dekat dengan Dirga dan memberanikan dirinya untuk duduk di samping Dirga. Dan Amora pikir Dirga akan membentaknya Namun ternyata pria itu hanya diam saja.

"Bagaimana kabar ayahku?"

Dirga menghentikan jemarinya yang tengah sibuk memencet tombol yang ada pada remote TV. Dirga tak menjawab namun pria itu langsung mengeluarkan ponselnya dan menghubungi dokter Hans lewat video call. Selama panggilan itu tersambung dan Dirga menyerahkan ponsel tersebut pada Amora.

"Ayah.." bisiknya lirih. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Ayahmu tidak apa-apa. Kondisinya benar-benar stabil dan semakin baik." Jawab dokter Hans dari seberang sana.

Amora mengangguk lega. Ia lalu menatap Dirga sebentar lalu kembali menatap ayahnya.

"Ayah, aku akan segera menemui mu. Tunggulah sedikit lebih lama, Yah." Hanya dalam hatinya ia sanggup bicara seperti itu. Karena perjanjian itu membuatnya tak bisa leluasa berbicara.

"Terima kasih dokter." Ucap Amora tulus. Panggilan tersebut diputuskan sepihak oleh Dirga. Ia lalu menyerahkan ponsel Dirga kembali, "Makasi Dirga. Terima kasih sudah menjaga ayahku dengan baik." Dirga tertegun. Entah kenapa, kata "Ayahku" membuatnya sedikit tercubit.

Dirga mengambil ponsel tersebut dan menjawab ucapan terima kasih Amora dengan gumaman.

Amora kembali melangkah. Bahunya tampak bergetar memberi tanda jika wanita itu sedang menangis.

*****

Related chapters

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 5

    Dirga duduk di ruang kerja di kantornya, mencoba fokus pada dokumen yang terbuka di hadapannya. Namun, pikirannya terus kembali pada wajah Amora yang basah oleh air mata yang ia lihat tadi malam saat ia hendak kembali ke apartemen lama dan hendak melihat keadaan Amora untuk sebentar.Ia tak pernah peduli sebelumnya-air mata orang lain adalah urusan mereka, bukan urusannya. Tapi kali ini berbeda. Ada sesuatu yang aneh mengusik hatinya, seperti duri kecil yang menyakitkan meski tak terlihat. Dirga menepis pikirannya, menganggap itu hanya rasa bersalah yang seharusnya tak perlu ia rasakan. "Dia tahu konsekuensinya," gumamnya pelan, tapi suara itu terdengar lebih seperti pembelaan daripada keyakinan.Namun semakin lama Dirga mencoba fokus, semua semakin membuatnya sakit kepala. Dirga memijat pelipisnya, mencoba menghalau rasa lelah yang tak biasa. Pikirannya terus mengembara, kembali ke apartemen tempat Amora berada. Sudah satu bulan mereka menikah, dan meskipun hubungan mereka didasark

    Last Updated : 2024-10-17
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 6

    "Hamil?" Dirga menyipitkan matanya, tak menyembunyikan keterkejutannya. Apa benar Amora Hamil? Kalau benar, itu artinya ia akan segera mendapatkan keturunan. Ada rasa lega di hati Dirga. Karena sebentar lagi ia akan punya anak dan menjadi pewaris utama untuk Abraham Company.Tanpa bicara banyak lagi dengan Susi, Dirga kembali masuk ke dalam, ia mendorong pintu kamar Amora tanpa banyak basa-basi, langkahnya terhenti saat telinganya menangkap suara samar-samar seseorang yang muntah dari arah kamar mandi.Dahinya berkerut, dan tanpa berpikir panjang, ia berjalan cepat menuju kamar mandi yang pintunya sedikit terbuka."Amora?" panggilnya, suaranya tegas namun tak sepenuhnya dingin.Saat pintu terdorong lebih lebar, Dirga menemukan pemandangan yang membuat langkahnya terhenti. Amora berlutut di depan wastafel, tubuhnya tampak gemetar, satu tangan bertumpu di wastafel untuk menahan tubuhnya yang jelas lemas."Amora!" Dirga langsung menghampiri, menunduk di sampingnya. "Apa yang terjadi?"A

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 7 (21+)

    Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari dan Amora belum juga bisa tertidur. Sejak tadi otaknya berkelana membayangkan Dirga. Bukan membayangkan sesuatu yang baik, namun membayangkan sesuatu yang panas dan menggairahkan. Amora bahkan sampai menggigit bibir bawahnya. tak ada yang bisa ia lakukan untuk mewujudkan bayangannya tersebut.Amora melirik ponselnya. Ia mengambil ponsel tersebut dan langsung berkelana di dunia maya mencari perasaan apa yang saat ini ia rasakan dan setalah ia tahu, tubuhnya seketika menegang. "Jika tak kamu dapatkan, maka kamu akan selalu uring-uringan?" gumam Amora sembari membaca tulisan yang tertera pada artikel yang ia temukan.lagi-lagi Amora menggigit bibir bawahnya. Namun detik berikutnya ia menggeleng kuat. "Nggak mungkin. pasti ini cuma keinginan semu semata." Ucapnya mencoba membantah. Agar ia tak berlarut dalam situasi aneh seperti ini, Amora pun memutuskan untuk keluar dari kamar. Walaupun AC di kamarnya sangat dingin namun entah kenapa ia merasa k

    Last Updated : 2024-11-29
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    Bagian 8 : Munculnya Pesaing

    Amora terbangun dengan tubuh terasa lebih ringan dan segar. Ia membuka matanya perlahan, membiarkan cahaya matahari pagi menyapanya dari sela tirai kamar yang tertutup dan ditiup angin. Saat ia menyibak selimut, seketika wajahnya memanas. Tubuhnya... kosong. Tak sehelai benang pun melekat di kulitnya.Ia terdiam beberapa saat, mencoba mencerna situasi. Ketika ingatan tentang kejadian semalam kembali menghampiri, wajahnya seketika memerah. Dirga. Ia dan Dirga... Amora menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menutupi rasa malunya meski ia hanya seorang diri di kamar itu.Ia teringat betapa ia tak bisa menahan dirinya tadi, rasa manja yang muncul tiba-tiba saat ia ngidam untuk dipeluk oleh Dirga. Ia bahkan mengingat dengan jelas bagaimana ia meminta Dirga untuk memeluknya dan keributan kecil perihal es krim miliknya yang dibuang Dirga. Otaknya kembali mengingat bagaimana Dirga akhirnya menuruti keinginannya dan memeluknya erat, Amora tak bisa menahan senyum kecil yang muncul di

    Last Updated : 2024-12-01
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    9. Rencana Tinggal Bersama

    Dirga baru saja sampai di apartemen yang Amora tempati. Setelah semalaman suntuk ia tak bisa tidur karena memikirkan pesan yang Rega kirimkan padanya, pagi-pagi buta Ia memutuskan untuk pergi ke apartemen Amora. Saat ia masuk ke dalam, ruangan Masih gelap gulita, bahkan bi Susi belum bangun dari tidur. Dirga menatap jam yang ada di pergelangan tangannya dan masih menunjukkan pukul 04.00 subuh. Ia melihat pintu ruangan Amora. Tanpa pikir panjang ia melangkah mendekati pintu tersebut dan membukanya. Amora masih tertidur pulas, itulah yang ia lihat di hadapannya saat ini. Dirga mendekat secara perlahan, dan entah kenapa ia merasa tenang melihat Amora yang seperti ini, daripada harus melihat Amora yang selalu mual dan muntah di kamar mandi.Dirga melihat sisi kosong yang ada di samping Amora. Ia pun memutuskan untuk berbaring di sana dan tak lama Ia pun tertidur. Sinar mentari pagi mulai menyapa di balik gorden yang ada di kamar Amora. Wa

    Last Updated : 2024-12-05
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    10. Pengakuan cinta tak langsung

    Seperti apa yang Dirga katakan tadi, pria itu memboyong Amora dan juga bik Susi untuk pindah ke apartemen utama miliknya. Namun karena kamar di apartemennya itu hanya ada dua, jadi mau tidak mau Amora tidur di kamarnya, sementara kamar tamu akan diisi oleh Bik Susi. Dan ini pertama kalinya ia masuk ke dalam kamar Dirga yang ada di apartemen utama. Karena sejak mereka menikah, Dirga langsung membawanya ke apartemen kedua.Dengan perasaan canggung, Amora mendorong kopernya masuk ke dalam kamar Dirga. Dan untuk persekian detik, ia merasa kagum dengan kamar tersebut. Semua interiornya terlihat sangat mahal dan elegan. Dan itu merupakan ciri khas dari Dirga sendiri. Amora menatap ranjang yang cukup besar. Bisa diisi oleh 4 orang dewasa tanpa harus sempit-sempitan. Di sudut kamar ada lemari khusus miniatur anime jepang yang bertema bajak laut dengan topi jeraminya. Amora tersenyum tipis melihat koleksi Dirga tersebut."Sampai anak itu lahir, kamu tidu

    Last Updated : 2024-12-05
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    11. Cemburu?

    Dirga melangkah menuju dapur. Ia menatap dari tempatnya berdiri Amora yang sedang menyantap makanan yang tadi Bik Susi buatkan untuk wanita itu.Dirga mengambil sebotol minuman dingin dan membawanya ke ruang TV dan memilih duduk di samping Amora. Ia bisa melihat Amora terkejut dari sudut matanya. Namun Dirga mencoba bersikap senatural mungkin."Apa yang kamu makan?" Tanyanya."O? Ini? Spaghetti buatan bik Susi. Kamu mau?"Dirga menggeleng, "Habiskan saja itu.""Baiklah."Kecanggungan kembali terjadi. Kali ini tak hanya Amora saja yang merasakannya, Dirga pun juga ikut mati kata. Ia mengumpat dalam hatinya mencaci maki keadaan yang seperti ini."Ayahmu....""Dirga Ayahku,"Keduanya terdiam setelah sama-sama bicara dengan topik yang sama."Kenapa ayahmu?" Tanya Dirga akhirnya.Amora menatap Dirga, "Aku rindu ayahku. Apa aku boleh ke rumah sakit?" Ucapnya bertanya, namun tak ada respon dari Dirga, "Kalau tak boleh juga tak,""Habiskan makananmu, setelah itu bersiap. Kau pergi denganku."

    Last Updated : 2024-12-05
  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    12. Sedikit pertengkaran

    Amora!!" Panggil Dirga lagi namun kali ini dengan nada suara yang sedikit ketus.Amora yang mulai tersadar dengan situasi ini, langsung berpamitan pada Rega dan juga Silva. Tentu saja dengan raut wajah bingung dari keduanya.Suasana dalam mobil mendadak sunyi. Sudah beberapa kali Amora melirik ke arah Dirga namun raut wajah pria itu tetap tajam.Amora tak tahu harus memulai seperti apa. Sebenarnya ia juga ada banyak hal yang berkecamuk di kepalanya. Dan salah satunya adalah Silva. Siapa Silva? Dan kenapa Dirga menjawab dengan jawaban ketus seperti tadi. Dan jika iya dengar dari jawaban Dirga, sepertinya Silva adalah mantan kekasih pria tersebut.Tak jauh-jauh dari pikiran Amora, Dirga juga memikirkan hal yang sama, namun orang yang berbeda. Dalam benar Dirga saat ini adalah perihal Rega dan Amora yang sudah bertukar nomor ponsel."Ga..." Panggilan Amora memecah kesunyian.Pria itu melirik sekilas lalu kembali menatap lurus, "hm?" Gumamnya."Kenapa mobilnya nggak jalan? Apa masih ada y

    Last Updated : 2024-12-05

Latest chapter

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    82. Ciuman Tanpa Henti

    Silva mendorong Ryan yang tak mau menghentikan ciuman tersebut. Ia dibuat sesak nafas karena ulah Ryan."Ryan!" Teriaknya."Apa?""Kamu, apaan sih!""Apa?""Kamu mau bunuh aku?""Nggak. Aku cuma sedikit kesal."Silva menautkan alisnya, "kesal? Kenapa?""Karena Dirga yang lebih dulu melakukannya. Berarti Dirga itu ciuman pertamamu kan." Ucap Ryan yang cukup nampak cemburu,Silva menatap Ryan dengan tatapan tajam, seolah mencoba memahami apa yang baru saja keluar dari mulutnya. "Ryan, kamu nggak waras ya? Kita lagi ngomongin apa, kenapa tiba-tiba kamu jadi cemburu sama Dirga?"Ryan mendengus pelan, lalu menyandarkan punggungnya ke sofa. "Aku nggak cemburu," jawabnya, meskipun nada suaranya terdengar jelas bertentangan dengan pernyataan itu.Silva mendekat, menyilangkan tangan di depan dadanya. "Oh, jadi kamu nggak cemburu? Terus kenapa kamu marah-marah soal Dirga? Ciuman pertama, segala macam... Itu hal yang udah lewat, Ryan."Ryan memalingkan wajah, matanya menatap kosong ke arah jende

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    81. Ciuman Cemburu

    Silva duduk di sofa ruang tamunya dengan tangan yang saling menggenggam erat. Wajahnya tampak tegang saat Ryan berdiri di depannya, tatapannya penuh dengan campuran amarah dan kebingungan. Ryan baru saja selesai berbicara, meyakinkan Silva untuk membiarkannya ikut campur dalam masalahnya dengan Adrian. Tapi Silva menggeleng pelan, menunduk, dan menarik napas panjang sebelum akhirnya mengangkat wajahnya.“Ryan, aku nggak mau kamu terlibat,” ucapnya, suaranya rendah tapi penuh ketegasan. “Ini masalahku, bukan masalahmu. Aku nggak ingin kamu terseret ke dalam kekacauan ini. Adrian bukan orang yang mudah dihadapi, dan aku nggak mau kamu celaka karenanya.”Ryan mendengus kesal, melipat tangannya di dada. “Silva, aku nggak peduli siapa Adrian atau seberapa berbahayanya dia. Aku peduli sama kamu, dan aku nggak akan tinggal diam kalau dia terus memperlakukanmu seperti ini. Dan harusnya kamu yang nggak usah berurusan dengan pria itu."“Tapi aku peduli sama kamu, Ryan!” Silva membalas dengan n

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    80. teman biasa?

    Ryan tersentak ketika ponselnya bergetar di atas meja. Namun, dering itu hanya berlangsung sebentar. Ia segera melirik layar ponselnya, dan alisnya langsung bertaut saat melihat nama Silva muncul di sana. Tanpa berpikir panjang, Ryan segera menekan tombol panggil untuk menghubungi Silva kembali.Panggilan itu tersambung setelah beberapa nada. Namun, suara di seberang terdengar lemah, hampir tidak terdengar. "Silva? Kamu di mana? Kenapa telepon aku? Terjadi sesuatu?" Ryan langsung bertanya dengan nada cemas.Silva menghela napas panjang sebelum menjawab. Suaranya terdengar bergetar. "Aku… aku ada di apartemen. Aku butuh bicara sama kamu, Ryan," katanya singkat."Apartemenmu?" Ryan memeriksa jam di dinding. Sudah hampir tengah malam. "Apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja?""Tolong datang, Ryan. Aku nggak tahu harus ngomong sama siapa lagi," suara Silva terdengar putus asa. Itu cukup bagi Ryan untuk langsung bangkit dari tempat duduknya dan mengambil kunci mobil."Baik, tunggu di sana.

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    79. Tak ingin dihantui lagi

    Silva berdiri di depan apartemen mewah milik Adrian, menggenggam tas tangannya erat-erat seolah-olah itu adalah satu-satunya yang bisa memberikan keberanian. Ia menatap pintu besar di depannya, merasakan gemuruh di dadanya yang semakin kuat. Keputusannya untuk datang ke sini tanpa memberi tahu Ryan terasa seperti beban yang berat, namun ia tahu bahwa ini adalah sesuatu yang harus ia selesaikan sendiri.Langkahnya terasa berat ketika ia mendekati pintu dan menekan bel. Hanya beberapa detik kemudian, suara Adrian terdengar dari interkom, dingin namun penuh kendali. "Silva. Aku tidak menyangka kamu akan datang. Naiklah."Pintu otomatis terbuka, dan Silva melangkah masuk ke dalam gedung. Lift membawanya ke lantai tertinggi, tempat Adrian tinggal. Setiap lantai yang terlewati membuat jantungnya berdetak semakin cepat. Ia bertanya-tanya apakah keputusannya ini benar, namun ia menepis keraguan itu. Ia tidak ingin terus dibayangi oleh masa lalu.Ketika pintu lift terbuka, Adrian sudah berdiri

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    78

    Ryan duduk di sofa ruang tamu apartemen Silva, tangannya menggenggam sebuah map cokelat yang terlihat cukup tebal. Raut wajahnya tegang, mencerminkan keseriusan yang jarang Silva lihat sebelumnya. Sementara itu, Silva duduk di sampingnya dengan gelisah, jemarinya saling meremas tanpa sadar. Suasana di ruangan itu mendadak terasa sunyi, hanya terdengar suara kipas angin yang berputar pelan.Dengan gerakan perlahan, Ryan membuka map tersebut dan menarik napas panjang sebelum menyerahkannya kepada Silva. "Baca ini," katanya singkat, nadanya dingin namun tegas.Silva menatap map itu dengan keraguan. Tangannya sedikit gemetar saat menerimanya. Ia membuka map tersebut dan mulai membaca lembar demi lembar dokumen yang ada di dalamnya. Pandangannya segera berubah, dari kebingungan menjadi ketakutan."Ryan... bagaimana kamu bisa mendapatkan semua ini?" tanya Silva dengan suara bergetar. Ia menatap Ryan, berharap ada jawaban yang membuatnya merasa lebih tenang. Namun Ryan hanya diam, menatapnya

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    77. mencoba mencari tahu

    Ryan duduk di sofa ruang tamu apartemen Silva, tangannya memegang secangkir kopi yang sudah mulai dingin. Pandangannya tertuju pada Silva yang sedang membereskan beberapa buku di rak. Ia juga menatap senyum tipis yang selalu terbit dari bibir Silva. Dan entah kenapa ia menyukai senyum tersebut.“Sepertinya hidupmu sekarang jauh lebih tenang, ya?” Ryan membuka pembicaraan dengan nada santai. Silva menoleh, senyumnya kecil tapi tulus. “Iya, sejak Tante Nina berhenti menghubungiku, aku merasa seperti bisa bernapas lagi,” jawabnya sambil meletakkan buku terakhir di rak.“Syukurlah,” ujar Ryan sambil mengangguk. “Aku senang melihat kamu mulai pulih. Tapi... apa kamu yakin dia benar-benar sudah berhenti? Maksudku, Tante Nina bukan tipe orang yang menyerah begitu saja.” Silva terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Ryan. “Aku nggak tahu, Ryan. Tapi sampai sekarang dia nggak lagi menghubungiku, dan itu sudah lebih dari cukup buatku. Setidaknya untuk sementara waktu aku bisa bernafas lega tanp

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    76. Makanan Buatan Mama Mertua

    Detik berlalu begitu lama menurut Amora. Padahal setelah panggilan itu tertutup baru lewat 2 menit saja. Namun ia sudah merasa seperti 2 jam menunggu mertuanya keluar dari kamar. Ia benar-benar Tak sabar bisa masak bersama dengan ibu mertuanya itu. Impian semua menantu bukan? Bisa akrab dengan ibu mertua. Karena memang faktanya yang selalu menjadi banyak masalah dan momok menakutkan bagi menantu dalam rumah tangga adalah mertua perempuan.Dan saat ia sudah bisa berhasil membujuk mertua perempuannya untuk melihat dirinya secara baik-baik terlebih dahulu, membuat Amora cukup bangga dengan usahanya. Tapi yakin ini baru di awal saja karena masih ada beberapa rintangan lagi yang tentunya harus ia jalani. Pintu kamar tiba-tiba terbuka memunculkan Nina dengan pakaian santainya. Ia menatap Amora sekilas selalu melenggang menuju dapur. "Ngapain kamu masih duduk di sana, sini masak sama saya." Ucap Nina dengan ketus namun suaminya paham jika istrinya itu sebenarnya sudah menganggap Amora sebag

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    75. Nina Mulai Luluh

    Malam semakin larut, dan hawa dingin mulai menyelimuti taman rumah Dirga. Kiara menarik jaketnya lebih rapat sambil menguap kecil. Rasa kantuk mulai menyerangnya. Ia menguap beberapa kali membuat Dion tertawa gemas. “Sepertinya ada yang sudah tak bisa menahan kantuknya lagi." Goda Dion.Kiara tersenyum malu, "aku Ngantuk, masuk yuk." Jawabnya sambil berdiri. Dion mengangguk setuju. Kiara melangkah lebih dulu berjalan menuju pintu masuk rumah dan Dion mengekori dari belakang. Mereka saling bertukar pandang dan tersenyum sebelum berpisah di lorong menuju kamar mereka masing-masing.Sementara itu di kamar Dirga, pasangan suami istri itu belum tertidur. Keduanya masih asik berbicara hal-hal kecil dengan suasana yang nyaman. "Mas nggak pernah ke rumah mami lagi?" Tanya Amora sembari memainkan jemari suaminya.Dirga menghela nafas panjang. "Mas belum sempat. Lagian untuk saat ini berjumpa dengan Mami hanya akan menambah emosi Mas saja. Jadi lebih baik seperti ini dulu." "Tapi mas, bagai

  • Pernikahan Kontrak Dengan Bos Arogan    74. Memulai dengan lebih baik

    Ryan berdiri di dapur apartemen Silva, memandang sekeliling dengan sedikit kebingungannya. Dapur itu tidak terlalu besar, namun cukup nyaman dan rapi. Bau masakan ringan mulai tercium dari kompor, tanda bahwa suasana sudah kembali tenang setelah kejadian yang cukup membuat hati mereka berdua berdebar. Silva, yang tadi sempat canggung dan bingung, kini sudah mulai tersenyum sedikit saat berjalan mendekat dengan tangan membawa bahan-bahan untuk makan malam."Jadi, apa yang harus kita masak?" tanya Silva sambil membuka lemari es, memilih beberapa bahan yang akan dijadikan hidangan malam itu. Ryan, yang masih agak terkejut dengan kejadian sebelumnya, akhirnya tersenyum tipis. "Bagaimana kalau pasta?" jawabnya, berharap agar pilihannya itu tidak membuat suasana menjadi canggung lagi. Silva mengangguk, lalu mulai mengeluarkan peralatan masak dengan cekatan. "Pasta ya? Aku setuju. Tapi kamu bantu, kan?" tanyanya dengan sedikit gurauan, mencoba membuat suasana semakin ringan.

DMCA.com Protection Status