Mereka pulang menyisakan segala kepedihan bagi Tuan Bima, dia merasa telah gagal mencarikan pendamping untuk anak semata wayangnya.
Di dalam mobil ...
Teriknya matahari memasuki celah-celah mobil, Kayra melihat Tuan Bima terdiam seribu bahasa hanya sesekali menatap ke luar lajunya kendaraan yang berlalu lalang.
Kayra lalu menyandarkan kepalanya di pundak papinya, seketika Tuan Bima menoleh ke arah putrinya.
Tuan Bima sedikit mengulas senyuman di bibirnya walaupun sedikit dipaksakan untuk tersenyum.
Tak butuh waktu lama sampailah di rumah mereka. Di rumah pun banyak wartawan pencari berita yang sudah menunggunya.
Para tetangga pun sudah banyak berkerumun di dekat rumah mereka hanya ingin melihat Kayra yang telah gagal berkali-kali menikah.
Saat mereka masuk pintu gerbang para wartawan sudah menyerbunya dengan berbagai pertanyaan.
“Kay, banyak sekali wartawan yang datang, memang mereka tahu dari mana?”
“Sudah lah ,Pi, biar Kay yang menghadapi mereka, Papi lebih baik masuk saja!”
“Tidak , biar Papi yang menghadapi mereka semua, ini semua salah Papi, Sayang!”
“Pi, Papi sayang sama Kay kan, kalau Papi memang sayang tolong turuti sekali saja!”
“Baiklah, Sayang, kamu hati-hati ya!”
“Mas Alex tolong bawa Papi ke dalam!” perintahnya.
“Baik, Non!”
“Mi, Nimbrung yuk , masuk TV kali ya nongol sebentar ok lah!” ucap Dion yang sangat ingin dipuji ketampanannya.
Para wartawan pun ada yang mengambil foto eksklusif Kayra yang masih memakai kebaya putih dengan riasan yang sedikit memudar.
“Mbak, mau tanya bagaimana perasaan Anda setelah ijab kabul selesai, langsung ditalak tiga pada saat yang sama oleh suami Anda sendiri?” tanya wartawan satu.
“Mbak, benarkah gara-gara sering gagal menikah, Mbak mencoba melakukan bunuh diri?” tanya wartawan dua.
“Mbak, apakah Mbak pernah masuk rumah sakit jiwa selama setahun dan baru sembuh?” tanya wartawan tiga.
“Apakah pernikahan ini hanya sebagai perjanjian bisnis yang dilakukan Tuan Bima seperti pernikahan pertamanya, Mbak?” tanya wartawan empat.
“Mih, seru kali ya kalau kita bertanya sesuatu juga dengan dia tetapi melewati wartawan itu bagaimana?” usul Dion tersenyum.
“Memang kamu mau bertanya tentang apa?” tanya Sandra bingung.
“Sudah Mamih, tenang saja!”
“Sebentar aku kasih tahu dulu pertanyaan ini kepada wartawan itu!”
“Mamih tunggu di sini saja dulu dan menikmati hiburan yang tiada duanya,” jawabnya yang tersenyum lebar.
Dion mendatangi seorang wartawan dan menuliskan sebuah pertanyaan untuk dijawab oleh Kayra nantinya.
“Sudah Sayang?” tanya Mami Sandra penasaran.
“Sudah dong, ayuk kita lihat reaksi Kayra yang akan pucat pasi seperti mayat hidup setelah mendengar pertanyaan itu!” ucap Dion yang tak sabar melihat reaksi Kayra.
Wartawan itu mendekati Kayra dan memberikan pertanyaan yang sudah dituliskan Dion tadi dengan percaya diri.
“Mbak satu lagi pertanyaan, apakah Mbak sudah tidak perawan lagi atau karena gelar Mbak pakai sebagai janda muda, sangat mempengaruhi?” tanya wartawan kelima itu penuh semangat.
Seketika Kayra dan lainnya terdiam saat mendengar perkataan itu.
“Parah lu, ngapain juga kamu tanya masalah begituan!” tanya wartawan pertama.
“Ya namanya juga mencari berita tinggal jawab, susah amat hidup lu!” jawab wartawan kelima dengan santai.
“Oke, saya jawab satu-satu pertanyaan kalian yang tidak berbobot itu!”
“Pertama saya tidak ingin terkenal dengan masalah saya sendiri!”
“Jika saya tanya balik ke Anda semua jika kalian di posisi saya apa yang Anda rasakan, jika pasangan kalian melakukan hal seperti itu?”
“Pasti malu, sedih, sakit hati karena di hari itu juga langsung diceraikan kembali!”
“Ya , saya pernah masuk rumah sakit jiwa selama setahun, tetapi bukan berati saya tidak waras, saya hanya sedikit depresi, labil karena di usia saya yang masih muda sudah menikah dan pernikahan kami selama setahun belum di karunia anak karena saat itu saya masih kuliah tahap akhir!”
“Jika mengenai pernikahan ini karena perjanjian bisnis, itu salah karena papi saya tidak pernah memaksa saya untuk menikah muda, itu hanya kemauan saya.
“Dan kamu bilang apa masih perawan atau tidak, berarti Anda tidak cocok sebagai wartawan, itu adalah pertanyaan bodoh yang baru saya dengar!”
“Saya tahu kalau kamu disuruh oleh mereka, kan?” tanya Kayra sembari menunjuk ke arah mereka.
“Jawab!” teriak Kayra.
“I-iya Mbak, saya disuruh sama mereka!” ucap wartawan wanita itu gugup.
“Sekarang kalian sudah mendapatkan berita kalian, dan saya mohon dengan sangat tolong tinggalkan tempat ini segera, sebelum kesabaran saya hilang!” tegur Kayra kepada semua wartawan yang berkumpul di halaman depan rumahnya.
“Dan mohon maaf Ibu-ibu pertunjukkannya sudah selesai, silakan pergi dari sini, kami juga ingin ketenangan sebentar! ”teriaknya dengan lantang.
“Huh nggak asyik banget selesai padahal kita kan mau tahu cerita selanjutnya kalau begini ya nggak seru,” celetuk Bu Lidia sewot.
“Iya nih, sudah tahu anaknya pembawa sial masih saja mau dicarikan jodoh, biar cantik sejagat raya tetapi namanya bekas orang gila, mana ada yang mau, nanti kalau tiba-tiba kumat, mengamuk nggak jelas, takutlah!” sahut Ibu-ibu yang lain.
“untung saja kaya, coba kalau nggak bisa kita usir dari sini, sayangnya mereka banyak duit dan berkuasa, sedangkan para suami kita sedang mencari nafkah di perusahaan milik papinya!”
Kayra menghampiri mereka yang sudah cukup menarik perhatian mereka.
“Maaf Ibu-ibu, maksud kalian apa ya berbicara seperti itu, memang saya ada salah dengan kalian?” tanya Kayra sedikit menahan amarahnya.
“Eh Neng Kayra, nggak apa-apa kok, Neng nggak ada apa-apa!” jawab Bu Lidia sedikit malu.
“Bu, memang saya tidak dengar dengan apa yang kalian katakan!”ucap Kayra sedikit kesal.
“Maaf Neng bukan begitu maksudnya, maaf telah membuat Neng Kayra tersinggung!” sahut Bu Lidia tampak merasa bersalah.
“Kenapa kalian takut kalau para suami kalian, saya pecat nggak apa-apa kok kalau mau ke luar, saya tidak akan melarang bagi karyawan saya keluar!”
“Kalian kan tidak mau bekerja karena terpaksa di perusahaan saya dan menganggap saya tidak waras!”
“Baiklah saya akan pecat semua, karena ulah kalian para istri yang tidak tahu cara bersyukur, silakan cari kerja tempat lain saja!” jelasnya dengan lantang.
“Dion dan Mami Sandra pun buru-buru masuk rumah sebelum Kayra melihat mereka dan memutuskan hukuman apa yang cocok untuk diberikannya.
“Neng Kayra tolong jangan dimasukkan ke dalam hati, kami hanya bercanda saja, tidak lebih dari itu!” teriak ibu-ibu tadi yang menggosip ria.
Kayra pun tak memedulikannya dan segera meninggalkan mereka dan memilih masuk ke dalam rumah karena ingin memahari Dion yang sudah masuk duluan.
Sedangkan di ruang tengah keluarga terlihat Mami Sandra dan Dion dengan santai sedang membongkar semua barang-barang yang sudah dibelinya dari mal.
“Dion, apa-apaan kamu menyuruh wartawan itu berbicara ngawur, kamu mau membuat aku tambah malu, iya kan?” tanya Kayra kesal.
“Yaelah, Mbak hanya gitu doang, biasa saja kali!” celetuk Dion santai.
“Sudahlah Kay, nggak usah diperpanjang toh nasi telah menjadi bubur, waktu nggak bisa diputar lagi, iya kan, Sayang?” tanya Mami Sandra mengejek.
“Kayra akhirnya malas berdebat dengan Dion dan dia pun pergi langsung ke kamarnya dengan emosi.
Bersambung
Di sisi lain ada seseorang yang selalu memperhatikan dan mengabari setiap kejadian di sekeliling rumahnya Tuan Bima.Orang itu akan tertawa lepas saat mendengar kalau Kayra menjadi objek kemarahannya, Dia ingin wanita itu merasakan apa yang dia rasakan sampai saat ini seperti ibunya dulu sewaktu seumuran Kayra.Sudah mendarah daging hasrat ingin membalas dendam yang tak berujung. Hanya karena kesalah pahaman mereka para orang tua menciptakan masalah dalam keluarganya sehingga menjadi luka yang membekas sampai mereka dewasa.Luka yang ditorehkan masih teringat jelas sehingga dia pun tak segan-segan membuat lawannya tak berkutik sama sekali.Terkenal dengan disiplin dan tegas kini dia datang untuk menuntut balas dendam.Namanya Malik Ibrahim Husaini seorang pengusaha muda yang merintis usahanya di bidang properti dari nol.Sepak terjang dalam menitik karier sangatlah sulit. Banyak rintangan yang sela
“Assalamu’alaikum, Bu! ”sapa seorang wanita cantik itu.“Wa ’alaikumsalam!”Bu Laras seketika menoleh ke sumber suara yang lembut itu. Matanya membulat sempurna saat melhat siapa yang datang menyapanya dengan senyuman manis itu.“ Kayra!” teriak Bu Laras bahagia.“Benar ini kamu, Sayang?” tanya Bu Laras masih tidak percaya kalau Kayra masih mengingatnya.“Iya Bu, ini Kayra, apa kabar, Bu?” tanya Kayra sembari mencium dengan takzim tangan Bu Lastri.“Alhamdulillah, baik Sayang!” jawab Bu Laras tersenyum lebar.“Maafkan Kayra Bu, sudah lima hari ini nggak jenguk Ibu di sini.”“Apakah Ibu marah sama Kayra?” Dia menatap lekat wajah Bu Laras sedih.“Nggak Sayang, hanya Ibu khawatir saja kalau kamu kenapa-kenapa!”“Selama ini Ibu juga lupa minta nomor HP kamu, soalnya tiap hari
Kayra menoleh ke belakang dan melihat Bu Laras sudah tak sadarkan diri. Dia mendekati Bu Laras yang masih terpejam dan mencoba mengguncangkan tubuhnya tetapi tetap tidak ada reaksi.Kayra panik dan berteriak memanggil nama Bu Laras.“Ibu!” teriak Kayra histeris.“Bu Laras, bangun, Bu!”“Tolong!”“Tolong!”Mendengar ada yang minta tolong, dengan sigap orang-orang mulai berlari dan berkerumun di tempat Bu Laras pingsan.“Tolong, Ibu saya, Pak!”Seorang Pak Tua mengecek kondisi Bu Laras dan memeriksa denyut nadinya, lalu menaruh jari telunjuknya di hidung Bu Laras.“Masih hidup, ayuk kita bawa ke dalam!” pinta Bapak itu bersama dengan yang lain.Lalu Bu Laras langsung dibawa ke dalam dan masuk ke ruang perawatan.Suster jaga langsung memanggil Dokter Ridwan dan segera memeriksa keadaan Bu Laras. Nampak Kayra setia menunggu di luar be
Dia pernah melihat wajah wanita itu, karena saudaranya Bima pernah memberikan foto seorang wanita cantik saat masih muda.Ridwan memang jarang sekali di rumah, dia habiskan waktunya untuk belajar di luar mengejar cita-citanya sebagai dokter.Namun dia sering berkirim kabar dengan saudaranya Bima.Mereka hanya dua bersaudara. Walaupun tinggal di kampung tetapi keluarga mereka sangat terpandang.Tak ada sedikit pun mereka berselisih paham hanya karena masalah sepele. Bima sangat menyayangi Ridwan begitu juga sebaliknya, hingga sekarang.Flash back on ... dua puluh lima tahun yang lalu ...Mempunyai berhektar-hektar tanah dan piaraan ternak dan rumah kontrakan menjadikan Juragan Sapto Jayadiningrat Atmaja sebagai warga yang terkaya di kampungnya.Sikap arogan, dingin, tegas dan disiplin dalam segala hal, tak pandang bulu, tua muda, kaya atau miskin semua ada di bawah kekuasaan Juragan Sapto.
Seketika mereka menatap satu sama lain, entah mengapa di pandangan pertama ini jantung laras berdegup kencang, kedua bola matanya membulat melotot. Keheningan sesaat melihat wajah tampan nan rupawan yang menyentuhnya, membuatnya tak berkedip sedikit pun. “Astagfirullahaladzim!” Ma-maaf Mas, saya tidak sengaja!” ucapnya malu-malu sembari membetulkan cadar yang terlepas tadi dan diikatnya kembali. “Ah ... seharusnya saya yang minta maaf sama kamu, karena tidak sengaja menyentuhmu!” sahutnya yang ternyata juga pemalu. “Ini kotak makananmu, untungnya nggak jatuh dan berantakan, sayang soalnya!”lanjutnya lagi dengan tersenyum membuat Laras sangat terkesima melihat senyuman yang manis dan menawan. “Ah, kenapa aku ini, tidak boleh Laras!” lirihnya dalam hati. “Hallo ... hallo kenapa kamu diam?” “Ah nggak apa-apa, Mas, kalau gitu saya masuk dulu, permisi!” Saat Laras ingin masuk ternyata Pakdhe Muksin menghampiri merek
Seketika Bima bingung untuk menjawabnya, tetapi karena dia takut Laras tidak mau melamar pekerjaan di sana.Dia tidak ingin kalau sampai Laras tahu siapa sebenarnya, Bima pun menyembunyikan jati dirinya untuk sementara waktu.Pakdhe Muksin yang tahu siapa Bima yang sebenarnya adalah anak dari Juragan Sapto Jayadiningrat Atmaja yang terkenal angkuh dan sombong mengurungkan niatnya untuk memberitahukan kepada Laras setelah Bima memberi kode kepada Pakde Muksin agar tidak memberitahukan terlebih dahulu.“Mas ... Mas Bima kenal dengan orang dalam di hotel itu ya, kok sangat yakin kalau Laras akan diterima di sana?” tanya ulang Laras yang masih penasaran.“Sudah-sudah nanti saja di bahas, lebih baik kita makan dulu!” Pakdhe Muksin mengalihkan pembicaraan agar Laras tifak bertanya secar detail.Bima hanya bisaa tersenyum getir dan menatap Pakdhe Muksin mengiba.
“Pakde tenang saja, Laras belum ada niatan untuk menikah, Laras mau bekerja dulu biar bisa dapat uang banyak dan membuat kalian bangga kepada Laras.”“Kalian sudah Laras anggap seperti orang tua Laras sendiri!”jelasnya membuat Pakde Muksin tersenyum bahagia.“Maaf Nduk, bukannya Pakde melarang kamu untuk berkenalan atau mempunyai pacar tetapi alangkah baiknya kamu harus mengetahui bebet, bibit dan bobotnya, apalagi kalau dia orang kaya!”“Orang miskin seperti kita jarang mempunyai nasib bisa sejajar dengan orang kaya kalau tidak menjual harga dirinya!”“Kamu mengerti kan maksud, Pakde?” Pakdhe Muksin sangat berhati-hati menjelaskan kepada Laras takut tersinggung.Baginya Laras adalah keponakan yang sudah dianggap anaknya sendiri, dia tidak mau kalau sampai Juragan Sapto membenci dan melukai harga dirinya apalagi mendengar kalau mencintai Bima yang merupakan anak
Laras memandang luas hotel itu, ingin rasanya bertemu dengan orang telah membuatnya penasaran.Penasaran dengan cara kinerjanya.“Memangnya siapa sih yang punya hotel ini?” tanya Laras penasaran.“Yang punya hotel ini adalah salah satu Juragan yang paling kaya di kampung sini namanya Juragan Sapto Jayadiningrat Atmaja!”“Orangnya angkuh, keras kepala,sombong dan pelit paling utama!”“Dia itu tidak suka dibantah apalagi berbohong tetapi sangat berbeda dengan anaknya yang baru pulang dari luar negeri.”“Dengar-dengar sih, anaknya itu yang akan menjadi pimpinan di sini, saya juga belum bertemu orangnya, soalnya dulu masih kecil sekarang mungkin sudah menjadi pemuda tampan,” jelas Pak Ahmad panjang lebar.“Lebih baik sekarang Neng Laras ke dalam saja, paling bentar orangnya datang!” lanjutnya lagi.“