Beranda / Pernikahan / Pernikahan Ketiga / 06. Menjenguk Bu Laras

Share

06. Menjenguk Bu Laras

Assalamu’alaikum, Bu! ”sapa seorang wanita cantik itu.

Wa ’alaikumsalam!”Bu Laras seketika menoleh ke sumber suara yang lembut itu. Matanya membulat sempurna saat melhat siapa yang datang menyapanya dengan senyuman manis itu.

“ Kayra!” teriak Bu Laras bahagia.

“Benar ini kamu, Sayang?” tanya Bu Laras masih tidak percaya kalau Kayra masih mengingatnya.

“Iya Bu, ini Kayra, apa kabar, Bu?” tanya Kayra sembari mencium dengan takzim tangan Bu Lastri.

Alhamdulillah, baik Sayang!” jawab Bu Laras tersenyum lebar.

“Maafkan Kayra Bu, sudah lima hari ini nggak jenguk Ibu di sini.”

“Apakah Ibu marah sama Kayra?” Dia menatap lekat wajah Bu Laras sedih.

“Nggak Sayang, hanya Ibu khawatir saja kalau kamu kenapa-kenapa!”

“Selama ini Ibu juga lupa minta nomor HP kamu, soalnya tiap hari kita ketemu, tetapi setelah lima hari yang lalu baru ke pikiran kenapa nggak minta nomor HP-mu?” tanya Bu Laras tersenyum.

“Oh iya, Kayra  juga nggak ke pikiran juga Bu, untuk memberikan nomor HP Kayra ke Ibu,” jawab Kayra membalas senyumannya.

“Nanti, Kayra kasih nomor HP, Kay,” lanjutnya lagi.

“Nduk, Ibu kangen sama kamu!”

“Entah kenapa Ibu sangat sayang sama kamu, selama kita berteman sudah setahun ini!” Bu Laras berucap sembari memegang tangan Kayra dengan lembut.

Kayra mengambil tempat duduk di bawah pohon rindang tetapi hanya diam dan menunduk. Dengan terpaan angin membuat jilbab Kayra berkibar, hari itu udara sangat sejuk walaupun matahari sudah hampir tepat di atas kepalanya.

Hatinya masih terasa sakit jika mengingat  kejadian yang baru dialaminya tadi pagi. Seakan-akan waktu tidak bersahabat dengannya lagi.

Ingin rasanya berkeluh kesah dengan seseorang yang bisa menenangkan jiwanya, tetapi di rumah itu tidak ada yang bisa diajak untuk curhat selain papinya sendiri.

Namun Kayra tidak ingin membebani Tuan Bima dengan kehidupannya, selain masalah bisnis yang sudah banyak menyita pikirannya.

Tuan Bima Prasetya Atmaja seorang pengusaha handal, sudah banyak anak perusahaan yang dikelolanya.

Walaupun terkenal kejam dan disiplin, Tuan Bima selalu memperhatikan kesejahteraan para karyawannya.

Tidak sedikit para karyawan yang menyukai jiwa kepimpinan seorang Bima, selain piawai memenangkan tender apa pun beliau juga aktif di dunia sosial.

Hal ini lah yang membuat Tuan Bima sangat dikenal di kalangan  bisnis yang berjiwa sosial. Sering melakukan bakti sosial membuatnya banyak juga yang tidak menyukai Tuan Bima yang bersikap arogan, karena menganggapnya pamer kekayaan.

Bu Laras memandang Kayra  yang duduk termenung dan tertunduk lesu, dadanya seperti terimpit oleh masalah yang bertubi-tubi di pikirannya.

Namun  sesaat air matanya pun jatuh membasahi jilbab yang ia kenakan.

Bu Laras duduk di sampinginya lalu segera memeluk Kayra layaknya seperti putrinya sendiri. Ada rasa hangat dari seorang ibu yang tidak bisa dia rasakan lagi setelah maminya pergi untuk selama-lamanya saat Kayra masih berusia balita.

Rasa hangat itu dia dapatkan baru setahun belakangan ini saat bertemu Bu Laras yang dirawat selama bertahun-tahun di rumah sakit jiwa ini.

Sebenarnya Bu Laras sudah lama dinyatakan sembuh, tetapi dia lebih suka di sini daripada di luar sana.

Baginya di sini sudah menjadi keluarga baginya, sama-sama bisa merasakan kebahagiaan dan kesedihan.

Di tinggal begitu saja seperti sampah masyarakat, membuatnya enggan untuk keluar dari rumah sakit jiwa ini.

Namun memang kadang-kadang jika ada yang memancing  emosinya, Bu Laras semakin  tertantang dan ingin membalasnya.

Saat itulah jiwa kepedulian Kayra muncul dan selalu menenangkan Bu Laras hingga saat ini emosinya sudah mulai terkontrol walaupun belum semua.

Setidaknya dengan adanya pertemanan mereka ,membuatnya saling  menyemangati diri untuk lebih baik lagi.

“Menangislah Nduk, jika itu membuat lebih lega!”

“Keluarkan semua kekesalanmu, agar hatimu menjadi plong!”

“Jangan kamu pendam sendiri, ada apa toh, Nduk, cerita sama Ibu!” ucapnya lembut sembari memeluk Kayra.

”Maafkan Kayra sebenarnya beberapa hari ini Kay, sedang disibukkan dengan pernikahan Kay, tetapi ....

“Kenapa toh Nduk, tetapi apa?” tanya Bu Laras penasaran.

“Waktu itu Kay,  ada cerita kalau Kay, dekat dengan seorang pria yang bernama Bayu, karena merasa cocok, jadi kami ingin melangsungkan pernikahan, Bu!”

“Makanya beberapa hari Kay, tidak sempat  menjenguk Ibu, tetapi setelah semua terlaksana dan kami pun menikah, Bu!”

“Wah ...Alhamdulillah, selamat ya Nduk!”  Bu Laras memeluknya bahagia walaupun sebenarnya dia ingin menjodohkan dirinya dengan Malik, tetapi dia sadar kalau ada yang tidak beres dengan pernikahannya karena Kayra terlihat murung.

“Loh terus masalahnya apa toh, seharusnya kamu bahagia dong sudah menjadi pengantin baru?” tanya Bu Laras terlihat bingung sembari melepaskan pelukan hangatnya.

Kayra semakin terlihat sedih dan tiba-tiba air matanya pun tak tertahankan  jatuh mengenai jilbab panjangnya.

Melihatnya meneteskan  air mata, mengingatkan samar-samar dengan kejadian saat Bu Laras menangis.

“Ceritakan saja, Nduk, anggap saja aku ini Ibumu!” pinta Bu Laras sungguh-sungguh.

“Terima kasih, Bu, Kay juga sudah menganggap Ibu sebagai ibu kandung Kay!” Dia pun memeluknya lagi dan menangis di dalam pelukan Bu Laras.

“Loh, kok malah nangis, toh, ada apa sebenarnya?” tanyanya lagi semakin penasaran.

“Masalahnya Bu, hari ini seharusnya menjadi  hari bahagia buat Kay tetapi si Bayu itu langsung menceraikan Kay setelah ijab kabul selesai!” jelasnya kepada Bu Laras membuat dirinya kaget dengan ucapan yang baru saja dia dengar.

“Apa!”pekiknya, merasa masih  tidak percaya dengan perkataannya.

“Kurang ajar banget itu orang, apa sih maunya, terus kenapa dia melakukan itu, alasannya apa, atau karena kamu janda atau apa, Nduk?” Bu Laras menatap lekat kedua bola mata Kayra, mencoba memahami masalah Kayra.

“Bukan Bu, dia sebenarnya sudah tahu kala Kay pernah menikah dan menjadi janda, hanya saja dia tidak tahu kalau Kay pernah dirawat di rumah sakit jiwa dan beranggapan kalau mental Kay, sewaktu-waktu akan kembali lagi.”

“Mereka mengira kalau penyakit Kay, kalau bisa  kambuh lagi dan meyerang orang lain, mereka tidak mau mempunyai menantu atau istri yang pernah keluar dari rumah sakit jiwa, Bu!” Kayra kembali menitikkan air matanya dan kini lebih deras.

Menurut Mas Bayu dan mamahnya, Kay tidak pantas menjadi bagian dari keluarganya!” Kayra semakin terisak menangis mengeluarkan semua unek-uneknya.

 “Bu, apakah Kay tidak pantas untuk menikah lagi?” Apakah karena Kay seorang janda dan pernah tidak waras, mereka tidak mau menerima Kay, apa adanya?” Kayra semakin tertekan dan dia pun sambil  menatap langit-langit agar tidak mengeluarkan air mata lagi.

Sejenak Bu Laras terdiam sembari menatap lekat-lekat wajah wanita itu, tetapi tiba-tiba wajahnya berubah menjadi sangat marah saat sekilas terbayang seorang laki-laki yang telah menghancurkan hidupnya selama ini.

Bu Laras kemudian berdiri membelakangi Kayra, pikirannya mulai bercabang, lalu memegang keningnya secara tiba-tiba terasa berputar-putar dan bruk ....

Kayra menoleh ke belakang dan berteriak saat melihat Bu Laras sudah tak sadarkan diri.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status