“Assalamu’alaikum, Bu! ”sapa seorang wanita cantik itu.
“Wa ’alaikumsalam!”Bu Laras seketika menoleh ke sumber suara yang lembut itu. Matanya membulat sempurna saat melhat siapa yang datang menyapanya dengan senyuman manis itu.
“ Kayra!” teriak Bu Laras bahagia.
“Benar ini kamu, Sayang?” tanya Bu Laras masih tidak percaya kalau Kayra masih mengingatnya.
“Iya Bu, ini Kayra, apa kabar, Bu?” tanya Kayra sembari mencium dengan takzim tangan Bu Lastri.
“Alhamdulillah, baik Sayang!” jawab Bu Laras tersenyum lebar.
“Maafkan Kayra Bu, sudah lima hari ini nggak jenguk Ibu di sini.”
“Apakah Ibu marah sama Kayra?” Dia menatap lekat wajah Bu Laras sedih.
“Nggak Sayang, hanya Ibu khawatir saja kalau kamu kenapa-kenapa!”
“Selama ini Ibu juga lupa minta nomor HP kamu, soalnya tiap hari kita ketemu, tetapi setelah lima hari yang lalu baru ke pikiran kenapa nggak minta nomor HP-mu?” tanya Bu Laras tersenyum.
“Oh iya, Kayra juga nggak ke pikiran juga Bu, untuk memberikan nomor HP Kayra ke Ibu,” jawab Kayra membalas senyumannya.
“Nanti, Kayra kasih nomor HP, Kay,” lanjutnya lagi.
“Nduk, Ibu kangen sama kamu!”
“Entah kenapa Ibu sangat sayang sama kamu, selama kita berteman sudah setahun ini!” Bu Laras berucap sembari memegang tangan Kayra dengan lembut.
Kayra mengambil tempat duduk di bawah pohon rindang tetapi hanya diam dan menunduk. Dengan terpaan angin membuat jilbab Kayra berkibar, hari itu udara sangat sejuk walaupun matahari sudah hampir tepat di atas kepalanya.
Hatinya masih terasa sakit jika mengingat kejadian yang baru dialaminya tadi pagi. Seakan-akan waktu tidak bersahabat dengannya lagi.
Ingin rasanya berkeluh kesah dengan seseorang yang bisa menenangkan jiwanya, tetapi di rumah itu tidak ada yang bisa diajak untuk curhat selain papinya sendiri.
Namun Kayra tidak ingin membebani Tuan Bima dengan kehidupannya, selain masalah bisnis yang sudah banyak menyita pikirannya.
Tuan Bima Prasetya Atmaja seorang pengusaha handal, sudah banyak anak perusahaan yang dikelolanya.
Walaupun terkenal kejam dan disiplin, Tuan Bima selalu memperhatikan kesejahteraan para karyawannya.
Tidak sedikit para karyawan yang menyukai jiwa kepimpinan seorang Bima, selain piawai memenangkan tender apa pun beliau juga aktif di dunia sosial.
Hal ini lah yang membuat Tuan Bima sangat dikenal di kalangan bisnis yang berjiwa sosial. Sering melakukan bakti sosial membuatnya banyak juga yang tidak menyukai Tuan Bima yang bersikap arogan, karena menganggapnya pamer kekayaan.
Bu Laras memandang Kayra yang duduk termenung dan tertunduk lesu, dadanya seperti terimpit oleh masalah yang bertubi-tubi di pikirannya.
Namun sesaat air matanya pun jatuh membasahi jilbab yang ia kenakan.
Bu Laras duduk di sampinginya lalu segera memeluk Kayra layaknya seperti putrinya sendiri. Ada rasa hangat dari seorang ibu yang tidak bisa dia rasakan lagi setelah maminya pergi untuk selama-lamanya saat Kayra masih berusia balita.
Rasa hangat itu dia dapatkan baru setahun belakangan ini saat bertemu Bu Laras yang dirawat selama bertahun-tahun di rumah sakit jiwa ini.
Sebenarnya Bu Laras sudah lama dinyatakan sembuh, tetapi dia lebih suka di sini daripada di luar sana.
Baginya di sini sudah menjadi keluarga baginya, sama-sama bisa merasakan kebahagiaan dan kesedihan.
Di tinggal begitu saja seperti sampah masyarakat, membuatnya enggan untuk keluar dari rumah sakit jiwa ini.
Namun memang kadang-kadang jika ada yang memancing emosinya, Bu Laras semakin tertantang dan ingin membalasnya.
Saat itulah jiwa kepedulian Kayra muncul dan selalu menenangkan Bu Laras hingga saat ini emosinya sudah mulai terkontrol walaupun belum semua.
Setidaknya dengan adanya pertemanan mereka ,membuatnya saling menyemangati diri untuk lebih baik lagi.
“Menangislah Nduk, jika itu membuat lebih lega!”
“Keluarkan semua kekesalanmu, agar hatimu menjadi plong!”
“Jangan kamu pendam sendiri, ada apa toh, Nduk, cerita sama Ibu!” ucapnya lembut sembari memeluk Kayra.
”Maafkan Kayra sebenarnya beberapa hari ini Kay, sedang disibukkan dengan pernikahan Kay, tetapi ....
“Kenapa toh Nduk, tetapi apa?” tanya Bu Laras penasaran.
“Waktu itu Kay, ada cerita kalau Kay, dekat dengan seorang pria yang bernama Bayu, karena merasa cocok, jadi kami ingin melangsungkan pernikahan, Bu!”
“Makanya beberapa hari Kay, tidak sempat menjenguk Ibu, tetapi setelah semua terlaksana dan kami pun menikah, Bu!”
“Wah ...Alhamdulillah, selamat ya Nduk!” Bu Laras memeluknya bahagia walaupun sebenarnya dia ingin menjodohkan dirinya dengan Malik, tetapi dia sadar kalau ada yang tidak beres dengan pernikahannya karena Kayra terlihat murung.
“Loh terus masalahnya apa toh, seharusnya kamu bahagia dong sudah menjadi pengantin baru?” tanya Bu Laras terlihat bingung sembari melepaskan pelukan hangatnya.
Kayra semakin terlihat sedih dan tiba-tiba air matanya pun tak tertahankan jatuh mengenai jilbab panjangnya.
Melihatnya meneteskan air mata, mengingatkan samar-samar dengan kejadian saat Bu Laras menangis.
“Ceritakan saja, Nduk, anggap saja aku ini Ibumu!” pinta Bu Laras sungguh-sungguh.
“Terima kasih, Bu, Kay juga sudah menganggap Ibu sebagai ibu kandung Kay!” Dia pun memeluknya lagi dan menangis di dalam pelukan Bu Laras.
“Loh, kok malah nangis, toh, ada apa sebenarnya?” tanyanya lagi semakin penasaran.
“Masalahnya Bu, hari ini seharusnya menjadi hari bahagia buat Kay tetapi si Bayu itu langsung menceraikan Kay setelah ijab kabul selesai!” jelasnya kepada Bu Laras membuat dirinya kaget dengan ucapan yang baru saja dia dengar.
“Apa!”pekiknya, merasa masih tidak percaya dengan perkataannya.
“Kurang ajar banget itu orang, apa sih maunya, terus kenapa dia melakukan itu, alasannya apa, atau karena kamu janda atau apa, Nduk?” Bu Laras menatap lekat kedua bola mata Kayra, mencoba memahami masalah Kayra.
“Bukan Bu, dia sebenarnya sudah tahu kala Kay pernah menikah dan menjadi janda, hanya saja dia tidak tahu kalau Kay pernah dirawat di rumah sakit jiwa dan beranggapan kalau mental Kay, sewaktu-waktu akan kembali lagi.”
“Mereka mengira kalau penyakit Kay, kalau bisa kambuh lagi dan meyerang orang lain, mereka tidak mau mempunyai menantu atau istri yang pernah keluar dari rumah sakit jiwa, Bu!” Kayra kembali menitikkan air matanya dan kini lebih deras.
Menurut Mas Bayu dan mamahnya, Kay tidak pantas menjadi bagian dari keluarganya!” Kayra semakin terisak menangis mengeluarkan semua unek-uneknya.
“Bu, apakah Kay tidak pantas untuk menikah lagi?” Apakah karena Kay seorang janda dan pernah tidak waras, mereka tidak mau menerima Kay, apa adanya?” Kayra semakin tertekan dan dia pun sambil menatap langit-langit agar tidak mengeluarkan air mata lagi.
Sejenak Bu Laras terdiam sembari menatap lekat-lekat wajah wanita itu, tetapi tiba-tiba wajahnya berubah menjadi sangat marah saat sekilas terbayang seorang laki-laki yang telah menghancurkan hidupnya selama ini.
Bu Laras kemudian berdiri membelakangi Kayra, pikirannya mulai bercabang, lalu memegang keningnya secara tiba-tiba terasa berputar-putar dan bruk ....
Kayra menoleh ke belakang dan berteriak saat melihat Bu Laras sudah tak sadarkan diri.
Bersambung
Kayra menoleh ke belakang dan melihat Bu Laras sudah tak sadarkan diri. Dia mendekati Bu Laras yang masih terpejam dan mencoba mengguncangkan tubuhnya tetapi tetap tidak ada reaksi.Kayra panik dan berteriak memanggil nama Bu Laras.“Ibu!” teriak Kayra histeris.“Bu Laras, bangun, Bu!”“Tolong!”“Tolong!”Mendengar ada yang minta tolong, dengan sigap orang-orang mulai berlari dan berkerumun di tempat Bu Laras pingsan.“Tolong, Ibu saya, Pak!”Seorang Pak Tua mengecek kondisi Bu Laras dan memeriksa denyut nadinya, lalu menaruh jari telunjuknya di hidung Bu Laras.“Masih hidup, ayuk kita bawa ke dalam!” pinta Bapak itu bersama dengan yang lain.Lalu Bu Laras langsung dibawa ke dalam dan masuk ke ruang perawatan.Suster jaga langsung memanggil Dokter Ridwan dan segera memeriksa keadaan Bu Laras. Nampak Kayra setia menunggu di luar be
Dia pernah melihat wajah wanita itu, karena saudaranya Bima pernah memberikan foto seorang wanita cantik saat masih muda.Ridwan memang jarang sekali di rumah, dia habiskan waktunya untuk belajar di luar mengejar cita-citanya sebagai dokter.Namun dia sering berkirim kabar dengan saudaranya Bima.Mereka hanya dua bersaudara. Walaupun tinggal di kampung tetapi keluarga mereka sangat terpandang.Tak ada sedikit pun mereka berselisih paham hanya karena masalah sepele. Bima sangat menyayangi Ridwan begitu juga sebaliknya, hingga sekarang.Flash back on ... dua puluh lima tahun yang lalu ...Mempunyai berhektar-hektar tanah dan piaraan ternak dan rumah kontrakan menjadikan Juragan Sapto Jayadiningrat Atmaja sebagai warga yang terkaya di kampungnya.Sikap arogan, dingin, tegas dan disiplin dalam segala hal, tak pandang bulu, tua muda, kaya atau miskin semua ada di bawah kekuasaan Juragan Sapto.
Seketika mereka menatap satu sama lain, entah mengapa di pandangan pertama ini jantung laras berdegup kencang, kedua bola matanya membulat melotot. Keheningan sesaat melihat wajah tampan nan rupawan yang menyentuhnya, membuatnya tak berkedip sedikit pun. “Astagfirullahaladzim!” Ma-maaf Mas, saya tidak sengaja!” ucapnya malu-malu sembari membetulkan cadar yang terlepas tadi dan diikatnya kembali. “Ah ... seharusnya saya yang minta maaf sama kamu, karena tidak sengaja menyentuhmu!” sahutnya yang ternyata juga pemalu. “Ini kotak makananmu, untungnya nggak jatuh dan berantakan, sayang soalnya!”lanjutnya lagi dengan tersenyum membuat Laras sangat terkesima melihat senyuman yang manis dan menawan. “Ah, kenapa aku ini, tidak boleh Laras!” lirihnya dalam hati. “Hallo ... hallo kenapa kamu diam?” “Ah nggak apa-apa, Mas, kalau gitu saya masuk dulu, permisi!” Saat Laras ingin masuk ternyata Pakdhe Muksin menghampiri merek
Seketika Bima bingung untuk menjawabnya, tetapi karena dia takut Laras tidak mau melamar pekerjaan di sana.Dia tidak ingin kalau sampai Laras tahu siapa sebenarnya, Bima pun menyembunyikan jati dirinya untuk sementara waktu.Pakdhe Muksin yang tahu siapa Bima yang sebenarnya adalah anak dari Juragan Sapto Jayadiningrat Atmaja yang terkenal angkuh dan sombong mengurungkan niatnya untuk memberitahukan kepada Laras setelah Bima memberi kode kepada Pakde Muksin agar tidak memberitahukan terlebih dahulu.“Mas ... Mas Bima kenal dengan orang dalam di hotel itu ya, kok sangat yakin kalau Laras akan diterima di sana?” tanya ulang Laras yang masih penasaran.“Sudah-sudah nanti saja di bahas, lebih baik kita makan dulu!” Pakdhe Muksin mengalihkan pembicaraan agar Laras tifak bertanya secar detail.Bima hanya bisaa tersenyum getir dan menatap Pakdhe Muksin mengiba.
“Pakde tenang saja, Laras belum ada niatan untuk menikah, Laras mau bekerja dulu biar bisa dapat uang banyak dan membuat kalian bangga kepada Laras.”“Kalian sudah Laras anggap seperti orang tua Laras sendiri!”jelasnya membuat Pakde Muksin tersenyum bahagia.“Maaf Nduk, bukannya Pakde melarang kamu untuk berkenalan atau mempunyai pacar tetapi alangkah baiknya kamu harus mengetahui bebet, bibit dan bobotnya, apalagi kalau dia orang kaya!”“Orang miskin seperti kita jarang mempunyai nasib bisa sejajar dengan orang kaya kalau tidak menjual harga dirinya!”“Kamu mengerti kan maksud, Pakde?” Pakdhe Muksin sangat berhati-hati menjelaskan kepada Laras takut tersinggung.Baginya Laras adalah keponakan yang sudah dianggap anaknya sendiri, dia tidak mau kalau sampai Juragan Sapto membenci dan melukai harga dirinya apalagi mendengar kalau mencintai Bima yang merupakan anak
Laras memandang luas hotel itu, ingin rasanya bertemu dengan orang telah membuatnya penasaran.Penasaran dengan cara kinerjanya.“Memangnya siapa sih yang punya hotel ini?” tanya Laras penasaran.“Yang punya hotel ini adalah salah satu Juragan yang paling kaya di kampung sini namanya Juragan Sapto Jayadiningrat Atmaja!”“Orangnya angkuh, keras kepala,sombong dan pelit paling utama!”“Dia itu tidak suka dibantah apalagi berbohong tetapi sangat berbeda dengan anaknya yang baru pulang dari luar negeri.”“Dengar-dengar sih, anaknya itu yang akan menjadi pimpinan di sini, saya juga belum bertemu orangnya, soalnya dulu masih kecil sekarang mungkin sudah menjadi pemuda tampan,” jelas Pak Ahmad panjang lebar.“Lebih baik sekarang Neng Laras ke dalam saja, paling bentar orangnya datang!” lanjutnya lagi.“
“Sekarang lebih kita masuk ke ruanganku dulu, banyak ingin aku bahas dengan kamu!”“Oke!”“Pak, kami tinggal masuk dulu!” pamit Bima kepada Pak Ahmad.“Iya, silahkan dan terima kasih sudah membantu anak saya selama ini, bahkan saya baru tahu kalau kalian sangat akrab,” ucap Pak Ahmad bahagia.Sama-sama, Pak!”sahut Bima tersenyum ramah.Bima dan Dirga pergi ke dalam hotel sembari mereka mengobrol tentang masa lalu yang mereka lakukan saat masih kuliah.Banyak kenangan manis di antara mereka yang orang lain tidak banyak tahu, hanya merekalah yang mengerti tentang kebiasaan masing-masing sahabatnya itu.Namun saat tiba di lobi Bima melihat Laras yang sudah menunggu ingin bertemu seseorang.Dengan gerak cepat Bima mengajak Dirga bersembunyi, untungnya belum banyak karyawan yang datang. Seketika Dirga bin
“Oh kebetulan nama kami sama, saya biasa dipanggil Dirga!”“Kenalkan nama saya Dirga Bimantara dan ini adalah asisten saya namanya Bima, dan mungkin kamu sudah mengenalnya!”“Dan jangan melihat orang dari penampilan luar saja tetapi harus dari dalam juga, itu yang harus kamu tanamkan dalah hati!”“Tidak semua apa yang kamu lihat itu benar, bisa saja di dalam pikiran kita sangat berbeda dengan yang kita lakukan.”Dirga menjelaskan seperti layaknya seorang pemimpin, Bima pun sampai dibuat kagum dengan ucapannya yang berwibawa.Dirga lalu mempersilahkan Laras untuk ke ruangannya ditemani oleh Bima. Rasa dag dig dug dihati bercampur rasa gugup ketika Laras memasuki ruang kerja yang menurutnya terlihat sangat mewah.Laras pun masih tidak percaya kalau bisa masuk ke hotel ini dengan mudahnya, dia beranggapan kalau Bima adalah penolongnya untuk bisa masuk ke s