Di sisi lain ada seseorang yang selalu memperhatikan dan mengabari setiap kejadian di sekeliling rumahnya Tuan Bima.
Orang itu akan tertawa lepas saat mendengar kalau Kayra menjadi objek kemarahannya, Dia ingin wanita itu merasakan apa yang dia rasakan sampai saat ini seperti ibunya dulu sewaktu seumuran Kayra.
Sudah mendarah daging hasrat ingin membalas dendam yang tak berujung. Hanya karena kesalah pahaman mereka para orang tua menciptakan masalah dalam keluarganya sehingga menjadi luka yang membekas sampai mereka dewasa.
Luka yang ditorehkan masih teringat jelas sehingga dia pun tak segan-segan membuat lawannya tak berkutik sama sekali.
Terkenal dengan disiplin dan tegas kini dia datang untuk menuntut balas dendam.
Namanya Malik Ibrahim Husaini seorang pengusaha muda yang merintis usahanya di bidang properti dari nol.
Sepak terjang dalam menitik karier sangatlah sulit. Banyak rintangan yang selalu dia hadapi tetapi jiwanya terus berontak agar bisa mencapai tujuannya.
Di usianya yang baru sepuluh tahun sudah ditinggal pergi oleh sang ayah tercinta akibat serangan jantung.
Bahkan kenangan manis dari sang ayah tidak bisa dia lupakan sampai suatu ketika dia mendengar kau kematiannya ayahnya karena mendengar kalau ibunya masih berhubungan gelap dengan mantan pacarnya.
Masih teringat siapa nama yang sudah membuat keluarganya menjadi berantakan. Dia pun ingin menjadi sukses agar bisa bersaing di kalangan bisnis sekalipun.
Berkat kepintarannya, Malik bisa mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya sampai akhir.
Hari-harinya diawali dengan bahagia, walau dia tahu ibunya mengalami depresi akut.
Hari ini dia mencari target anaknya untuk dijadikan permainan kehidupan.
“Bagaimana rasanya Kayra, kamu telah dikecewakan beberapa kali oleh cinta!”
“Begitu juga dengan ibuku yang tidak bisa berbuat apa-apa, tidak ada yang menyayanginya!”
“Mereka mencampakkannya seperti sampah, tidak ada yang menolongnya!” rutuknya dalam hati.
“Sekarang kamu akan merasakan bagaimana sakit diperlakukan seperti itu, bahkan sampai kamu mati pun tidak ada laki-lakinya yang denganmu!” teriaknya dalam hati dan tersenyum menyeringai.
“Ini semua karena salah ayahmu yang membuat ayahku meninggal. Aku tidak bisa merasakan kasih sayangnya lagi!”
“Sedangkan ibuku menjadi janda muda tetapi tidak ada yang menghormatinya, dia dibuang oleh keluarganya sendiri!”
“Ibu menjadi depresi, sehingga tak ada jalan lagi selain berkali-kali mencoba bunuh diri!” rutuknya dalam hati.
“Permisi Pak, dokter Ridwan ingin berbicara dengan Bapak sebentar, Bapak sudah di tunggu di ruangannya!”
“Baik Sus, terima kasih!” jawabnya pelan.
Pria itu melewati lorong , bangunan serba putih menariknya ke alam suatu ruangan.
Pria itu mengetuk pintunya dan dokter pun menyuruhnya masuk dengan ramah.
“Silakan masuk, Pak Malik!”
“Terima kasih, Dok!”
“Maaf, Dok bagaimana dengan keadaan Ibu saya, apakah ada kemajuan sampai saat ini?” tanya Malik penuh harap.
“Begini Pak Malik, penyakit yang di derita Ibu Anda sebenarnya adalah penyakit yang bisa di sembuhkan!”
“Beliau hanya perlu teman bicara, teman mengobrol, sering-seringlah kalian berbicara dari hati ke hati itu akan membuat Ibu, Bapak merasa tenang, damai!”
“Ibu Anda sudah banyak mengalami penderitaan, jadi jika ada yang merawatnya dengan baik dan telaten lama-lama ibu akan baik-baik saja.
“Sebenarnya ada seorang wanita yang sering berkunjung ke sini, tetapi saya belum mengetahuinya siapa!”
“Dia selalu datang dan menjenguk Ibu Anda, dia sangat peduli, tetapi akhir-akhir ini dia belum datang kemari lagi, mungkin karena itu lah Ibu Anda menjadi murung kembali!” jelasnya kepada Malik.
“Kami akan mencari tahu siapa wanita itu dan akan segera mengabari Bapak secepatnya! ”ucap Dokter Ridwan menegaskan.
“Baik, terima kasih Dok, atas bantuannya!”
“Sama-sama Pak Malik!”
“Kalau begitu saya permisi dulu, nanti kalau ada kabar selanjutnya tolong segera hubungi saya!”
“Saya izin menengok sebentar Ibu dulu!”
“Oh ya tentu silakan!”
***
Malik pun pergi menemui ibunya yang sedang duduk di taman ditemani oleh seorang suster jaga.
Malik menghampirinya dan mencium tangan ibu nya dengan takzim.
“Assalamualaikum, Bu!” sapa Malik tersenyum bahagia.
“Bagaimana keadaan Ibu sekarang?” lanjutnya lagi.
“Hari ini Malik senang deh Bu, tadi kata dokter Ibu sudah mengalami kemajuan, mungkin sebentar lagi kita akan pulang.
“Wa’alaikumsaalm, Lik!
“Alhamdulillah kalau seperti itu!”
“Malik, apakah kamu bahagia?”
“Apakah kamu tidak malu mempunyai Ibu seperti ini ?”
“Apa kata teman-teman sekolahmu, saat tahu Ibunya Malik berada di rumah sakit jiwa?”
“Apakah kamu tetap menyayangi Ibu, Nak?”
“Pertanyaan apa ini, Bu?”
“Yang jelas Malik sayang sama Ibu, tidak pernah Malik menganggap Ibu sebagai beban hidup Malik!” jawab Malik penuh keyakinan.
“Malik, Ibu tahu kamu ingin membalaskan dendam kepada orang yang telah menyakiti kita, tetapi apa yang kamu dapat dari balas dendammu itu?” tanya Bu Lastri sembari menatap lekat wajah anaknya itu.
“Bu, Malik belum bisa melupakan nama itu, Malik ingin dia juga menderita sama seperti kita!”
“Tidak ada yang mengasihani kita, tidak ada yang mau memberikan kita tempat tinggal dan makanan, semua membenci kita!”
“Malik ingin orang-orang yang telah menghina kita, mencaci maki kita bahkan yang melempar kita ke jalanan, mereka semua akan menerima balasannya!”
“Malik belum puas sebelum mereka merasakan apa yang Malik rasakan!” lanjutnya lagi.
“Apakah dengan begitu kamu akan merasa puas?”
“Kamu berarti sama saja dengan mereka, lebih memedulikan balas dendam daripada kebahagiaan!” celetuk Bu Lastri.
“Apa maksud Ibu?”
“Ibu sebenarnya ingin kamu menikah, diumurmu ini sudah banyak yang menikah, apakah kamu tidak kepikiran untuk membina sebuah rumah tangga?” tanya Bu Lastri.
“Malik belum ada yang cocok, lagian Malik masih ingin bekerja, Bu! ”sanggahnya dengan sopan.
“Lik, kalau kamu belum pacar, biar nanti Ibu kenalkan dengan teman Ibu. Dia sangat cantik dan berwawasan luas.
“Bahkan dia bisa memasak makanan kesukaan Ibu, dia sangat pandai sekali mengambil hati ibu!”
“Dia gadis yang baik, tetapi dia juga pernah dirawat di sini juga ,tetapi Dokter sudah menyatakannya sembuh setahun yang lalu, makanya dia tidak lagi menjenguk Ibu lagi, entah sudah seminggu ini belum ada kabarnya!” jelas Bu Lastri sedih.
“Mungkin dia ada kerjaan lain, Bu!”
“Oh ya, Bu, Malik nggak bisa lama-lama di sini soalnya ada temu janji sama orang, nanti malam Malik ke sini lagi, Ibu nggak apa-apa kan Malik tinggal sebentar?” tanyanya sembari memperhatikan ponselnya.
“Tunggu sebentar lagi, siapa tahu gadis itu akan datang dan kalian bisa berkenalan dengannya!” jawab Bu Lastri sembari melirik ke sana kemari.
“Maaf Bu, nggak bisa waktunya sudah mendesak, nanti saja Ibu kenalannya, ya!
“Assalamualaikum!”
“Wa’alaikumsaalm!”
“Duh, Malik padahal Ibu mau kenal in kamu, Nak, dengan gadis yang sudah menolong Ibu, apakah dia kan datang nggak ya?”
“Sudah lama dia tidak datang kemari, apakah dia sudah lupa denganku?” tanyanya dalam hati.
Bersambung
“Assalamu’alaikum, Bu! ”sapa seorang wanita cantik itu.“Wa ’alaikumsalam!”Bu Laras seketika menoleh ke sumber suara yang lembut itu. Matanya membulat sempurna saat melhat siapa yang datang menyapanya dengan senyuman manis itu.“ Kayra!” teriak Bu Laras bahagia.“Benar ini kamu, Sayang?” tanya Bu Laras masih tidak percaya kalau Kayra masih mengingatnya.“Iya Bu, ini Kayra, apa kabar, Bu?” tanya Kayra sembari mencium dengan takzim tangan Bu Lastri.“Alhamdulillah, baik Sayang!” jawab Bu Laras tersenyum lebar.“Maafkan Kayra Bu, sudah lima hari ini nggak jenguk Ibu di sini.”“Apakah Ibu marah sama Kayra?” Dia menatap lekat wajah Bu Laras sedih.“Nggak Sayang, hanya Ibu khawatir saja kalau kamu kenapa-kenapa!”“Selama ini Ibu juga lupa minta nomor HP kamu, soalnya tiap hari
Kayra menoleh ke belakang dan melihat Bu Laras sudah tak sadarkan diri. Dia mendekati Bu Laras yang masih terpejam dan mencoba mengguncangkan tubuhnya tetapi tetap tidak ada reaksi.Kayra panik dan berteriak memanggil nama Bu Laras.“Ibu!” teriak Kayra histeris.“Bu Laras, bangun, Bu!”“Tolong!”“Tolong!”Mendengar ada yang minta tolong, dengan sigap orang-orang mulai berlari dan berkerumun di tempat Bu Laras pingsan.“Tolong, Ibu saya, Pak!”Seorang Pak Tua mengecek kondisi Bu Laras dan memeriksa denyut nadinya, lalu menaruh jari telunjuknya di hidung Bu Laras.“Masih hidup, ayuk kita bawa ke dalam!” pinta Bapak itu bersama dengan yang lain.Lalu Bu Laras langsung dibawa ke dalam dan masuk ke ruang perawatan.Suster jaga langsung memanggil Dokter Ridwan dan segera memeriksa keadaan Bu Laras. Nampak Kayra setia menunggu di luar be
Dia pernah melihat wajah wanita itu, karena saudaranya Bima pernah memberikan foto seorang wanita cantik saat masih muda.Ridwan memang jarang sekali di rumah, dia habiskan waktunya untuk belajar di luar mengejar cita-citanya sebagai dokter.Namun dia sering berkirim kabar dengan saudaranya Bima.Mereka hanya dua bersaudara. Walaupun tinggal di kampung tetapi keluarga mereka sangat terpandang.Tak ada sedikit pun mereka berselisih paham hanya karena masalah sepele. Bima sangat menyayangi Ridwan begitu juga sebaliknya, hingga sekarang.Flash back on ... dua puluh lima tahun yang lalu ...Mempunyai berhektar-hektar tanah dan piaraan ternak dan rumah kontrakan menjadikan Juragan Sapto Jayadiningrat Atmaja sebagai warga yang terkaya di kampungnya.Sikap arogan, dingin, tegas dan disiplin dalam segala hal, tak pandang bulu, tua muda, kaya atau miskin semua ada di bawah kekuasaan Juragan Sapto.
Seketika mereka menatap satu sama lain, entah mengapa di pandangan pertama ini jantung laras berdegup kencang, kedua bola matanya membulat melotot. Keheningan sesaat melihat wajah tampan nan rupawan yang menyentuhnya, membuatnya tak berkedip sedikit pun. “Astagfirullahaladzim!” Ma-maaf Mas, saya tidak sengaja!” ucapnya malu-malu sembari membetulkan cadar yang terlepas tadi dan diikatnya kembali. “Ah ... seharusnya saya yang minta maaf sama kamu, karena tidak sengaja menyentuhmu!” sahutnya yang ternyata juga pemalu. “Ini kotak makananmu, untungnya nggak jatuh dan berantakan, sayang soalnya!”lanjutnya lagi dengan tersenyum membuat Laras sangat terkesima melihat senyuman yang manis dan menawan. “Ah, kenapa aku ini, tidak boleh Laras!” lirihnya dalam hati. “Hallo ... hallo kenapa kamu diam?” “Ah nggak apa-apa, Mas, kalau gitu saya masuk dulu, permisi!” Saat Laras ingin masuk ternyata Pakdhe Muksin menghampiri merek
Seketika Bima bingung untuk menjawabnya, tetapi karena dia takut Laras tidak mau melamar pekerjaan di sana.Dia tidak ingin kalau sampai Laras tahu siapa sebenarnya, Bima pun menyembunyikan jati dirinya untuk sementara waktu.Pakdhe Muksin yang tahu siapa Bima yang sebenarnya adalah anak dari Juragan Sapto Jayadiningrat Atmaja yang terkenal angkuh dan sombong mengurungkan niatnya untuk memberitahukan kepada Laras setelah Bima memberi kode kepada Pakde Muksin agar tidak memberitahukan terlebih dahulu.“Mas ... Mas Bima kenal dengan orang dalam di hotel itu ya, kok sangat yakin kalau Laras akan diterima di sana?” tanya ulang Laras yang masih penasaran.“Sudah-sudah nanti saja di bahas, lebih baik kita makan dulu!” Pakdhe Muksin mengalihkan pembicaraan agar Laras tifak bertanya secar detail.Bima hanya bisaa tersenyum getir dan menatap Pakdhe Muksin mengiba.
“Pakde tenang saja, Laras belum ada niatan untuk menikah, Laras mau bekerja dulu biar bisa dapat uang banyak dan membuat kalian bangga kepada Laras.”“Kalian sudah Laras anggap seperti orang tua Laras sendiri!”jelasnya membuat Pakde Muksin tersenyum bahagia.“Maaf Nduk, bukannya Pakde melarang kamu untuk berkenalan atau mempunyai pacar tetapi alangkah baiknya kamu harus mengetahui bebet, bibit dan bobotnya, apalagi kalau dia orang kaya!”“Orang miskin seperti kita jarang mempunyai nasib bisa sejajar dengan orang kaya kalau tidak menjual harga dirinya!”“Kamu mengerti kan maksud, Pakde?” Pakdhe Muksin sangat berhati-hati menjelaskan kepada Laras takut tersinggung.Baginya Laras adalah keponakan yang sudah dianggap anaknya sendiri, dia tidak mau kalau sampai Juragan Sapto membenci dan melukai harga dirinya apalagi mendengar kalau mencintai Bima yang merupakan anak
Laras memandang luas hotel itu, ingin rasanya bertemu dengan orang telah membuatnya penasaran.Penasaran dengan cara kinerjanya.“Memangnya siapa sih yang punya hotel ini?” tanya Laras penasaran.“Yang punya hotel ini adalah salah satu Juragan yang paling kaya di kampung sini namanya Juragan Sapto Jayadiningrat Atmaja!”“Orangnya angkuh, keras kepala,sombong dan pelit paling utama!”“Dia itu tidak suka dibantah apalagi berbohong tetapi sangat berbeda dengan anaknya yang baru pulang dari luar negeri.”“Dengar-dengar sih, anaknya itu yang akan menjadi pimpinan di sini, saya juga belum bertemu orangnya, soalnya dulu masih kecil sekarang mungkin sudah menjadi pemuda tampan,” jelas Pak Ahmad panjang lebar.“Lebih baik sekarang Neng Laras ke dalam saja, paling bentar orangnya datang!” lanjutnya lagi.“
“Sekarang lebih kita masuk ke ruanganku dulu, banyak ingin aku bahas dengan kamu!”“Oke!”“Pak, kami tinggal masuk dulu!” pamit Bima kepada Pak Ahmad.“Iya, silahkan dan terima kasih sudah membantu anak saya selama ini, bahkan saya baru tahu kalau kalian sangat akrab,” ucap Pak Ahmad bahagia.Sama-sama, Pak!”sahut Bima tersenyum ramah.Bima dan Dirga pergi ke dalam hotel sembari mereka mengobrol tentang masa lalu yang mereka lakukan saat masih kuliah.Banyak kenangan manis di antara mereka yang orang lain tidak banyak tahu, hanya merekalah yang mengerti tentang kebiasaan masing-masing sahabatnya itu.Namun saat tiba di lobi Bima melihat Laras yang sudah menunggu ingin bertemu seseorang.Dengan gerak cepat Bima mengajak Dirga bersembunyi, untungnya belum banyak karyawan yang datang. Seketika Dirga bin