"Aku tidak mau!" seru Audi seraya menarik tubuhnya dari pelukan Darren, lalu bangkit berdiri.
Perempuan itu terlihat marah dan tidak senang dengan kalimat yang barusan terucap dari mulut mantan suaminya tersebut.Darren sendiri tampak diam dan menunggu alasan penolakan Audi. Bibirnya tetap tersenyum penuh arti."Sepertinya aku sudah membuat kesalahan dengan menemuimu di sini. Permintaan itu tidak seharusnya kamu ajukan sebab hubungan kita yang sudah berakhir."Meski begitu, Darren tampaknya sama sekali tidak terganggu dengan kalimat tersebut. Ia malah berdiri sambil memegang kedua bahu Audi dan berbisik."Aku tidak akan memaksa. Kamu sendiri yang datang ke sini dan meminta bantuan dariku. Jika kamu tidak setuju dengan permintaan yang aku sebutkan tadi, kamu boleh pergi," bisik lelaki itu lalu melepaskan pelukan.Setelahnya Darren berbalik dan berjalan menuju meja kerjanya. Sedangkan Audi masih diam berdiri dengan hati yang kesal dan penuh amarah.'Aku memang sangat membutuhkan uang, tetapi aku tidak mau menjatuhkan harga diriku dengan bersedia menerima tawaran darinya,' batin Audi yang kemudian memutuskan untuk bergegas meninggalkan kantor Darren.Perempuan itu pun kemudian pamit pergi dari ruangan sang mantan suami. Namun, saat itu juga sebuah panggilan dari seseorang mengejutkannya.Sebelum Audi menarik handle pintu, ia menyempatkan diri untuk menerima panggilan tersebut yang ternyata dari adiknya."Ya, hallo! Ada apa, Gas?"'Mbak, papa dibawa polisi.'"Apa! Kok bisa? Kenapa sekarang?"'Aku juga enggak tahu. Mereka datang dengan surat penangkapan yang lengkap dan sah.'Audi diam di tempatnya. Pikirannya mendadak nge-blank sebab kabar yang adiknya berikan.'Mbak, apakah bisa pulang sekarang? Aku lagi di jalan menuju rumah sakit.'"Ke-kenapa? Mau apa kamu ke sana?" Lagi, perempuan itu kaget dengan info yang Bagas sampaikan.'Mama pingsan, Mbak. Penyakit jantungnya tiba-tiba kambuh.'"Ya Tuhan!"Tak mampu lagi berkata-kata, Audi kini malah jatuh terkulai di lantai setelah panggilannya terputus. Bagas -adiknya, langsung menutup telepon setelah menyampaikan kondisi yang tengah dihadapinya.Semua pergerakan itu tak luput dari pengawasan Darren. Ia terlihat bangun dan mendekati Audi yang kini tengah menangis.Darren pun jongkok demi menyamakan posisi tubuhnya. Tampak wajah sang mantan istri tertutup kedua telapak tangan. Terdengar isakan pilu yang membuat Darren kemudian mengulurkan tangan, lalu menarik tubuh Audi ke dalam pelukannya.Selama beberapa saat Darren memberikan waktu bagi Audi untuk melepaskan tangisannya hingga ketika perempuan itu tersadar, ia memilih untuk bangun dan pamit pergi."Biar aku antar!" seru Darren yang sejatinya tidak tahu ke mana tujuan Audi.Perempuan itu menghentikan langkah. Ia hanya berbalik menatap wajah yang tampak serius di belakangnya. Saat sudah hampir mengucap kata 'tidak', tiba-tiba Darren malah menggenggam tangan dan menariknya keluar ruangan."Eh, Darren! Kamu ...!"***Sebuah rumah sakit milik pemerintah adalah tujuan Audi. Ia tahu adiknya tidak mungkin membawa sang mama ke rumah sakit mewah dan elit seperti saat mereka masih berjaya.Mobil mewah milik Darren yang mengantarnya ke sana, berhenti tepat di depan pelataran parkir gedung."Terima kasih atas tumpangannya. Kamu bisa kembali ke kan ....""Aku akan menemani kamu ke dalam!" Seolah tak ingin mendengar kata penolakan yang lain, Darren malah lebih dulu keluar dari mobilnya untuk kemudian membuka pintu mobil di sisi Audi.'Ah, apapun yang mau ia lakukan, terserah saja!' batin Audi akhirnya tak mau ambil peduli atas sikap Darren yang mendadak perhatian padanya.Audi kini berjalan cepat, lebih dulu menuju ruang UGD di mana mamanya dibawa oleh Bagas. Meninggalkan Darren yang berjalan bersama Zain, ia membiarkan lelaki itu mencari sendiri di mana ruangan yang dicari.Hingga ia melihat sosok Bagas yang terlihat duduk di area tunggu di depan sebuah ruangan dengan tulisan UGD di di depannya, Audi pun berlari mendekati adik lelakinya itu."Bagas!" panggil Audi membuat pemuda dua puluh tiga tahun itu menoleh padanya.Setelah dekat, Audi lantas berhambur memeluk Bagas. Ia tak peduli dengan tatapan kaget sang adik yang melihat sosok Darren di belakangnya."Bagaimana kondisi mama?" tanya Audi masih memeluk Bagas.Perlahan pemuda itu melepaskan pelukannya seraya menyapa Darren dengan sikap hormat."Selamat sore, Mas Darren. Apa kabar?""Kabarku baik. Bagaimana keadaan mama di dalam? Apakah sudah ada kabar?"Panggilan mama yang masih Darren ucapkan, sempat membuat Audi merasa aneh. Ia yang sudah lama bercerai tidak berpikir jika sang mantan suami masih menganggap ibunya adalah mertuanya."Eh, belum. Mama baru masuk beberapa menit yang lalu dan masih ditangani tim medis sampai sekarang. Jadi, aku belum tahu kondisinya sekarang."Terlihat Audi kesal karena Bagas justru menjawab pertanyaan Darren meski ia yang bertanya lebih dulu.Darren hanya mengangguk sekali. Seolah paham atas situasi yang baru terjadi.Tak lama berselang, pintu UGD pun terbuka. Seorang laki-laki paruh baya dan seorang perempuan muda keluar dari dalam ruangan."Siapa keluarga dari pasien bernama Ibu Marissa?" ucap sang lelaki yang diduga adalah seorang dokter sebab pakaian yang dikenakannya.Audi yang sudah melepaskan pelukannya pada Bagas, sontak mendekati sang dokter."Saya, Dok. Saya anak Ibu Marissa."Dokter laki-laki itu menatap Audi begitu serius."Bisa Anda ikut kami sebentar? Ada hal yang harus kami sampaikan.""Eh, ba-baik, Dok," ucap Audi sembari menatap Bagas dengan ekspresi cemas dan bingung.Tanpa menatap ke arah Darren, Audi lekas mengikuti langkah dokter menuju ruangannya.Sebab belum ada info mengenai apapun yang berhubungan dengan ibunya, Bagas terlihat kembali duduk dan diam dengan tatapan kosong. Begitu juga Darren yang ikut duduk setelah mantan adik iparnya itu menawarkan tempat duduk kosong di sebelahnya. Sedangkan Zain tampak berdiri di sisi sang bos sembari menunggu perintah."Apa yang terjadi?" tanya Darren pada Bagas.Pemuda di sebelah Darren menengok dan tersenyum pilu."Papa dibawa polisi. Mama shock dan akhirnya pingsan."Mendapat info tersebut, Darren masih bisa bersikap santai dan tenang. Namun, ada hal yang membuatnya penasaran sebab pingsannya sang mantan mertua."Sejak kapan Mama Marissa punya penyakit jantung?""Eh, dari mana Mas Darren tahu kalau mama punya penyakit jantung?""Aku tidak tahu, hanya menebak dari reaksi mama kalian yang bisa pingsan secara tiba-tiba.""Oh. Aku kira Mas Darren tahu dari Mbak Audi. Sebab tadi aku bilang kalau penyakit jantung mama kambuh."Darren tetap diam ketika pemuda di sebelahnya kembali tertunduk."Sejak dua tahun lalu atau sejak Mas Darren dan Mbak Audi bercerai mama tiba-tiba sering sakit. Kami awalnya tidak tahu ada apa. Hingga kemudian kami memeriksakan sakitnya mama dan baru tahu kalau selama ini beliau punya penyakit jantung yang tidak pernah bereaksi sebelumnya."Darren merasa terkejut. Apakah penyakit sang mantan mertua sebab kejadian cerainya ia dan Audi? Entahlah."Lantas, seberapa parah penyakitnya itu?""Belum tahu pasti, Mas. Tapi, aku pikir kejadian papa ditangkap berdampak buruk bagi kesehatan juga penyakit yang mama derita."Di tempat lain, Audi terlihat kaget dan tak percaya dengan kabar yang dokter sampaikan."Harus memberikan jawaban secepatnya. Sebab jika tidak, maka peluang sehat bahkan hidup ibu Anda sangat kecil.""Tapi, Dok. Apakah tidak ada cara lain?""Tidak jika Anda berharap pada penanganan medis dan jelas kami harap Anda memilih jalan tersebut."Seketika Audi merasa jika dunianya runtuh dan semakin kacau.Baru saja ia mendapat kabar kalau sang papa dibawa oleh polisi. Sekarang, ia harus mendapati kenyataan jika penyakit sang mama begitu serius dan harus segera mendapatkan penanganan secepatnya melalui jalan operasi."Kalau boleh tahu, berapa kira-kira biaya yang harus saya siapkan?" Pada akhirnya Audi bertanya."Dua ratus sampai tiga ratus juta minimal uang yang harus disiapkan sebagai biaya operasi ibu Anda."'Apa! Tiga ratus juta!' pekik Audi yang sepertinya harus menyerah."Dan rumah sakit kami tidak tersedia fasilitas untuk melakukan tindakan operasi. Anda harus memindahkan ibu Anda ke rumah sakit yang lebih besar dengan fasilitas yang memadai."Penjelasan berikutnya seperti sebuah angin yang berdesing di telinga Audi. Membayangkan uang ratusan juta yang harus ia siapkan saja sudah membuat dunianya tak berjejak, apalagi harus memindahkan sang mama ke rumah sakit lain yang lebih besar, yang pastinya membutuhkan biaya lebih banyak.'Ya Tuhan!' batin Audi ingin menjerit dan menangis.***Darren bisa melihat sosok Audi berjalan ke arahnya dengan langkah gontai. Ada sesuatu yang penting, yang sepertinya sudah dokter sampaikan kepada mantan istrinya itu. "Bagaimana, Mbak?" tanya Bagas yang menunggu informasi selanjutnya mengenai kondisi sang mama.Audi masih tetap diam. Ia hanya menatap adiknya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. "Mbak?" Kembali Bagas memanggil. Di sisi lain, Darren justru masih terlihat santai dengan posisi duduk yang belum berubah. Ia masih memilih diam hingga perempuan itu berjalan dan berdiri di depannya. Dengan kedua tangan disilangkan di depan dada, Darren menatap Audi. Ia masih menunggu hal apakah yang akan mantan istrinya itu katakan. "Aku setuju!" ucap Audi sembari menatap Darren dengan mata berkaca-kaca. Tak perlu menanyakan keyakinan pada diri Audi sebab Darren seperti khawatir perempuan di depannya berubah pikiran, ia segera berdiri lalu menarik tangan Audi meninggalkan tempat tersebut. Melihat apa yang terjadi di depannya, Bagas hany
Dua tahun lalu, Audi yang memaksa pernikahannya diakhiri. Memohon pada Darren agar melayangkan gugatan cerai dan membebaskannya seperti sebelum menikah. "Berikan dua alasan kuat supaya aku mau menyetujui permintaan kamu!" tanya Darren saat Audi meminta untuk bercerai pertama kali. Saat itu Audi sudah yakin untuk bercerai. Baginya mau dua atau tiga alasan, bahkan sepuluh pun akan ia katakan demi ketukan palu persidangan. "Aku terkekang. Kamu itu menikahi aku, seorang manusia. Bukan memelihara seekor burung yang kamu kurung di dalam sangkar selama dua puluh empat jam."Alasan itu jelas tak bisa Darren bantah. Bahkan di saat weekend pun Darren memilih diam di rumah dan menikmati waktu libur dengan menyalurkan kepuasan biologisnya dengan sang istri. "Alasan kedua?"Alasan yang sempat membuat Darren menggeram kesal, akhirnya bisa membuat Audi terbebas dari pengusaha kaya raya tersebut. Hubungan bisnis yang masih tetap berjalan antara keluarga Syauqi dan Nayaka, membuat Audi bersyukur k
Lalu lintas terlihat sangat padat ketika Audi dan Darren sudah berada di dalam mobil menuju rumah sakit. Mobil hanya melaju dalam kecepatan dua puluh tak sampai empat puluh kilometer saking macetnya jalanan. Mereka mungkin akan datang terlambat saat sampai tujuan. Tapi, itu lebih baik bagi Audi karena setidaknya ia bisa mengulur waktu akan momen pernikahan keduanya yang renacanya terjadi nanti malam. "Apakah kalian sudah putus?" tanya Audi tiba-tiba di tengah kebisuan keduanya yang sejak awal masuk mobil hanya saling berdiam diri. Sontak Darren menengok, menatap Audi yang mendadak canggung. "Siapa yang kamu maksud?" tanya lelaki itu membuat mantannya heran. "Kamu dan Sofi. Bukankah kamu tidak menyangkal ketika aku katakan bahwa ada hubungan terlarang di antara kalian di belakangku?"Aneh, Darren malah tersenyum ketika Audi membahas salah satu alasan perceraian mereka dahulu. "Apakah saat ini kamu sedang cemburu?" tanya Darren membuat Audi gagap membalas. "Ap-apa! Cemburu? Apaka
Audi bersama Darren sampai di rumah sakit saat hujan lebat mengguyur alam. Petir dan kilat yang menyambar bumi membuat perempuan itu beberapa kali terjebak dalam pelukan sang mantan karena rasa takut yang tak selalu hadir. Berkali-kali Darren menyeringai padanya sebab aksi spontan Audi sejak turun dari mobil. Hingga mereka masuk ke dalam gedung rumah sakit dan mencari Bagas serta Zian yang sedang mengurus perpindahan Marissa, mamanya Audi. Juga asisten pribadi Darren yang super cekatan itu tengah mengurus kebebasan ayah Audi, Kevin Nayaka. Saat mantan pasangan suami istri itu sampai di lantai gedung di mana katanya orang yang mereka cari berada. Tampak dua orang yang Audi ketahui adalah anak buah Darren berdiri di depan sebuah kamar perawatan khusus VVIP. "Kenapa kamu harus membawa mama ke rumah sakit besar ini? Ini terlalu mahal." Audi melayangkan protes. Tatapan Darren -respon atas pertanyaan Audi, membuat perempuan itu langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. "Apakah kamu t
Dilakukan secara sederhana dan serba dadakan, Darren benar-benar membuat keinginannya terlaksana malam itu juga, tepatnya setelah mantan ibu mertuanya dipindahkan ke rumah sakit lain, yang merupakan rumah sakit milik keluarganya. Ditunjuk sebagai saksi dari pihak Darren, adalah Zain yang adalah asisten pribadi sekaligus orang kepercayaan Darren. Lalu, salah seorang keluarga dari pihak Marissa —mama Audi, dipaksa Darren datang supaya mau menjadi saksi dari pihak calon pengantin perempuan. Meski bingung, seorang paman yang sebelumnya sudah menjenguk kakak kandungnya, Marissa, memilih diam dan melakukan semua sesuai arahan Zain, perwakilan Darren. Semua siap di posisi, termasuk seorang pemuka agama yang diboyong oleh Zain di malam yang semakin larut tersebut. Kevin —papa Audi, tampak tegang ketika harus kembali menjadi wali atas pernikahan sang putri."Jadi, yang mana calon kedua mempelai?" tanya sang pemuka agama setelah duduk di tempat ijab kabul, yakni di sebuah ruangan perawatan VV
"Bagus. Memang seharusnya begitu bukan?" ucap Darren sambil menyeringai. Setelahnya mereka hanya saling menatap satu sama lain. Seperti mencoba menyelami pikiran masing-masing, dan mencari tahu meski tak jua menemukan.Hingga di detik berikutnya, Darren perlahan mendekatkan wajahnya, lalu menempelkan bibir di atas bibir Audi yang malam itu seperti memintanya untuk kembali disentuh untuk yang kedua kali, setelah aksi pertamanya siang tadi. Audi pun masih menahan napas ketika bibir Darren menyentuh dalam diam. Ia yang sudah tahu akan aksi selanjutnya, tetap diam menunggu. Namun, "Arh!"Tiba-tiba Darren menekan bibirnya pada sang istri. Membuat perempuan itu membelalak kaget saat merasakan sentuhan tak biasa yang sebelumnya belum pernah dirinya rasakan. 'Apa ini?'Aksi ciuman yang sebelumnya Audi tebak ke mana arah dan temponya, sama sekali meleset dari yang ia bayangkan. Darren tidak melakukan ciuman seperti yang sudah pernah mereka lakukan ketika hubungan mereka dulu. Saat ini yang
'Jangan salahkan aku kalau malam ini aku menghabisi kamu sampai pagi menjelang,' batin Darren lagi. Ditatap wajah istrinya. Ada seringai yang mendadak hadir di bibir lelaki itu yang membuat sang istri tercekat. Gugup Audi rasakan. "Jangan memintaku berhenti malam ini karena itu permintaan yang sangat mustahil," ucap Darren saat melepaskan ciumannya dan kini mulai merambat turun demi menikmati leher istrinya yang menggoda. "A-apapun yang mau kamu lakukan padaku malam ini, lakukanlah," balas Audi yang benar-benar menantang penuh Darren. Tak ayal -setelah seringai hadir di bibir Darren, lelaki itu lalu melepas dress dari tubuh Audi melewati kedua kakinya yang jenjang, dan membiarkan kedua mata menikmati pemandangan indah dari tubuh perempuan di bawahnya yang saat ini tampak malu-malu dengan dua potong pakaian dalam yang masih setia menutupi. Entah apa yang ada di benak Audi saat ini, bagaimana bisa ia bertingkah malu-malu bak pengantin baru padahal ia dan Darren sudah melakukan aksi
Lenguhan yang terlontar dari mulut Audi sungguh panjang kali ini. Pelepasan keduanya setelah hujaman demi hujaman Darren lakukan pada miliknya, membuat tubuhnya tak berdaya kini. Peluh keringat membasahi wajah dan seluruh tubuh. Bahkan, bukan hanya Audi saja yang merasa lengket kulitnya, tetapi Darren yang tampak begitu seksi di kala Audi melihat wajah menggoda suaminya yang masih mengungkung tubuh dengan miliknya yang menancap di dalam. "Are you okay?" tanya Darren masih membiarkan Audi mengambil napas sebanyak-banyaknya tanpa ia ganggu setelah berhasil menyentuh area sensitif-nya berkali-kali. Dengan kulit muka memerah, juga sengal napas yang menjadi pemandangan Darren di bawah wajahnya, Audi mencoba mengangguk. Sangat pelan seolah ia menggunakan sisa tenaga terakhir ketika merespon pertanyaan sang suami. Darren hanya tersenyum, lalu mendekat dan mengecup kening Audi lembut. "Beri tahu aku kalau kamu sudah tenang," bisik Darren yang sepertinya siap untuk melakukan aksi berikutny