Darren bisa melihat sosok Audi berjalan ke arahnya dengan langkah gontai. Ada sesuatu yang penting, yang sepertinya sudah dokter sampaikan kepada mantan istrinya itu.
"Bagaimana, Mbak?" tanya Bagas yang menunggu informasi selanjutnya mengenai kondisi sang mama.Audi masih tetap diam. Ia hanya menatap adiknya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun."Mbak?" Kembali Bagas memanggil.Di sisi lain, Darren justru masih terlihat santai dengan posisi duduk yang belum berubah. Ia masih memilih diam hingga perempuan itu berjalan dan berdiri di depannya.Dengan kedua tangan disilangkan di depan dada, Darren menatap Audi. Ia masih menunggu hal apakah yang akan mantan istrinya itu katakan."Aku setuju!" ucap Audi sembari menatap Darren dengan mata berkaca-kaca.Tak perlu menanyakan keyakinan pada diri Audi sebab Darren seperti khawatir perempuan di depannya berubah pikiran, ia segera berdiri lalu menarik tangan Audi meninggalkan tempat tersebut.Melihat apa yang terjadi di depannya, Bagas hanya bisa melongo. Ia bingung dan tak tahu apa yang terjadi. Kakaknya malah pergi dan ia ditinggalkan sendiri —berdua dengan Zain, asisten pribadi Darren yang kini terlihat menerima panggilan telepon."Ya, Pak!"'Urus semua keperluan Mama Marissa. Aku serahkan padamu sampai semuanya selesai!'"Baik, Pak. Saya mengerti!"Setelah itu Zain menutup panggilannya.Menatap Bagas yang tampak kebingungan, Zain memilih untuk mengajak lelaki itu menemui dokter yang tadi Audi temui."Menemui dokter?" tanya Bagas yang pastinya kebingungan."Ya."***Sebuah kamar di salah satu hotel yang letaknya tak jauh dari rumah sakit tempat di mana Marissa berada, Darren membawa Audi ke sana.Lelaki itu tidak tahu jika saat ini mantan istrinya terlihat panik dan ketakutan."Darren, kenapa kamu bawa aku ke sini?" tanya Audi yang akhirnya bisa bersuara setelah mereka tiba di dalam kamar tersebut.Audi tampak spontan mengangkat kedua tangan dan mencoba menutupi bagian depan tubuhnya. Ia seperti takut jika Darren akan berbuat macam-macam padanya, dan ternyata itu terbukti sekarang.Darren langsung mendorong tubuh Audi ke dinding. Tanpa permisi, lelaki itu langsung mendaratkan ciumannya di bibir sang mantan istri."Ah, Darr!" desah Audi yang seketika terhenti sebab aksi bungkaman yang Darren lakukan di bibirnya.Sekian detik Darren berhasil mereguk kenikmatan atas bibir Audi yang menurutnya terasa berbeda dari yang pernah ia rasakan saat masih menjadi pasangan suami istri dulu. Lebih manis dan candu sekarang."Hentikan, Darren!" teriak Audi setelah Darren melepas ciumannya.Terdengar napas yang tersengal sebab ciuman memabukkan yang tanpa sadar Darren lakukan. Audi yang sudah lama tidak pernah melakukan hal itu, tampak kepayahan.Plak!Sebuah tamparan Audi layangkan di pipi Darren setelah ia tersadar. Hal itu malah membuat Darren tersenyum sinis, kemudian mengulangi aksi serupa seperti sebelumnya.Menyadari ada tetesan air mata yang jatuh di pipi Audi, Darren tetap melanjutkan seolah tak memiliki rasa. Bahkan, ia juga mendapatkan perlawanan sekarang. Perempuan itu tidak menyerah dan mencoba supaya ia menghentikan aksinya tersebut.Namun, tenaga Audi jelas kalah jauh bila dibandingkan dengan tenaga Darren. Lelaki itu -sejak dulu memang memiliki tenaga luar biasa, seolah tak terkalahkan. Hasil dari olah raga, gym yang ia lakukan rutin, juga berenang yang membuatnya selalu tampak keren di mata perempuan mana pun yang pernah melihatnya, kini terbukti mampu membuat sang mantan istri menyerah atas aksinya.Perlahan Audi menyudahi aksi pemukulannya di dada Darren. Situasi yang menguntungkan lelaki itu yang kini mengangkat kedua tangan mantan istrinya ke atas kepala.'Darren,' lirih Audi di tengah aksi ciuman itu yang masih berlangsung.Suara yang hanya terdengar seperti gumaman di dalam mulut jelas Darren sadari dan itu malah membuatnya semakin semangat. Respon Audi menurutnya sudah hanyut juga terlena.Feeling Darren benar. Aksi yang berlangsung lama itu membuat kedua kaki Audi akhirnya tak kuat menopang lama. Ciuman itu membuat jiwa Audi seketika kosong karena Darren melakukannya seperti rasa ingin memiliki yang begitu kuat. Ia tak tahu kenapa Darren begitu. Hanya saja ia merasa harus menghentikan aksi tersebut sebab dirinya yang belum siap menghadapi aksi selanjutnya.Namun, posisinya saat ini yang mana didorong oleh Darren sampai menempel ke tembok, lalu tak adanya pertahanan diri sebab kedua tangan yang terkunci di atas kepala, membuat keinginan Audi hanya mimpi belaka. Seketika ia hanya bisa pasrah sampai Darren puas dengan apa yang dilakukannya sekarang."Ah!" pekik Darren di saat Audi menjalankan ide di detik terakhir pikirannya yang sudah buntu. Ia menggigit bibir mantan suaminya itu supaya menghentikan aksi yang hampir membuatnya mati kehabisan napas."Kamu lupa untuk bernapas?" sindir Darren yang sama sekali tidak marah sebab Audi sudah melukainya.Darah di bibir bawah Darren dengan luka lecet akibat gigitan, bisa Audi lihat dengan jelas."Aku tidak lupa. Tapi, aksi kamu barusan membuat semua yang aku bisa hilang seketika." Audi menatap Darren tajam. Napas masih tersengal dengan wajah memerah sebab ciuman laki-laki di depannya itu."Kalau begitu kamu menikmatinya bukan? Sampai-sampai kamu lupa segalanya."Audi memalingkan wajahnya. Kalimat penuh percaya diri yang Darren ucapkan membuatnya muak dan enggan menatap."Tatap mataku kalau aku sedang bicara!"'Huh! Ternyata masih sama seperti Darren yang aku kenal. Penuh intimidasi dan sangat angkuh!' batin Audi mengejek seraya kembali menatap mantan suaminya tersebut.Di saat Darren akan melakukan aksi seperti sebelumnya untuk ke sekian kali, Audi mencoba menghentikan."Stop! Darren tunggu!" pinta Audi dengan kepanikan yang kembali terlihat.Darren berhenti di saat hidungnya sudah menempel di pipi Audi. Ia diam dan ingin tahu apa yang hendak sang mantan katakan."Ki-kita belum sepakat.""Apanya yang belum sepakat? Bukankah kamu sudah setuju?""I-iya. Tapi, kamu belum memberikan apa yang aku minta."Darren seketika paham apa yang Audi maksud. Ia lantas menjauhkan tubuhnya dan melepas kuncian di tangan Audi sebelumnya.Ponsel yang berada di saku jas sudah berpindah ke tangan. Darren lalu memencet sebuah nomor kontak yang ada di riwayat panggilan keluar. Nomor Zain.'Iya, Pak Darren!' sapa asisten itu lebih dulu.Di depan Audi yang masih menatapnya dalam diam, Darren memberikan perintah pada anak buahnya itu untuk menunaikan permintaan sang mantan istri."Sepuluh milyar kamu kirim ke nomor rekening mantan istriku. Satu milyar kamu kirim ke rekening Bagas. Selain itu seperti perintahku sebelumnya, selesaikan semua hal yang harus kamu urus. Semua harus sudah selesai saat aku kembali nanti."'Baik, Pak Darren. Saya mengerti. Akan segera saya kerjakan.'Panggilan itu pun berakhir. Darren kembali memasukkan ponsel ke saku jasnya. Kedua matanya tetap menatap ke arah Audi yang di sepanjang pembicaraannya dengan sang asisten tadi, perempuan itu terus memandang wajahnya tanpa berpaling ke arah lain."Permintaan kamu sudah aku lakukan. Sekarang, tinggal kamu yang harus menunaikan kewajibanmu padaku bukan?"Audi tahu hal itu akan terjadi. Darren yang tak pernah ingkar, benar-benar memberikan apa yang ia minta. Sekarang, waktunya ia melakukan kewajiban seperti yang lelaki itu inginkan sebagai syarat kesepakatan, yakni tinggal dan tidur dengannya selama setahun ke depan."Aku mau kita menikah lagi sebelum kita kembali tinggal dan tidur bersama!" ucap Audi seketika membuat seringai di bibir Darren muncul.Apakah arti dari senyum jahat itu? Apakah permintaan Audi membuat Darren senang, atau justru dianggap sebuah candaan yang menurutnya lucu dan tidak masuk akal?***Dua tahun lalu, Audi yang memaksa pernikahannya diakhiri. Memohon pada Darren agar melayangkan gugatan cerai dan membebaskannya seperti sebelum menikah. "Berikan dua alasan kuat supaya aku mau menyetujui permintaan kamu!" tanya Darren saat Audi meminta untuk bercerai pertama kali. Saat itu Audi sudah yakin untuk bercerai. Baginya mau dua atau tiga alasan, bahkan sepuluh pun akan ia katakan demi ketukan palu persidangan. "Aku terkekang. Kamu itu menikahi aku, seorang manusia. Bukan memelihara seekor burung yang kamu kurung di dalam sangkar selama dua puluh empat jam."Alasan itu jelas tak bisa Darren bantah. Bahkan di saat weekend pun Darren memilih diam di rumah dan menikmati waktu libur dengan menyalurkan kepuasan biologisnya dengan sang istri. "Alasan kedua?"Alasan yang sempat membuat Darren menggeram kesal, akhirnya bisa membuat Audi terbebas dari pengusaha kaya raya tersebut. Hubungan bisnis yang masih tetap berjalan antara keluarga Syauqi dan Nayaka, membuat Audi bersyukur k
Lalu lintas terlihat sangat padat ketika Audi dan Darren sudah berada di dalam mobil menuju rumah sakit. Mobil hanya melaju dalam kecepatan dua puluh tak sampai empat puluh kilometer saking macetnya jalanan. Mereka mungkin akan datang terlambat saat sampai tujuan. Tapi, itu lebih baik bagi Audi karena setidaknya ia bisa mengulur waktu akan momen pernikahan keduanya yang renacanya terjadi nanti malam. "Apakah kalian sudah putus?" tanya Audi tiba-tiba di tengah kebisuan keduanya yang sejak awal masuk mobil hanya saling berdiam diri. Sontak Darren menengok, menatap Audi yang mendadak canggung. "Siapa yang kamu maksud?" tanya lelaki itu membuat mantannya heran. "Kamu dan Sofi. Bukankah kamu tidak menyangkal ketika aku katakan bahwa ada hubungan terlarang di antara kalian di belakangku?"Aneh, Darren malah tersenyum ketika Audi membahas salah satu alasan perceraian mereka dahulu. "Apakah saat ini kamu sedang cemburu?" tanya Darren membuat Audi gagap membalas. "Ap-apa! Cemburu? Apaka
Audi bersama Darren sampai di rumah sakit saat hujan lebat mengguyur alam. Petir dan kilat yang menyambar bumi membuat perempuan itu beberapa kali terjebak dalam pelukan sang mantan karena rasa takut yang tak selalu hadir. Berkali-kali Darren menyeringai padanya sebab aksi spontan Audi sejak turun dari mobil. Hingga mereka masuk ke dalam gedung rumah sakit dan mencari Bagas serta Zian yang sedang mengurus perpindahan Marissa, mamanya Audi. Juga asisten pribadi Darren yang super cekatan itu tengah mengurus kebebasan ayah Audi, Kevin Nayaka. Saat mantan pasangan suami istri itu sampai di lantai gedung di mana katanya orang yang mereka cari berada. Tampak dua orang yang Audi ketahui adalah anak buah Darren berdiri di depan sebuah kamar perawatan khusus VVIP. "Kenapa kamu harus membawa mama ke rumah sakit besar ini? Ini terlalu mahal." Audi melayangkan protes. Tatapan Darren -respon atas pertanyaan Audi, membuat perempuan itu langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. "Apakah kamu t
Dilakukan secara sederhana dan serba dadakan, Darren benar-benar membuat keinginannya terlaksana malam itu juga, tepatnya setelah mantan ibu mertuanya dipindahkan ke rumah sakit lain, yang merupakan rumah sakit milik keluarganya. Ditunjuk sebagai saksi dari pihak Darren, adalah Zain yang adalah asisten pribadi sekaligus orang kepercayaan Darren. Lalu, salah seorang keluarga dari pihak Marissa —mama Audi, dipaksa Darren datang supaya mau menjadi saksi dari pihak calon pengantin perempuan. Meski bingung, seorang paman yang sebelumnya sudah menjenguk kakak kandungnya, Marissa, memilih diam dan melakukan semua sesuai arahan Zain, perwakilan Darren. Semua siap di posisi, termasuk seorang pemuka agama yang diboyong oleh Zain di malam yang semakin larut tersebut. Kevin —papa Audi, tampak tegang ketika harus kembali menjadi wali atas pernikahan sang putri."Jadi, yang mana calon kedua mempelai?" tanya sang pemuka agama setelah duduk di tempat ijab kabul, yakni di sebuah ruangan perawatan VV
"Bagus. Memang seharusnya begitu bukan?" ucap Darren sambil menyeringai. Setelahnya mereka hanya saling menatap satu sama lain. Seperti mencoba menyelami pikiran masing-masing, dan mencari tahu meski tak jua menemukan.Hingga di detik berikutnya, Darren perlahan mendekatkan wajahnya, lalu menempelkan bibir di atas bibir Audi yang malam itu seperti memintanya untuk kembali disentuh untuk yang kedua kali, setelah aksi pertamanya siang tadi. Audi pun masih menahan napas ketika bibir Darren menyentuh dalam diam. Ia yang sudah tahu akan aksi selanjutnya, tetap diam menunggu. Namun, "Arh!"Tiba-tiba Darren menekan bibirnya pada sang istri. Membuat perempuan itu membelalak kaget saat merasakan sentuhan tak biasa yang sebelumnya belum pernah dirinya rasakan. 'Apa ini?'Aksi ciuman yang sebelumnya Audi tebak ke mana arah dan temponya, sama sekali meleset dari yang ia bayangkan. Darren tidak melakukan ciuman seperti yang sudah pernah mereka lakukan ketika hubungan mereka dulu. Saat ini yang
'Jangan salahkan aku kalau malam ini aku menghabisi kamu sampai pagi menjelang,' batin Darren lagi. Ditatap wajah istrinya. Ada seringai yang mendadak hadir di bibir lelaki itu yang membuat sang istri tercekat. Gugup Audi rasakan. "Jangan memintaku berhenti malam ini karena itu permintaan yang sangat mustahil," ucap Darren saat melepaskan ciumannya dan kini mulai merambat turun demi menikmati leher istrinya yang menggoda. "A-apapun yang mau kamu lakukan padaku malam ini, lakukanlah," balas Audi yang benar-benar menantang penuh Darren. Tak ayal -setelah seringai hadir di bibir Darren, lelaki itu lalu melepas dress dari tubuh Audi melewati kedua kakinya yang jenjang, dan membiarkan kedua mata menikmati pemandangan indah dari tubuh perempuan di bawahnya yang saat ini tampak malu-malu dengan dua potong pakaian dalam yang masih setia menutupi. Entah apa yang ada di benak Audi saat ini, bagaimana bisa ia bertingkah malu-malu bak pengantin baru padahal ia dan Darren sudah melakukan aksi
Lenguhan yang terlontar dari mulut Audi sungguh panjang kali ini. Pelepasan keduanya setelah hujaman demi hujaman Darren lakukan pada miliknya, membuat tubuhnya tak berdaya kini. Peluh keringat membasahi wajah dan seluruh tubuh. Bahkan, bukan hanya Audi saja yang merasa lengket kulitnya, tetapi Darren yang tampak begitu seksi di kala Audi melihat wajah menggoda suaminya yang masih mengungkung tubuh dengan miliknya yang menancap di dalam. "Are you okay?" tanya Darren masih membiarkan Audi mengambil napas sebanyak-banyaknya tanpa ia ganggu setelah berhasil menyentuh area sensitif-nya berkali-kali. Dengan kulit muka memerah, juga sengal napas yang menjadi pemandangan Darren di bawah wajahnya, Audi mencoba mengangguk. Sangat pelan seolah ia menggunakan sisa tenaga terakhir ketika merespon pertanyaan sang suami. Darren hanya tersenyum, lalu mendekat dan mengecup kening Audi lembut. "Beri tahu aku kalau kamu sudah tenang," bisik Darren yang sepertinya siap untuk melakukan aksi berikutny
Audi masih tampak terlelap meski waktu sudah menuju siang. Bahkan, ia yang sebelumnya begitu nyaman tidur dalam pelukan Darren, tidak lagi merasa kehilangan ketika sosok lelaki itu sudah tidak ada di sebelahnya. Darren yang sudah terbangun beberapa saat lalu, kini sudah terlihat segar dengan handuk bathrobe menutupi tubuhnya. Lelaki itu sudah selesai mandi. Sekarang ia sedang menunggu kedatangan Zain yang dimintanya membawa baju ganti, untuknya dan untuk Audi. Suara ketukan terdengar ketika Zain baru akan mendekati ranjang. Ia sebelumnya ingin menyentuh perempuan yang kini hanya terlihat kepalanya saja sebab selimut yang menutupi seluruh tubuhnya itu, sebelum akhirnya berbalik menuju pintu kamar. "Selamat pagi, Pak!" sapa Zain yang berdiri di depan kamar hotel dengan dua goodie bagi di tangan. "Hem, pagi!"Sang asisten kemudian menjulurkan tangan dan menyerahkan dua barang bawaan yang sebelumnya ia pegang. "Berapa waktu yang aku punya?" tanya Darren merujuk pada rapat yang harus