Dua tahun lalu, Audi yang memaksa pernikahannya diakhiri. Memohon pada Darren agar melayangkan gugatan cerai dan membebaskannya seperti sebelum menikah.
"Berikan dua alasan kuat supaya aku mau menyetujui permintaan kamu!" tanya Darren saat Audi meminta untuk bercerai pertama kali.Saat itu Audi sudah yakin untuk bercerai. Baginya mau dua atau tiga alasan, bahkan sepuluh pun akan ia katakan demi ketukan palu persidangan."Aku terkekang. Kamu itu menikahi aku, seorang manusia. Bukan memelihara seekor burung yang kamu kurung di dalam sangkar selama dua puluh empat jam."Alasan itu jelas tak bisa Darren bantah. Bahkan di saat weekend pun Darren memilih diam di rumah dan menikmati waktu libur dengan menyalurkan kepuasan biologisnya dengan sang istri."Alasan kedua?"Alasan yang sempat membuat Darren menggeram kesal, akhirnya bisa membuat Audi terbebas dari pengusaha kaya raya tersebut. Hubungan bisnis yang masih tetap berjalan antara keluarga Syauqi dan Nayaka, membuat Audi bersyukur karena tak ada kemarahan yang keluarganya lampiaskan padanya."Cinta mungkin memang belum hadir di hatimu, tetapi seharusnya kamu bisa menghormati pernikahan kita dengan tidak bersama wanita lain selain aku, istrimu."Banyaknya wanita di keliling Darren jelas membuat Audi kesal. Pernikahannya telah dikhianati oleh suaminya sendiri. Lelaki itu seperti tidak menghormati kesakralan pernikahan di mana di depan Tuhan dan ayahnya ia sudah berjanji untuk memuliakan Audi sebagai seorang istri, satu-satunya wanita di sisinya."Bukan hal yang aneh jika seorang pengusaha atau pebisnis kaya seperti kita khususnya laki-laki memiliki simpanan lain selain pasangan sah mereka." Saat itu ayahnya sendiri yang mengatakan hal itu pada Audi ketika sang putri menceritakan keinginannya untuk bercerai.Andai ia bisa membalikkan pertanyaan, akankah sang ayah menjawab jujur.'Apakah itu artinya Papa juga memiliki wanita simpanan lain yang mama ketahui?'Pertanyaan itu hanya bisa ia dengungkan di dalam hati sebab perasaan kesalnya pada sang ayah."Kamu jangan naif, Audi. Lingkungan kita memang seperti ini." Bahkan sepupu iparnya sendiri, Gaby, berkata seperti itu ketika Audi jadikan tempat curhat.Gaby adalah istri dari kakak sepupunya Darren, Paul. Ia yang sudah menikah lebih dari lima tahun dan memiliki dua orang anak, nyatanya juga memiliki pengalaman serupa. Paul tak jauh berbeda. Kerap dekat dengan wanita idaman lain meski selalu menyangkal.Namun, lain dengan Darren yang tidak mengatakan apapun ketika Audi menyampaikan alasan kedua. Tak ada pembelaan diri atau sangkalan kalimat dari mulutnya. Hanya sedikit menggeram --reaksi dari kalimat yang istrinya tuduhkan, yang Audi sendiri tidak mengerti maksudnya.Selain itu tak ada reaksi lain. Laki-laki itu malah langsung menyetujui untuk melayangkan gugatan cerai."Jadi, apakah tidak masalah jika setelah setahun kamu kembali bercerai denganku?" tanya Darren setelah mendengar permintaan Audi untuk menikahinya lagi.Perempuan itu menggeleng. "Menjadi janda tidak lebih buruk dari orang yang malah berani mengganggu rumah tangga orang lain."Entah apa yang Audi katakan, Darren sama sekali tidak mengerti. Siapa yang mengganggu siapa, tak terpikirkan oleh lelaki itu yang kini malah memilih tak ambil pusing dengan kata-kata yang terlontar dari mulut perempuan di depannya."Baiklah. Aku setuju. Kita akan menikah malam nanti!" tegas Darren membuat Audi terkejut.Cepat sekali! Mengapa lelaki itu terburu-buru melaksanakan permintaannya. Pikir Audi saat ini yang jujur saja membuatnya panik."Ke-kenapa malam? Papa 'kan ...?"Perlahan Darren menjaga jarak. Ia menjauhkan tubuhnya dari Audi."Zain sedang mengurusnya agar kita bisa secepatnya menikah. Setelah itu, kamu bisa menyelesaikan semua urusan keluarga kamu."'Ah, iya. Uang itu memang rencananya akan aku gunakan untuk melunasi hutang-hutang papa,' ucap Audi dalam hati. Ia seperti diingatkan oleh Darren mengenai kondisi keluarganya sekarang.Kini Darren terlihat merapikan jasnya. Lelaki itu juga kemudian tampak mengambil ponsel di tangannya demi menghubungi seseorang."Dibawa ke mana?" tanya Darren yang ternyata menghubungi Zain, asisten pribadinya tersebut.Percakapan Darren dan Zain tak luput dari pandangan Audi yang tengah merapikan penampilannya yang sedikit berantakan sebab ulah Darren tadi.Sedikit rasa malu ia rasakan demi membayangkan aksi panas yang sempat keduanya lakukan dengan berciuman mesra."Kita pergi sekarang!" ucap Darren mengagetkan Audi yang sempat melamun."Eh, ke mana?" tanya perempuan itu. Antara lega karena bisa terbebas dari aksi kesurupan Darren, juga bingung karena ia tak tahu apa lagi yang akan laki-laki itu lakukan selanjutnya di tengah pikirannya yang tak menentu sebab kondisi sang ibu di rumah sakit.Darren menatap Audi lekat, membuat perempuan itu memalingkan wajahnya sebab canggung yang melanda."Mama Marissa akan dipindahkan ke rumah sakit Sentra Medistra. Segala keperluan operasi tengah dipersiapkan oleh tim medis di sana.""Ap-apa! Bagaimana bisa?"Entah apa yang harus Audi katakan di saat masalah yang sedang ia hadapi begitu mudah diatasi tanpa harus bersusah payah.Darren tersenyum tipis. Seolah meledeknya dengan sikap yang selalu saja menjengkelkan menurut Audi."Tak ada yang tak bisa aku selesaikan. Sekarang apakah kamu masih mau tetap berada di sini dan menikmati reuni kita di atas ranjang yang terlihat masih rapi di sana? Atau mau menemui papa dan mamamu di rumah sakit?"Tanpa berpikir panjang, jelas pilihan kedua yang Audi pilih. Perempuan itu segera bergegas keluar kamar dan melewati Darren yang sempat tersenyum padanya.'Kenapa dia selalu menyebalkan!' seru Audi dalam hati sembari terus melangkah keluar melewati koridor hotel hingga ia tiba di dalam lift bersama Darren yang ternyata berada tak jauh di belakangnya.Tak ada percakapan yang terjadi, hanya sebuah gerakan cepat yang tidak Audi sadari ketika Darren memeluknya dari belakang."Darren, di sini ada CCTV. Apakah kamu tidak takut akan ada orang yang mengawasi dan merekam aksi kamu ini?" tanya Audi yang sebenarnya ingin menenangkan jantungnya yang mendadak berdegup kencang.Sedetik kemudian tangan Darren melonggar dan menjauh. "Aku tahu kamu hanya menghindar. Tapi, aku cukup mengerti jika situasi sekarang memang tidak memungkinkan kita untuk melakukan seks."Sontak Audi memejamkan mata. Lelaki itu benar-benar gila. Sejak kapan ia begitu frontal dengan mengatakan hal mesum seperti itu di tempat publik. Meski saat ini tak ada siapa pun selain mereka berdua, tetap saja Audi berpikir jika Darren bersikap aneh di luar kebiasaannya.Keduanya melangkah keluar lift setelah sampai di lantai satu. Berjalan menyusuri area lobi hingga mereka sampai di pelataran gedung, sesosok perempuan tiba-tiba hadir menyapa Darren."Hai, Dar! Sedang apa di sini?" tanya perempuan itu seolah tak melihat ada Audi yang juga berdiri di samping Darren."Hai!"Darren tampak cuek ketika perempuan itu memeluk dan hampir mencium pipinya, tetapi berhasil dicegah sebab Darren menjauhkan wajahnya cepat."Eh!" Perempuan itu malu karena Darren bersikap menghindar.Namun, ketika ia melihat sosok Audi yang berdiri di samping Darren, seketika itu pula ia tersenyum sinis."Audi? Lama tidak bertemu," ucapnya dengan nada meledek."Sofi!"Wanita bernama Sofi yang tak lain adalah mantan sahabat Audi itu, merasa jika sikap menghindar yang Darren tunjukkan karena adanya sosok Audi bersama mereka."Apakah aku tak salah lihat? Apakah kalian tengah reuni atau ...?"Sofi menatap Audi dan Darren bergantian. Ia mencoba mencari tahu apa yang tengah terjadi pada mantan pasangan suami istri di depannya itu."Tak ada kewajiban bagi kami untuk menjawab pertanyaanmu!"Selalu saja seperti itu. Sinis dan angkuh jawaban yang terlontar dari mulut Darren dan kedua perempuan di dekatnya pun tahu hal tersebut."Ah, i-iya. Memang tak ada. Hanya saja, aku cukup terkejut dengan kehadiran kalian berdua di sini. Apakah Audi sedang mencari bala bantuan atas keadaan ekonominya sekarang?"Pertanyaan bernada sinis yang malas untuk Audi layani, ternyata tidak mendapat dukungan yang sama dari Darren.Lelaki itu memilih untuk menarik tangan sang mantan istri, pergi meninggalkan Sofi yang menatap mereka kesal.'Bagaimana bisa Audi dan Darren bersama lagi? Apakah perempuan itu tengah menggoda mantan suaminya supaya mau kembali?' gumam Sofi emosi.'Tak akan aku biarkan! Dua tahun ini aku sudah berusaha mendekati dan mencoba mengambil hati Darren sampai harus mengkhianati persahabatanku dengan Audi. Jadi, aku tidak mau waktuku kemarin sia-sia karena kemunculan perempuan jalang itu!'***Lalu lintas terlihat sangat padat ketika Audi dan Darren sudah berada di dalam mobil menuju rumah sakit. Mobil hanya melaju dalam kecepatan dua puluh tak sampai empat puluh kilometer saking macetnya jalanan. Mereka mungkin akan datang terlambat saat sampai tujuan. Tapi, itu lebih baik bagi Audi karena setidaknya ia bisa mengulur waktu akan momen pernikahan keduanya yang renacanya terjadi nanti malam. "Apakah kalian sudah putus?" tanya Audi tiba-tiba di tengah kebisuan keduanya yang sejak awal masuk mobil hanya saling berdiam diri. Sontak Darren menengok, menatap Audi yang mendadak canggung. "Siapa yang kamu maksud?" tanya lelaki itu membuat mantannya heran. "Kamu dan Sofi. Bukankah kamu tidak menyangkal ketika aku katakan bahwa ada hubungan terlarang di antara kalian di belakangku?"Aneh, Darren malah tersenyum ketika Audi membahas salah satu alasan perceraian mereka dahulu. "Apakah saat ini kamu sedang cemburu?" tanya Darren membuat Audi gagap membalas. "Ap-apa! Cemburu? Apaka
Audi bersama Darren sampai di rumah sakit saat hujan lebat mengguyur alam. Petir dan kilat yang menyambar bumi membuat perempuan itu beberapa kali terjebak dalam pelukan sang mantan karena rasa takut yang tak selalu hadir. Berkali-kali Darren menyeringai padanya sebab aksi spontan Audi sejak turun dari mobil. Hingga mereka masuk ke dalam gedung rumah sakit dan mencari Bagas serta Zian yang sedang mengurus perpindahan Marissa, mamanya Audi. Juga asisten pribadi Darren yang super cekatan itu tengah mengurus kebebasan ayah Audi, Kevin Nayaka. Saat mantan pasangan suami istri itu sampai di lantai gedung di mana katanya orang yang mereka cari berada. Tampak dua orang yang Audi ketahui adalah anak buah Darren berdiri di depan sebuah kamar perawatan khusus VVIP. "Kenapa kamu harus membawa mama ke rumah sakit besar ini? Ini terlalu mahal." Audi melayangkan protes. Tatapan Darren -respon atas pertanyaan Audi, membuat perempuan itu langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. "Apakah kamu t
Dilakukan secara sederhana dan serba dadakan, Darren benar-benar membuat keinginannya terlaksana malam itu juga, tepatnya setelah mantan ibu mertuanya dipindahkan ke rumah sakit lain, yang merupakan rumah sakit milik keluarganya. Ditunjuk sebagai saksi dari pihak Darren, adalah Zain yang adalah asisten pribadi sekaligus orang kepercayaan Darren. Lalu, salah seorang keluarga dari pihak Marissa —mama Audi, dipaksa Darren datang supaya mau menjadi saksi dari pihak calon pengantin perempuan. Meski bingung, seorang paman yang sebelumnya sudah menjenguk kakak kandungnya, Marissa, memilih diam dan melakukan semua sesuai arahan Zain, perwakilan Darren. Semua siap di posisi, termasuk seorang pemuka agama yang diboyong oleh Zain di malam yang semakin larut tersebut. Kevin —papa Audi, tampak tegang ketika harus kembali menjadi wali atas pernikahan sang putri."Jadi, yang mana calon kedua mempelai?" tanya sang pemuka agama setelah duduk di tempat ijab kabul, yakni di sebuah ruangan perawatan VV
"Bagus. Memang seharusnya begitu bukan?" ucap Darren sambil menyeringai. Setelahnya mereka hanya saling menatap satu sama lain. Seperti mencoba menyelami pikiran masing-masing, dan mencari tahu meski tak jua menemukan.Hingga di detik berikutnya, Darren perlahan mendekatkan wajahnya, lalu menempelkan bibir di atas bibir Audi yang malam itu seperti memintanya untuk kembali disentuh untuk yang kedua kali, setelah aksi pertamanya siang tadi. Audi pun masih menahan napas ketika bibir Darren menyentuh dalam diam. Ia yang sudah tahu akan aksi selanjutnya, tetap diam menunggu. Namun, "Arh!"Tiba-tiba Darren menekan bibirnya pada sang istri. Membuat perempuan itu membelalak kaget saat merasakan sentuhan tak biasa yang sebelumnya belum pernah dirinya rasakan. 'Apa ini?'Aksi ciuman yang sebelumnya Audi tebak ke mana arah dan temponya, sama sekali meleset dari yang ia bayangkan. Darren tidak melakukan ciuman seperti yang sudah pernah mereka lakukan ketika hubungan mereka dulu. Saat ini yang
'Jangan salahkan aku kalau malam ini aku menghabisi kamu sampai pagi menjelang,' batin Darren lagi. Ditatap wajah istrinya. Ada seringai yang mendadak hadir di bibir lelaki itu yang membuat sang istri tercekat. Gugup Audi rasakan. "Jangan memintaku berhenti malam ini karena itu permintaan yang sangat mustahil," ucap Darren saat melepaskan ciumannya dan kini mulai merambat turun demi menikmati leher istrinya yang menggoda. "A-apapun yang mau kamu lakukan padaku malam ini, lakukanlah," balas Audi yang benar-benar menantang penuh Darren. Tak ayal -setelah seringai hadir di bibir Darren, lelaki itu lalu melepas dress dari tubuh Audi melewati kedua kakinya yang jenjang, dan membiarkan kedua mata menikmati pemandangan indah dari tubuh perempuan di bawahnya yang saat ini tampak malu-malu dengan dua potong pakaian dalam yang masih setia menutupi. Entah apa yang ada di benak Audi saat ini, bagaimana bisa ia bertingkah malu-malu bak pengantin baru padahal ia dan Darren sudah melakukan aksi
Lenguhan yang terlontar dari mulut Audi sungguh panjang kali ini. Pelepasan keduanya setelah hujaman demi hujaman Darren lakukan pada miliknya, membuat tubuhnya tak berdaya kini. Peluh keringat membasahi wajah dan seluruh tubuh. Bahkan, bukan hanya Audi saja yang merasa lengket kulitnya, tetapi Darren yang tampak begitu seksi di kala Audi melihat wajah menggoda suaminya yang masih mengungkung tubuh dengan miliknya yang menancap di dalam. "Are you okay?" tanya Darren masih membiarkan Audi mengambil napas sebanyak-banyaknya tanpa ia ganggu setelah berhasil menyentuh area sensitif-nya berkali-kali. Dengan kulit muka memerah, juga sengal napas yang menjadi pemandangan Darren di bawah wajahnya, Audi mencoba mengangguk. Sangat pelan seolah ia menggunakan sisa tenaga terakhir ketika merespon pertanyaan sang suami. Darren hanya tersenyum, lalu mendekat dan mengecup kening Audi lembut. "Beri tahu aku kalau kamu sudah tenang," bisik Darren yang sepertinya siap untuk melakukan aksi berikutny
Audi masih tampak terlelap meski waktu sudah menuju siang. Bahkan, ia yang sebelumnya begitu nyaman tidur dalam pelukan Darren, tidak lagi merasa kehilangan ketika sosok lelaki itu sudah tidak ada di sebelahnya. Darren yang sudah terbangun beberapa saat lalu, kini sudah terlihat segar dengan handuk bathrobe menutupi tubuhnya. Lelaki itu sudah selesai mandi. Sekarang ia sedang menunggu kedatangan Zain yang dimintanya membawa baju ganti, untuknya dan untuk Audi. Suara ketukan terdengar ketika Zain baru akan mendekati ranjang. Ia sebelumnya ingin menyentuh perempuan yang kini hanya terlihat kepalanya saja sebab selimut yang menutupi seluruh tubuhnya itu, sebelum akhirnya berbalik menuju pintu kamar. "Selamat pagi, Pak!" sapa Zain yang berdiri di depan kamar hotel dengan dua goodie bagi di tangan. "Hem, pagi!"Sang asisten kemudian menjulurkan tangan dan menyerahkan dua barang bawaan yang sebelumnya ia pegang. "Berapa waktu yang aku punya?" tanya Darren merujuk pada rapat yang harus
Rupanya Darren tidak diam saja ketika menyuruh Audi untuk bergegas ke rumah sakit demi menunggu sang ibu yang sedang menjalani operasi. Saat wanita itu keluar, pastinya setelah penampilannya rapi dan segar, sebuah mobil sudah menunggu di pelataran gedung hotel. "Pak Lutfi? Bukannya tadi katanya saya dijemput siang?" tanya Audi yang heran sebab supir pribadi suaminya sudah menunggu saat ia baru akan keluar kamar hotel. "Iya, Bu. Bapak memang menyuruh saya jemput di jam dua belas, tetapi katanya sekalian saja antar Ibu sekarang ke rumah sakit.""Oh gitu. Padahal saya bisa naik taksi dari sini."Pria paruh baya bernama Lutfi itu tersenyum. "Mungkin Pak Darren tidak mau kalau Ibu naik taksi," sahutnya yang kemudian membuka pintu mobil supaya Audi masuk. "Terima kasih, Pak."Audi sudah duduk di bangku belakang. Seperti dirinya dulu, kehidupannya sebagai Nyonya El Syauqi akan kembali ia jalani. "Kalau begitu, maaf kalau saya mungkin akan kembali merepotkan Bapak.""Tidak apa-apa, Bu. In