Di dalam sebuah ruang kantor di salah satu perusahaan, tampak dua orang yang pernah mengenal satu sama lain saling menatap dalam diam. Seorang wanita dengan kedua telapak tangan saling bertaut seolah sedang berusaha menghilangkan rasa tegang yang ia alami sejak berdiri di depan gedung yang ia masuki sekarang.
Di depannya, seorang lelaki yang dua tahun lalu pernah hidup bersamanya, terlihat tersenyum dingin —masih sama seperti yang ia ingat dulu, yang kini perlahan mendekat seraya tangan yang sepertinya berniat hendak meraih untuk menggenggamnya.Laki-laki itu sama sekali tidak tersinggung ketika mendapat penolakan dari si wanita."Kita bukan lagi suami istri," ucap si wanita sedikit ketus.Audi Nayaka adalah wanita yang saat ini berdiri dengan sikap canggung dan ekspresi gugup yang begitu terlihat. Di depannya laki-laki yang tadi hendak menyentuh tangannya, adalah mantan suaminya. Seorang pengusaha kaya raya bernama Darren El Syauqi.Mendapat penolakan dan kalimat ketus dari Audi, Darren malah tersenyum lebar."Aku tahu. Tapi, aku tidak menduga jika kamu akan menolak seperti tadi." Darren menyahut santai.Audi tidak membalas ucapan lelaki di depannya, ia tetap diam dan berdiri dengan kepala yang terus menunduk."Hem, apakah kamu tidak keberatan untuk duduk sebentar?" ucap Darren menawarkan diri.Audi masih diam. Jujur saja ia tak mau berlama-lama di ruangan itu bersama mantan suaminya. Tapi,"Aku mau minta tolong padamu!" seru Audi tiba-tiba saat Darren sudah berbalik dan melangkah menuju sofa.Kedua kaki laki-laki itu terhenti. Lantas menengok dan menatap sang mantan istri dengan seringai di bibirnya."Aku yakin ada hal yang mau kamu sampaikan sehingga kamu harus bersusah payah menemuiku. Jadi, duduklah dulu, lalu katakan dengan tenang dan jelas."Pada akhirnya Audi menurut. Ia sudah memutuskan untuk meminta tolong Darren. Jadi, seharusnya ia lebih bisa bersabar, duduk dan menjelaskan apa permasalahannya sehingga ia rela datang dan menemui mantan suaminya kembali."Kamu mau minum apa?" tanya Darren setelah melihat Audi duduk di seberangnya dengan jarak yang cukup jauh."Terima kasih. Tapi, aku tidak haus," balas Audi yang tiba-tiba saja merasa heran.Satu yang bisa Audi lihat, sosok Darren terlihat berbeda dari yang ia kenal sebelumnya. Entah apa yang sudah mengubah Darren menjadi seperti sekarang. Dulu tak pernah sekali pun lelaki itu bertanya kepadanya tentang apa yang ia mau. Tapi, barusan pengusaha itu menanyakan hal sepele kepadanya.Seolah enggan menggubris penolakan Audi, Darren nyatanya tetap memaksa untuk menjamu mantan istrinya tersebut meski dengan menghidangkan secangkir teh hangat yang ia minta pada Zain."Bawa segera!" perintah Darren sebelum memutuskan panggilannya dengan sang asisten pribadi.Tak ada percakapan yang kemudian terjadi setelah Darren minta dibuatkan minuman. Yang ia lakukan saat ini adalah terus mengamati dan melihat Audi yang masih terus menunduk melihat kedua tangan dengan jari yang saling bertaut. Berpikir jika kecemasan sedang perempuan itu alami saat ini.'Kenapa ia diam saja dan malahan terus melihat ke arahku? Apakah ia tidak ingin tahu tujuan kedatanganku ke sini? Atau sebenarnya ia menunggu sampai aku mengatakannya sendiri tanpa harus ia bertanya?' batin Audi gugup."Darren, aku ...!"Terdengar pintu ruangan dibuka dari luar. Terlihat Zain datang bersama seorang karyawan yang membawa nampan di tangannya."Maaf mengganggu. Ini teh yang Anda pesan, Pak Darren.""Terima kasih, Zain. Hidangkan untuk Audi juga."Dua buah cangkir kini sudah tersaji di depan Audi dan Darren. Zain dan seorang karyawan yang tadi datang bersamanya, kini kembali keluar meninggalkan mantan pasangan suami istri itu lagi."Silakan diminum dulu sebelum kamu menyampaikan maksud kedatanganmu ke sini," ucap Darren seraya mengambil cangkir teh miliknya, lalu meminum isinya perlahan."Aku sudah bilang untuk tidak perlu repot.""Aku sama sekali tidak direpotkan. Aku menggaji banyak karyawan di perusahaan ini. Meminta salah seorang dari mereka untuk menyajikan minuman tentu bukan sesuatu yang sulit untuk dilakukan."Kali ini Audi mengangkat kepalanya dan menatap wajah lelaki itu setelah menunjukkan sikap yang sebenarnya.'Ia tak pernah berubah. Masih angkuh dan dingin seperti dulu. Bahkan, kesombongannya seperti tak ingin lepas dari jiwanya,' batin Audi sembari menatap lekat Darren."Ada apa? Apakah kamu kembali jatuh cinta kepadaku?" tanya Darren membuat Audi sontak memalingkan wajahnya ke arah lain.'Ia juga masih begitu sangat percaya diri!'Audi tanpa sadar menggeleng. Ia baru menyadari jika Darren terlalu banyak bicara sekarang, lain dari sifatnya yang dulu —yang lebih banyak diam dibanding berkoar mengeluarkan suara."Baiklah, sepertinya kamu tidak betah berlama-lama di sini. Jadi, apa tujuanmu datang kemari?" tanya Darren yang sudah kembali meletakkan cangkir ke atas meja. "Minta tolong apa yang kamu maksudkan?"Berusaha mencari keberanian untuk menyampaikan maksud, Audi terlihat menarik napas dalam dan mengeluarkannya panjang."Pinjamkan aku uang!"Tak ada ekspresi terkejut pada wajah Darren ketika Audi akhirnya bisa mengatakan tujuannya, itu sedikit membuatnya lega sekaligus heran."Berapa?""Sepuluh milyar!"Darren kini menatap Audi tajam. Seolah sedang mencari keseriusan di wajah mantan istrinya. Jelas ia terlihat tak mau rugi dalam obrolan mereka sore itu."Apakah kamu bisa membantuku?" tanya Audi lagi setelah sekian menit tak ada respon dari Darren."Apa jaminan darimu kalau aku mau membantu? Sebab aku sangat jelas tahu bahwa kalian sudah tidak memiliki apapun lagi jika harus mengembalikan pinjaman." Kalimat yang penuh penekanan mampu membuat Audi tersadar jika lelaki di depannya itu adalah seorang pengusaha sekaligus pebisnis. Kata rugi tak pernah ada dalam kamus orang-orang seperti mereka.Namun, ada hal lain yang mengganjal di hati Audi, apakah Darren tahu mengenai kebangkrutan keluarganya?'Ah, tidak mungkin kalau ia tak tahu. Sebagai seorang pebisnis, tak akan sulit mengetahui kabar buruk sesama pengusaha atau pebisnis lainnya bukan?'"Jadi, bagaimana kamu akan membayar?" Kembali Darren bertanya sebab Audi diam tak menjawab."Rumah yang kami tempati sekarang akan kami jual. Jika rumah itu laku, dengan segera akan kami kembalikan uang tersebut." Seolah dipaksa menjawab, Audi mengatakan hal yang sebenarnya ia sendiri kurang yakin."Hmm, lucu sekali. Memang berapa harga rumah itu jika laku terjual? Apakah bisa mengembalikan semua uang yang akan kamu pinjam?""Lima atau enam milyar harga rumah itu. Meskipun kurang aku tetap akan usahakan membayar sisanya. Bagaimana pun caranya."Darren tampak tak senang. Empat milyar bukan jumlah sedikit. Bagaimana wanita itu mengembalikan sisanya? Terlebih jika rumah itu sampai laku terjual, akan ke manakah Audi dan keluarganya tinggal?"Aku tidak mau. Tak ada jaminan pasti sebab uang empat milyar bukanlah uang yang sedikit. Terlebih tak ada jaminan dari mana kamu bisa mendapatkannya.""Tolong aku, Darren! Percayalah padaku kalau aku akan berusaha mengembalikan semuanya. Meski tak ada jaminan, tapi aku tak akan mengingkari janji." Audi tampak terlihat putus asa.Darren bisa melihat hal itu dengan jelas. Putus asa dan lelah, kini tengah mantan istrinya rasakan. Tapi, ia sama sekali tidak mau mengiyakan permintaan tersebut karena sejatinya ia memiliki keinginan yang lain.Tampak lelaki itu menggeleng dan itu membuat sang mantan istri memandang lesu."Maaf, sepertinya aku tidak bisa membantu. Kamu bisa mencari orang lain yang dengan rela membiarkan uangnya dikembalikan setengah dari pinjaman."Tidak Darren duga tiba-tiba Audi beranjak bangun, lalu bersimpuh di depannya."Tolong aku, Darren. Aku mohon. Aku tahu kamu bisa bantu. Aku pun tahu kalau kamu tidak akan tega membuatku berjalan ke sana kemari demi mencari pinjaman. Tapi, percayalah bahwa aku sudah berkeliling meminta belas kasihan teman, kolega, atau saudara yang pernah kami bantu untuk kini membantu keluarga kami yang sedang kesusahan. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang mau membantu di situasi kami sekarang."Darren tak mungkin tak tahu. Ia sudah mengetahui dan mendengar bahwa perusahaan milik mantan mertuanya itu jatuh dan bangkrut. Tapi, ia memilih diam dan membiarkan mereka mencari bantuan sebelum nantinya ia akan mendatangi mereka di detik-detik terakhir.Namun, perhitungan Darren meleset. Ia tak menduga jika mantan mertuanya akan dijemput paksa pihak berwajib sebab tuduhan penggelapan keuangan. Hingga akhirnya ia kedatangan sosok sang mantan istri di hadapannya sekarang.Darren pun kemudian meminta Audi untuk bangun dan kembali duduk. Tapi, kali ini ia meminta wanita itu untuk duduk di atas pangkuannya.Sebuah permintaan yang aneh menurut Audi, yang dengan pelan ia tolak. Tapi, saat dirinya memutuskan untuk mundur, Darren justru menarik tangannya hingga ia pun terjatuh dan duduk di atas kedua paha mantan suaminya itu."Da-Darren, kita tidak boleh begini," ucap Audi terbata. Ia malu dengan sikap Darren yang begitu agresif."Setahun tinggal dan kembali tidur bersamaku untuk sepuluh milyar. Bagaimana?""Apa?!"***"Aku tidak mau!" seru Audi seraya menarik tubuhnya dari pelukan Darren, lalu bangkit berdiri. Perempuan itu terlihat marah dan tidak senang dengan kalimat yang barusan terucap dari mulut mantan suaminya tersebut. Darren sendiri tampak diam dan menunggu alasan penolakan Audi. Bibirnya tetap tersenyum penuh arti. "Sepertinya aku sudah membuat kesalahan dengan menemuimu di sini. Permintaan itu tidak seharusnya kamu ajukan sebab hubungan kita yang sudah berakhir."Meski begitu, Darren tampaknya sama sekali tidak terganggu dengan kalimat tersebut. Ia malah berdiri sambil memegang kedua bahu Audi dan berbisik. "Aku tidak akan memaksa. Kamu sendiri yang datang ke sini dan meminta bantuan dariku. Jika kamu tidak setuju dengan permintaan yang aku sebutkan tadi, kamu boleh pergi," bisik lelaki itu lalu melepaskan pelukan. Setelahnya Darren berbalik dan berjalan menuju meja kerjanya. Sedangkan Audi masih diam berdiri dengan hati yang kesal dan penuh amarah. 'Aku memang sangat membutuhkan u
Darren bisa melihat sosok Audi berjalan ke arahnya dengan langkah gontai. Ada sesuatu yang penting, yang sepertinya sudah dokter sampaikan kepada mantan istrinya itu. "Bagaimana, Mbak?" tanya Bagas yang menunggu informasi selanjutnya mengenai kondisi sang mama.Audi masih tetap diam. Ia hanya menatap adiknya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. "Mbak?" Kembali Bagas memanggil. Di sisi lain, Darren justru masih terlihat santai dengan posisi duduk yang belum berubah. Ia masih memilih diam hingga perempuan itu berjalan dan berdiri di depannya. Dengan kedua tangan disilangkan di depan dada, Darren menatap Audi. Ia masih menunggu hal apakah yang akan mantan istrinya itu katakan. "Aku setuju!" ucap Audi sembari menatap Darren dengan mata berkaca-kaca. Tak perlu menanyakan keyakinan pada diri Audi sebab Darren seperti khawatir perempuan di depannya berubah pikiran, ia segera berdiri lalu menarik tangan Audi meninggalkan tempat tersebut. Melihat apa yang terjadi di depannya, Bagas hany
Dua tahun lalu, Audi yang memaksa pernikahannya diakhiri. Memohon pada Darren agar melayangkan gugatan cerai dan membebaskannya seperti sebelum menikah. "Berikan dua alasan kuat supaya aku mau menyetujui permintaan kamu!" tanya Darren saat Audi meminta untuk bercerai pertama kali. Saat itu Audi sudah yakin untuk bercerai. Baginya mau dua atau tiga alasan, bahkan sepuluh pun akan ia katakan demi ketukan palu persidangan. "Aku terkekang. Kamu itu menikahi aku, seorang manusia. Bukan memelihara seekor burung yang kamu kurung di dalam sangkar selama dua puluh empat jam."Alasan itu jelas tak bisa Darren bantah. Bahkan di saat weekend pun Darren memilih diam di rumah dan menikmati waktu libur dengan menyalurkan kepuasan biologisnya dengan sang istri. "Alasan kedua?"Alasan yang sempat membuat Darren menggeram kesal, akhirnya bisa membuat Audi terbebas dari pengusaha kaya raya tersebut. Hubungan bisnis yang masih tetap berjalan antara keluarga Syauqi dan Nayaka, membuat Audi bersyukur k
Lalu lintas terlihat sangat padat ketika Audi dan Darren sudah berada di dalam mobil menuju rumah sakit. Mobil hanya melaju dalam kecepatan dua puluh tak sampai empat puluh kilometer saking macetnya jalanan. Mereka mungkin akan datang terlambat saat sampai tujuan. Tapi, itu lebih baik bagi Audi karena setidaknya ia bisa mengulur waktu akan momen pernikahan keduanya yang renacanya terjadi nanti malam. "Apakah kalian sudah putus?" tanya Audi tiba-tiba di tengah kebisuan keduanya yang sejak awal masuk mobil hanya saling berdiam diri. Sontak Darren menengok, menatap Audi yang mendadak canggung. "Siapa yang kamu maksud?" tanya lelaki itu membuat mantannya heran. "Kamu dan Sofi. Bukankah kamu tidak menyangkal ketika aku katakan bahwa ada hubungan terlarang di antara kalian di belakangku?"Aneh, Darren malah tersenyum ketika Audi membahas salah satu alasan perceraian mereka dahulu. "Apakah saat ini kamu sedang cemburu?" tanya Darren membuat Audi gagap membalas. "Ap-apa! Cemburu? Apaka
Audi bersama Darren sampai di rumah sakit saat hujan lebat mengguyur alam. Petir dan kilat yang menyambar bumi membuat perempuan itu beberapa kali terjebak dalam pelukan sang mantan karena rasa takut yang tak selalu hadir. Berkali-kali Darren menyeringai padanya sebab aksi spontan Audi sejak turun dari mobil. Hingga mereka masuk ke dalam gedung rumah sakit dan mencari Bagas serta Zian yang sedang mengurus perpindahan Marissa, mamanya Audi. Juga asisten pribadi Darren yang super cekatan itu tengah mengurus kebebasan ayah Audi, Kevin Nayaka. Saat mantan pasangan suami istri itu sampai di lantai gedung di mana katanya orang yang mereka cari berada. Tampak dua orang yang Audi ketahui adalah anak buah Darren berdiri di depan sebuah kamar perawatan khusus VVIP. "Kenapa kamu harus membawa mama ke rumah sakit besar ini? Ini terlalu mahal." Audi melayangkan protes. Tatapan Darren -respon atas pertanyaan Audi, membuat perempuan itu langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. "Apakah kamu t
Dilakukan secara sederhana dan serba dadakan, Darren benar-benar membuat keinginannya terlaksana malam itu juga, tepatnya setelah mantan ibu mertuanya dipindahkan ke rumah sakit lain, yang merupakan rumah sakit milik keluarganya. Ditunjuk sebagai saksi dari pihak Darren, adalah Zain yang adalah asisten pribadi sekaligus orang kepercayaan Darren. Lalu, salah seorang keluarga dari pihak Marissa —mama Audi, dipaksa Darren datang supaya mau menjadi saksi dari pihak calon pengantin perempuan. Meski bingung, seorang paman yang sebelumnya sudah menjenguk kakak kandungnya, Marissa, memilih diam dan melakukan semua sesuai arahan Zain, perwakilan Darren. Semua siap di posisi, termasuk seorang pemuka agama yang diboyong oleh Zain di malam yang semakin larut tersebut. Kevin —papa Audi, tampak tegang ketika harus kembali menjadi wali atas pernikahan sang putri."Jadi, yang mana calon kedua mempelai?" tanya sang pemuka agama setelah duduk di tempat ijab kabul, yakni di sebuah ruangan perawatan VV
"Bagus. Memang seharusnya begitu bukan?" ucap Darren sambil menyeringai. Setelahnya mereka hanya saling menatap satu sama lain. Seperti mencoba menyelami pikiran masing-masing, dan mencari tahu meski tak jua menemukan.Hingga di detik berikutnya, Darren perlahan mendekatkan wajahnya, lalu menempelkan bibir di atas bibir Audi yang malam itu seperti memintanya untuk kembali disentuh untuk yang kedua kali, setelah aksi pertamanya siang tadi. Audi pun masih menahan napas ketika bibir Darren menyentuh dalam diam. Ia yang sudah tahu akan aksi selanjutnya, tetap diam menunggu. Namun, "Arh!"Tiba-tiba Darren menekan bibirnya pada sang istri. Membuat perempuan itu membelalak kaget saat merasakan sentuhan tak biasa yang sebelumnya belum pernah dirinya rasakan. 'Apa ini?'Aksi ciuman yang sebelumnya Audi tebak ke mana arah dan temponya, sama sekali meleset dari yang ia bayangkan. Darren tidak melakukan ciuman seperti yang sudah pernah mereka lakukan ketika hubungan mereka dulu. Saat ini yang
'Jangan salahkan aku kalau malam ini aku menghabisi kamu sampai pagi menjelang,' batin Darren lagi. Ditatap wajah istrinya. Ada seringai yang mendadak hadir di bibir lelaki itu yang membuat sang istri tercekat. Gugup Audi rasakan. "Jangan memintaku berhenti malam ini karena itu permintaan yang sangat mustahil," ucap Darren saat melepaskan ciumannya dan kini mulai merambat turun demi menikmati leher istrinya yang menggoda. "A-apapun yang mau kamu lakukan padaku malam ini, lakukanlah," balas Audi yang benar-benar menantang penuh Darren. Tak ayal -setelah seringai hadir di bibir Darren, lelaki itu lalu melepas dress dari tubuh Audi melewati kedua kakinya yang jenjang, dan membiarkan kedua mata menikmati pemandangan indah dari tubuh perempuan di bawahnya yang saat ini tampak malu-malu dengan dua potong pakaian dalam yang masih setia menutupi. Entah apa yang ada di benak Audi saat ini, bagaimana bisa ia bertingkah malu-malu bak pengantin baru padahal ia dan Darren sudah melakukan aksi