Aylee begitu canggung, ia tak tahu harus di mana meletakkan tangannya. Calvin menyeringai, ia lantas menuntun kedua tangan Aylee untuk bergelayut di lehernya, sedang tangannya ia letakkan di kedua sisi pinggul gadis itu. Calvin semakin tertarik dengan wanita itu.
“Kau punya pinggul yang sempurna. Sulit dipercaya Gabe tak pernah mengajakmu berdansa.”
Aylee tersenyum kecut, di mata Gabe hanya Michelle makhluk sempurna di bumi ini, batinnya.
Mereka berdansa pelan, Calvin yang tinggi menundukkan kepalanya hingga kepalanya sejajar dengan kepala Aylee, bisa dirasakan Aylee, bibir Calvin begitu dekat dengan lehernya. Bulu romanya meremang seketika.
“Kudengar kau putus dengan tunanganmu, Cal?” Aylee mencoba mengajak bicara Calvin, agar wajah pria itu tak terus berada di lehernya.
“Sayang sekali, itu benar.”
“Kenapa? Kukira kalian akan serius untuk menikah.”
Calvin menghela nafas berat.
“Aku takut menghadapi pernikahan, Ay. Aku tak percaya itu. Dia memutuskanku karena itu.” Aylee mengangguk mengerti. Tidak mudah bagi Calvin memutuskan itu, ia sepertinya trauma dengan perceraian orang tua mereka.
“Apa kau bahagia dengan pernikahanmu, Ay?” tanya Calvin membuat Aylee terkesiap.
“Oh.. Itu, kau tahu. Pernikahan itu sulit.” Wajah Aylee murung.
“Sudah kuduga akan begitu, pernikahan itu omong kosong.”
“Tapi entah kenapa aku tak menyesali itu, Cal. Menikahi orang yang kita cintai itu memberikan kekuatan dan kebahagiaan. Walau... Mungkin tak semua pernikahan akan berakhir indah. Mungkin juga pada akhirnya ada titik di mana aku akan menyerah.”
“Aku harap kau berbahagia dengan Gabe.” Calvin menenggelamkan wajahnya di bahu Aylee, pelukannya semakin erat.
“Kau sangat membuatku nyaman, baumu juga harum,” seloroh Calvin. Aylee menyeringai, namun ia juga merasa tak nyaman Calvin sedekat ini dengannya.
Tiba-tiba saja sesuatu membuyarkan ketenangan mereka. Gabe, tiba-tiba saja datang dan menarik Calvin dari dekapan Aylee.
“Jangan sentuh istriku, brengsek!” umpatnya.
“Jangan kolot! aku hanya menemaninya. Kau tahu betapa dia tak nyaman di sini tanpa adanya suami yang mendampinginya.” Calvin beralasan.
“Kau tak harus merasa bertanggung jawab atas itu!” Gabe menarik Aylee. Aylee mencoba memberontak. Semua pasang mata di ruangan itu kini memperhatikan mereka. Namun Gabe tak peduli itu. Ia terus menarik Aylee menaiki lantai atas menuju kamarnya terdahulu.
Natasya menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Dia begitu posesif dan arogan, jangan tersinggung akan itu, Cal.” Natasya mencoba menenangkan Calvin.
“Aku tak menyangka Gabe begitu cemburu, dia sangat kekanakan, tak berubah sama sekali.” Calvin dan Natasya terkekeh.
*****
Gabe mendorong Aylee hingga perempuan itu terduduk di kasur. Sorot mata Gabe penuh kemarahan, Aylee menunjukkan ekspresi bingung yang membuat Gabe semakin emosi.
“Kau bilang kau tak akan datang,” seloroh Aylee.
“Jadi kau memanfaatkan itu untuk mendekati kakakku?” Gabe melonggarkan dasinya, seolah amarah begitu membuatnya merasa sesak. Aylee menyeringai tanpa humor.
“Jangan samakkan aku denganmu, aku sangat menghargai pernikahan.” Aylee geram.
Gabe membuang muka.
“Kekanakan sekali. Dia saudaramu, tak seharusnya kau bersikap begitu,” sambungnya.
“Dia begitu dekat denganmu, kau pikir dari tadi aku tak memperhatikan kalian?!” Aylee geram, ia memejamkan matanya menahan amarah.
“Jangan bertingkah seolah kau cemburu padaku, hubungan pernikahan kita bukan hubungan yang normal. Aku tahu kau tak akan peduli aku dekat dengan siapa pun.” Aylee bersungut.
“Aku tidak cemburu, aku hanya menjaga nama baik pernikahan kita,” kilahnya.
“Omong kosong dengan nama baik. Kau sendiri terang-terangan berselingkuh di depan teman-teman artis selingkuhanmu. Kau egois, selalu seenaknya!” Aylee mendorong tubuh kokoh Gabe. Namun tubuh itu tak bergeming. Gabe justru membalas tindakan Aylee dengan mendorong tubuhnya ke dinding. Lantas menghimpit tubuh Aylee. Mengunci tubuh itu hingga ia tak dapat ke mana-mana. Gabe tanpa basa-basi mencium bibir Aylee. Aylee bungkam, ia tak ingin membalas ciuman Gabe yang ia tahu ciuman itu sarat akan emosi. Tak ada kelembutan sama sekali di dalamnya.
Gabe terus berusaha mencium Aylee dengan begitu brutal, berharap gadis itu membalas ciumannya, namun Aylee dengan angkuhnya tak menerima ciuman itu. Gabe putus asa, ia akhirnya menghentikan ciumannya.
“Kamu benar-benar angkuh.” Tatapan Gabe jelas menyiratkan kekecewaan, sepanjang hidupnya ia belum pernah ditolak seperti ini. Pria itu keluar dari kamar meninggalkan Aylee. Aylee tak dapat membendung air matanya.
Ia bukannya tak ingin disentuh Gabe, jelas dia menginginkan hal ini di sepanjang pernikahannya, hanya saja ia tak ingin dicumbu dalam keadaan pria itu marah. Ia ingin Gabe menyentuhnya dengan penuh kesadaran dan rasa cinta.
Tidak dalam keadaan emosi seperti ini, lebih-lebih jika ia hanya dijadikan pelampiasan.
Apa hubungannya dengan Michelle sedang renggang sehingga ia akhir-akhir ini begitu agresif terhadapku? Dia mungkin sedang butuh pelampiasan, pikir Aylee.
******
Berulang kali Michelle melakukan kesalahan, ia terlihat tak fokus menjalani syuting perdana di film yang juga dibintangi oleh Martin.
Melihat itu Martin kesal karena gara-gara kesalahan berulang Michelle, durasi syuting jadi panjang. Itu melelahkan, bukan hanya untuk para aktor yang lain, tetapi itu juga cukup menyiksa bagi para staf yang terlibat.
“Maafkan aku, aku butuh rehat sejenak.” Michelle pergi ke toilet, ia membawa serta tas kecilnya. Sesampainya di depan wastafel Michelle merogoh ponselnya dari dalam tas. Ia berharap ada kabar dari Gabe, tapi nyatanya pria itu bahkan tak mengirim pesan. Michelle mencoba menelepon kekasihnya itu.
“Apa kau akan menginap di apartemenku?” tanya Michelle tanpa basa-basi. Ia akhir-akhir ini gusar karena Gabe jadi sangat jarang menginap. Ia beralasan banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.
“Aku masih menginap di rumah mamaku,” terang Gabe.
“Bersama Aylee?” Michelle memicingkan matanya.
“Tentu saja, kau tahu dia istriku. Justru mamaku yang paling menginginkan Aylee menginap di rumahnya.” Suara Gabe agak ketus.
“Kau bisa beralasan lembur di kantor, Gabe. Ayolah, kau tak seperti ini sebelumnya. Apa aku melakukan kesalahan?” Michelle terlihat gundah.
“Tidak sayang, aku hanya tak mau mamaku curiga. Aku akan pulang jika Aylee juga pulang. Aku akan menginap setelahnya, aku janji.”
“Jangan mau jika Aylee merayumu!” ancamnya. Gabe menyeringai, bukan Aylee yang merayunya, justru ialah akhir-akhir ini yang tak bisa mengendalikan diri merayu wanita itu.
“Tidak akan. Kau tahu dia wanita yang kaku. Sepanjang hidupnya hanya berkutat pada buku dan laptop sialannya itu. Omong-omong, bukankah kau harusnya sedang syuting?”
“Ya, sebentar lagi. Kalau begitu aku syuting dulu.” Michelle mematikan teleponnya, kini ia merasa lega. Ia bisa melanjutkan kembali pekerjaannya.
Saat keluar toilet, Michelle mendapati sosok Martin di depan toilet, si tampan yang sedang naik daun. Michelle cukup mengagumi kerupawanan dan kemampuannya dalam berakting.
“Hai, Martin,” sapanya. Namun Martin tak menjawab sapa Michelle. Martin menatap dingin Michelle seolah ia begitu membenci wanita itu. Michelle mendengus kesal pria itu tak menjawab sapaannya.
Namun Martin berjalan ke arah Michelle, dan tanpa basa-basi pria itu mencium bibir Michelle penuh gairah, melumatnya tanpa henti hingga Michelle nyaris kehabisan nafas. Michelle terkejut akan tindakan Martin, ia mencoba melepas ciuman itu.
“Apa yang kau lakukan?!” protesnya.
“Kau cantik, aku menginginkanmu,” bisiknya dengan senyuman yang sulit diartikan.
Aylee yang mengajar mata kuliah algoritma dan pemrograman komputer tengah melakukan presentasi di depan kelas. Karena keanggunan dan kecantikannya serta usia yang masih sangat muda, ia menjadi salah satu dosen yang paling difavoritkan di jurusan teknik komputer walau belum ada satu tahun dia mengajar. Terutama di antara para mahasiswa, hampir setiap minggu ada saja mahasiswa yang memberinya hadiah. Seperti saat ini Aylee mendapatkan sekotak cokelat dari salah seorang pengagumnya. Aylee memakan cokelat itu di sela-sela kegiatannya menyiapkan makan malam. Gabe lantas muncul dan duduk di kursi makannya. Matanya tertuju pada sekotak cokelat yang berbentuk hati. “Dari mana kau mendapat itu? Apa si aktor kesayanganmu itu yang memberinya?” tanyanya sinis. Aylee kaget dengan kehadiran Gabe yang tiba-tiba. “Kau kenapa akhir-akhir ini pulang cepat?” Aylee justru bertanya balik. Gabe mendengus kesal Aylee tak menjawab pertanyaannya. “Kau belum menjawab p
Gabe berjalan mendekati Aylee, gadis itu mendengar suara langkah kaki dan segera menoleh. Gabe sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan Aylee. “Aku tidak tahu kau akan pulang. Aku tak menyiapkan makan malam.” Aylee kembali menatap layar komputernya. Gabe berdiri di samping Aylee. “Tak apa. Aku tidak lapar. Kau tak jadi pergi?” tanya Gabe. “Ya, aku banyak kerjaan.” Gabe tahu Aylee berbohong. “Terimakasih,” seloroh Gabe membuat Emily tercengang. Ia tak salah dengar bukan? Pria itu berterimakasih? “Untuk?” Aylee mendongak, menatap penuh tanya wajah Gabe yang kali ini terlihat lembut. “Mematuhiku. Walau aku tahu aku tak layak mendapat itu.” Gabe menyeringai, ada kegetiran di matanya. “Sudah kubilang aku banyak pekerjaan. Tak perlu merasa seperti itu.” Aylee tak memandang wajah Gabe. Pria itu terkekeh. “Ayolah, Ay. Berhenti pura-pura acuh padaku. Aku tahu kau tak ingin bersikap seperti itu.” Mendengar it
Pagi itu Aylee buru-buru mengemasi pakaiannya, ia lantas memandang nanar tempat tidurnya yang kosong. Ia menggeleng lemah, ia putus asa sekarang. Ia merasa mungkin cinta Gabe memang tak akan pernah ia dapatkan. Ketertarikan Gabe semalam terhadapnya semata-mata mungkin karena ia akhir-akhir ini jarang bergumul dengan kekasihnya, pikir Aylee. Michelle mencium pipi Gabe, pria yang masih tertidur itu menggeliat, lantas ia mengerang. “Ku buatkan kopi untukmu sayang,” ujarnya. Pria itu bangkit untuk duduk, dengan masih di atas tempat tidurnya ia melirik kopi yang Michelle letakkan di atas nakas samping tempat tidur. “Hanya itu?” ia menaikkan alisnya, kentara sekali wajahnya tak suka. “Kau mau apa? Biar aku pesankan sarapan untukmu, apa yang kau suka?” tanya Michelle dengan senyum masih mengembang di bibirnya. Ia begitu senang tiba-tiba semalam Gabe pulang dan langsung mencumbunya tanpa ampun. “Kau masih bertanya apa yang aku suka? Kau jauh lebih dul
Aylee dan Martin sudah bersiap dengan segala peralatan berkudanya. Mereka sudah mengeluarkan kuda-kuda yang hendak mereka tunggangi dari kandangnya. Martin mendekati Aylee dan memakaikan helm pada gadis itu. “Hei, aku bisa sendiri,” tolaknya, namun Martin tak peduli itu. “Kau terlihat sangat cantik,” pujinya seraya memandangi wajah gadis di depannya. “Omong-omong aku tidak tahu masih mahir atau tidak menunggangi Penelope? Aku harap masih bisa,” ucap Aylee mengusap-usap wajah Penelope. “Tentu saja bisa, kau ahlinya, Ay. Sekarang naiklah!” titah Martin yang segera dituruti Aylee. Gadis itu menaiki pelana kuda. Martin turut pula menaiki kudanya yang pamannya beri nama Jake. “Ayo Jake! Susul Penelope dan penunggang cantiknya!” pria itu menghentakkan kedua kakinya pada perut kuda, seketika kuda itu berlari menyusul Aylee yang sudah lebih dulu melaju. Rasanya sudah lama Aylee tak merasa bahagia seperti ini, menaiki kuda seperti ini sangat me
“Gabe..?” Aylee memicingkan matanya. Gabe tak bergeming, ia menatap penuh amarah kepada Martin. “Aku mencarimu seperti orang gila, tapi kau malah bersama aktor sialan ini!” Aylee memejamkan matanya, ia tak mengerti dengan jalan pikiran Gabe. Dia bilang dia tak menyukainya, tapi kenapa dia harus repot-repot mencarinya? “Jaga bicaramu, bung! Kau yang sialan! Kau berselingkuh dengan rekan kerjaku, benar kan? Untuk apa mencari istri yang bahkan sudah tak kau pedulikan lagi? Ceraikan saja dia, tuan Ferdinand yang terhormat!” Aylee melebarkan matanya pada Martin. Dia tak percaya Martin berkata demikian. Gabe terkesiap, ia tak mampu membalas perkataan Martin. Tentu saja dia tahu dia salah, tapi ia juga tentu tak ingin bercerai dengan Aylee. Ia juga bingung dengan kejelasan hubungannya dengan Michelle, entah mau dibawa ke mana hubungannya dengan kekasih gelapnya itu? Namun mendengar Martin mengucapkan demikian, ia tak terima, ia mengeratkan genggaman tanganny
“Aku... Entahlah, Gabe,” jawabnya malu. Gabe menyeringai, lalu mencium puncak hidung Aylee. “Biar aku menafsirkan sendiri kalau begitu.” Gabe menaut kembali bibir Aylee, gadis itu masih membalasnya. Gabe tersenyum di sela ciumannya. “Aku rasa kau sudah begitu siap, sayang.” Sayang dia bilang? Gadis itu merona pipinya. Aylee kian meleleh saja. Aylee akui ia terbujuk rayuan seorang Gabriel. “Bukan hanya menggairahkan, kau juga amat menggemaskan,” ucapnya sambil tersenyum gemas, matanya kian menyiratkan gairah yang kian memuncak saja. Ia lantas mencumbu tubuh istrinya yang sudah hampir telanjang. Kembali menekankan bibirnya di segala tempat. Nafasnya kian memburu sedang Aylee sudah mendesah tak terkendali. Tanpa ia sadari kini tak sehelai benang pun melekat ditubuhnya. “Maaf jika ini akan sakit, sejujurnya aku juga pertama kali melakukan ini pada perempuan yang masih...” Gabe tak meneruskan ucapannya, ia menyeringai kembali. Gabe juga berdebar, s
Hallo teman-teman kesayangan 💗💗 Semoga kalian menyukai cerita pertamaku ini, menyenangkan sekali bisa menulis di sini. Bagaimana pendapat kalian tentang karakter-karakter di cerita ini? Kalian bisa menyampaikan kritik dan sarannya terhadap cerita ini lewat komen ya ☺ tentunya dengan bahasa yang santun 😁 Tetap ikuti cerita ini karena akan banyak kejutan di bab-bab selanjutnya. Pembaruan bab juga akan dilakukan secara rutin agar bisa nyaman dinikmati oleh teman-teman penyuka kisah rumah tangga si anggun, Aylee dan si arrogant Tuan Gabriel Ferdinand yang terhormat 😃 Mohon dukungannya jika kalian menyukai cerita Pernikahan Jebakan dengan memberi vote dan komennya. Itu sangat berarti. Dukungan kalian adalah moodbooster untukku. ❤❤
Aylee keluar dari mobil Gabe dengan gusar, bahkan ia membanting pintu mobil itu. Ia berjalan cepat menuju kamarnya. Gabe mengejarnya setengah berlari. Mencegat lengan mulus istrinya. “Kau marah padaku?” tanya Gabe dengan ekspresi tanpa dosa. Aylee menghempas tangan Gabe yang memeganginya. “Kau pikir?!” Aylee muak dengan Gabe yang selalu menganggap enteng perasannya. “Kau tahu dia kekasihku, mana mungkin aku mengabaikan teleponnya?” ucapnya tanpa wajah menyesal sedikit pun. “Setidaknya setelah apa yang sudah kau lakukan padaku semalam, aku berharap kau menjaga perasaanku sedikit saja.” Air mata terjun bebas tanpa bisa dibendung lagi dari manik matanya yang cokelat. Gabe memejamkan matanya, ia tahu ia cukup keterlaluan, bukan hanya mengangkat telepon Michelle semata, pria itu justru berjanji akan menginap di apartemen wanita simpanannya itu malam ini. Dan itu didengar sangat jelas oleh Aylee. “Aku terpaksa berjanji, dia merajuk karena aku menyus