Aku Flora Narina Adeeva, di usiaku yang ke 25 tahun, harus merasakan sakitnya menjalani pernikahan tanpa adanya cinta. Satu tahun yang lalu Lucas melamarku, kami tidak berpacaran dulu sebelumnya. Desas desus mengatakan Lucas pria gagal move on pada mantannya, lalu menikahiku untuk melupakan masa lalu, aku tidak percaya waktu itu. Tapi sekarang, ternyata aku menemukan satu bukti dan itu sudah membuat remuk hatiku.
View MoreSatu tahun pernikahanku dan Lucas, aku merasa hubungan ini hambar. Padahal, usia satu tahun pernikahan terbilang masih baru dan hangat-hangatnya. Dan ternyata benar saja, aku menemukan foto seorang perempuan di laci meja kerjanya. Apa ini penyebab sikap dia dingin. Awalnya kupikir karena sudah pembawaannya yang dingin. Namun ternyata, alasannya adalah dia menginginkan wanita lain.
Aku Flora Narina Adeeva, di usiaku yang ke 25 tahun, harus merasakan sakitnya menjalani pernikahan tanpa adanya cinta. Satu tahun yang lalu Lucas melamarku, kami tidak berpacaran dulu sebelumnya. Desas desus mengatakan Lucas pria gagal move on pada mantannya, lalu menikahiku untuk melupakan masa lalu, aku tidak percaya waktu itu. Tapi sekarang, ternyata aku menemukan satu bukti dan itu sudah membuat remuk hatiku.
Aku menyimpan kembali foto perempuan itu ke tempat semula, menutup pintu ruang kerja suamiku rapat, berjalan ke ruang tengah seolah tidak terjadi apa-apa. Setidaknya, aku harus memastikan suamiku main serong atau dia hanya diam-diam mendamba wanita yang tidak pernah bisa dia miliki, bisa saja dia mantannya yang dikatakan orang-orang.
Sebenarnya, aku yang selalu merapikan ruang kerjanya. Namun, selama ini memang tidak pernah berani membuka laci meja apalagi numpang bermain laptop, selain karena aku sadar diri hal itu tidak sopan. Sejak awal menikah dia sudah mewanti-wanti untuk tidak membuka laci kerja dan laptop miliknya.
"Flora!" sapa Lucas padaku.
Aku menoleh, tanpa senyum. Sulit bagiku tersenyum saat mengetahui sebagian hatinya ada pada wanita lain. Atau bisa jadi seluruh hatinya untuk wanita itu, dan aku hanya memiliki raganya yang kadang bisa aku peluk. Itu pun tidak seindah pelukan pasangan di luar sana. Kami pasangan monoton.
"Flora, kamu melamun? Aku panggil kenapa tidak jawab?"
"Maaf!" Aku minta maaf tapi mataku tidak menatap ke arahnya.
"Ya, tidak usah minta maaf juga." Lucas menyerahkan satu box kopi kemasan, aku perkirakan isinya ada 10 sascet. "Flora, aku ingin kopi, seduhkan dulu sebentar!"
"Oke, sebentar aku seduh dulu!"
"Nanti bawa ke depan."
Aku mengangguk sambil pergi menyeduh kopi, hari ini weekend. Kami tidak pernah ke mana-mana. Lucas akan sibuk dengan hobbynya memodifikasi mobil di tempat temannya. Atau berdiam diri di depan laptop, untuk menulis novel thriller. Aku tidak pernah membaca buku yang dia tulis, gendre seperti itu terlalu rumit dan bikin pusing menurutku.
Aku ke teras depan, di mana Lucas berada, dia sedang menatap lekat ke arah mobilnya yang baru dimodifikasi. Mematung sambil menyilang tangan di dada, sambil mengukir senyuman bangga atas perubahan pada mobilnya. Kadang aku iri, aku saja tidak pernah ditatap seperti itu. Ya Tuhan, aku sampai cemburu pada benda mati seperti mobil.
" Ini kopinya, Mas!"
"Thanks!" Lucas menerima, sejenak menatap cangkir kemudian menatap mobilnya kembali. "Nice, amazing."
Aku yang sudah berbalik badan pergi ke dalam rumah kemudian menoleh ke arahnya. Hampir saja aku bilang makasih karena kupikir aku yang amazing dan nice itu, ternyata dia sedang memuji mobilnya kembali. Ya sudah, lah.
Aku pergi ke kamar, karena pekerjaan rumah sudah beres aku menghibur diri dengan bermain gitar sambil menatap ke arah jendela. Aku jarang bersosial media, karena medsosku isinya gibah semua. Aku takut keceplosan ikut curhat di medsos kalau sekali-kali buka hape, padahal sudah jelas curhat itu harusnya bareng mamah dan AA, bukan di sosmed.
Pintu terbuka, aku tidak menoleh siapa yang membuka pintu sudah pasti suamiku dengan gaya so sibuknya.
"Aku mau pergi, biasa mau kumpul-kumpul sama teman komunitas." Lucas meraih kunci mobil di nakas.
"Ya, hati-hati." Aku tahu dia maksud dia kumpul dengan teman satu komunitas mobil. Aku tidak minta diajak ikut, karena dia pernah bilang bahwa aku tidak boleh ikut, di sana cowok semua, aku gak bakalan betah.
"Jangan masak banyak-banyak buat siang, kamu masak buat kamu aja. Aku makan di luar, nanti."
"Okeh, siap. Emang kalian kumpul di mana."
"Di Jeff Cofee Shop."
"Oh." Aku tahu tempat itu, owner Cofee Shop itu adalah, Andrean sahabat Lucas.
Sekejap, dia menghilang dari pandangan. Hingga akhirnya, aku mendengar suara mesin mobil berbunyi lalu tak lama suaranya menjauh. Pasti dia sudah pergi untuk bersenang-senang.
Aku mematung sejenak, kemudian menaruh gitar. Kesunyian merasuk, karena saat suami sedang libur, aku malah sendiri. Mirip sekali wanita yang ditinggal suami kerja melaut, bukan?
Lucas teramat baik, tapi kami tidak pernah bermesraan. Soal hubungan intim, dia suka langsung ke inti, tidak pernah melakukan opening seperti bercumbu atau melakukan sentuhan halus. Aku teringat omongan temanku, bahwa pria bisa melakukan hubungan badan tanpa cinta. Harusnya, dia beli alat bantu sex di online, bukannya menikahiku. Aku membenturkan kepala ke dinding pelan, karena kalau keras takut bocor kepalaku. Aku melakukan itu karena merasa bodoh terus-terusan suudzon. Ya, belum tentu Lucas yang salah.
Akhirnya, aku meraih smartphone. Membuka sosmed, daripada aku terus-terusan dimakan prasangka buruk, aku putuskan untuk menjadi stalker akun suamiku sendiri. Agak ribet sebetulnya, karena kami tidak berteman di Facebook. Juga tidak saling follow di Instagram. Padahal, IG suamiku di privat.
Akhirnya, aku memutuskan add friend di Facebook dengan akun lain yang kumiliki dari dulu, khusus akun fans club musik, yang sekarang sudah tidak aktif lagi. Juga mulai mem-follow IG dengan akun lain pula. Siapa tahu, aku dapat informasi. Jika memang ada rahasia, bisa saja dia tidak konfirmasi pertemananku 'bukan?
Lama aku menunggu sambil melanjutkan aktifitas yang lain tapi akun Lucas tidak mengkonfirmasi akunku. Aku tahu dia aktif di medsos. Sekilas dari kejauhan aku sering melihat dia membuka aplikasi merah dan biru.
Smartphone berbunyi, ada notifikasi masuk dari WhatsApp.
"Sorry, aku nginap di rumah teman. Jaga diri baik-baik, Flora."
"Iya-iya. Kamu juga jaga diri baik-baik, Mas. Kalau boleh tahu, nginep di mana, ya?"
"Rumah Dean."
"Besok pulang pagi apa siang?"
Ceklis dua tapi tidak biru. Dia sering seperti itu, masa iya aku harus membombardir WhatsApp nya dengan chat keluh kesah supaya dibalas. Aku pernah melakukannya dulu saat SMA pada pacar pertamaku, tapi sekarang aku sudah dewasa, malu juga melakukan trik semacam itu.
Akhirnya, kami berhenti berbalas pesan, padahal baru permulaan. Aku hanya merindu sendiri, tanpa terbalaskan.
Melanjutkan aktifitas sampai larut malam, akhirnya aku mendapat notifikasi dari smartphone yang membuatku membulatkan mata dan berdebar. Lucas mengkonfirmasi pertemanan.
Tanganku gercep stalking akun Lucas, ada belasan foto baru di Instagram, latarnya di Jeff-cofee, pasti ini pertemuan tadi bersama teman-temannya. Ada video juga, dan saat aku putar tidak terlalu penting juga isinya. Hannya becandaan garing dari teman-teman Lucas. Di antara foto tersebut, ternyata ada perempuan juga. Bukannya Lucas bilang yang kumpul cowok semua? Oke, satu kebohongan terungkap.
***TBC
_____________________________________
Aku seakan bermimpi, saat membuka mata di pagi hari, dan yang pertama kali aku lihat adalah sosok wanita yang kucinta. Dulu, dia mengisi hati ini kemudian pergi dengan membawa luka. Aku tidak bisa mencegahnya walaupun sudah berusaha menahannya. Dia tidak setuju dengan tawaran yang aku berikan. Tawaran untuk berpoligami. Entahlah, aku merasa tidak ada yang salah waktu itu. Hatiku tetap ada untuknya. Lalu sudah aku katakan berulang kali bahwa menikahi wanita lain hanya sebatas alasan yang mendesak. Bukankah pria mempunyai hak jika mampu? Tapi istriku tidak mau peduli dengan apa pun alasannya. Amanda mantanku, dia kembali setelah cukup lama tidak berjumpa. Dia datang dengan tidak berdaya, sakit dan menyedihkan. Dia memintaku untuk melindunginya. Karena katanya, tidak ada satu pria pun yang mencintai wanita lumpuh dengan tulus. Karena akulah penyebab dia kecelakaan. Aku merasa bersalah mendengar kata-katanya. Dia memukul terus kakinya yang pincang, dan ha
Semua mata tertuju padaku bukan karena pernyataan Lucas, tapi karena aku tersedak dengan tiba-tiba. Wajahku pasti terlihat konyol saat ini, aku malu. Lucas memberiku segelas air putih dan aku menandaskannya dengan segera. Saat ada kalimat selamat yang terlontar dari mulut mereka secara bergantian, hatiku belum sepenuhnya sadar. Seakan Lucas sedang membuat konten prank di Chanel YouTube untuk menjahiliku. Tapi saat aku melirik ke arahnya dia nampak serius. Kami pulang. Sepanjang perjalanan pulang Lucas nampak tersenyum. Pria gila itu selalu berhasil mewujudkan keinginannya. Sementara aku mendadak gugup, tak berselera untuk bicara namun jiwaku terasa hangat. Walau caranya membuat aku jengkel, tapi aku suka saat dia meminta aku kembali jadi miliknya. Lucas menerima panggilan telepon, entah dari siapa. Namun raut wajahnya nampak lesu dan risau. "Huh, merepotkan!" umpat Lucas. "Ada apa?" tanyaku ragu-ragu. "Papah masuk rumah sakit, dia pecah pembul
Aku paham, butuh waktu cukup lama untuk seseorang memahami isi hati orang lain. Begitupun bagi Andrean, meskipun Lucas sudah merangkul dan meminta maaf. Dia mematung, tidak ada minat sedikitpun untuk berbicara dengan Lucas. Tak lama dia memilih pulang. Dia hanya pamit kepadaku dan tidak menanggap Lucas ada di dekatnya. Lucas menatap punggung Andrean hingga menghilang. Tertunduk dan melamun, mungkin saja Lucas ingin hubungannya baik seperti dulu kala. Menjalani masa kecil bersama, sekolah dan masuk universitas yang sama dan kini hubungannya retak hanya karena masalah hati. Aku paham pahitnya ditinggalkan sahabat sendiri. Cukup lama aku dan Lucas berada di ruang yang sama namun memilih saling diam dari tadi. Akhirnya Lucas menatap ke arahku dan tersenyum. "Flora, lagi sibuk? Apa bisa minta waktumu sebenar saja buat ikut denganku?" Aku tersenyum, tidak biasanya dia meminta waktuku dengan sesopan itu. Lucas berkata kembal
Aku melempar pakaian Lucas ke lantai di kamar. "Cepat pakai pakaianmu! Memalukan! Mentang-mentang tidak ada Renata, so merasa jadi anak muda? Jangan coba-coba tebar pesona padaku! Tidak akan mempan." "Siapa yang tebar pesona? Terus menurutmu, cara pakai handuk seorang bapak satu anak bagaimana? Apa dililitkan di leher, hah? Atau diikat pada dua kaki seperti orang yang sedang diculik penjahat? Kamu akan lebih menjerit histeris jika melihat aku seperti itu." Ah sialan, kenapa Lucas berkata seperti itu aku malah membayangkan Lucas melilitkan handuk ke leher dan kaki. Aku jadi frustrasi membayangkan visual aneh itu. Sepertinya Lucas melangkah mengambil pakaiannya yang tercecer. Entahlah, setelah dengar ocehannya aku langsung menutup pintu tanpa menatap ke arahnya. Kemudian aku menyeduh macchiato untuk kami berdua. Lucas keluar kamar dengan stelan casual warna denim. Seingatku, pakaian itu aku yang pilihkan, belanja di online shop saat ada diskon dan grati
Lucas menggendong Andrean. "Mau kita buang ke mana pria brengsek ini?"Aku teramat resah, masa iya Lucas mau membuang Andrean seperti barang bekas. Apa mungkin dia akan melempar Andrean ke lapangan yang tandus seperti halnya membuang Amanda kemarin itu?"Jangan becanda, Lucas." Aku mengikuti langkah Lucas yang pelan karena beban di punggungnya."Kamu parkir mobil di mana?" tanya Lucas."Aku gak bawa mobil, mobil ada di parkiran Cofee Shop. By the way, aku hanya berniat membawa Andrean ke pinggir dekat pohon itu. Kita bisa taruh dia di sana saja, lalu pura-pura tidak tahu apa yang terjadi." Aku menunjuk pohon besar yang di depannya terdapat tong sampah."Andrean tidak akan muat jika masuk ke tempat sampah sekecil itu. Kita butuh TPS berukuran besar.""Ayolah, Lucas! Kamu tahu sendiri maksudku adalah taruh Andrean di pinggir pohon, supaya tidak menghalangi jalan. Bukan menaruh Dean di tong sampah."Lucas tersenyum, sambil terus berjalan
Sejenak, aku merasa diri ini kehilangan akal sehat karena membiarkan mantan suami mengecup puncak kepalaku. Dan bisa-bisanya aku memejamkan mata menahan degup jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Bibir Lucas enggan berpindah selama beberapa menit, mungkin dia keterusan. Aku membuka mata, tersentak saat melihat ada orang yang lewat sehingga tanpa sengaja menyundul kepala Lucas. Menyisir rambut dengan jari, dan merapikan posisi baju yang hampir kusut. Aku hampir melupakan Lucas yang sedang meringis menahan sakit pada bibir. Dia menutup mulut dengan kedua tangannya, dengan ekspresi bodoh sedang menahan sakit. Lucas menatapku. "Agghh ... dasar cewek preman! Lihat ini! lukaku bertambah lagi di bibir. Apa bedanya kamu dengan scurity di kantor Papah?" Sembarangan, bisa-biaanya Lucas menyamakan aku dengan scurity kantor yang bertubuh besar. "Suruh siapa kamu begitu lancang mencium kepalaku? Lagian kamu pikir kepalaku juga tidak sakit beradu dengan
Saat itu, Ibuku yang selama ini tidak pernah tahu menahu urusanku tiba-tiba hadir di pemakaman mamahnya Lucas. Ternyata bukan tanpa alasan, karena Mamah Lusi yang memanggil beliau sebelum wafat. Hanya untuk menyampaikan satu permohonan terakhir sebelum melepas nyawanya satu Minggu yang lalu. Dia meminta aku dan Lucas rujuk demi kebahagiaan Renata.Aku diam sebagai tanda protes. Ibuku datang-datang menodong dengan permintaannya tanpa berniat memperbaiki hubungan dulu denganku. Dan apakah tidak pernah terbersit dalam hatinya, meminta maaf padaku? Maaf karena dulu berniat melenyapkan aku dari dunia ini. Walau belum lahir, tapi aku hidup di dalam perutnya. Untung usahanya gagal.Ibu berkata padaku dan Lucas, "Flora, Lucas! Ibu rasa permintaan Lusi adalah satu amanah yang harus dipenuhi. Kalian mungkin bisa menurunkan ego masing-masing karena sudah terikat oleh seorang anak."Aku berdiri, memberi senyum ke arahnya. "Ibu! Aku bukan orang yang dengan mudah terpengaruh
"Kenapa dari kemarin pesan dariku tidak kamu baca?" Andrean bertanya padaku saat dia berkunjung ke rumah tanpa persetujuan dariku.Satu pertanyaan itu membuatku tertekan. Aku masih terlarut dalam duka, dua Minggu yang lalu mamah Lusi meninggal, aku pun sedang malas menerima tamu. Namun dia tidak pernah mengerti. Ditambah, sudah ketahuan bahwa Andrean sekongkol bersama Amanda membuat aku tidak ingin menemuinya dulu.Andrean mencengkram pundakku. Aku menepisnya. "Tolong jangan kasar gini, Andrean! Aku mau istirahat, lebih baik kamu pulang saja!""Kita harus lanjutkan membahas pernikahan kita! Please!" Andrean mendesak."Tidak sekarang!""Kapan kamu bisa?""Tidak sekarang dan tidak juga untuk selamanya. Aku rasa kita lebih cocok jadi teman dan partner bisnis. Aku kehilangan kamu yang dulu. Kamu sudah berubah jadi over protektif padaku."Andrean meraup udara yang banyak disekitarnya, wajahnya nampak resah bercampur kesal. "Kamu pikir, aku
Rungan ini pengap dan gerah karena tidak ada pendingin ruangan, ditambah melihat Amanda dari tadi meraung-raung seperti kucing di dalam karung yang hendak dibuang ke hutan, membuat kepalaku terkena sakit kepala sebelah gara-gara mendengar suaranya. Dia lebay dan bikin pusing, aku tidak bisa membayangkan bagaimana saat Amanda di samping Lucas. Pasti hidup Lucas bagaikan lelucon bernuansa tragedi.Aku membuka pintu untuk keluar dari tempat ini. Saat pintu terbuka aku melihat wajah Lucas yang penuh tanda tanya saat melihatku. Aku yakin, dia yang mengetuk pintu dari tadi.Lucas bertanya lirih setelah sebelumnya melirik ke belakangku ada Amanda di sana. "Ngapain kalian ada di tempat ini?""Lagi bicara sesuatu."Tangan Lucas bergerak, perlahan terangkat hendak menyentuh pipiku namun tertahan di udara, kemudian dia mengepalkan tangannya dan menaruhnya lagi ke tempat semula. Dia mendengus dan menyimpan semua hasrat untuk diri sendiri."Di sini panas, kamu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments