Home / Romansa / Pernikahan Hampa / 2. Sia-sia Mencinta

Share

2. Sia-sia Mencinta

Author: Mira Restia
last update Last Updated: 2021-03-25 08:19:19

Satu kebohongan terungkap. Aku merasa pengabdianku selama satu tahun ini sia-sia. Lucas berbeda usia lima tahun dariku, mungkin saja dirinya takut menjadi perjaka tua, yang memiliki anak diusia senja. Kerepotan menyekolahkan anak kecil di usianya yang sudah tidak lagi muda.

Aku akui, malam ini pikiranku kacau. Prasangka buruk terus aku lontarkan pada Lucas, meski tak terucap oleh lisan. Mau bagaimana lagi, mendadak aku lupa caranya berprasangka baik padanya karena dia sendiri yang acuh, dia sendiri yang menyimpan foto wanita lain secara sembunyi-sembunyi. 

Aku menyibak tirai, menengadah menatap pekatnya malam, bintang memudar redup. Bahkan langit pun enggan berbagi kehangatan denganku. Setitik cahaya bintang pun, tidak mau dia berbagi. Lucas adalah malamku, dapat kupeluk tapi tak mampu menghangatkan, membiarkan aku sendiri kesepian.

Aku masih termenung hingga tengah malam. Berdiskusi dengan hati antara bertahan atau melepaskan. Aku tak sabar datangnya hari esok, karena aku butuh kepastian dan berhenti dengan argumen sepihak dari dalam diri yang menyulut hati.

Suara ringtone telepon mengusik lamunan bodoh ini. Lebih baik begitu, aku seperti orang bodoh jika sedang sendiri. Mungkin terlalu sepi. 

Panggilan telepon ternyata dari Lucas. Aku sengaja tidak mengangkat telepon karena malas. Adapun rasa kegelisahan sebaiknya dibicarakan langsung nanti, itu pun kalau aku sanggup. Kalau tida, paling-paling makan hati sendiri sampai kurus.

Pesan WhatsApp masuk dari Lucas

"Kenapa gak di angkat, Flo? Aku tahu kamu belum tidur, kamu suka matiin data kalau mau tidur. Iya 'kan?" 

"Kenapa Mas telepon tadi?"

"Karena kamu masih online, kamu gak boleh kurang tidur, kamu sering migrain."

"Iya, kamu yang bikin aku migrain."

"Ya, sudah tidur, ya! Maaf bikin kamu sakit kepala."

"Makasih, udah perhatian. Semoga tulus, ya!"

"Ya tulus lah. Kamu aneh hari ini. Ada masalah?"

"Ada, Mas besok pagi pulang, ya! Aku mau tanya sesuatu."

"Sorry gak bisa, masih ada urusan. Paling pulang sore."

Yang benar saja, sore katanya. Sore hari waktunya pendek, kemudian malam datang dan dia akan tidur, besoknya kerja. Benar-benar tidak betah di rumah. Biasanya dia yang duluan tidak membalas pesan, sekarang giliran aku. Malas rasanya jika jawabannya seperti itu. 

Aku mematikan data, tidur dengan membawa luka. Semoga malam ini aku tidak mimpi buruk. 

***

Seperti kata dia kemarin malam, dia akan pulang sore. Suara mesin mobil datang dapat kudengar tepat pukul empat sore. Aku berdiri menyambut dirinya, membukakan pintu dan tersenyum, seperti kebiasaan ku dari awal kami menikah. Tidak aku ubah kebiasaan ku itu meskipun hari kemarin hati ini terluka. Kehadirannya adalah penawar paling ampuh.

Aku tersenyum lebar dia membalasnya dengan tersenyum tipis, itu sudah biasa.

"Makan, Mas. Aku sudah masak."

"Masak apa?"

"Sup ikan patin." 

Aku tahu dia suka ikan patin, terlihat dia tersenyum sambil melangkah ke dapur. Dia lahap aku bahagia. 

Aku menyusulnya, mengambilkan nasi dan lauk untuknya. Waktu yang singkat ini harus aku manfaatkan, dia lebih sering sibuk dengan pekerjaan dan hobby. Mengambilkan dia makanan adalah caraku untuk berbagi kasih dengannya.

Bukannya aku lupa akan luka yang kemarin. Hanya saja, jika sewaktu-waktu aku didepak olehnya, setidaknya aku pernah merasakan berbagi kasih dengannya. Setidaknya, aku menuai ladang amalku dari situ. Pertikaian hanya membuatku menjadi tidak sehat.

"Makasih, Flo."

"Sama-sama."

Aku mengambil nasi untukku setelah dia mengambil suapan yang pertama. Dari gerak-geriknya, aku yakin dia suka dengan masakanku.

"Enak?"

"Enak, sekali."

Aku pun akhirnya makan punyaku, anggap saja kita sedang merayakan satu tahun ulang tahun pernikahan kita, yang tepatnya jatuh pada hari kemarin, sangat kebetulan bertepatan dengan penemuan foto wanita lain di laci meja kerjanya.

Setelah selesai makan, aku mengekor dia sampai ruang tengah. Melihat dia menyalakan televisi dan memilih acara berita sore. Aku duduk di sampingnya, menunggu hatiku siap untuk bertanya masalah foto.

Aku bisa bertanya kapan saja, memang. Akan tetapi hatiku tidak siap menerima jawabannya. Mungkin saja, seumur hidup aku akan sakit hati jika itu adalah pacarnya.

"Ada apa? Kenapa menatapku kaya gitu?" Lucas melemparkan pertanyaan saat aku keterusan menatapnya dengan tatapan tajam.

Aku bungkam, memilih kata-kata yang sesuai, aku tertunduk dengan gemetar.

"Ada masalah? Katakan saja, gak usah takut. Aku suamimu bukan orang lain."

Aku mengangguk, sebelah hatiku menyesal telah menuduh dirinya duluan, tanpa bertanya. Harusnya aku bertanya. Tapi aku takut.

Lucas menyentuh rambutku, mengelusnya lembut. Seingatku, ini pertama kalinya. Aku kaget, dia biasanya langsung menikam jika butuh kegiatan biologis, lalu tertidur dengan pulas. Tidak pernah main hati. Ayolah, aku mulai luluh kembali.

"Katakan apa masalahmu."

Baiklah, aku mulai. "Maaf aku bertanya kaya gini. Aku ingin tahu siapa foto yang ada di laci meja kerjamu."

Aku menatap Lucas lekat, ada perubahan pada garis wajahnya. Baru saja kami merasakan kehangatan beberapa menit, kemudian berubah kaku kembali hanya karena satu pertanyaan sensitif ini.

"Kamu buka laci? Kamu berani?"

"Maaf."

"Aku sudah peringatkan dari awal jangan berani membuka laci di situ."

"Ya, tapi itu siapa?"

Lucas bungkam. Tanpa harus susah payah mendesak dia menjawab aku sudah tahu bahwa foto itu adalah miliknya yang berarti. Kesalahan, yang mungkin saja indah baginya.

"Bukan siapa-siapa. Aku jarang buka laci itu. Aku hanya lupa membuang foto itu, sorry."

"Intinya dia siapa? Dari tadi aku mengajukan satu pertanyaan tapi jawabanmu berputar-putar."

"Lupakan! Aku janji akan membuangnya."

"Lupakan?"

"Apa menurutmu kamu sopan bertanya masa lalu suamimu? Aku bilang aku lupa membuangnya, itu foto lama."

"Aku tahu itu foto lama, tapi baru kamu simpan. Bingkainya saja tidak berdebu. Aku tidak bodoh."

Lucas bangkit, melangkah pergi.

"Ke mana?"

"Mau membuang foto yang membuatmu marah."

"Tapi itu foto siapa? Aku hanya tanya, siapa."

"Namanya Amanda."

"Siap dia?"

"Tidak usah tahu."

Lucas melangkah kembali ke ruang kerjanya, ditangannya aku melihat dia membawa keluar satu foto dari dalam kamar. Lalu membuangnya ke tong sampah di hadapanku.

"Kamu lihat? Sudah aku buang. Jadi jangan diungkit-ungkit lagi. Jangan jadi masalah lagi. Dan jangan bilang-bilang ayah dan ibu."

Aku mengangguk, tanpa merubah ekspresi kesalku. Dia bilang jangan bilang ayah ibu, pasti foto itu akan membuat marah orang tuanya.

Dan Amanda. Nama itu tidak akan aku lupakan. Aku harus mewaspadainya, aku takut dia hadir merusak segalanya. Merusak pondasi yang baru saja akan aku bangun dengan Lucas. Selama ini, aku dan Lucas pasangan suami istri yang kaku.

Aku ingin memperbaikinya tanpa hadirnya Amanda.

TBC


Comments (2)
goodnovel comment avatar
PANORM SEAUKHONG
พะนอมเสือโค้ง
goodnovel comment avatar
Sagala Cellular
mantap suka
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pernikahan Hampa   3. Lelah dengan Sikapmu

    Aku teringat sesuatu. Dulu, saat awal-awal pernikahan. Lucas menyebut nama Nda saat kami melakukan kegiatan intim malam. Aku nyaris senang, tadinya kupikir itu adalah panggilan kata Bunda yang disingkat jadi Nda. Akan tetapi, aku baru tahu sekarang. Dia salah sebut nama, sepertinya dia panggilan itu adalah panggilan kecil Amanda.Hati ini terlanjur retak, semua tidak akan kembali utuh seperti sebelumnya. Aku meninggalkan Lucas saat kami sedang bersenggama di tengah malam. Dapat dilihat dari raut wajahnya, ada kesal yang tertahan.Aku tahu dia sedang berada dipuncak, dan aku malah tiba-tiba ijin pergi ke dapur dengan alasan tidak jelas. Sungguh, aku tidak mampu melanjutkan walau sekadar mencium bibirnya. Saat nama Amanda teringat hati ini sakit."Ayo, lah. Flo. Kamu jangan main-main. Untuk apa ke dapur tengah malam gini?""Lapar."Lucas merapikan pakaiannya, wajahnya nampak marah. Memejamkan mata tapi dahinya berkerut tanda tak suka. Apa bisa tidur

    Last Updated : 2021-03-25
  • Pernikahan Hampa   4. Kumenangis Membayangkan

    Semua yang baru aku mulai sudah hancur. Beberapa hari ini aku dan Lucas semakin kaku. Tidak ada pelukan lagi, tidur saling membelakangi. Akan tetapi, dia tidak ingkar janji ternyata. Di sosmed manapun tidak ada foto Amanda.Aku menurunkan ego, mencoba menyusun kembali serpihan hati yang hancur karena ulahnya. Kita akan mulai dari awal, karena seumpama berpisah lalu mencari pengganti pun, tidak akan menjamin terhindar dari yang namanya sakit hati.Mungkin, aku harus belajar memaafkan. Tidak mengungkit-ungkit kesalahan Lucas, dan mengetuk hatinya supaya berpihak padaku.Aku akui aku tidak menyenangkan untuknya, tidak paham apa kesukaan dan obrolannya walaupun dia sempat bercerita dengan antusias masalah kesenangan menulis Novel, tapi responku hanya mematung tak paham. Aku hanya bisa memasak yang enak untuknya, tanpa bisa jadi partner diskusi yang baik. Mungkin, memang salahku yang tidak terlalu pintar ini.Aku menghidangkan secangkir teh hangat. Seb

    Last Updated : 2021-03-25
  • Pernikahan Hampa   5. Genggaman Tangan Lucas

    Lucas membatalkan rencana liburan kami. Selain itu, dia membiarkan aku tidur sendiri tadi malam. Aku tidak kenal temannya, tidak bisa menilai temannya itu apa benar-benar penting, atau hanya alasan saja supaya Lucas bisa weekend terbebas dari istri.Kuakhiri prasangka ini. Khawatir jiwa ini semakin tidak sehat jika mengingat-ingat sakit hati yang kudapat berulang kali.Aku menyibukkan diri di dapur. Merubah rencana berlibur menjadi eksekusi resep yang tersimpan lama di catatan, tapi baru sempat dibuka sekarang. Kubuka catatan resep di smartphone, kemudian mulai menimbang bahan untuk membuat cheese garlic bread. Cherry, adiknya Lucas, dia sempat meminta dibuatkan cemilan itu, aku baru punya mood membuatnya sekarang.Pintu depan terbuka, aku tahu itu adalah Lucas. Namun, sejak dia membatalkan liburan kami, aku tidak ada niat menyapanya duluan.Aku melirik ke sisi kanan, sambil tangan masih menguleni adonan roti. Ada Lucas sedang mengambil air di dispe

    Last Updated : 2021-03-28
  • Pernikahan Hampa   6. Lucas Ingin Anak

    Cherry menepuk bahuku. Aku terperanjat, dengan tiba-tiba menatap ke arahnya. Alis Cherry bertaut, pasti dia melihat perubahan ekspresiku, mungkin ada sedikit kekhawatiran padanya."Kak Flo kenapa?""Gak kenapa-napa."Cherry termenung, sepertinya dia tidak percaya ucapanku.Aku berusaha mengatur hatiku setenang mungkin. Sejak dulu, memang tidak pernah mau berbagi keluh kesah dengan siapapun. Apalagi masalah rumah tangga. Aku tahu tidak akan mendapat solusi apapun jika bercerita, kecuali rasa malu. Masalahnya mungkin ada pada diriku, bisa jadi orang lain memang benar-benar peduli dan kasihan. Justru itu yang tidak kusukai, aku tidak ingin dikasihani."Kalau ada apa-apa cerita, ya! Jangan dipendam sendiri."Aku tersenyum menghargai kebaikannya. "Iya, tapi sekarang memang gak kenapa-napa.""Habis Kak Flo wajahnya mendadak pucat, Apa ada masalah sama Kak Lucas?"Aku menggeleng. "Aku lagi khawatir aja sama Mas Lucas, dia

    Last Updated : 2021-03-28
  • Pernikahan Hampa   7. Mencium Wanita Lain

    Aku membuka mata dini hari, masih ingin berbaring memanjakan diri di kasur ini. Badan pegal, jika boleh berucap berlebihan rasanya lututku remuk, sisa-sisa kegiatan suci semalam. Lucas is a strong man in the bed, durasi yang cukup lama buatku. Aku bangun, naluri seorang istri di pagi hari memanggil. Dihadapkan pada setumpuk tugas rumah yang mau tidak mau harus tetap berjalan dengan baik.Sebelum menikah, aku sempat mencoba bekerja di perusahaan. Jujur saja, lebih melelahkan saat berada di rumah, padahal belum punya anak. Akan tetapi, kadang ada kepuasan sendiri seperti di saat tanaman di pekarangan tumbuh indah karena campur tanganku, membuat rumah ini lebih hidup dan bernuansa menenangkan. Atau jika pekerjaan utama sudah selesai, aku bebas berkreasi dengan membuat makanan yang lagi viral di sosmed.Ibu rumah tangga adalah jantungnya keluarga, benar-benar tidak bisa disepelekan.Aku menyingkirkan selimut yang menutupi badan, meraih handuk lalu menuju ke kamar

    Last Updated : 2021-03-28
  • Pernikahan Hampa   8. Foto Amanda

    Hal yang paling menyebalkan hari ini adalah saat aku marah pada Lucas, dan Lucas malah tertawa. Apanya yang lucu? Apa penderitaanku ini baginya adalah lelucon. Dia dengan entengnya bilang aku istri tidak sopan kalau salah. Dia lebih tidak sopan lagi, ketahuan ciuman dengan wanita lain malah tertawa.Ya, walaupun bukakan tawa menggelegar seperti saat nonton komedi, aku tetap tersinggung, loh."Foto sampah! Foto kaya gitu gak ada arti apa-apa buatku," kata Lucas, membuat aku ingin meninju wajah Lucas."Mas mau menyangkal itu adalah Mas? Apa mau bilang itu editan Photoshop? Atau Mas mau bilang bahwa selama ini diam-diam memiliki kembaran. Jelas gak mungkin 'kan?""Enggak lah. Aku ngaku, kok, yang di foto itu adalah aku.""Oh, jadi situ bangga nyium cewek lain, iya? Bangga banget berbuat mesum sama orang lain, hah? Oh ,tunggu! Cewek di foto itu mirip banget sama foto yang di laci. Jadi dia yang namanya Amanda?""Iya, benar itu Amanda."Aku

    Last Updated : 2021-03-28
  • Pernikahan Hampa   9. Amanda Menelepon

    Lucas memarkirkan mobil di area parkir yang lumayan luas. Sudah lama tidak ke tempat makan sebagus ini, membuat aku menjadi minder ketemu banyak orang-orang asing. Aku melirik Lucas, mendadak merasa tidak sepadan dengan dia yang bersinar terang di luar, akan tetapi aku malah meredup."Ayo turun, Flo! Kenapa malah lihat ke arahku kaya gitu?"Lidahku kaku untuk menjawab. "Banyak manusia di sini, Mas.""Kita juga manusia, Flo. Bukan Alien atau jin.""Ya, aku bukan manusia aku bidadari." Aku pura-pura becanda karena terlanjur malu dengan sikapku.Lucas tersenyum. "Ya, kamu secantik bidadari, Flo."Kami berdua masuk ke dalam restauran. Berjalan berdua dengannya membuat peluhku bercucuran karena tegang. Ada banyak yang aku pikirkan. Lucas sering ke sini tanpa mengajakku, apa aku ini membuat malu dirinya sehingga satu tahun menikah baru diajak ke tempat favoritnya. Aku butuh cermin, penampilanku gak buruk juga 'kan?"Kenapa lagi, Flo?

    Last Updated : 2021-03-29
  • Pernikahan Hampa   10. Jangan Sentuh Aku

    Dadaku sesak, hati bagai terhimpit bebatuan besar saat mendengar suara wanita halus dan memanja pada Lucas pada sambungan telepon ini. Mungkin saja Lucas sudah berkali-kali memanjakan wanita yang bernama Amanda ini, sehingga Amanda berani bernada manis saat berbicara, membuat aku ingin menarik sampai putus bibir indahnya. Lebih parahnya lagi, dia tahu namaku Flora. Berarti tahu, Lucas sudah mempunyai istri. Tapi kenapa masih nekad menelpon pada malam hari seperti ini."Hallo, Mbak Flora. Mas Lucas memangnya lagi ke mana?" tanya Amanda kembali, karena aku tidak menjawabnya tadi."Aku gak perlu bilang sama kamu Lucas ada di mana. Kamu harusnya tau diri untuk tidak menanyakan suami orang malam-malam kaya gini. Gak punya etika kamu.""Aku minta maaf, aku gak berniat ganggu kalian. Aku hanya ingin tanya-tanya soal Novel padanya.""Kalau bisa tanya siang hari, kenapa harus malam harim? Jangan cari-cari alasan kamu.""Biasanya aku telpon malam juga

    Last Updated : 2021-03-30

Latest chapter

  • Pernikahan Hampa   EXTRA PART - POV LUCAS

    Aku seakan bermimpi, saat membuka mata di pagi hari, dan yang pertama kali aku lihat adalah sosok wanita yang kucinta. Dulu, dia mengisi hati ini kemudian pergi dengan membawa luka. Aku tidak bisa mencegahnya walaupun sudah berusaha menahannya. Dia tidak setuju dengan tawaran yang aku berikan. Tawaran untuk berpoligami. Entahlah, aku merasa tidak ada yang salah waktu itu. Hatiku tetap ada untuknya. Lalu sudah aku katakan berulang kali bahwa menikahi wanita lain hanya sebatas alasan yang mendesak. Bukankah pria mempunyai hak jika mampu? Tapi istriku tidak mau peduli dengan apa pun alasannya. Amanda mantanku, dia kembali setelah cukup lama tidak berjumpa. Dia datang dengan tidak berdaya, sakit dan menyedihkan. Dia memintaku untuk melindunginya. Karena katanya, tidak ada satu pria pun yang mencintai wanita lumpuh dengan tulus. Karena akulah penyebab dia kecelakaan. Aku merasa bersalah mendengar kata-katanya. Dia memukul terus kakinya yang pincang, dan ha

  • Pernikahan Hampa   62. TAMAT

    Semua mata tertuju padaku bukan karena pernyataan Lucas, tapi karena aku tersedak dengan tiba-tiba. Wajahku pasti terlihat konyol saat ini, aku malu. Lucas memberiku segelas air putih dan aku menandaskannya dengan segera. Saat ada kalimat selamat yang terlontar dari mulut mereka secara bergantian, hatiku belum sepenuhnya sadar. Seakan Lucas sedang membuat konten prank di Chanel YouTube untuk menjahiliku. Tapi saat aku melirik ke arahnya dia nampak serius. Kami pulang. Sepanjang perjalanan pulang Lucas nampak tersenyum. Pria gila itu selalu berhasil mewujudkan keinginannya. Sementara aku mendadak gugup, tak berselera untuk bicara namun jiwaku terasa hangat. Walau caranya membuat aku jengkel, tapi aku suka saat dia meminta aku kembali jadi miliknya. Lucas menerima panggilan telepon, entah dari siapa. Namun raut wajahnya nampak lesu dan risau. "Huh, merepotkan!" umpat Lucas. "Ada apa?" tanyaku ragu-ragu. "Papah masuk rumah sakit, dia pecah pembul

  • Pernikahan Hampa   61. Lucas Membawaku Bersamanya

    Aku paham, butuh waktu cukup lama untuk seseorang memahami isi hati orang lain. Begitupun bagi Andrean, meskipun Lucas sudah merangkul dan meminta maaf. Dia mematung, tidak ada minat sedikitpun untuk berbicara dengan Lucas. Tak lama dia memilih pulang. Dia hanya pamit kepadaku dan tidak menanggap Lucas ada di dekatnya. Lucas menatap punggung Andrean hingga menghilang. Tertunduk dan melamun, mungkin saja Lucas ingin hubungannya baik seperti dulu kala. Menjalani masa kecil bersama, sekolah dan masuk universitas yang sama dan kini hubungannya retak hanya karena masalah hati. Aku paham pahitnya ditinggalkan sahabat sendiri. Cukup lama aku dan Lucas berada di ruang yang sama namun memilih saling diam dari tadi. Akhirnya Lucas menatap ke arahku dan tersenyum. "Flora, lagi sibuk? Apa bisa minta waktumu sebenar saja buat ikut denganku?" Aku tersenyum, tidak biasanya dia meminta waktuku dengan sesopan itu. Lucas berkata kembal

  • Pernikahan Hampa   60. Membesarkan Anak Sendiri

    Aku melempar pakaian Lucas ke lantai di kamar. "Cepat pakai pakaianmu! Memalukan! Mentang-mentang tidak ada Renata, so merasa jadi anak muda? Jangan coba-coba tebar pesona padaku! Tidak akan mempan." "Siapa yang tebar pesona? Terus menurutmu, cara pakai handuk seorang bapak satu anak bagaimana? Apa dililitkan di leher, hah? Atau diikat pada dua kaki seperti orang yang sedang diculik penjahat? Kamu akan lebih menjerit histeris jika melihat aku seperti itu." Ah sialan, kenapa Lucas berkata seperti itu aku malah membayangkan Lucas melilitkan handuk ke leher dan kaki. Aku jadi frustrasi membayangkan visual aneh itu. Sepertinya Lucas melangkah mengambil pakaiannya yang tercecer. Entahlah, setelah dengar ocehannya aku langsung menutup pintu tanpa menatap ke arahnya. Kemudian aku menyeduh macchiato untuk kami berdua. Lucas keluar kamar dengan stelan casual warna denim. Seingatku, pakaian itu aku yang pilihkan, belanja di online shop saat ada diskon dan grati

  • Pernikahan Hampa   59. Roti Sobek Lucas

    Lucas menggendong Andrean. "Mau kita buang ke mana pria brengsek ini?"Aku teramat resah, masa iya Lucas mau membuang Andrean seperti barang bekas. Apa mungkin dia akan melempar Andrean ke lapangan yang tandus seperti halnya membuang Amanda kemarin itu?"Jangan becanda, Lucas." Aku mengikuti langkah Lucas yang pelan karena beban di punggungnya."Kamu parkir mobil di mana?" tanya Lucas."Aku gak bawa mobil, mobil ada di parkiran Cofee Shop. By the way, aku hanya berniat membawa Andrean ke pinggir dekat pohon itu. Kita bisa taruh dia di sana saja, lalu pura-pura tidak tahu apa yang terjadi." Aku menunjuk pohon besar yang di depannya terdapat tong sampah."Andrean tidak akan muat jika masuk ke tempat sampah sekecil itu. Kita butuh TPS berukuran besar.""Ayolah, Lucas! Kamu tahu sendiri maksudku adalah taruh Andrean di pinggir pohon, supaya tidak menghalangi jalan. Bukan menaruh Dean di tong sampah."Lucas tersenyum, sambil terus berjalan

  • Pernikahan Hampa   58. Mantan Suami Rese

    Sejenak, aku merasa diri ini kehilangan akal sehat karena membiarkan mantan suami mengecup puncak kepalaku. Dan bisa-bisanya aku memejamkan mata menahan degup jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Bibir Lucas enggan berpindah selama beberapa menit, mungkin dia keterusan. Aku membuka mata, tersentak saat melihat ada orang yang lewat sehingga tanpa sengaja menyundul kepala Lucas. Menyisir rambut dengan jari, dan merapikan posisi baju yang hampir kusut. Aku hampir melupakan Lucas yang sedang meringis menahan sakit pada bibir. Dia menutup mulut dengan kedua tangannya, dengan ekspresi bodoh sedang menahan sakit. Lucas menatapku. "Agghh ... dasar cewek preman! Lihat ini! lukaku bertambah lagi di bibir. Apa bedanya kamu dengan scurity di kantor Papah?" Sembarangan, bisa-biaanya Lucas menyamakan aku dengan scurity kantor yang bertubuh besar. "Suruh siapa kamu begitu lancang mencium kepalaku? Lagian kamu pikir kepalaku juga tidak sakit beradu dengan

  • Pernikahan Hampa   57. Penuh Luka

    Saat itu, Ibuku yang selama ini tidak pernah tahu menahu urusanku tiba-tiba hadir di pemakaman mamahnya Lucas. Ternyata bukan tanpa alasan, karena Mamah Lusi yang memanggil beliau sebelum wafat. Hanya untuk menyampaikan satu permohonan terakhir sebelum melepas nyawanya satu Minggu yang lalu. Dia meminta aku dan Lucas rujuk demi kebahagiaan Renata.Aku diam sebagai tanda protes. Ibuku datang-datang menodong dengan permintaannya tanpa berniat memperbaiki hubungan dulu denganku. Dan apakah tidak pernah terbersit dalam hatinya, meminta maaf padaku? Maaf karena dulu berniat melenyapkan aku dari dunia ini. Walau belum lahir, tapi aku hidup di dalam perutnya. Untung usahanya gagal.Ibu berkata padaku dan Lucas, "Flora, Lucas! Ibu rasa permintaan Lusi adalah satu amanah yang harus dipenuhi. Kalian mungkin bisa menurunkan ego masing-masing karena sudah terikat oleh seorang anak."Aku berdiri, memberi senyum ke arahnya. "Ibu! Aku bukan orang yang dengan mudah terpengaruh

  • Pernikahan Hampa   56. Dilecehkan

    "Kenapa dari kemarin pesan dariku tidak kamu baca?" Andrean bertanya padaku saat dia berkunjung ke rumah tanpa persetujuan dariku.Satu pertanyaan itu membuatku tertekan. Aku masih terlarut dalam duka, dua Minggu yang lalu mamah Lusi meninggal, aku pun sedang malas menerima tamu. Namun dia tidak pernah mengerti. Ditambah, sudah ketahuan bahwa Andrean sekongkol bersama Amanda membuat aku tidak ingin menemuinya dulu.Andrean mencengkram pundakku. Aku menepisnya. "Tolong jangan kasar gini, Andrean! Aku mau istirahat, lebih baik kamu pulang saja!""Kita harus lanjutkan membahas pernikahan kita! Please!" Andrean mendesak."Tidak sekarang!""Kapan kamu bisa?""Tidak sekarang dan tidak juga untuk selamanya. Aku rasa kita lebih cocok jadi teman dan partner bisnis. Aku kehilangan kamu yang dulu. Kamu sudah berubah jadi over protektif padaku."Andrean meraup udara yang banyak disekitarnya, wajahnya nampak resah bercampur kesal. "Kamu pikir, aku

  • Pernikahan Hampa   55. Lucas Butuh Pelukanku

    Rungan ini pengap dan gerah karena tidak ada pendingin ruangan, ditambah melihat Amanda dari tadi meraung-raung seperti kucing di dalam karung yang hendak dibuang ke hutan, membuat kepalaku terkena sakit kepala sebelah gara-gara mendengar suaranya. Dia lebay dan bikin pusing, aku tidak bisa membayangkan bagaimana saat Amanda di samping Lucas. Pasti hidup Lucas bagaikan lelucon bernuansa tragedi.Aku membuka pintu untuk keluar dari tempat ini. Saat pintu terbuka aku melihat wajah Lucas yang penuh tanda tanya saat melihatku. Aku yakin, dia yang mengetuk pintu dari tadi.Lucas bertanya lirih setelah sebelumnya melirik ke belakangku ada Amanda di sana. "Ngapain kalian ada di tempat ini?""Lagi bicara sesuatu."Tangan Lucas bergerak, perlahan terangkat hendak menyentuh pipiku namun tertahan di udara, kemudian dia mengepalkan tangannya dan menaruhnya lagi ke tempat semula. Dia mendengus dan menyimpan semua hasrat untuk diri sendiri."Di sini panas, kamu

DMCA.com Protection Status