Share

Bab 4. Kamu Rara, kan?

Author: AshZe
last update Last Updated: 2025-01-16 11:06:55

“Oii, Mbak Rara! Kapan kamu nikah?”

“Aku mau nikah kapan itu bukan urusanmu!”

“Mau aku kenalkan dengan kakekku, gak, Mbak? Dia masih perkasa, lho!”

“Dasar Rizal menyebalkan! Pulang sana, jangan main ke rumah ini lagi!”

“Mata bengkak disertai lingkaran hitam di bawahnya. Hmm … pasti kamu semalam habis menangis dan kurang tidur, ya?” tebak Mila. Dia adalah rekan satu kerjaan yang cukup dekat denganku. Bahkan, ia adalah satu-satunya orang yang paham akan keadaan keluargaku.

“Kamu bertengkar lagi dengan ibu dan adikmu?” Ia melanjutkan pertanyaannya lagi.

Aku hanya terdiam, anggukan lemahku padanya langsung membuatnya mengerti.

“Kamu bisa cerita kalau sudah tenang. Aku ambilkan minum dulu, ya.” Tanpa menunggu persetujuanku, Mila sudah melesat menuju dapur.

“Taraaa … coklat panas untuk yang sedang punya masalah.” Mila tersenyum cerah sembari meletakkan secangkir coklat panas di depanku saat ini.

“Terimakasih, Mila.”

“Sama-sama.” Mila tersenyum padaku. “Aku mau beli pengharum ruangan dulu, ya. Sebentar lagi jam kerja dimulai. Kamu jangan loyo lagi!”

Aku tersenyum menatap Mila yang selalu bersemangat itu. “Baiklah.”

Setelah kepergian Mila, aku mulai menyesap coklat panas yang berada di hadapanku dengan perlahan.

Semalam, aku tak bisa tidur nyenyak gara-gara Rizal yang terus mengangguku.

“Kalau dipanggil diam saja, kamu aku hamili lho, Mbak!”

Aku membuka selimut yang membungkus tubuhku dengan kasar lalu menatapnya geram. “Apalagi, sih, Zal? Aku capek, aku mau tidur! Besok aku kerja!”

“Bantalnya bisa tukar nggak, Mbak?” Rizal memperlihatkan bantal yang dipegangnya padaku. “Masa aku tidur pakai bantal gambar helo kiti, yang benar saja kamu, Mbak!”

Aku mendengus kesal. Perkara bantal saja jadi masalah. 

Segera kuambil sebuah bantal polos di sampingku lalu aku lemparkan padanya.

“Nah, gini, dong!” Ia segera berlalu dari hadapanku ke ruang depan.

Segera kubaringkan diriku di tempat tidur lagi. Aku sudah sangat lelah dan butuh istirahat.

“Mbak?” tiba-tiba bocah menyebalkan itu memanggilku lagi. “Kipas angin gak ada lagi? Aku kegerahan, Mbak.”

Aku pura-pura tidak dengar.

“Kalau gitu aku buka baju, ya?”

Aku masih berkukuh pura-pura tidak mendengarnya. 

“Mbaaak!” Tiba-tiba, ia melompat ke samping tempat tidurku dalam keadaan bertelanjang dada.

“Huwaaa!!!” Aku langsung berteriak histeris. Dan gara-gara hal itu, aku tidak bisa tidur semalaman hingga terbitlah lingkaran hitam di mataku.

***

“Hari ini kita akan kedatangan CEO baru, tugas kita adalah menjaga kebersihan lingkungan kantor ini agar selalu bersih. Jadi, mohon kerja samanya, ya!” 

“Baik, Bu!”

Arahan Bu Santi–ketua tim cleaning service segera kami jalankan.

Kami segera berpencar melakukan pekerjaan kami masing-masing.

Terkadang, aku ingin berhenti bekerja menjadi cleaning service di perusahaan ini. Selain sudah lelah, aku ingin mencari gaji di atas UMR. Tapi dengan hanya mempunyai ijazah SMP tentu akan sangat sulit mencari pekerjaan lain di zaman sekarang yang patokannya adalah umur dan juga pendidikan.

Aku menghela napas panjang. Di umurku yang sudah tidak muda lagi. Mungkin, seumur hidup aku akan terjebak bekerja di sini selamanya.

“Rara, seperti biasa tolong buatkan teh hangat, ya,” pinta Bu Meta–salah satu karyawan kantor yang baru saja datang ketika aku sudah selesai membersihkan ruangan.

“Baik, Bu.”

“Sama tolong beliin bubur ayam di seberang, dong. Aku belum sempat sarapan.” Bu Meta mengeluarkan uang selembar berwarna biru lalu menyerahkannya padaku. “Kembaliannya buat kamu, ya.”

“Terimakasih, Bu.” Aku segera menerima uang tersebut dan melakukan perintah Bu Meta.

Aku sudah biasa disuruh-suruh seperti ini dan aku tak pernah merasa keberatan sama sekali. Lagipula, uang kembaliannya selalu diberikan padaku. Dan dengan uang itulah caraku bertahan hidup, karena hampir semua gajiku, aku kirimkan pada ibu dan adik-adikku.

“Bikin teh buat bu Meta?” tanya Mila menghampiriku.

“Iya.”

“Dia bisanya nyuruh mulu!”

“Gak apa-apa, Mila. Justru aku berterimakasih padanya.”

“Terkadang, kamu terlalu baik.”

Aku hanya tersenyum simpul dan segera berlalu meninggalkan Mila di dapur.

Saat aku berjalan di lorong, secara tak sengaja kakiku menginjak lantai basah bekas dipel. Karena masih licin, otomatis membuat kakiku terpeleset. Aku jatuh tersungkur, sementara gelas yang kubawa pecah yang serpihan kacanya menyebar ke mana-mana.

Aku mengaduh kesakitan, untung saja suasana kantor masih sepi. Kalau sudah ramai, mungkin aku akan dimarahi.

“Aduh, kamu gak apa-apa, Ra?” tanya Bu Meta yang baru saja membuka pintu ruangannya dan dengan cekatan membantuku berdiri.

“Saya tidak apa-apa, Bu. Maaf tadi saya terpeleset.”

“Yaudah gak apa-apa.” Bu Meta membantuku yang kini sedang membersihkan pecahan gelas. “Lain kali hati-hati ya, Ra.”

“Baik, Bu. Terimakasih sudah membantu.”

Setelah, aku selesai membereskan semuanya, aku bergegas membuat teh lagi untuk Bu Meta dan segera membeli bubur ayam di seberang.

Ketika aku hendak menyeberang, tiba-tiba sebuah mobil berwarna hitam menghentikan lajunya tepat di depanku.

Kaca kemudi mobil itu terbuka. Seoranga laki-laki berkacamata hitam melongokkan kepalanya dari balik kaca tersebut seraya menatapku. “Kamu Rara, kan?”

Related chapters

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 5. Mantanku Jadi CEO

    Kedua mataku membola. Bagaimana dia bisa tahu kalau namaku adalah Rara?“Iya, ‘kan, Rara Prahesti?” tanyanya lagi dengan penuh penekanan.“Be-benar, saya Rara, Pak.”Laki-laki yang berada di dalam mobil itu tiba-tiba tersenyum simpul. “Kamu masih ingat aku nggak?”Aku mengamati wajah pria itu lalu menggeleng pelan.“Masa nggak ingat?” Laki-laki itu kemudian membuka kacamata hitam yang menutupi sebagian wajahnya. “Kalau sekarang ingat, nggak?”Aku menyipitkan mataku menatap pria itu lagi. Wajahnya, matanya, hidungnya, bibirnya.Ah, kenapa semuanya terasa sangat familiar?Aku berpikir sejenak. Hingga tiba-tiba, sekelebat ingatanku pada pria itu berputar di otakku.“Bagaimana, apa sudah ingat?”“Ka-kamu … Mas Feri?”Laki-laki itu terkekeh pelan sembari mengangguk. “Syukurlah kalau kamu masih mengingatku.”Aku terkejut luar biasa. Bahkan, mulutku menganga dengan lebar.“Bagaimana kabarmu?”Aku tidak segera menjawab pertanyaan itu dan memilih menunduk. Kakiku kugeser secara perlahan ke sam

    Last Updated : 2025-01-16
  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 6. Kesucianku Direnggut Suamiku

    “Selamat datang kembali di rumah Mbak Rara,” sambut Rizal ketika aku sudah sampai di kontrakan.“Ya, terimakasih.” Aku melepaskan sepatuku dan segera masuk ke dalam kontrakan.Seketika aku terkejut melihat penampakan kontrakanku saat ini. Semuanya tampak berubah semua.Cat tembok kontrakan yang biasanya terlihat kusam dan mengelupas, kini berubah menjadi tembok cantik dengan wallpaper bunga.Ruangan utama ada karpet bulu-bulu berwarna merah muda dan di depan karpet ada sebuah televisi layar lebar di letakkan di atas meja yang aesthetic.Tak sampai di situ, kini ruangan tengah yang biasa aku pakai untuk tidur kini ada bad cover minimalis disertai dengan dipannya.Lalu ada kulkas, lemari pakaian, dispenser baru, dan berbagai pernak-pernik yang menambah kontrakanku menjadi tempat yang nyaman.Ketika aku berjalan ke dapur. Di sana sudah ada lemari piring baru disertai dengan peralatan memasak yang lengkap.Aku sampai mencubit kedua tanganku, barangkali aku hanya mimpi, kontrakan kumuhku b

    Last Updated : 2025-01-16
  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 1. Perawan Tua

    "Ustaz sudah punya calon istri belum?"Aku hanya bisa ternganga ketika mendengar pertanyaan dari perempuan paruh baya yang suaranya sangat aku kenali itu.Ya, suara perempuan paruh baya itu adalah orang yang sudah melahirkanku tiga puluh tiga tahun yang lalu atau yang biasa kupanggil dengan sebutan Ibu.Lagi-lagi, Ibu bertanya hal yang memalukan lagi. Kemarin, beliau bertanya hal demikian kepada Juragan tanah, Juragan minyak, bahkan Juragan beras. Dan sekarang, Ibuku bertanya kepada ustad yang sedang mengadakan sesi tanya-jawab setelah ceramah yang disampaikannya selesai."Kalau belum punya calon istri, apa mau saya jodohkan dengan putri saya? Dia cantik lho, Taz."Aku langsung menutup wajahku menggunakan masker yang berada di saku gamisku.Mungkin niat Ibu baik, agar diriku yang dicap sebagai perawan tua ini segera bertemu jodohnya. Tapi, apa harus sampai segitunya? Menjadi perawan tua bukanlah tindakan kriminal, ‘kan?Terkadang, aku ingin menangis meratapi nasib. Hal seperti ini buk

    Last Updated : 2025-01-16
  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 2. Dinikahkan Paksa

    Aku terus mondar-mandir di dalam rumah dengan gelisah. Kalau sampai nanti malam Ibu menyeretku ke sungai agar mandi kembang tujuh rupa bagaimana? Ibu, 'kan orangnya nekat.Apa aku kabur saja?Tapi kalau kabur, nanti aku dicap sebagai anak yang durhaka bagaimana?Di saat pikiran sedang buntu begini, suara pintu diketuk berulangkali mengalihkan perhatianku.Aku segera ke luar dari kamar untuk membuka pintu rumah yang sedang diketuk itu."Yuda ke mana?" tanya seorang pemuda ketika aku sudah membuka pintu yang diketuknya tadi. Pemuda itu bernama Rizal. Dia adalah teman adik laki-lakiku. "Dari kemarin Yuda nggak ada di rumah," jawabku kemudian.Rizal membuang puntung rokok yang berada di tangannya dan langsung menerobos masuk saja ke dalam rumah dengan tidak sopan."Lho, kok kamu malah main masuk aja? Yuda beneran nggak ada!" Aku mengikuti Rizal, dengan harapan bocah itu segera keluar dari dalam rumah. Sebenarnya, dari dulu aku tidak suka kalau Yuda berteman dengan Rizal. Rizal ini band

    Last Updated : 2025-01-16
  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 3. Apa Salahku?

    "Yes! Akhirnya aku bebas dari rumah neraka itu!" teriak Rizal kencang. Ia bahkan melompat ke udara dengan kegirangan tanpa memikirkan perasaanku yang terluka karena perbuatannya.Aku menghentikan langkahku seraya menatapnya dengan marah. "Kamu sengaja melakukan ini agar bebas dari rumah?""Iya.” Pemuda itu mengangguk tanpa merasa bersalah. “Aku sudah muak berada di rumah itu!""Tapi kamu menjadikanku korban, Zal!""Itu urusanmu sendiri, Mbak! Yang penting, rencanaku berhasil!"Aku terduduk dengan lemas. Air mataku luruh begitu saja membanjiri kedua pipiku. Tega sekali Rizal menjadikanku korban hanya untuk kepentingannya sendiri.“Harusnya, kamu berterimakasih padaku, Mbak.” Ia menepuk dadanya sendiri. “Berkat aku, kamu nggak dicap sebagai perawan tua lagi.”“Tapi gara-gara kamu, aku diusir oleh ibuku sendiri dan diusir dari kampung, Zal!” teriakku frustrasi.“Kamu justru bebas, Mbak!” Rizal ikutan berteriak. “Kamu nggak perlu menanggung hidup ibumu dan adik-adikmu yang gak tahu diuntu

    Last Updated : 2025-01-16

Latest chapter

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 6. Kesucianku Direnggut Suamiku

    “Selamat datang kembali di rumah Mbak Rara,” sambut Rizal ketika aku sudah sampai di kontrakan.“Ya, terimakasih.” Aku melepaskan sepatuku dan segera masuk ke dalam kontrakan.Seketika aku terkejut melihat penampakan kontrakanku saat ini. Semuanya tampak berubah semua.Cat tembok kontrakan yang biasanya terlihat kusam dan mengelupas, kini berubah menjadi tembok cantik dengan wallpaper bunga.Ruangan utama ada karpet bulu-bulu berwarna merah muda dan di depan karpet ada sebuah televisi layar lebar di letakkan di atas meja yang aesthetic.Tak sampai di situ, kini ruangan tengah yang biasa aku pakai untuk tidur kini ada bad cover minimalis disertai dengan dipannya.Lalu ada kulkas, lemari pakaian, dispenser baru, dan berbagai pernak-pernik yang menambah kontrakanku menjadi tempat yang nyaman.Ketika aku berjalan ke dapur. Di sana sudah ada lemari piring baru disertai dengan peralatan memasak yang lengkap.Aku sampai mencubit kedua tanganku, barangkali aku hanya mimpi, kontrakan kumuhku b

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 5. Mantanku Jadi CEO

    Kedua mataku membola. Bagaimana dia bisa tahu kalau namaku adalah Rara?“Iya, ‘kan, Rara Prahesti?” tanyanya lagi dengan penuh penekanan.“Be-benar, saya Rara, Pak.”Laki-laki yang berada di dalam mobil itu tiba-tiba tersenyum simpul. “Kamu masih ingat aku nggak?”Aku mengamati wajah pria itu lalu menggeleng pelan.“Masa nggak ingat?” Laki-laki itu kemudian membuka kacamata hitam yang menutupi sebagian wajahnya. “Kalau sekarang ingat, nggak?”Aku menyipitkan mataku menatap pria itu lagi. Wajahnya, matanya, hidungnya, bibirnya.Ah, kenapa semuanya terasa sangat familiar?Aku berpikir sejenak. Hingga tiba-tiba, sekelebat ingatanku pada pria itu berputar di otakku.“Bagaimana, apa sudah ingat?”“Ka-kamu … Mas Feri?”Laki-laki itu terkekeh pelan sembari mengangguk. “Syukurlah kalau kamu masih mengingatku.”Aku terkejut luar biasa. Bahkan, mulutku menganga dengan lebar.“Bagaimana kabarmu?”Aku tidak segera menjawab pertanyaan itu dan memilih menunduk. Kakiku kugeser secara perlahan ke sam

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 4. Kamu Rara, kan?

    “Oii, Mbak Rara! Kapan kamu nikah?”“Aku mau nikah kapan itu bukan urusanmu!”“Mau aku kenalkan dengan kakekku, gak, Mbak? Dia masih perkasa, lho!”“Dasar Rizal menyebalkan! Pulang sana, jangan main ke rumah ini lagi!”–“Mata bengkak disertai lingkaran hitam di bawahnya. Hmm … pasti kamu semalam habis menangis dan kurang tidur, ya?” tebak Mila. Dia adalah rekan satu kerjaan yang cukup dekat denganku. Bahkan, ia adalah satu-satunya orang yang paham akan keadaan keluargaku.“Kamu bertengkar lagi dengan ibu dan adikmu?” Ia melanjutkan pertanyaannya lagi.Aku hanya terdiam, anggukan lemahku padanya langsung membuatnya mengerti.“Kamu bisa cerita kalau sudah tenang. Aku ambilkan minum dulu, ya.” Tanpa menunggu persetujuanku, Mila sudah melesat menuju dapur.“Taraaa … coklat panas untuk yang sedang punya masalah.” Mila tersenyum cerah sembari meletakkan secangkir coklat panas di depanku saat ini.“Terimakasih, Mila.”“Sama-sama.” Mila tersenyum padaku. “Aku mau beli pengharum ruangan dulu,

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 3. Apa Salahku?

    "Yes! Akhirnya aku bebas dari rumah neraka itu!" teriak Rizal kencang. Ia bahkan melompat ke udara dengan kegirangan tanpa memikirkan perasaanku yang terluka karena perbuatannya.Aku menghentikan langkahku seraya menatapnya dengan marah. "Kamu sengaja melakukan ini agar bebas dari rumah?""Iya.” Pemuda itu mengangguk tanpa merasa bersalah. “Aku sudah muak berada di rumah itu!""Tapi kamu menjadikanku korban, Zal!""Itu urusanmu sendiri, Mbak! Yang penting, rencanaku berhasil!"Aku terduduk dengan lemas. Air mataku luruh begitu saja membanjiri kedua pipiku. Tega sekali Rizal menjadikanku korban hanya untuk kepentingannya sendiri.“Harusnya, kamu berterimakasih padaku, Mbak.” Ia menepuk dadanya sendiri. “Berkat aku, kamu nggak dicap sebagai perawan tua lagi.”“Tapi gara-gara kamu, aku diusir oleh ibuku sendiri dan diusir dari kampung, Zal!” teriakku frustrasi.“Kamu justru bebas, Mbak!” Rizal ikutan berteriak. “Kamu nggak perlu menanggung hidup ibumu dan adik-adikmu yang gak tahu diuntu

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 2. Dinikahkan Paksa

    Aku terus mondar-mandir di dalam rumah dengan gelisah. Kalau sampai nanti malam Ibu menyeretku ke sungai agar mandi kembang tujuh rupa bagaimana? Ibu, 'kan orangnya nekat.Apa aku kabur saja?Tapi kalau kabur, nanti aku dicap sebagai anak yang durhaka bagaimana?Di saat pikiran sedang buntu begini, suara pintu diketuk berulangkali mengalihkan perhatianku.Aku segera ke luar dari kamar untuk membuka pintu rumah yang sedang diketuk itu."Yuda ke mana?" tanya seorang pemuda ketika aku sudah membuka pintu yang diketuknya tadi. Pemuda itu bernama Rizal. Dia adalah teman adik laki-lakiku. "Dari kemarin Yuda nggak ada di rumah," jawabku kemudian.Rizal membuang puntung rokok yang berada di tangannya dan langsung menerobos masuk saja ke dalam rumah dengan tidak sopan."Lho, kok kamu malah main masuk aja? Yuda beneran nggak ada!" Aku mengikuti Rizal, dengan harapan bocah itu segera keluar dari dalam rumah. Sebenarnya, dari dulu aku tidak suka kalau Yuda berteman dengan Rizal. Rizal ini band

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 1. Perawan Tua

    "Ustaz sudah punya calon istri belum?"Aku hanya bisa ternganga ketika mendengar pertanyaan dari perempuan paruh baya yang suaranya sangat aku kenali itu.Ya, suara perempuan paruh baya itu adalah orang yang sudah melahirkanku tiga puluh tiga tahun yang lalu atau yang biasa kupanggil dengan sebutan Ibu.Lagi-lagi, Ibu bertanya hal yang memalukan lagi. Kemarin, beliau bertanya hal demikian kepada Juragan tanah, Juragan minyak, bahkan Juragan beras. Dan sekarang, Ibuku bertanya kepada ustad yang sedang mengadakan sesi tanya-jawab setelah ceramah yang disampaikannya selesai."Kalau belum punya calon istri, apa mau saya jodohkan dengan putri saya? Dia cantik lho, Taz."Aku langsung menutup wajahku menggunakan masker yang berada di saku gamisku.Mungkin niat Ibu baik, agar diriku yang dicap sebagai perawan tua ini segera bertemu jodohnya. Tapi, apa harus sampai segitunya? Menjadi perawan tua bukanlah tindakan kriminal, ‘kan?Terkadang, aku ingin menangis meratapi nasib. Hal seperti ini buk

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status