Share

Bab 3. Apa Salahku?

Penulis: AshZe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-16 11:01:32

"Yes! Akhirnya aku bebas dari rumah neraka itu!" teriak Rizal kencang. Ia bahkan melompat ke udara dengan kegirangan tanpa memikirkan perasaanku yang terluka karena perbuatannya.

Aku menghentikan langkahku seraya menatapnya dengan marah. "Kamu sengaja melakukan ini agar bebas dari rumah?"

"Iya.” Pemuda itu mengangguk tanpa merasa bersalah. “Aku sudah muak berada di rumah itu!"

"Tapi kamu menjadikanku korban, Zal!"

"Itu urusanmu sendiri, Mbak! Yang penting, rencanaku berhasil!"

Aku terduduk dengan lemas. Air mataku luruh begitu saja membanjiri kedua pipiku. Tega sekali Rizal menjadikanku korban hanya untuk kepentingannya sendiri.

“Harusnya, kamu berterimakasih padaku, Mbak.” Ia menepuk dadanya sendiri. “Berkat aku, kamu nggak dicap sebagai perawan tua lagi.”

“Tapi gara-gara kamu, aku diusir oleh ibuku sendiri dan diusir dari kampung, Zal!” teriakku frustrasi.

“Kamu justru bebas, Mbak!” Rizal ikutan berteriak. “Kamu nggak perlu menanggung hidup ibumu dan adik-adikmu yang gak tahu diuntung itu!”

Aku menyeka air mataku dengan kasar. Perkataan Rizal memang benar, aku tak perlu menanggung hidup Ibuku dan Adik-adikku lagi karena aku telah diusir secara tak terhormat. Namun, tetap saja aku belum bisa menerima kenyataan menyakitkan ini.

“Apa salahku?”

Rizal yang sudah berjalan di depanku segera menghentikan langkahnya. Ia memutar tubuhnya dan menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan. “Salah?”

“Iya, apa salahku? Perempuan di luar sana banyak! Tapi, kenapa harus aku?”

Rizal mengusap wajahnya dengan kasar. Ia berjalan mendekat ke arahku dan berjongkok tepat di hadapanku. “Kamu mau tau alasannya, Mbak?”

Tangan kanannya tiba-tiba terulur menyentuh sudut mataku yang basah. “Karena kamu adalah perawan tua. Itu alasanku, Mbak!”

Aku terkejut mendengar alasan yang baru saja dilontarkan oleh Rizal. Alasan yang menurutku tidak masuk akal tapi sukses membuat ulu hatiku berdenyut nyeri.

Aku menepis tangan Rizal. “Kalau begitu, ceraikan aku sekarang juga!”

Rizal menatapku dengan tajam. “Tentu saja gak bisa!”

“Kenapa gak bisa?”

“Kamu gak perlu tahu alasannya, Mbak! Yang jelas, sampai kapanpun, aku gak akan menceraikanmu!”

***

“Kamu tinggal di kontrakan sempit ini, Mbak?” tanya Rizal, begitu aku mempersilakannya masuk ke dalam kontrakanku.

Aku hanya diam dan tak berniat menjawab pertanyaannya sama sekali.

Malam itu, dengan terpaksa, aku membawa Rizal ke kontrakanku yang berada di ibu kota.

Rizal ke luar rumah benar-benar dengan tangan kosong. Yang ia bawa hanyalah pakaian yang melekat di badannya. Walau aku marah padanya, aku tak mungkin meninggalkannya begitu saja.

Mungkin, aku memang bodoh. Tapi untuk saat ini, siapa lagi yang mau menjadi temanku kecuali Rizal?

Ayah sudah tiada. Ibu mengusirku, begitupun dengan adik-adikku yang kian membenciku. Keluarga sudah tidak peduli, apalagi para tetangga di kampung. Siapa lagi yang aku harapkan saat ini kalau bukan Rizal?

Aku adalah tulang punggung keluarga yang telah menghidupi keluargaku. Tapi kenapa, aku dibuang begitu saja? Apa tidak ada sebersit rasa iba pada diriku yang mati-matian mencari pundi-pundi rupiah di kota orang hanya untuk menghidupi mereka?

Apa tak berharganya diri ini hingga dengan mudahnya, aku dibuang begitu saja oleh mereka?

Aku memukul dadaku berulang kali. Kenapa rasanya sesakit ini, ya Allah?

“Mbak, aku laper.”

Aku yang hendak menangis jadi urung gara-gara mendengar Rizal yang mengeluh lapar. Aku menoleh ke arahnya dengan kesal, tapi melihat wajahnya yang memelas dan sedikit pucat aku tidak jadi memarahinya.

Aku meletakkan tas jinjing yang kubawa dan mengambil minuman dari dispenser untuk membasahi kerongkonganku sekaligus menjernihkan pikiranku.

Tanpa berkata apapun, aku segera menuju dapur kecilku untuk membuatkannya makanan.

“Makanlah!” kataku padanya, ketika makanan telah selesai kumasak. Hanya semangkuk mie instan saja, tak ada makanan lain di kontrakanku ini.

Rizal menerima dengan senang hati. Ia bahkan langsung memakannya dengan sangat lahap bagai orang yang sudah tak makan berhari-hari.

Sebenarnya, aku ingin merasa kasihan padanya. Tapi ternyata, yang harusnya aku kasihani adalah diriku sendiri.

“Kamu di sini hidup susah, sementara ibu dan adik-adikmu hidup di kampung dengan gaya hedon, Mbak!” ujar Rizal disela makannya.

“Bulan lalu, ibumu baru saja membeli kalung sepuluh gram. Sementara kamu, di sini hidup pas-pasan, Mbak.” Lanjut Rizal lagi sambil terbatuk-batuk karena kuah mie yang cukup pedas.

Aku mengambilkannya minum dan ku letakkan di lantai dengan kasar. “Bicara sekali lagi aku tutup mulutmu pakai lem!”

Aku sengaja berkata demikian agar Rizal berhenti tak mengatakan hal itu lagi. Karena itu akan membuat hatiku semakin sakit lagi.

“Ish, sadis sekali.”

“Kalau begitu diam!”

“Iya-iya.” Rizal langsung mengatupkan mulutnya dan melanjutkan makannya.

Setelah selesai makan, Rizal terlihat hidup lagi. Energi yang sempat hilang kini kembali lagi. Bahkan, bocah menyebalkan itu sibuk mengelilingi kontrakan sempitku ini. 

Kadang, ia berhenti di depan aquarium kecilku hanya untuk melihat ikan yang berenang ke sana-sini.

Lalu, ia akan berhenti di depan dispenser air hanya untuk mengamatinya. Bahkan, setrika yang kugeletakkan di lantai tak luput dari amatannya.

Sebenarnya bocah itu Intel atau apa? Kepalaku sampai berdenyut karena terus melihatnya mondar-mandir tak jelas seperti itu.

“Daripada mondar-mandir seperti itu, sebaiknya kamu tidur, Zal!” kataku pada akhirnya karena sudah tak tahan melihatnya yang mondar-mandir seperti itu.

“Tidur? Memangnya kita nggak malam pertama dulu seperti pengantin pada umumnya?”

Aku langsung menatap Rizal dengan nyalang. “Bicara apa kamu?”

“Bercanda, Mbak.” Bocah menyebalkan itu malah tertawa. “Ngomong-ngomong, aku tidur di mana, Mbak?”

“Di depan!”

“Depan mana?”

“Depan kontrakan!”

“Haish, tega sekali.”

Aku melemparkan sebuah bantal padanya dengan kesal. Terserah dia mau tidur di mana saja, aku tak perduli!

“Mbak?” Dia memanggilku lagi. 

“Mbak?” Namun, aku memilih menutup seluruh tubuhku dengan selimut.

“Kalau dipanggil diam saja, kamu aku hamili lho, Mbak!”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
fatmawati
mungkin rizal sebenarnya ada rasa sama si rara
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 4. Merasa Tertindas

    Aku membuka selimut yang membungkus tubuhku dengan kasar lalu menatap Rizal dengan geram. “Apalagi, sih, Zal? Bisa jangan ganggu aku terus? Aku capek, aku mau tidur! Besok aku kerja!”Rizal kemudian memperlihatkan bantal yang dipegangnya padaku. “Bantalnya bisa tukar nggak, Mbak? Masa aku tidur pakai bantal gambar helo kiti, yang benar saja kamu, Mbak!”Aku menghela napas panjang. Perkara bantal saja jadi masalah. Memangnya, kalau dia memakai bantal bergambar helo kiti, jenis kelaminnya bakalan berubah? Tidak, ‘kan?Segera kuambil sebuah bantal polos di sampingku lalu aku lemparkan padanya.“Nah, gini, dong!” Dia segera berlalu dari hadapanku ke ruang depan.Segera kubaringkan diriku di tempat tidur lagi. Aku sudah sangat lelah dan butuh istirahat. Kejadian hari ini benar-benar menguras semua tenagaku. Barangkali, ketika aku tidur, beban hidupku sedikit berkurang.“Mbak?” tiba-tiba bocah menyebalkan itu memanggilku lagi. Buru-buru kutarik selimutku dan pura-pura tertidur dengan harapa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 5. Kesucianku Direnggut Suamiku Sendiri

    “Selamat datang kembali, Mbak Rara,” sambut Rizal ceria ketika aku sudah sampai di kontrakan.“Ya, terimakasih.” Aku melepaskan sepatuku dan segera masuk ke dalam kontrakan.Seketika aku terkejut melihat penampakan kontrakanku saat ini. Kenapa semuanya tampak berubah semua?Cat tembok kontrakan yang biasanya terlihat kusam dan mengelupas, kini berubah menjadi tembok cantik dengan wallpaper bunga.Ruangan utama ada karpet bulu-bulu berwarna merah muda dan di depan karpet ada sebuah televisi layar lebar di letakkan di atas meja yang aesthetic.Tak sampai di situ, ruangan tengah yang biasa aku pakai untuk tidur kini ada bad cover minimalis disertai dengan dipannya.Lalu ada sebuah kulkas, lemari pakaian, dispenser baru, dan berbagai pernak-pernik yang memperlengkap isi kontrakanku.Ketika aku berjalan ke dapur. Di sana sudah ada lemari piring baru disertai dengan peralatan memasak yang lengkap pula.Aku sampai mencubit kedua tanganku, barangkali aku hanya mimpi, kontrakan kumuhku berubah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 6. Mimpi?

    Seharian ini, aku bekerja dengan pikiran yang kacau balau. Gara-gara hal itu, aku banyak melakukan kesalahan sehingga mendapatkan omelan dari Bu Sinta. “Kamu masih niat kerja nggak sih, Ra?” bentak Bu Sinta sambil berkacak pinggang ketika aku lagi-lagi memecahkan sebuah gelas. “Ma-maaf, Bu. Saya tidak sengaja.” “Gak sengaja gimana! Sudah lima gelas yang kamu pecahkan, lho! Kamu pikir itu gelasmu!” “Ma-maaf, Bu.” “Ck, bulan ini gajimu dipotong karena sudah memecahkan gelas!” Aku hanya menunduk dan tak berniat membantah perkataan Bu Sinta. Mau bagaimanapun, ini memang salahku. Tidak apa-apa jika gajiku dipotong. “Rara, sudah enggak usah diambil hati. Sini aku bantuin beresin pecahan gelasnya,” kata Mila ketika Bu Sinta sudah pergi. “Sepertinya masalahmu cukup berat. Ceritakan padaku setelah pulang kerja nanti.” Setelah pulang kerja, aku dan Mila berhenti di sebuah cafe langganan kami. Kami sengaja memilih duduk di rooftop yang cukup sepi. Mila menatapku serius, tapi dar

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 7. Menutup Mata?

    Aku mengerjap-ngerjapkan mataku menatap Rizal. "Ap-apa katamu tadi, Zal?"Rizal bangkit dari atas tubuhku seraya menggeleng pelan. "Bukan apa-apa, Mbak!" Dia langsung pergi begitu saja meninggalkanku.Kuseka embun di sudut mataku sembari melihat punggungnya yang berlalu. "Mimpi hidup denganku di rumah mewah bersama anak-anak yang cantik mirip aku?"Aku salah dengar atau apa, ya?***Seharian ini, aku hanya mendiamkan Rizal. Namun, bocah itu tetap tidak merasa bersalah sama sekali.Dia malah sibuk memberi makan ikan, menonton televisi sambil tertawa-tawa, bahkan kini ia terdengar asyik mengobrol dengan para tetangga.Sungguh, dia manusia yang tidak mempunyai peri kemanusiaan!Aku mengintip dari balik jendela. Saat ini, Rizal duduk dikerubungi oleh para Ibu-ibu. Mereka mengatakan, kalau Rizal sangatlah tampan.Aku menyipitkan mataku memperhatikan Rizal dari kejauhan. Tampan?Sebenarnya, aku akui ia cukup tampan. Alisnya tebal, matanya tajam dan agak-agak kebiruan, lalu hidungnya mancung

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 8. Rizal Kenapa?

    Tiba-tiba, malam ini aku sudah berada di kedai pinggir jalan bersama Rizal.Aku sudah bersikukuh tidak mau makan malam dengannya, tapi bocah menyebalkan itu terus-terusan merengek padaku.Daripada aku menjadi gila dan berakhir masuk rumah sakit jiwa, pada akhirnya dengan terpaksa aku menuruti kemauannya.Sikap yang aku benci pada diriku sendiri adalah tidak tegaan pada orang meskipun orang itu musuhku sekalipun."Kamu makan apa, Mbak?" "Makan angin!"Rizal malah tertawa. "Ish, Mbak Rara sukanya ngelawak!" Ia kemudian melambaikan tangannya pada salah satu pelayan kedai tersebut."Mas, pesan bebek goreng sambal matah dua porsi sama es jeruk dua gelas, ya.""Baik, Mas. Mohon ditunggu."Setelah kepergian pelayan itu, aku menyipitkan mataku menatap Rizal."Kenapa, Mbak?" tanya Rizal keheranan."Kamu, kok, tahu kalau aku suka bebek goreng sambal matah?""Daripada Mbak Rara makan angin, mendingan aku pesankan menu kesukaanku juga."Aku mengeryitkan dahiku. Entah mengapa, jawaban Rizal barus

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 9. Kamu Rara, kan?

    Aku bekerja dalam keadaan mengantuk luar biasa. Semalaman aku menunggu kepulangan Rizal, akan tetapi bocah itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya dan membuatku lagi-lagi tak bisa tidur dengan nyenyak.Sebenarnya, dia pergi ke mana? Ke tempat kerjanya? Ke rumah temannya? Mengingat ekspresi kesakitannya tadi malam, apa jangan-jangan ... dia pergi ke rumah sakit dan berakhir di rawat di sana?Mila yang berdiri di sampingku tiba-tiba menyenggol lenganku. "Masih pagi. Jangan melamun terus," bisiknya padaku."Aku enggak melamun, hanya saja ... sedang memikirkan sesuatu.""Memikirkan apa? Suami brondongmu?""Sssttt ...," aku langsung menempelkan jari telunjukku pada bibir Mila. "Untuk apa aku memikirkan makhluk menyebalkan itu," sambungku kemudian yang membuat Mila memincingkan matanya."Aku tahu kamu membencinya, tapi benci dan cinta itu beda tipis!""Heleeeh, preeet!"Mila langsung tertawa dengan ucapanku barusan. "Tapi, dia nggak melakukan yang aneh-aneh lagi padamu, 'kan?""Engga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 10. Mantanku Jadi CEO

    Kedua mataku membola. Bagaimana dia bisa tahu kalau namaku adalah Rara?“Iya, ‘kan, Rara Prahesti?” tanyanya lagi dengan penuh penekanan.“Be-benar, saya Rara, Pak.”Laki-laki yang berada di dalam mobil itu tiba-tiba tersenyum simpul. “Kamu masih ingat aku nggak?”Aku mengamati wajah pria itu lalu menggeleng pelan.“Masa nggak ingat?” Laki-laki itu kemudian membuka kacamata hitam yang menutupi sebagian wajahnya. “Kalau sekarang ingat, nggak?”Aku menyipitkan mataku menatap pria itu lagi. Wajahnya, matanya, hidungnya, bibirnya.Ah, kenapa semuanya terasa sangat familiar?Aku berpikir sejenak. Hingga tiba-tiba, sekelebat ingatanku pada pria itu berputar di otakku.“Bagaimana, apa sudah ingat?”“Ka-kamu … Mas Feri?”Laki-laki itu terkekeh pelan sembari mengangguk. “Syukurlah kalau kamu masih mengingatku.”Aku terkejut luar biasa. Bahkan, mulutku langsung menganga dengan lebar.“Bagaimana kabarmu?”Aku tidak segera menjawab pertanyaan itu dan memilih menunduk. Kakiku kugeser secara perlah

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 11. Jadi Pengen Cium

    Aku memang lelah setelah seharian bekerja. Namun, rasa lelah itu berkali-kali lipat bertambah ketika mengatahui fakta, bahwa Mas Feri kini menjadi CEO di tempat kerjaku."Lesu sekali pulang kerja, Mbak! Capek, ya?" seru Rizal menghampiriku yang sedang berjalan lunglai bagai tak punya tulang.Aku mendongakkan kepalaku yang tertunduk. Rasa lelahku menguap begitu saja ketika melihat orang yang aku khawatirkan semalaman akhirnya pulang."Rizal? Kamu sudah pulang? Semalam kamu ke mana? Kamu kenapa?" Aku langsung membekap mulutku yang melemparkan banyak pertanyaan pada bocah tengil itu. Bisa-bisa, dia ke-PDan karena merasa aku khawatirkan."Tenang, Mbak! Santui." Dia tersenyum senang. "Kamu tidak perlu khawatir pada suami tampanmu ini."Nah, 'kan, apa aku bilang. Dia langsung PD bin narsis."Ayo, Mbak, masuk." Rizal tiba-tiba menarik kedua tanganku agar segera masuk ke dalam kontrakan."Aku perhatikan, kamu lelah sekali, Mbak. Kerjaanmu berat, ya?" Rizal tak menjawab rentetan pertanyaanku

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04

Bab terbaru

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 17. Membuntuti Rizal

    "Aku nggak punya saudara kembar, Mbak.""Tapi, kamu ....""Aku kenapa? Ada yang salah?"Aku memainkan ujung-ujung jariku. Rasanya aku takut jika mengemukakan pendapatku padanya saat ini tentang dua sosok berbeda yang ada dalam dirinya."Kalau kamu melihat perubahan dari diriku, itu hanya karena alkohol, Mbak," terangnya kemudian."Al-alkohol?"Rizal tertawa sumbang. "Kamu pasti tak menyangka jika aku pecandu alkohol, 'kan?""Aku, aku tidak tahu apapun tentangmu, Zal.""Maka dari itu, jangan pernah menyimpulkan apapun dariku jika kamu tidak tahu apapun, Mbak!"***Malam harinya, Rizal berpamitan berangkat bekerja.Aku yang tidak puas dengan jawaban Rizal berkaitan ia yang tak memiliki saudara kembar tiba-tiba punya pemikiran untuk mengikutinya saat ini.Siapa tahu, dengan mengikutinya, aku bisa membongkar rahasianya, jika sebenarnya dia memang memiliki saudara kembar dan sering berganti posisi untuk mempermainkan hidupku.Satu hal yang membuatku curiga. Memangnya alkohol bisa membuat s

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 16. Saudara Kembar?

    Sejak kejadian aku yang hendak menjodohkan Rizal dengan Adel anak tetangga kontrakanku. Rizal tidak pernah pulang ke kontrakan lagi.Aku sampai penasaran. Sebenarnya dia ke mana? Apa dia marah padaku? Seketika, ada sedikit rasa was-was dalam hatiku kenapa Rizal tidak pulang. Tiba-tiba, aku teringat nama perempuan yang pernah disebut oleh Rizal waktu itu.Mawar. Siapa perempuan itu? Apakah Rizal tinggal di rumah perempuan itu?Aku menepuk-nepuk kepalaku. Lagian, untuk apa aku memikirkannya? Dia tidak pulang selamanya pun bukankah itu pertanda hal yang baik untukku?“Pagi-pagi sudah melamun aja, Mbak!” ujar Rizal yang membuatku tersentak. Baru juga aku memikirkannya, bocah menyebalkan itu tiba-tiba sudah berdiri di sampingku.“Kamu masak apa, Mbak?" tanyanya kemudian.“Aku belum masak.”Rizal terlihat kecewa dengan jawabanku barusan. “Padahal aku lapar. Ya sudahlah, aku tidur saja.” Ia berlalu meninggalkanku ke ruang depan untuk tidur.Aku terdiam. Sebenarnya, aku tidak pernah memasak

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 15. Dasar Brengsek!

    Aku terbangun dalam ruangan yang tak begitu asing ketika sorot sebuah lampu menyilaukan mataku.“Kontrakan?” Aku menautkan alisku melihat sekeliling. Kenapa aku bisa berada di kontrakan? Bukankah aku tadi berada di sebuah kamar apartemen, lalu Rizal ....Aku langsung mengacak-acak rambutku dengan kasar manakala mengingat kejadian yang membuat hatiku remuk redam itu.Aku segera mengubah posisiku menjadi duduk sambil sesekali memegangi kepalaku yang terasa berat.Entah mengapa, aku seperti orang yang sudah tidur dalam waktu yang sangat lama sekali. Aku bahkan seperti orang linglung yang seperti habis meminum sesuatu yang memabukkan hingga otakku tidak bisa berpikir dengan sempurna.Sebenarnya, apa yang terjadi denganku?“Mbak, kamu sudah bangun? Kamu gak apa-apa?” tiba-tiba dari arah depan, Rizal datang menghampiriku dengan raut wajah khawatirnya.Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dengan takut. “Jangan! Jangan mendekat!”Rizal menghentikan langkahnya, ia menatapku dengan ekspresi yang

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 14. Kali Keduanya

    “Pegangan!”“Aku gak mau!”Rizal menepikan motornya di pinggir jalan lalu menarik kedua tanganku dengan paksa agar melingkar di pinggangnya.“Aku bilang gak mau pegangan!”“Berani lepas, aku pastikan kamu terkapar di aspal!”Aku yang semula tengah memberontak langsung terdiam mendengar ancamannya. Perangai Rizal kali ini sama seperti malam itu. Tiba-tiba, aku merasakan rasa ketakutan yang luar biasa. Apalagi, jalanan yang kami lalui bukanlah jalan menuju ke kontrakan.Jangan-jangan, aku akan dibuang Rizal ke lautan, atau yang lebih parah, dimutilasi dan—Aku memejamkan mataku. Aku benar-benar tak bisa membayangkan nasib diriku sendiri. Apabila aku meninggal hari ini, semoga saja Allah mengampuni segala dosa-dosaku.“Turun!” perintah Rizal ketika kami tiba di depan sebuah gedung megah nan elit.“Pak, parkirin motornya!” ia berteriak pada salah satu Sekuriti di sana begitu aku sudah turun dari motor.“Baik, Den!” Sekuriti itu berlari tergopoh-gopoh membawa motor sport Rizal ke tempat pa

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 13. Mau Aku Hajar Mantanmu?

    “Rara, kamu nunggu angkot? Aku antar saja bagaimana?” Mas Feri menghentikan laju mobilnya ketika melihatku tengah berdiri di pinggir jalan.Aku menarik napas panjang. Rasanya aku benar-benar tidak betah bekerja di tempat ini lagi. Selain Bu Sinta dan Robi, kini malah ketambahan Mas Feri.“Tidak, Pak. Terimakasih,” tolakku kemudian.“Ayolah, masuk aja. Gak apa-apa.” Mas Feri turun dari mobil menghampiriku.Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Aku takut ada yang memergoki kami lalu membuat fitnah.“Maaf, Pak. Tidak.” Aku segera memundurkan langkahku.“Kenapa? Aku hanya menawarkan bantuan saja. Kita bisa berteman, ‘kan?”Aku menggelengkan kepalaku. “Bahkan, status sosial kita berbeda. Maaf saya tidak bisa.”“Rara ayolah, aku ingin berbicara banyak padamu. Aku—” "Maaf, saya tidak bisa," tukasku sebelum dia melanjutkan kata-katanya."Kenapa kamu berubah? Apa kamu sudah tidak ada rasa lagi denganku?"Rasanya aku ingin tertawa mendengar pertanyaannya. Pertanyaan itu sungguh terdengar

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 12. Omong Kosong

    Aku berlari tergesa-gesa menuruni sebuah angkot. Hari ini aku bangun kesiangan. Jangankan mandi, salat subuh saja aku lupakan.Ya ampun, bagaimana hidupku tidak kacau balau jika urusan dengan Tuhan saja aku ke sampingkan.Tunggu! Kenapa semalam aku jadi tidak bisa tidur lagi, ya? Apa karena Rizal memujiku cantik?Tidak-tidak, aku menggelengkan kepalaku berulangkali. Masa hanya itu penyebab tidak bisa tidurku!Aku pasti insomnia. "Baiklah, pulang kerja nanti aku akan beli obat di apotek."Bruuuk!Tiba-tiba, kesialan menimpaku lagi. Secara tak sengaja, aku menabrak Robi–rekan kerjaku yang sedang membawa ember berisi air bekas pel.Ember tersebut jatuh, hingga air kotor itu mengenai celanaku dan tumpah di mana-mana. Robi menatapku dengan geram, sejak dulu, ia memang tidak suka dengan diriku.“Sial! Kalau jalan pakai mata!” bentaknya kesal.“Ma-maaf, aku gak sengaja.” Aku segera berlari mengambil pel dan membersihkannya.“Lihat, sepatuku jadi basah kena air kotor itu!”“Maaf, Robi. Aku be

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 11. Jadi Pengen Cium

    Aku memang lelah setelah seharian bekerja. Namun, rasa lelah itu berkali-kali lipat bertambah ketika mengatahui fakta, bahwa Mas Feri kini menjadi CEO di tempat kerjaku."Lesu sekali pulang kerja, Mbak! Capek, ya?" seru Rizal menghampiriku yang sedang berjalan lunglai bagai tak punya tulang.Aku mendongakkan kepalaku yang tertunduk. Rasa lelahku menguap begitu saja ketika melihat orang yang aku khawatirkan semalaman akhirnya pulang."Rizal? Kamu sudah pulang? Semalam kamu ke mana? Kamu kenapa?" Aku langsung membekap mulutku yang melemparkan banyak pertanyaan pada bocah tengil itu. Bisa-bisa, dia ke-PDan karena merasa aku khawatirkan."Tenang, Mbak! Santui." Dia tersenyum senang. "Kamu tidak perlu khawatir pada suami tampanmu ini."Nah, 'kan, apa aku bilang. Dia langsung PD bin narsis."Ayo, Mbak, masuk." Rizal tiba-tiba menarik kedua tanganku agar segera masuk ke dalam kontrakan."Aku perhatikan, kamu lelah sekali, Mbak. Kerjaanmu berat, ya?" Rizal tak menjawab rentetan pertanyaanku

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 10. Mantanku Jadi CEO

    Kedua mataku membola. Bagaimana dia bisa tahu kalau namaku adalah Rara?“Iya, ‘kan, Rara Prahesti?” tanyanya lagi dengan penuh penekanan.“Be-benar, saya Rara, Pak.”Laki-laki yang berada di dalam mobil itu tiba-tiba tersenyum simpul. “Kamu masih ingat aku nggak?”Aku mengamati wajah pria itu lalu menggeleng pelan.“Masa nggak ingat?” Laki-laki itu kemudian membuka kacamata hitam yang menutupi sebagian wajahnya. “Kalau sekarang ingat, nggak?”Aku menyipitkan mataku menatap pria itu lagi. Wajahnya, matanya, hidungnya, bibirnya.Ah, kenapa semuanya terasa sangat familiar?Aku berpikir sejenak. Hingga tiba-tiba, sekelebat ingatanku pada pria itu berputar di otakku.“Bagaimana, apa sudah ingat?”“Ka-kamu … Mas Feri?”Laki-laki itu terkekeh pelan sembari mengangguk. “Syukurlah kalau kamu masih mengingatku.”Aku terkejut luar biasa. Bahkan, mulutku langsung menganga dengan lebar.“Bagaimana kabarmu?”Aku tidak segera menjawab pertanyaan itu dan memilih menunduk. Kakiku kugeser secara perlah

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 9. Kamu Rara, kan?

    Aku bekerja dalam keadaan mengantuk luar biasa. Semalaman aku menunggu kepulangan Rizal, akan tetapi bocah itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya dan membuatku lagi-lagi tak bisa tidur dengan nyenyak.Sebenarnya, dia pergi ke mana? Ke tempat kerjanya? Ke rumah temannya? Mengingat ekspresi kesakitannya tadi malam, apa jangan-jangan ... dia pergi ke rumah sakit dan berakhir di rawat di sana?Mila yang berdiri di sampingku tiba-tiba menyenggol lenganku. "Masih pagi. Jangan melamun terus," bisiknya padaku."Aku enggak melamun, hanya saja ... sedang memikirkan sesuatu.""Memikirkan apa? Suami brondongmu?""Sssttt ...," aku langsung menempelkan jari telunjukku pada bibir Mila. "Untuk apa aku memikirkan makhluk menyebalkan itu," sambungku kemudian yang membuat Mila memincingkan matanya."Aku tahu kamu membencinya, tapi benci dan cinta itu beda tipis!""Heleeeh, preeet!"Mila langsung tertawa dengan ucapanku barusan. "Tapi, dia nggak melakukan yang aneh-aneh lagi padamu, 'kan?""Engga

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status