“Kak, aku sudah jalan ke arah rumah.”Setelah Roni tahu keluarganya datang, dia bergegas bangkit dan membangunkan Yenny. Keduanya bersiap-siap dan langsung berangkat.“Roni, kita masih belum sarapan.”“Kak, aku sudah di jalan. Nanti aku bawa kalian sarapan.”“Bukannya kamu sama Yenny lagi bersama? Minta dia siapkan sarapan untuk kami bisa? Kalau keluar makan bakalan boros karena kita jumlahnya banyak,” kata Shella.“Kak, kami sekarang juga tinggal di hotel, belum ada waktu cari rumah. Rumah aku yang sekarang itu nggak ada apa-apa, nggak bisa masak.”Rumah itu tidak ada apa pun termasuk listrik dan air. Bahkan di dapur juga kosong melompong. Tidak akan bisa masak meski Yenny bersedia. Shella diam sejenak dan berkata, “Odelina sudah blokir nomor telepon kami semua, bagaimana kamu menghubunginya? Kami sudah nggak bisa bertemu dengan Russel?”“Russel biasanya ada di tokonya Olivia, kalilan bisa lihat Russel di sana. Nggak perlu melalui Odelina.”Dia tidak peduli dengan Odelina yang memblok
“Mau mulai dari yang kedua atau ketiga?” gumam Sarah.Stefan diam saja dan tidak mau ikut campur. Daripada nanti neneknya ini bilang ke adik-adiknya bahwa semua rencana tersebut adalah ulahnya.“Dari Calvin saja, dia lebih cocok sama siapa ya?”Stefan tetap diam dan bungkam. Dia tidak kenal dengan banyak perempuan muda, tidak mungkin dia mengenalkan perempuan pada Calvin. Sarah sendiri juga tidak menaruh harapan pada diri Stefan.“Masuk sana!” kata Sarah yang membuat Stefan menatap perempuan tua itu dengan bingung.“Kamu sudah mau dinas, masih nggak mau masuk dan ngobrol dengan Olivia?”Kenapa harus dia yang sudah berusia tua ini yang mengingatkan sang cucu harus berbuat apa? Dulu dia mengajarkan banyak hal pada cucu-cucunya, hanya satu teori tentang cinta dan mendekati lawan jenis yang tidak pernah dia ajarkan. Sekarang hasilnya sang cucu tidak mengerti dengan perasaan seorang perempuan.Sarah pikir mencintai seseorang akan membuat sifat alami seseorang muncul dan tidak perlu diajarka
Setelah selesai makan, Stefan mengirimkan uang 100 juta ke rekening Olivia. Melihat itu membuat perempuan tersebut berkata, “Aku nggak sedang butuh uang.”Uang bulanan yang diberikan lelaki itu tidak pernah kurang sebelumnya.“Aku dinas dan nggak ada di rumah, aku sendiri juga nggak tahu kapan pulang. Mendekati tahun baru biasanya barang-barang mahal dan semuanya butuh uang. Uang itu untuk kamu beli barang-barang.”“Tahun baru nanti kita pulang ke kampung. Keluarga kita sangat banyak dan harus kasih banyak barang. Kamu tanya Nenek apa yang harus di kasih ke mereka, kita beli lebih awal. Kalau uangnya nggak cukup, kamu kasih tahu aku dan akan aku kirim lagi ke kamu kekurangannya.”Mendengar ucapan lelaki itu membuat Olivia hanya bisa menerima uang yang diberikan oleh Stefan tadi. Untuk pertama kalinya lelaki itu mau membawanya pulang ke kampung halamannya. Mendengar ucapan Stefan membuat mata Sarah berbinar. Akan tetapi dia tidak berkata apa pun dan hanya tersenyum saja.Ketika Olivia t
Olivia mendongak dan menatap Stefan sesaat. Dia kembali memeluk leher lelaki itu dan mendaratkan kecupan lembut di bibir Stefan yang terlonjak girang dalam hati. Sebelah tangannya menarik koper dan sebelahnya lagi menggenggam tangan istrinya sambil berjalan keluar.Sarah yang ada di lantai bawah menunggu cucu dan cucu menantunya tampak berbincang dengan Dimas. Ketika dia membantu Odelina pindah rumah, Dimas berhasil dikenali oleh Olivia. Lelaki itu berkata bahwa dia bersedia melakukan semua pekerjaan asal menghasilkan uang. Semenjak itu, Dimas tidak lagi panik ketika bertemu dengan Olivia.“Pak Stefan, Bu Olivia,” sapa Dimas.Olivia tersenyum dan bertanya, “Siapa nama Bapak? Waktu itu saya lupa minta kartu namanya.”Dengan cepat Dimas melirik sekilas ke arah Stefan dan mendapati ekspresi datar lelaki itu. Dengan tenang Dimas menjawab, “Nama saya Dimas.”Setelah itu dia mengeluarkan sebuah kertas kecil dari dalam sakunya dan memberikannya pada Olivia sambil berkata, “Waktu pulang saya b
Setelah sambungan telepon terputus, Stefan mengingatkan Dimas, “Selama aku nggak ada di rumah, jaga istri saya dengan baik.”Kemampuan Olivia begitu hebat, tidak sulit baginya untuk menjaga Olivia. Gajinya naik dua kali lipat! Memikirkannya saja membuatnya bahagia sekali.“Kalau dia ada kesulitan dan butuh bantuan, kamu bilang sama Nenek saja. Nenek yang bakalan urus semuanya. Atau bilang saja sama Calvin.”“Tenang saja, Pak. Begitu Ibu ada kendala, Nyonya Sarah pasti akan langsung tahu.”Yang membuat Stefan terkejut adalah sosok Amelia yang selama ini sudah tidak terlihat wujudnya justru tampak berdiri di depan mobil merahnya sambil menatap mobilnya mendekat.“Pak, Bu Amelia datang lagi,” kata sopir Stefan.Stefan diam sesaat dan berkata, “Berhenti di hadapan Amelia.”Sopir dan Dimas tampak terkejut. Meski Amelia dan Olivia menjadi teman baik, tetapi Stefan tidak pernah menyambut Amelia dengan baik. Yang bisa mendapat kesan baik dari Stefan hanya Junia saja. Akan tetapi, sopir lelaki
Amelia tertawa sambil mengusap air mata di sudut matanya. Dia membuang wajahnya sesaat kemudian menatap Stefan lagi sambil berkata dengan tulus, “Stefan, kalimat kamu tadi membuat aku merasa nggak sia-sia sudah mengagumimu bertahun-tahun.”Amelia mengulurkan tangannya pada Stefan dan disambut baik oleh lelaki itu. Keduanya bersalaman sejenak.“Stefan, semoga kamu dan istri kamu bahagia sampai kakek nenek.”“Terima kasih.”“Semoga aku bisa menghadiri resepsi pernikahan kalian.”Stefan menarik tangannya dan berkata, “Setelah aku selesai pilih tanggal, aku akan kasih undangan buat kamu dan Pak Aksa.”“Kalau gitu aku tunggu tanggalnya.”Amelia tertawa dan berkata, “Kamu sangat sibuk, aku nggak habisin waktu berharga kamu. Sampai jumpa.”Dia melambaikan tangannya ke arah Stefan dan masuk ke mobil balapnya. Dalam waktu singkat mobil perempuan itu meninggalkan Adhitama Group. Dia pamit pada lelaki pertama yang membuatnya begitu jatuh hati, dia tidak akan datang lagi ke tempat ini.Setelah Ame
“Iya, putri dari keluarga kita nggak akan khawatir nggak bisa menikah,” kata Yuna yang mengerti dengan tabiat putrinya sendiri. Jika putrinya bilang dia menyerah, maka dia akan menyerah.Terdengar suara mesin mobil dari arah luar. Tiara bangkit dan berjalan keluar sambil berkata, “Pasti Amelia sudah pulang.”Dia menemukan adik iparnya yang baru saja turun dari mobil. Amelia tersenyum lebar dan berkata, “Kak, Mama masih di rumah?”Melihat senyuman adik iparnya membuat hati Tiara terasa berdenyut nyeri. Dia lebih rela melihat adik iparnya tersebut menangis hebat, bukan tertawa lebar seperti ini. Semua orang tahu kalau di balik senyuman tersebut menyimpan luka yang sangat dalam.“Mama masih di rumah. Amelia, kamu nggak apa-apa?”“Kakak lihat aku seperti orang yang ada apa-apa? Tenang saja, aku baik sekali. Hanya pergi untuk mengucapkan salam perpisahan.”Amelia mengucapkan kalimat itu dengan sangat santai, dia tidak ingin membahas tentang lelaki itu lagi. Dengan manja Amelia menggandeng t
Olivia tertawa dan berkata, “Kata Amelia, Pak Reiki itu dari keluarga media. Kalau sama dia, kamu bisa dapat gosip apa pun duluan. Kamu memang ditakdirkan untuk Pak Reiki, kalian sangat cocok!”Junia bungkam dan tidak berbicara apa pun. Dia mencari kekasih untuk menikah atau untuk gosip?“Kata kamu mertua kakakmu dan keluarganya datang lagi?” Junia buru-buru mengalihkan pembicaraan.“Kakakku sudah cerai dengan Roni, rumah juga sudah mengalah dan kasih ke mereka. Mereka sendiri yang nggak sabar untuk pindah ke rumah itu. Tapi, sekarang mereka hanya bisa sewa rumah atau hotel. Kalau nggak, mereka harus kembali lagi ke kampung. Aku yakin mereka pasti mau tahun baruan di sini, nggak akan mau kembali ke kampung.”Keluarga Roni sudah memberi tahu semua orang kalau mereka akan tahun baruan di kota. Oleh karena itu, meski tidak ada tempat tinggal, mereka juga pasti akan sewa rumah untuk tetap melewati tahun baru di sini.“Mereka lihat rumahnya dihancurkan pasti langsung terkejut.”Olivia terta