“Ma, izinkan aku membeli satu mainan saja, ya?” tawar Russel. “Nggak boleh! Nanti, mainanmu akan menumpuk semakin banyak. Lagi pula, kamu kadang nggak membereskan mainanmu setelah kamu mainkan dan Mama terpaksa membantumu membereskannya.”“Ma, aku janji akan membereskan mainanku sendiri,” ucap Russel yang terkadang lupa untuk membereskan mainannya. “Bukannya kamu bawa mainan ke sini?”Odelina tidak akan mengizinkan anaknya untuk membeli terlalu banyak mainan. Karena mainan Russel memang sudah sangat banyak. Russel langsung cemberut lalu berkata, “Pokoknya aku mau beli mainan baru agar aku bisa memainkannya sama adikku.”“Adikmu itu masih bayi, jadi dia belum bisa main mainan.”“Kalau begitu, aku mau beli buku saja agar aku bisa menulis dan menggambar, boleh kan?”Russel berusaha mencari benda lainnya yang bisa dia beli. Di dalam toko mainan, juga terdapat banyak sekali alat tulis dan buku yang dijual di sana. Russel sudah mengunjungi toko mainan itu terlebih dahulu sebelum dia kemba
Odelina langsung menyentil dahi anaknya seraya berkata, “Russel, kamu ngomong apa, sih?”Russel menyentuh dahinya lalu berkata kepada Daniel, “Om, dahiku sakit karena disentil Mama. Tolong tiupin!”Daniel langsung meniup dan membelainya lembut lalu berkata kepada Odelina, “Odelina, jangan menyentil dahi Russel begitu. Kamu bisa membuat anak pintar ini bodoh kalau begitu terus.”“Sentilan itu nggak ada hubungannya dengan bodoh atau pintar. Dia akan tetap bodoh kalau dasarnya memang sudah bodoh.”“Russel itu pintar dan nggak bodoh!” seru Russel sambil menatap Odelina kesal lalu membenamkan kepalanya dalam pelukan Daniel. Akhirnya, Daniel membawa Russel masuk ke dalam toko mainan. Anak itu langsung turun setibanya di toko mainan lalu mengambil beberapa buku belajar menulis.Kemudian dia kembali menghampiri Odelina seraya berkata, “Ma, aku sudah memilih buku menulisnya. Apa sekarang aku boleh memilih mainan?”Walaupun Om Daniel bilang kalau dia akan membelikan mainan untuk Russel, anak it
Russel ingin segera kembali ke hotel agar bisa bermain dengan mainan barunya. Namun, Odelina enggan untuk kembali ke hotel karena dia masih ingin berjalan-jalan di pasar malam. “Russel, kamu pulang sama Om Dimas, ya. Mama masih mau jalan-jalan dulu sama Om Daniel.”Russel berpikir sejenak lalu setuju dengan perkataan ibunya. Dimas pun membawa Russel kembali ke hotel. Odelina dan Daniel akan terus berjalan-jalan seakan mereka sedang berkencan. “Daniel, kita nonton saja, yuk. Ada bioskop di dekat sini dan aku selalu melewatinya setiap hari. Tapi, nggak pernah sempat nonton di sana.”Daniel sama sekali tidak menolaknya. Dia meminta pengawalnya untuk membeli tiket terlebih dahulu agar Odelina dan dirinya bisa jalan perlahan dan santai. Sepuluh menit kemudian, pasangan itu sudah sampai di depan pintu masuk bioskop. Pengawal sudah yang membelikan tiket untuk mereka sudah menunggu mereka di sana. Pengawal itu juga membelikan mereka banyak sekali camilan. Mereka akan menikmati camilan ketik
Daniel mengangkat tangan Odelina lalu menciumnya ketika tidak ada orang yang memperhatikan. Odelina dengan cepat menarik tangannya dengan wajah yang memerah. Untung saja, lampu bioskop redup, jadi Daniel tidak bisa melihat wajah Odelina yang memerah. “Daniel, biasa saja, dong,” bisik Odelina. Odelina dikenal dengan sifat keras dan murah hatinya. Wajah dan telinganya juga mudah memerah kalau dia merasa malu. Odelina sekarang bersikap layaknya seorang gadis remaja di hadapan Daniel. Bahkan Olivia pernah mengatakan kalau kakaknya sekarang sedang mengalami masa pubertas kedua. Daniel langsung tersenyum tipis seraya berkata, “Aku biasa saja, kok. Memangnya apa yang kulakukan?”“Odelina, kamu katakan saja apa yang kamu inginkan. Kamu mau berjalan-jalan, menonton film, atau liburan sekalipun, aku akan menemanimu dan mengesampingkan semua pekerjaanku hanya untukmu.”“Pekerjaanku memang penting, tapi kamu jauh lebih penting bagiku.”“Aku sama sekali nggak kekurangan uang, justru uangku terl
Daniel juga terus memberikan Odelina makanan ringan sampai film selesai. “Perutku penuh sekali dengan camilan malam ini. Sepertinya, aku harus berjalan-jalan dulu sebentar untuk menurunkan makanan,” ujar Odelina.Daniel pun berdiri dan Odelina serta para pengawalnya langsung membantu Daniel berjalan. Daniel pun tersenyum lalu berkata, “Kalau begitu, tolong dorong kursi rodaku sampai ke hotel, ya. Anggap saja kita sedang berjalan-jalan menurunkan makanan.”Olivia tersenyum lalu berkata, “Oke, ayo kita berjalan-jalan. Tapi, aku nggak tahu jalan kalau kita jalan kaki begini. Jadi, jangan salahkan aku kalau kita tersesat dan berkeliling Kota Cianter sepanjang malam.”“Nggak akan.”Sekarang, malam sudah semakin gelap. Keadaan di jalanan setelah mereka keluar bioskop juga tidak ramai. Rasanya sepi dan damai. Odelina terus mendorong Daniel sambil berjalan perlahan dan diikuti oleh para pengawal mereka dari belakang. Tidak lama setelah mereka berjalan, salju tiba-tiba saja turun. “Daniel, t
“Olivia, sudah malam. Kamu tidurlah agar besok kita bisa sarapan bersama,” ujar Daniel pelan. “Selamat malam, Daniel,” ujar Odelina lalu berinisiatif mencium pipi Daniel. “Malam,” balas Daniel lalu Odelina mendorong kursi roda Daniel kembali ke kamar laki-laki itu. Daniel tidak bisa menahan senyuman di wajahnya. Semua ini terasa sangat manis baginya. Suasana berubah hening dan mereka tidak lagi bicara sepanjang malam. Pagi hari di akhir pekan, cuaca tiba-tiba saja berubah dingin dan membuat Stefan malas untuk bangun di pagi hari. Dia hari ini tidak berniat untuk bangun pagi dan tetap berada di atas kasur sebagai penghangat alami bagi istrinya. Suhu di Mambera sekarang sudah mulai dingin dengan suhu rata-rata 10 derajat. Walaupun sebenarnya suhu ini terhitung tidak terlalu rendah, warga Mambera merasa kalau suhu ini sangatlah dingin. Mereka semua langsung bergegas membeli berbagai macam mantel dan baju tebal untuk menghadapi suhu dingin di Mambera. Para pedagang dengan cepat mengi
Russel menganggap Ricky sudah membohonginya. Olivia menanggapi keponakannya dengan berkata, “Russel beruntung bisa melihat salju. Padahal Russel baru datang.”“Russel juga beruntung bisa bermain manusia salju. Tante saja nggak pernah melakukannya.”“Gimana sarapannya tadi? Kamu harus pakai baju yang tebal, ya. Jangan sampai masuk angin.”“Om Ricky sedang pergi berlibur selama 2 minggu. Kamu kan masih harus sekolah, jadi mana mungkin kamu bisa ikut Om Ricky?”Ricky pasti bersyukur karena dirinya tidak sempat bertemu dengan Russel. Tidak lama kemudian, Russel melakukan panggilan video kepada Olivia dan mereka berdua mengobrol selama setengah jam. Stefan bergumam setelah Olivia mengakhiri panggilan videonya, “Aku baru sadar kalau Russel ternyata sangat bawel. Dia bisa mengobrol denganmu sampai setengah jam lamanya.”Olivia tersenyum lalu berkata, “Dia akan menjadi laki-laki yang suka mengobrol dan hangat.”“Sekarang, sudah jam 9 lebih. Nenek, Papa dan Mama pasti sudah bangun. Kita haru
Olivia hanya mengatakan oh lalu kembali berkata kepada suaminya, “Stefan, gimana kalau kita menginap di Vila Permai selama dua hari ini?”“Lagi pula, kita kan nggak bekerja di akhir pekan ini. Toko bukuku juga nggak buka, kok.”Sebelumnya, Olivia sering membuka toko bukunya di akhir pekan ketika dia hanya memiliki bisnis toko buku saja untuk mendapatkan sedikit uang. Namun sekarang, bisnisnya sudah berjalan dengan baik. Dia dan Junia juga sepakat untuk tidak lagi membuka toko buku di akhir pekan. Mereka tidak lagi peduli tentang pendapatan toko buku mereka banyak ataupun sedikit. Namun, Stefan tiba-tiba saja mendapat pesan dari Reiki sebelum dia bisa menjawab Olivia. Dia memutuskan untuk membaca pesan terlebih dahulu. Setelah itu, dia tersenyum dan berkata kepada Olivia, “Oke, kita akan menginap di Vila Permai akhir pekan ini.”“Kita juga bisa mengundang Reiki dan Junia untuk makan siang bersama. Bagaimana kalau kita makan hot pot saja? Aku sudah lama nggak makan hot pot.”Handi sama